Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan paling baik dan paling
utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Pada beberapa rumah sakit/klinik di
Indonesia untuk mengevaluasi sinus paranasal cukup melakukan pemeriksaan foto
kepala AP (ada juga yang mengatakan PA) dan leteral serta posisi Waters. Bila
dari foto di atas belum dapat ditentukan atau belum didapat informasi yang
lengkap, baru dilakukan pemotretan dengan posisi yang lain
Pemeriksaan CT scan
Gambaran Radiologis
Pada foto polos 3 posisi (AP, lateral, Waters) sinus paranasal tampak:
− Perselubungan semiopak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih
sinus paranasal akibat penebalan mukosa dan submukosa.
− Penebalan mukosa (tebal mukosa > 5 mm)
− Air fluid level (kadang-kadang)
− Penebalan dinding sinus dengan gambaran sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
− Unilateral dengan air fluid level terbatas di satu sinus pada sinusitis bacterial
− Bilateral simetris dan mengenai banyak sinus, biasanya pada sinusitis alergika.
Pada sinusitis mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling
sering diserang adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga
sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya jaringan
fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto polos tak dapat membedakan
antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotic beserta pembentukan jaringan
parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan
penyuntikan kontras dapat digunakan untuk membedakan hal ini. Pada CT scan
dengan penyuntika kontras, apabila terjadi enhancement menunjuka adanya
inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhancement biasanya jaringan fibrotic dan
jaringan parut.
Pada kasus-kasus sinusitis bacterial akut dengan pemeriksaan posisi Waters,
sukar membedakan perselubungan sinus maksilaris yang disebabkan sinusitis
murni atau disebabkan oleh air fluid level. Untuk kasus semacam ini perlu
dibuatkan posisi Waters dalam keadaan duduk. Hampir 50% kasus-kasus dengan
perselubungan pada salah satu sinus maksilaris pada pemotretan posisi supine
ternyata setelah difoto duduk, terdapat air fluid level.
Air fluid level akan tampak pula pada kasus-kasus:
1. Pada pasien-pasien yang mengalami pencucian sinus maksilaris, biasanya
minimal 3-4 hari setelah pencucian sinus, maka gambaran sinus tersebut
akan tampak suram. Hal ini dapat didiagnosis sebagai sinusitis karena
reinfeksi.
2. Pada pasien dengan trauma kepala yang disertai fraktur atau tidak fraktur
pada dinding sinus.
3. Pada penyakit golongan diskrasia darah seperti penyakit von Willebrand
dimana terjadi perdarahan pada permukaan mukosa. Hal ini berbeda pada
pasien-pasien hemophilia, dimana terjadi perdarahan pada ruangan sendi.
Delapan puluh persen tumor yang menyerang sinus paranasal dan kavum
nasi adalah karsinoma sel skuamosa dan hampir 80% menyerang sinus maksila.
Tanda-tanda radiologi pada foto polos kepala dan CT kepala adalah adanya masa
pada sinus maksilaris disertai dekstruksi tulang aktif, hanya pada CT kepala dapat
ditambahkan evaluasi tambahan daerah fosa infra temporalis dan daerah
paraparingeal. Hal ini dapat menentuka apakah tumor menyebar pada daerah
tersebut atau ke atas ke daerah basis kranii.
Ada sekelompok tumor dengan tanda-tanda radiologik yang khas, yaitu
adanya ekspansi aktif meliputi seluruh rongga sinus, dekstruksi tulang dinding
pada sinus yang diserang, tetapi secara garis besar tulang-tulang tersebut
mengalami rekalsifikasi lagi, sehingga sering tumor dianggap jinak, tetapi secara
patologis prognosisnya sangat jelek. Kelompok tumor ini adalah papiloma,
esthesioneuroblastoma, tumor kelenjer saliva minor termasuk adenokarsinoma,
ekstramedulariplasmasitoma, melanosarkoma, dan rhabdomiosarkoma.
CT dan MRI saat ini sudah menjadi salah satu metode pencitraan radiologi
untuk sebagian besar penyakit pada telinga dan bila ada kerusakan pada tukang
temporal. Pada penyakit pengikisan tulang, seperti otitis media kronik dengan
kolesteatom, CT dengan pengaturan jendela tertentu akan memberikan sumber
informasi yang akurat. CT dengan penggunaan cairan kontras yang disuntikan
pada vena telah digunakan secara terus menerus pada pemeriksaan
cerebellopontine angle masses. Peralatan pencitraan lain untuk tulang temporal ini
meliputi superlatif angiography.
Ada tiga jenis proyeksi radiologik yang paling sering dan cukup bermanfaat
serta dapat mudah dibuat dengan memakai alat rontgen yang tidak terlalu besar
untuk menilai tulang temporal, yaitu:
1. Posisi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto
dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan
berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30° cephalocaudal. Pada posisi ini
perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak
dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang
besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus
lateralis.
2. Posisi Owen
Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid, dan proyeksi
dibuat dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan atau film, lalu
wajah diputar 30° menjauhi film dan berkas sinar X ditujukan dengan
sudut 30-40° cephalocaudal. Umumnya posisi owen dibuat untuk
memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-
bagian tulang pendengaran, dan sel udara mastoid.
Fraktur tulang muka dapat dibagi 2 kelompok, yaitu : dapat terjadi pada satu
tulang atau dapat terjadi pada beberapa tulang. Fraktur-fraktur ini meliputi:
− fraktur tulang nasal ; dimana terjadi gangguan aliran dari sinus-sinus
kekavum nasi
− fraktur tulang frontal
− fraktur arkus zigomatikus : dimana terlibat sinus makasilaris
− fraktur yang meliputi etmoid/ maksilaris atau keduanya
pada foto polos kepala gambaran yang tampak hanya garis fraktur dan
perselubungan satu atau dua sisi sinus. Sedangkan pemeriksaann CT-Scan dapat
memperlihatkan gambaran herniasi.