Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ATRESIA ESOFAGUS
Sejarah
Pertama kali dilaporkan oleh Durston ( 1670 ) dimana melaporkan adanya
pengabungan trakeoesofageal dengan atresia esofagus.tahun 1888 Charles
Steel dari London melakukan eksplorasi bedah dan mencoba melakukan koreksi
bedah tetapi gagal menganastomose. Tahun 1899 Hoffman melakukan
gastrostomi, dan Richter tahun 1913 melakukan pemisahan fistula. Sampai
akhirnya Ladd ( 1944 ) dan Leven (1941) melakukan gastrostomi, koreksi fistula
dan interposisi jejunal. Waterston (1979) mempopulerkan transposisi kolon
diakhir tahun 70 an 1.
Embriologi
Perkembangan embriologi esofagus tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
trakea, karena satu sama lain saling berhubungan. Oleh karena itu sebagian
besar kelainan esofagus disertai dengan kelainan trakea yaitu fistula.
Kira kira usia kehamilan 19 hari, foregut embrio manusia berupa tabung selapis
sel, yang terbentang dari pharynx ke lambung 2. Trakea muncul saat usia
kehamilan 22 23 hari, ditandai dengan munculnya tonjolan di bagian ventral
dari foregut. Tonjolan ini semakin memanjang dan bagian lateral dari massa
sel-sel endodermal memadat membentuk jembatan jaringan dan membagi
foregut menjadi trakea dibagian ventral dan esofagus dibagian dorsal. Proses
ini dimulai di daerah carina dan berkembang cepat kearah cephal. Proses
pemisahan trakea dan esofagus menjadi lengkap sampai di daerah larynx saat
usia kehamilan 26 hari 2,3. Kegagalan proses pemisahan ini saat usia kehamilan 4
minggu diduga menyebabkan fistula trakeaesofageal 1,2. atau bisa juga
laryngotracheoesophageal cleft2. Keterangan mengapa atresia esofagus terjadi
masih belum jelas. Satu teori mencoba menjelaskan, elongasi trakea ke caudal
sangat cepat, dan dinding dorsal esofagus ikut tertarik dan bersatu dengan
trakea, sehingga terbentuk fistula di bagian distal 3.
Saat usia 6 minggu kehamilan, otot-otot sirkuleresofagus terbentuk dan
kemudian terentuk nervus vagus kemudian, dan usia 7 minggu kehamilan
muncul pembuluh darah dari aorta, dan saat minggu ke 9 kehamilan terbentuk
otot-otot longitudinal.bagian dalam esofagus awalnya bercilia tetapi kemudian
berubah menjadi lapisan sel-sel epitel gepeng berlapis saat usia 20 minggu
kehamilan 3.
Etiologi
Penyebab kelainan trakeoesofageal fistula belum diketahui. Diduga heriditer 1,2.
Omizek et.al. 1982 menduga karena infeksi virus pada ibu. Beberapa penulis
menduga karena penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang (Szendrey et al
1985, Nora & Nora 1975)1.
Klasifikasi
Gamaliel sps
paru paru ). Terakhir resiko dikelompokkan kedalam grup A dengan resiko ringan,
grup B dengan resiko sedang dan grup C dengan resiko berat.
( Freeman 1969, Fraser et al 1987, Czeizel & Vitez 1981 ). Angka kejadian
atresia esofagus yang lebih tinggi dilaporkan di Finlandia sekitar 1 : 2440
kelahiran hidup ( Kyyronen & Hemminki 1988 )1,3.
Area
Cardiovascular
Gastrointestestinal
Neurologic
Genitourinary
Orthopedic
Other
TOTAL
1935-1966
44
31
9
4
0
3
91 (31.6%)
1966-1976
12
8
1
1
0
1
23 (27.3%)
1976-1985
10
10
2
1
0
1
24 (34%)
(Manning PB, Morgan RA, Coran AG, et al. Fifty years experience with
esophageal atresia and tracheoesophageal fistula. Ann Surg 1986;204;446)
tahun 1973 Quan & Smith pertama kali mengemukakan kelainan kongenital lain
yang hampir selalu didapat bersama-sama yang dikenal dengan VATER. Tetapi
kemudian menyusul bukti kelainan kongenital lain yang belum dikatagorikan oleh
Quan & Smith, maka tahun 1974 Temtamy & Miller serta Nora & Nora 1975
mengemukakan VACTERL1,3. VACTERL termasuk didalamnya : defek vertebra,
malformasi anorektum, anomali cardiac, tracheo-esophageal fistula, abnormal
renal, defek pada limb termasuk displasia tulang radius 1,2,3,4.
