Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Antariksa, Masma Sikumbang, Editor Prof Sukandi Nasir dkk, ISBN 978-
602-8564-07-6, hal 128-142
Abstrak
Kata Kunci : Analisis, FTIR, Nitroselulosa, Nitrogliserin, Double Base, Nitrogen, LAPAN
Abstract
1. PENDAHULUAN
Roket bisa digunakan untuk penelitian dan untuk senjata. Lapan selama ini
mengembangkan roket untuk penelitian dengan bahan bakar (propelan) komposit. Propelan
komposit tersusun atas fuel, oksidator, dan sedikit aditif. Fuel berupa polimer organik seperti
HTPB (hydroxyl terminated polybutadiene), oksidator berupa amonium perklor AP
(NH4ClO4), dan aditif berupa bubuk aluminium. Roket senjata FFAR (Fin Folde Aerial
Rocket) juga pernah dikembangkan Lapan dengan mengganti bahan bakarnya dengan
propelan komposit. Roket senjata FFAR yang pernah diproduksi di PT DI menggunakan
propelan double base (DB) dengan teknologi lisensi dari Belgia dan beberapa komponen
lokal.
Roket senjata dengan propelan DB tersusun atas mayoritas nitroselulose dan
nitrogliserin, dan sedikit aditif yang berfungsi sebagai plastisizer dan stabilizer. Baik
nitrogliserin (NG) atau nitroselulose (NC) keduanya bisa dihasilkan melalui reaksi nitrasi
menggunakan asam nitrat dalam media asa sulfat dengan bahan baku gliserin atau selulosa.
Murahnya dan mudahnya dalam memperoleh bahan-bahan tersebut memungkinkan
kemandirian dalam roket senjata. Baik NG atau NC yang digunakan sebagai propelan
memiliki kandungan nitrogen (%N) tertentu. Kesulitan dalam menentukan %N merupakan
salah satu bagian tersendiri dalam mengembangkan kedua bahan tersebut. Kesulitan ini
bersifat isntitusional karena bahan ini eksplosif.
Dalam mengatasi kesulitan tersebut ditepuh berbagai alternatif baik secara langsung
atau tidak. Meski belum diukur secara langsung, %N dalam nitrogliserin bisa dicapai
maksimum karena gliserin merupakan senyawa rantai pendek dengan tingkat keberhasilan
penggantian gugus H dalam –OH gliserin dengan gugus –NO2 tinggi. Dengan kata lain reaksi
mudah berlangsung sempurna. Berbeda dengan NC, selulose merupakan polimer rantai
panjang dengan berat molekul bisa mencapai sekitar 100.000. Serangan gugus –NO2 terhadap
H dari –OH dalam monomer selulosa memiliki banyak halangan (halangan struktur molekul)
sehingga sulit berlangsung reaksi sempurna. Akibatnya masih ada gugus –OH dalam
nitroselulosa.
Nitrasi adalah reaksi substitusi (penggantian) yang menghasilkan hasil samping
berupa air. Selulosa juga bisa mengalami reaksi kondensasi yaitu pembentukan senyawa baru
melalui terjadinya ikatan baru. Dalam hal ini, perpindahan H dari –OH kedalam N dari –NCO
membentuk uretan –O-CO-NH-. Dengan cara ini memungkinkan menentukan banyaknya
gugus –OH dalam selulosa secara keseluruhan atau sisa reaksi. Melalui cara demikian %N
bisa ditentukan.