Manifestasi klinik
* Waterston et al 1962
+ Spitz et al 1987
karena banyaknya klasifikasi untuk mudahnya dipakai istilah atresia esofagus
dengan atau tanpa TEF
Insidensi
Insidensi atresia esofagus dilaporkan sekitar 1 : 4425 kelahiran hidup ( Haight
1957 Myers 1974 ) dan di Australia sekitar 1 : 4000 - 1 : 3000 kelahiran hidup
Gamaliel sps
Gejala awal dan paling sering adalah regurgitation atau drooling 2,3,4. Grosfeld
dan Ballantine 1978 mengemukakan dari 84 pasen mempunyai gejala salivasi
pad 50 penderita, distres pernafasan pada 28 penderita, sianosis pada 26
penderita, problem feeding pada 9 penderita, batuk ada 8 penderita, distensi
lambung pada 5 penderita dan sindroma beberapa gejala pada 9 penderita 1.
Pada non paten fistula di bagian distal mungkin didapatkan abdomen scapoid
1,4
.
Adanya riwayat polihidramnion sering ditemukan pada atresia esofgagus tanpa
fistula 1, 2,3.
Presentasi klinik yang berbeda dimungkinkan oleh karena tergantung tipe atresia
dan ada tidaknya fistula serta kelainan lain yang menyertainya (lihat klasifikasi
Waterston).
Pemeriksaan penunjang
Jika timbul kecurigaan terhadap adanya atresia esofagus, pertama dilakukan
adalah memasang NGT nomor 10, jika sulit melewati esophagus atau aspirasi
cairan lambung tidak bisa dilakukan maka kemudian dibuat foto polos
anteroposterior dan lateral. Manuver ini mungkin tidak berguna untuk atresia
esofagus tipe H. Dalam hal demikian foto radiografi dengan kontras akan sangat
berguna, dianjurkan kontras yang water soluble 1,2,3,4.
Pemeriksan lain yang dianjurkan adalah dengan endoskopi, bronkoskopi atau
proksimal esofagoskopi, keuntungannya dapat mendiagnosa termasuk adanya
fistula tanpa resiko aspirasi 1,2,3. CT-scan sagital dianjurkan pula 2.
Gambaran radiografi yang diharapkan berupa ujung esofagus ditandai dengan
lipatan NGT, serta tidak adanya gas dalam lambung atau intestinum jika tanpa
fistula dibagian distal non paten 1,4.
Pengelolaan
Preoperatif
Atresia esofagus bukan kasus yang sifatnya emergensi untuk tindakan bedah
segera. Optimalisasi penderita merupakan hal terpenting. Pemasangan NGt dan
aspirasi berkala penting untuk mencegah akumulasi saliva, sekaligus mencegah
saliva masuk kedalam paru-paru. Posisi bayi dipertahankan telungkup atau
miring horisontal 1.
Guzzetta et al, menganjurkan bayi selalu hangat, posisi kepala 30 0 , pasang
kateter intravena, pemberian antibiotik walaupun tidak ada manifestasi
pneumonia, dan aspirasi berkala saliva dari upper pouch 4.
Selama menunggu optimal dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain guna
mencari anomali yang memang sering didapatkan.
Koreksi Bedah
Jika bayi tidak stabil dapat dilakukan penundaan operasi bedah, hanya
dilakukan gastrostomi 4.
Jenis koreksi bedah yang dapat dilakukan adalah: anastomose ujung distal dan
proksimal, jika sulit maka dapat dilakukan dengan interposisi kolon, transposisi
gaster, interposisi gastric tube 1.
Postoperatif
Pemberian antibiotik untuk beberapa hari, endotracheal tube dipertahankan
terutama untuk pasen yang memerlukan ventilator. Hisap lendir atau saliva
dilakukan berkala sampai bayi dapat menelan dengan baik. Jika dipasang Chest
Tube dipertahankan untuk kira-kira 10 hari. Feeding dilakukan via gastrostomi,
dan beberapa ahli bedah menganjurkan esofagogram untuk melihat anastomose
2
. Penilaian esofagogram dapat dilakukan setelah 1 minggu anastomose
dilakukan, untuk melihat kaliber dan kebocoran anastomose 4.
Komplikasi
Dapat terjadi striktur, fistula yang recurrent, refluks gastroesofageal, kelainan
motilitas esofagus, trakeomalasia, dan leakage anastomosis.
Daftar Pustaka
1.
Spizt, Lewis ; Hitchock, Rowena J; Oesophageal Atresia and
Tracheooesophageal Fistula in Surgery of The Newborn; Churchill
Livingstone ; United Kingdom; 1994; page 353 373
2.
Holder, Thomas M,M.D; Esophageal Atresia and Tracheoesophageal
Malformations in Pediatric Surgery; 2nd ed; W.B. saunders Co.;
Philadelphia;1993; page 249 - 269
3.
Coran, Arnold G.; Congenital Abnormalities of Trachea and
Esophagus in Greenfield_Nyhus Surgery; Chapter 102; BiblioMed
Textbook Science CD-R; Lippincott Ravens Publisher; 1997
4.
Guzzetta,Philip C, et al; Esophageal Atresia and Tracheoesophageal
Fistula in Pediatric Surgery in Principle of Surgery; 7 th ed.; McGraw
Hill Int. Ed.; Singapore; 1999; page 1723 - 1726
Biliari Atresia
Biliary atresia is characterized by obliteration or discontinuity of the extrahepatic
biliary system, resulting in obstruction to bile flow. The disorder represents the
most common surgically treatable cause of cholestasis encountered during the
newborn period. If not corrected surgically, secondary biliary cirrhosis
invariably results. Patients with biliary atresia may be subdivided into 2 distinct
forms, which are
(1) those with isolated biliary atresia (postnatal form), accounting for 6590% of cases, and
(2) patients with associated situs inversus or polysplenia/asplenia with or
without other congenital anomalies (fetal/embryonic form),
comprising 10-35% of cases.
The pathology of the extrahepatic biliary system is highly variable in these
patients, and the following classification is based upon the predominant site of
atresia:
(1) type I involves obliteration of the common duct, while the proximal
ducts are patent;
(2) type II is characterized by atresia of the hepatic duct, with cystic
structures found in the porta hepatis; and
(3) type III (>90% of patients) involves atresia of the right and left
hepatic ducts to the level of the porta hepatis. Of great importance,
these variants should not be confused with intrahepatic biliary
hypoplasia, which comprises a group of distinct and surgically
noncorrectable disorders.
Pathophysiology:
Gamaliel sps
Physical:
Causes:
Infants with idiopathic neonatal hepatitis, which is the major differential diagnosis,
are often preterm and/or small for gestational age.
Infectious agents
History:
Histologic Findings:
Gamaliel sps
Surgical Care:
Consultations:
Diet:
During the evaluation phase of biliary atresia, the infant's diet typically is
not changed.
Postoperative breastfeeding is encouraged when possible, since breast
milk contains both lipases and bile salts to aid in lipid hydrolysis and
micelle formation. Theoretically, breast milk also may protect against
cholangitis, a common complication following portoenterostomy, by
suppressing the growth of gram-negative and anaerobic flora. However, to
date, no data is available to support this claim.
Infants who are fed formula and who achieve adequate bile drainage
should not require a special diet. Early in the postoperative course and
when the status of biliary continuity may be in question, one of the mediumchain triglyceride-containing formulas (eg, Alimentum, Pregestimil) may
enhance lipid digestion.