Makalah ini menyajikan hasil analisis kurva FTIR (Fourier Transform Infrared)
untuk NG, NC, dan DB. Dengan melihat kurva NG dan NC bisa dilihat apakah terbentuk
ikatan baru dalam DB atau tidak. Tidak adanya ikatan baru dalam DB dimungkinkan untuk
penentuan %N dalam NC secara tidak langsung, misalnya mereaksikan –OH dengan isosianat
dan mengukur sifat fisik propelan DB yang dihasilkan, misal elastisitas atau tensile strength.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis apakah puncak-puncak FTIR DB
merupakan gabungan dari puncak-puncak FTIR NC dan NG atau bukan ? jika puncak DB
merupakan gabungan, berarti tidak terjadi ikatan baru dengan pencampuran NG dan NC
dalam pembuatan propelan DB. Dari sini bisa diusulkan metode penentuan kadar N dalam
NC, dengan cara mereaksikan sisa gugus –OH dalam NC dengan isosianat untuk membentuk
gugus uretan dan mengukur sifat fisiknya (misal tensile strength). Tensile strength
maksimum dicapai pada isosianat stoikiometri yang menunjukkan banyaknya –OH sisa.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Selulosa
Selulosa dirujuk sebagai polimer glukosa melalui reaksi kondensasi pelepasan air
Selulosa (struktur pada gambar 1 di bawah) tidak larut dalam semua jenis pelarut sehingga
sulit mengukur berat molekulnya dengan metode biasa, misalnya dengan ebulliometric,
cryometric, osmotic. Haworth memperkirakan besar molekul selulosa. Dia mengusulkan
molekul mengandung 100-200 satuan anhidroglukosa yang sesuai dengan berat molekul
20.000-40.000. Selulosa yang digunakan dalam pembuatan nitroselulosa untuk militer
memiliki satuan anhidroglukosa 1000-1500. Metode lain dalam menentukan berat molekul
meliputi reduksi larutan Fehling, pengukuran viskositas dalam larutan cuprammonium,
perkiraan tekanan osmotic larutan, atau laju sedimentasi dalam ultrasentrifugal. Dari 3
metode terakhir dihasilkan berat molekul 100.000-2.000.000.
Penelitian kimia dan fisika menemukan struktur mikrokristalin selulosa sebagaimana yang
dimodelkan oleh Meyer-Mark, Mark-Misch, Polanyi dan Sponsler-Dore. Selulosa kristal
memiliki 4 bentuk, yaitu selulosa I terjadi dalam mayoritas tanaman, selulosa II yang terjadi
penyimpangan sudut β=62o, selulosa III pada sudut β=58o. Pemanasan selulosa II dalam air
bertekanan atau dalam gliserin pada 140-300°C menghasilkan selulosa IV.
Cross and Bevan mengusulkan kandungan selulosa murni dalam komersial kaitannya
dengan perilaku dalam larutan NaOH 17-18%. Yang tidak larut disebut -selulosa, selulosa
sebenarnya.. β-dan -selulosa larut dalam NaOH. Dalam larutan alkali dan asam asetat, β-
selulosa mengendap sedang -selulosa larut. β-selulosa rantai pendek diantaranya
hydrocellulose, oxycellulose. -selulosa terutama hemicellulose.
2.2. Nitroselulosa
Nitrosellulosa dibuat dengan reaksi nitrasi selulosa yaitu proses penggantian gugus –OH
dengan gugus –ONO2. Proses ini dikendalikan oleh rasio diantara asam, rasio asam-selulosa,
dan suhu reaksi. Jika terjadi penggantian satu gugus, dua gugus, tiga gugus, maka kadar
Nitrogen dalam nitroselulosa adalah berturut-turur 6,76% ; 11,11% ; 14,14%. Kadar N akan
menentukan sifat fisik dan kimia nitroselulosa. Substitusi berlangsung sepanjang rantai
polimer bukan mengumpul pada satu monomer. Ada 5 grade nitroselulosa yang digunakan.
Piroksilin, NC dengan kadar N 8-12.3%, densitas maksimum 1.653 gr/cc, suhu
lebur / dekomposisi > 135°C, mudah terbakar, Panas pembentukan -216 kkal/mol. Piroksilin
digunakan dalam pembuatan celluloid 11-11.2%N, untuk pembuatan eksplosive blasting
11.5-12%N, untuk militer 12.20%N. Pyrocellulose, NC dengan 12.6%N. Panas spesifik
adalah 0.3478 kal/gr °C pada suhu 25°C. Guncotton, NC dengan kadar 13.35-13.45%N.
Densitas maksimum 1.656 gr/cc, suhu lebur / dekomposisi > 135°C, panas pembentukan -200
kkal/mol. Panas spesifik 0.3408 kal/gr °C pada suhu 25°C. Nitrocellulose dengan kadar
13.75-14.14%N. Densitas maksimum 1.659 gr/cc, panas pembentukan -191 kkal/mol. Panas
spesifik 0.3362 kal/gr oC pada suhu 25 oC. Blended nitrocellulose campuran 60-65%
guncotton dan 35-40% pyrocellulose. NC ini cocok untuk propelan single-base. Dua grade
NC biasanya digunakan, satu dengan 13.15%N dan satu lagi 13.25%N.
Studi dengan X-ray Diffraction menunjukkan tahap awal asam nitrat akan
mengelilingi seluruh struktur selulosa dan bagian amorp akan lebih cepat berlangsung nitrasi
sedemikian hingga kadar 12,2%N. Sejak itu, terbentuk keteraturan kristal NC. Reaksi nitrasi
NC adalah reversibel (dapat balik), dan ini dicegah dengan pengenceran asam dengan air
dingin.
(C6HO2)(OH) 3 +xHNO3(C6H7O2) (OH) 3-y (ONO2) y +xH2O
Tabel 2. Komposisi Asam untuk Nitrasi Selulosa [3]
Bahan Piroselulosa dari (%) Guncotton dari (%) NC dengan %N>, (%)
Cotton linter Wood pulp Cotton linter Wood pulp 13,8% 13,8%
cellulose cellulose
As. Sulfat 59,2% 57,0 60,5 59,5 - -
As Nitrat 21,5 23,5 24,5 28,5 49 70-85
As Nitrosil sulft 3,5 4,4 4,0 3,0 - -
Air 15,8 15,1 11,0 9,0 - -
As pospat - - - - 49 -
Pospat anhidrid - - - - 2 -
NH4NO3 - - - - - 15-20
KNO3 - - - - - 30
Nnitroselulosa dibuat dengan 1,500 lb campuran asam pada T= 30°C, dan menambahkan 32
lb selulosa sedikit demi sedikit sambil diaduk selama 4menit. Kemudian dilanjutkan selama
25 menit. NC yang terbentuk distabilkan dan dimurnikan.
NC dengan %N tinggi dibuat dengan nitrasi tahap kedua. Yaitu, NC dibasahi dengan
25%air dan dinitrasi dengan campuran asam 60%nitrat, 20%asetat, 20%asetat anhidrid. Atau
dengan 50%nitrat, 25%asetat, 25%asetat anhidrid. Proses ini menghasilkan NC 14%N
dengan viskositas rendah yang cocok untuk roket senjata. Metode lain untuk mencapai NC
14%N tinggi juga bisa ditempuh dengan pemanasan asam nitrat pekat untuk membentuk uap
N2O5 yang dilewatkan sepanjang gulungan kertas selulosa.
Yang perlu diperhatikan untuk selulosa nitrat komersial adalah kandungan air, keasaam,
kadar abu, warna, stabilitas panas, kadar nitrogen, pemeriksaan polimer, kandungan zat
volatil, viskositas dengan metode 4-bola.
Suatu eksperimen, selulosa dinitrasi hingga D.S=2.83 menggunakan 64% asam nitrat,
26% asam pospat, 10% P2O3. Produk mengandung 83% 3-trinitrat, 11% 2,6-dinitrat 6% 3,6-
dinitrat. Produk tersebut ditaruh di dalam 95% asam nitrat, 5% air, selama 2 jam, maka 9%
trinitrat berubah menjadi dinitrat. Tidak ada pembentukan ring dengan DS<2. Produk yang
diperoleh dengan 82% asam nitrat adalah 40% tri-, 23% 2,6-di-, 12%-3,6-di-, 25% 6-
mononitrat dan beberapa ring yang tidak tersubstitusi.