Gamaliel sps
Prognosis:
Caroli Disease
Caroli disease/syndrome is a rare congenital disorder of the intrahepatic bile
ducts. It is characterized by intrahepatic dilatation of the biliary tree, thought to be
the result of a pathologic developmental process known as a ductal plate
malformation (DPM). Caroli disease/syndrome often is associated with autosomal
recessive polycystic kidney disease (ARPKD), and both the hepatic and renal
processes are felt to reflect a developmental process, albeit in the context of
different organs. A rare association with autosomal dominant polycystic kidney
disease (ADPKD) also has been reported.
The term Caroli disease is applied if the hepatic disease is limited to ectasia or
* Cholelithiasis
segmental dilatation of the larger intrahepatic ducts. This form is much less
cholangitis and are also at risk for associated bacteremia and sepsis, but may
common than Caroli syndrome, in which malformations of smaller bile ducts and
Associated with ARPKD, and patients may have varying degrees of renal cysts,
Pathophysiology:
known as the ductal plate (DP). The DP first arises from hepatocyte precursors
surrounding hilar portal vein vessels at the eighth week of gestation, and more
Age: Symptoms appear first in adults, although childhood and neonatal cases
History:
layer separate to form tubules, which join to form the intrahepatic biliary tree,
Patients with cholangitis may complain of fever and right upper quadrant
abdominal pain.
In Caroli disease, DPM occurs at the level of the larger intrahepatic ducts (ie, left
and right hepatic ducts, segmental ducts), resulting in dilatation and ectasia. The
Ultrasonography is the best initial imaging study, as it will reveal the irregular
resulting biliary stasis may lead to cholelithiasis, cholangitis, and sepsis, as well
Physical:
Hepatomegaly is present.
In Caroli syndrome, DPM occurs at all levels of bile duct formation. In the more
Splenomegaly occurs.
peripheral biliary tree, DPM is associated with portal vein malformations as well
as fibrosis of the portal tracts and/or fibrous bands extending across adjacent
portal tracts. These findings are typical of congenital hepatic fibrosis (CHF), and
Caroli syndrome is, therefore, thought to exist in the same spectrum of disease
Causes:
as CHF.
A genetic cause is likely, given the association with ARPKD, but specific
Frequency:
In the US: the exact frequency is unknown. Caroli syndrome (large and small bile
duct ectasia with CHF) is much more common than Caroli disease (large bile
manner.
cholangitis.
* Cholangitis
* Choledochal cyst
Lab Studies:
Imaging Studies:
Procedures:
Mortality/Morbidity:
Gamaliel sps
In the minority of patients who have intrahepatic ductal ectasia without associated
Pathophysiology:
hypertension.
CHF (ie, Caroli disease), the prognosis is determined largely by the frequency
Histologic Findings: Liver biopsy will reveal the typical pattern of DPM, with
cholangitis are unknown. The relationship with PSC and inflammatory bowel
Progressive liver failure also may develop, possibly requiring liver transplantation.
syndrome, DPM will be evident throughout the liver, whereas only larger
Patients with both ductal ectasia and CHF (ie, Caroli syndrome) are subject to the
Medical Care: The use of ursodeoxycholic acid can decrease the frequency
also at risk for the complications of portal hypertension, namely variceal bleeding,
Frequency:
degree
of
Renal manifestations
polycystic
kidney
disease
In the US: PSC is the most common hepatobiliary disease observed in IBD with
associated
with
Caroli
an incidence that varies from 2.5-7.5%. Conversely, 50-75% of patients with PSC
The
disease/syndrome is variable.
have IBD. It may precede the onset of ulcerative colitis (UC) or may occur
disease/syndrome.
Patients who present with renal disease as neonates or infants are more likely to
following proctocolectomy.
have severe disease with enlarged cystic kidneys and progressive renal failure.
refractory cholangitis. Obstructing stones can be removed and bile flow can
Others may have normal-appearing kidneys or minimal cystic changes with only
Age: Peak incidence of PSC occurs in the third and fourth decades, also in
infancy.