Nitroselulosa ada dua jenis yaitu nitroselulosa komersial dan nitroselulosa eksplosif
(guncotton). Perbedaan ini terletak pada kadar nitrogennya. Nitroselulosa dengan kadar N
<13,1% diklasifikasikan sebagai nitroselulosa komersial, sedang untuk kadar N > 13,1%
diklasifikasikan sebagai nitroselulosa eksplosif. Nitroselulosa komersial dibuat dengan nitrasi
dengan menggunakan asam nitrat dalam media asam sulfat. Nitroselulosa eksplosif dibuat
dengan nitrasi lanjutan dari nitroselulosa komersial untuk menaikkan kadar N. Biasanya
nitrasi lanjutan ini menggunakan asam nitrat pekat yang dipanaskan untuk menghasilkan uap
N2O3. Nitroselulosa komersial dilewatkan dalam uap ini. Cara lainnya, nitrasi lanjutan
dilakukan dengan nitrasi pertama dengan penambahan KNO3 atau asetat anhidrid.
Nitroselulosa komersial dipasaran diproduksi oleh PT hercules di amerika, dan dijual dengan
grade sebagai range kadar N.
Gugus isosianat –NCO bisa bereaksi secara kondensasi dengan gugus –OH
menghasilkan uretan –NH-OC-O-. Selulosa mengandung gugus –OH dan jika direaksikan
dengan isosianat secara stoikiometri bisa diketahui banyaknya monomer selulosa
(anhidroglukosa atau BM polimer selulosa) dengan cara mengetahui banyaknya isosianat
yang digunakan. Dalam pembuatan nitroselulosa, sebagian gugus –OH dalam selulosa
bereaksi substitusi dengan gugus –ONO2 dan pasti ada sisa gugus –OH. Sisa gugus –OH ini
direaksikan dengan isosianat untuk menghasilkan uretan. Banyaknya sisa gugus –OH
diketahui dengan banyaknya isosianat yang digunakan. Banyaknya isosianat stoikiometri
diketahui dengan maksimal tensile strength propelan DB. Dengan mengetahui banyaknya
gugus –OH mula-mula dan banyaknya gugus –OH sisa maka dapat diketahui banyaknya
gugus –OH yang bereaksi dengan gugus –ONO2, dengan demikian dapat dihitung kadar N.
3. PERCOBAAN
Reaksi nitrasi terhadap gliserin atau selulosa, ditempuh dengan langkah sebagai berikut :
Susun reaktor nitrasi dilengkapi dengan pendingin, pengaduk, termokopel
Kondisikan reaktor pada suhu di bawah 15oC
Masukkan asam sulfat kedalam reaktor sambil pengaduk dihidupkan
Masukkan asam nitrat tetes demi tetes kedalam reaktor. Suhu dijaga tetap di bawah
15oC.
Masukkan Gliserin (untuk nitrasi gliserin) atau selulosa kedalam reaktor secara pelan-
pelan. jaga suhu < 15oC
Biarkan agar terjadi reaksi sempurna selama 1 jam.
Ambil hasil, pisahkan, dan netralkan
Keringkan hasil dan siap dilakukan pengujian.
Selesai
4. HASIL PERCOBAAN
Peralatan proses pembuatan nitroselulosa dan nitrogliserin disajikan gambar 5 di bawah ini.
yang terdiri dari freezer di sebelah kiri, reaktor di sebelah kanan yang dilengkapi dengan
pengaduk mekanik, corong pisah untuk memasukkan reaktan, dan termokopel pengukur
suhu.
Gambar 5. Reaktor Pembuatan NC
5. PEMBAHASAN
Dari kurva FTIR di atas bisa ditabelkan puncak-puncaknya baik FTIR NC, NG, dan
DB dalam satu tabel. Dengan pentabelan ini memudahkan untuk melakukan analisis.
Pentabelan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah diketahui apakah puncak DB berasal dari
NG atau NC atau bahkan merupakan puncak baru yang tidak berasal dari NC dan NG.
Dengan demikian bisa diketahui akibat dari pendampuran NG dan NC dalam sampel
propelan, apakah mengakibatkan terbentuknya ikatan baru atau tidak. Munculnya ikatan baru
dalam DB bisa diketahui dengan puncak yang berasal bukan dari NG dan bukan dari NC.
Dalam tabel 3 di bawah ini disajikan dalam satu kolom, bagian kiri (puncak NG), bagian
tengah (puncak DB) dan bagian kanan (puncak NC).
DB 439.77 NC DB 2276 NC
NC 439.77 NC NC 2276 NC
NG 462.92 DB 2337.72 NG
NC 617.22 NG 2337.72 NG
NG 632.65 DB 2368.59 NC
NC 678.94 NC 2368.59 NC
NG 702.09 DB 2407.16 NC
NG 748.38 NC 2407.16 NC
NC 748.38 DB 2553.75 NG/NC
DB 840.96 NG/NC NG 2553.75 NG/NC
NG 840.96 NG/NC NC 2553.75 NG/NC
NC 840.96 NG/NC DB 2646.34
DB 972.12 NC NG 2661.77
NC 995.27 NG 2769.78
NG 1010.7 NG 2916.37
DB 1072.42 NC NC 2924.09 NC
NC 1080.14 NC DB 2931.8 NC
DB 1280.73 NG/NC NG 2970.38
NG 1280.73 NG/NC NG 3024.38
NC 1280.73 NG/NC NC 3116.97
DB 1381.02 NC NG 3132.4
NC 1381.03 NC NG 3294.42
NG 1427.32 NG 3402.43
NG 1643.35 DB 3425.58 NC
DB 1651.07 NC NC 3425.58 NC
NC 1651.07 NC NG 3595.31
NG 2021.4 DB 3749.62
NC 2106.27 DB 3873.06
DB 2152.56 NC
Dua puncak terakhir berintensitas kecil, tidak ada puncak FTIR >3600, puncak sampai
dengan 3600 cm-1 milik monomerik alkohol, mungkin monomer Cellulose sisa yang tidak
ternitrasi karena monomer selulosa mengandung gugus -OH
Kalau diperhatikan, semua puncak DB pasti sama dengan NC atau NG, bahkan sama
dengan NC dan NG. Di dalam DB tidak ada puncak baru selain puncak NC dan atau NG. Jadi
puncak DB merupakan gabungan antara puncak NC dan puncak NG. Dengan kata lain
pencampuran NG dan NC tidak menimbulkan senyawa baru, atau tidak terjadi reaksi antara
NG dan NC. Dengan demikian kita bisa melakukan karakterisasi komponen penyusun DB,
dengan memanipulasi karakteristik komponen tersebut. Misalnya karakteristik NG dengan
membuat variasi kuantitas NG terhadap hasil uji DB. Selain itu bisa juga untuk dilakukan
karakterisasi NC dengan memanipulasi NC dan melihat hasil uji DB.
Strategi seperti ini disebabkan pengujian langsung NG atau NC memiliki resiko
terhadap peralatan yang digunakan. Selain itu tidak setiap institusi yang memiliki alat
tersebut mengijinkan untuk pengujian NG dan NC, dan lagi tidak setiap institusi memiliki
alat uji dan metode yang dibutuhkan untuk NG dan NC.
Dalam penelitian ini dirancang untuk mengkarakterisasi NC, melalui penentuan kadar
nitrogen (%N). Kadar nitrogen merupakan angka banding berat atom nitrogen dalam NC
terhadap berat molekul NC. Ini bisa ditempuh dengan mengetahui
Berat melekul nitroselulosa hasil percobaan dan berat molekul selulosa awal, atau
Derajat substitusi (DS), maksimum 3 karena di dalam monomer selulosa terdapat 3
gugus –OH yang bisa disubstitusi dengan gugus lain, dalam hal ini gugus –NO2.