History:
In cases of localized stasis, lobectomy can be curative and can also reduce the
risk of cholangiocarcinoma.
generalized beading and stenosis of the intrahepatic and extrahepatic biliary tree
Prognosis:
Hepatic manifestations
Gamaliel sps
with stigmata of chronic liver disease and cirrhosis. The onset and progression
tend to be insidious. Modes of presentation include the following:
Asymptomatic
patients
present
with
incidental
finding
Nonspecific complaints
Abdominal pain
Fevers
Weight loss
of
Intermittent jaundice
Physical findings on physical exam vary with the degree of disease activity at the
presentation.
Biliary Trauma
Congenital anomalies of the biliary tract
Lab Studies:
agents.
disease activity.
PSC.
Chronic hepatitis
Serum carbohydrate antigen 19-9 (CA 19-9) level greater than 100
U/mL has 75% sensitivity and 80% specificity in identifying PSC
syndrome)
Autoimmune Hepatitis
Imaging Studies:
Choledocholithiasis
Gamaliel sps
o
o
Infectious hepatitis
Cholestasis
infections, and immunologic and genetic factors have been proposed as etiologic
Causes:
Cholangiocarcinoma
rate.
MR findings in PSC.
Pathologic
correlation
of
magnetic
Liver biopsy
resonance
Ductular
complications,
such
as
dominant
strictures,
PSC.
with
diseases
Procedures:
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
Staging:
prednisone,
azathioprine,
budesonide,
The hepatic progression of PSC is divided into 4 histologic stages. These stages
improves
symptoms
and
biochemical
are used to document histologic progression and may help evaluate treatment
effect in clinical trials. The Mayo Clinic has developed a multivariate statistical
survival model from long-term survival data (Mayo risk score). The Mayo natural
history model of PSC computes the score based on the patients age, history of
aminotransferase. This has been a major step in identifying patients at low,
include
present.
This pathognomonic lesion has been observed occasionally in children with PSC.
Ultrasound
moderate, and high risk of dying while early in the course of PSC. In an age-
bifurcation of the hepatic ducts, are a major problem for patients with
adjusted multivariate analysis, each unit increase in the Mayo risk score was
PSC.
Surgical Care:
beading.
PSC.
Medical Care:
Gamaliel sps
Direct therapy for patients with PSC toward managing the following:
Surgical
drainage
procedures
(portoenterostomy,
from
numerous
liver
transplant
centers
more difficult.
Prognosis:
Diet:
PENDAHULUAN
Manajemen cairan dan elektrolit merupakan hal yang sangat penting dalam
penanganan kasus kasus bedah anak. Pada pasien anak, gangguan cairan
tubuh, elektrolit dan keseimbangan asam-basa lebih sering ditemukan dan acap
kali gangguan ini lebih serius dari pada orang dewasa. Beberapa hal yang
menyebabkan anak lebih rentan terhadap gangguan tersebut adalah:
1.
2.
Kecepatan "turn over" air, elektrolit, asam-basa dan makanan per KgBB
pada bayi
adalah tiga kali orang dewasa.
Fungsi ginjal, terutama pada beberapa bulan pertama masih belum
sempurna sehingga kemampuan untuk mengkoreksi gangguan hidrasi dan
keseimbangan asam basa belum memadai.
Complications:
radiologists.
Gamaliel sps
10
Manajemen cairan dan elektrolit pada anak yang harus mengalami operasi
emergensi merupakan suatu hal yang amat penting. Waktu yang tersedia untuk
mempersiapkan pasien sangat terbatas, umumnya pasien emergensi bedah
anak datang dalam keadaan gangguan cairan dan elektrolit. Perlu
dipertimbangkan penyakitnya sendiri akan bertambah berat dengan penundaan
waktu, sedangkan melakukan operasi sebelum perbaikan umum juga
mempunyai resiko operasi yang besar.
Pemberian cairan dan elektrolit preoperatif pada kasus bedah anak merupakan
suatu hal yang unik. Beberapa disiplin ilmu dan pusat Rumah Sakit (RS)
melakukannya dengan berbagai cara.
Gamaliel sps
11
Fase I
dilakukan pada fase ini karena diharapkan pemberian cairan pada 2 fase yang
rnenggunakan larutan RL atau Normal Saline selama 12 jam pertama sebanyak 10-20 cc/kgBB.