Angka hidroksil juga bisa digunakan untuk mengukur kadar nitrogen dalam NC.
Pengertian angka ini merupakan banyaknya gugus hidroksi –OH yang dapat diganti
dengan gugus lain (dalam hal ini gugus –ONO2). Namun angka hidroksil dirasakan
kurang tepat mengingat angka hidroksil hanya terkait dengan reaksi biasa. Sementara
dalam nitrasi selulos, tahap awal mendapatkan NC dengan kadar nitrogen 12%N.
Sedangkan dengan nitrasi lebih lanjut mampu mensubstitusi semua gugus –OH.
Kadar nitrogen sebenarnya bisa dilakukan penentuan langsung dengan metode tertentu,
namun membutuhkan perlakuan pendahuluan terhadap sampel NC, misalnya perlakuan
dekomposisi untuk menghasilkan gas-gas. Perlakuan pendahuluan ini juga mengandung
resiko, diantaranya peledakan, atau kebakaran dengan nyala menjilat.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa nitrasi sempurna selulosa sulit dicapai, dan
dilakukan dengan 2 tahap. Tahap awal bisa dilakukan dengan asam nitrat dalam media asam
sulfat, dan dilanjutkan nitrasi dengan nitrogen triosida (N 2O3) yang dihasilkan melalui
pemanasan asam nitrat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa NC yang dihasilkan masih ada
gugus -OH yang tidak tersebstitusi dengan gugus –ONO 2. kondisi ini yang memungkinkan
untuk memanipulasi NC guna mengkarakterisasi NC atau mengukur kadar nitrogen.
Secara teoretis, gugus –OH dalam NC yang tidak tersubstitusi bisa dilakukan reaksi
kondensasi dengan isosianat untuk membentuk uretan –NH-CO-O-.
Reaksi ini menghasilkan produk uretan dengan sifat fisik yang terpengaruh oleh kuantitas
isosianat. Sifat fisik yang optimal dicapai pada saat semua gugus –OH sudah bereaksi
membentuk uretan. Dengan mengetahui banyaknya isosianat yang bereaksi, bisa dihitung
banyaknya gugus –OH dalam NC. Dengan cara yang sama bisa dilakukan reaksi isosianat
dengan selulosa mula-mula. Maka dari itu bisa ditentukan BM selulosa, banyaknya gugus –
OH sisa, dan banyaknya monomer yang bereaksi (DS). Sifat fisik tersebut misalnya, tensile
strength, atau kuat desak / kuat tekan.
6. KESIMPULAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan dan penjelasan dalam uraian pembahasan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Puncak-puncak dalam kurva FTIR DB merupakan gabungan dari puncak-puncak NG
dan NC. Tidak terbentuk ikatan baru dalam pencampuran NG dan NC
Melalui kesimpulan ini memungkinkan penentuan %N dalam NC melalui penentuan
gugus –OH sisa reaksi dengan cara mereaksikan dengan senyawa lain, misalnya
reaksi dengan isosianat untuk menghasilkan uretan.
Kuantitas gugus –OH diketahui dengan kuantitas isosianat. Kuantitas isosianat
diketahui dengan uji sifat fisik (misal tensile strength) sampel.
Dengan mengetahui banyaknya isosianat memungkinkan kita mengetahui –OH awal
dan akhir (sisa reaksi nitrasi) dalam selulosa.
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih penulis ucapkan kepada teknisi laboratorium yang telah ikut membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini. Juga tak lupa penulis sampaikan kepada Prof. Drs. Sukandi Nasir
Rohili, MM, Prof. Dr. Ir. Loekman Satibi, dan Drs. HM Chawari yang merupakan generasi
awal peroketan di Lapan, atas jerih payah mereka topic roket senjata bisa diunculkan ke
permukaan, dan lagi topic ini belum ada instansi pemerintah yang menanganinya. Juga tak
lupa penulis sampaikan kepada para peneliti dan teknisi yang tergabung dalam tim penelitian
double base.