: Mengganti defisit dan maintenance cairan 24 jam
Fase II
dalam 8 jam.
Fase III
: Memberikan sisa kebutuhan cairan 24 jam dalam 14-16 jam dan
Gamaliel sps
12
Pada prinsipnya cairan, elektrolit dan nutrisi paling baik diberikan peroral karena
fisiologis dan tubuh sendiri yang melakukan seleksi terhadap apa yang
dibutuhkan melalui absorbsi didalam usus. Belum ada campuran cairan,
elektrolit dan nutrisi parenteral yang betul-betul dapat memenuhi kebutuhan
tubuh. Oleh karena itu bila keadaan pasien sudah memungkinkan secepatnya
diberikan peroral. Akan tetapi tidak selamanya pasien bedah anak
memungkinkan secepatnya diberikan cairan dan nutrisi peroral. Misalnya pada
pasien yang menyebabkan ususnya belum dapat berfungsi untuk itu misalnya
pasien dengan Necrotizing Enterocolitis, Gastroschizis, enterostomi didaerah
jejenum atau post reseksi usus karena trauma, perforasi demam typhoid, atresia
usus yang direseksi dan dianastomose, operasi by pass usus.5.6
5.
6.
(I ) : 2-6.
Ismael, Chaerul. Suroto Hamzah, Emilia, dkk, Buku Saku Terapi Cairan,
Enteral dan
Parenteral. Kelompok studi Terapi Cairan Parenteral. RS Hasan Sadikin
Bandung, 1997.
Hal 75-79.
Departement of Pediatrics, Virtual Naval Hospital. Electrolyte and Fluid
Abnormalities. In Pediatric Emergency Manual. San Antonio 2001 : 1 - 13
Gamaliel sps
DAFTAR PUSTAKA
1.
Marks JF : Abnormalities of fluids, electrolytes, and calcium. Levin DL.ed.
Essentials of
Pediatric Care. Churchill Livingstone 1997; 2nd Edition; 543-547.
2.
Swenson O, Sherman JO, Fisher JH : Fluids and Electrolytes. J Pediatric
Surgery 4 :
346-349,1988.
3.
Sacher Peter. The Pediatric Surgery Handbook. Pediatric Surgical
Departement, Zurich
Switzerland, 2000.2nd Edition : 1-3.
4.
Ellsburry, Dan L. Dehydration . e-Medicine Journal, January 2002, Vol 3
13
dilihat adanya gambaran usus di dinding abdomen atau dapat melihat adanya
gerak peristaltik usus. Bising usus mula mula meningkat tetapi pada fase paralitik
akan melemah atau hilang.
Pemeriksaan colok dubur pada bayi prematur dengan obstruksi intestinal distal
dari ampula Vateri, biasanya rektum berisi mukus dari pada mekonium yang
mengandung empedu. Mekonium normal di rektum dapat diduga intestinal
bagian proksimal paten, meskipun obstruksi bisa kemudian terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen adalah pemeriksaan penunjang yang pertama kali
dilakukan, pada atresia jejunoileal menunjukkan distensi loop intestinal bagian
proksimal dengan hilangnya udara di bagian distal usus halus dan kolon. Pada
neonatal gambaran haustrae normal tidak terlihat, maka sulit membedakan
dengan usus halus tanpa kontras. Obstruksi karena adanya membran mukosa
yang tidak lengkap akan sulit di diagnosa. Jika terdapat gambaran udara yang
multipel mungkin lesi atresia juga multipel.
Serial upper GI contrast sebaiknya tidak dilakukan bila obstruksi di proksimal
dan pembedahan sudah direncanakan.
Pemeriksaan laboratorium carian aspirat lambung yang mengandung 25 mL
empedu saat lahir mendukung adanya obstruksi intestinal.
Gamaliel sps
14
Terapi
Untuk semua tipe adalah operatif, strategi operasi adalah mengembalikan
kontinuitas usus (fisiologi usus) dengan mempertahankan panjang dan anatomi
normal sebisa mungkin.
Survival rate setelah operasi pada obstruksi intestinal tanpa komplikasi adalah
100 %, insidensi bocor anastomose atau striktur sekitar 10 15 %.
2. Obstruksi Duodenum Kongenital
Obstruksi duodenum kongenital bisa disebabkan karena atresia murni, membran
intraluminal, stenosis dan pankreas anular. Tidak seperti obstruksi jejunoileal,
obstruksi karena anomali duodenum dibagi menjadi membran intraluminal, atau
stenosis dan atresia lengkap. Atresia mungkin dengan atau tanpa otot. Membran
mungkin terbuka atau tidak. Obstruksi duodenum biasanya duodenum ascenden
pada level dekat ampula Vateri (tipe klasik) dan pada umumnya karena obstruksi
membran mukosa. Jaringan pankreas dapat menyebabkan obstruksi duodenum
jika kelenjar pankreas yang mengelilingi duodenum menetap, dimana pada saat
pembedahan diperlukan kehati-hatian karena jangan sampai merusak sistem
bilier dan saluran pankreas. Obstruksi sebelum melewati ampula Vateri biasanya
muntahan tidak berisi empedu. Membran periampular, yang menutup distal
lumen duodenum menunjukkan wind-sock deformity.
Presentasi klinik
Insidensi obstruksi duodenum kongenital sekitar 1 : 10 000 sampai 1 : 40 000
kelahiran, 20 40 % mempunyai kromosom trisomy 21. Riwayat polihidramnion
harus ditanyakan.
Karakteristik obstruksi duodenum kongenital adalah intoleransi makanan dan
muntah bilious pada 24 48 jam pertama, sebagai catatan obstruksi pr oksimal
dari ampula Vateri muntah non bilious.
Pemeriksaan fisik pada obstruksi duodenum yang belum ditangani adalah
mungkin terlihat gerakan peristaltik gaster di dinding abdomen, dan lambung
mungkin teraba. Usus halus menjadi kolaps dan tidak ada udara, bila ditemukan
harus berfikir diagnosis lain. Obstruksi parsial karena membran yang terbuka
mungkin memberi gejala yang tidak jelas dan diagnosa menjadi terlambat.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen memberi gambaran klasik adanya gelembung udara ganda
double bubble, dimana udara mengisi gaster dan duodenum. Jika obstruksi
total usus halus dan kolon tidak menunjukkan gambaran udara dalam lumen
usus. Jika obstruksi parsial distal dari obstruksi masih dapat melihat adanya
udara dalam lumen dan harus segera diikuti dengan serial upper GI contrast.
Gamaliel sps
Terapi
Pembedahan segera dilakukan segera setelah evaluasi jantung dan problem
medis lain teratasi, explorasi bedah memudahkan kesulitan diagnosis
membedakan antara obstruksi duodenum karena atresia atau stenosis dengan
malrotasi yang disertai obstruksi duodenum karena Ladd band.
Tujuan prosedur operasi adalah koreksi kontinuitas duodenum tanpa
mengorbankan panjang dan area absorpsi usus, dan menghindari cedera pada
pankreas atau ampula Vateri. Bisa diatasi dengan duodenoduedenostomy atau
duodenojejunostomy.
Membran mukosa bisa dieksisi dengan pendekatan duodenotomy, kemudian
penjahitan transversal duodenotomy. Paling sulit jika membran membentuk
wind sock karena antara yang distensi dan yang tidak distensi mungkin hanya
beberapa senti meter ke distal dari pangkal membran. Caranya dengan memakai
NGT dimasukkan dan kemudian didorong kearah web, sehingga pangkalnya
akan teridentifikasi, yang dieksisi hanya bagian antagonis dari ampula Vateri.
Post operasi umumnya memerlukan nutrisi parenteral sampai enteral feeding
ditoleransi. Angka kematian meningkat bila ada trisomy 21 dan kelainan jantung.
3. Malformasi Anorektal ( Anus Imperforata )
Anus imperforata atau atresia ani terjadi karena gangguan embriogenesis saat
usia 8 minggu. Banyak klasifikasi dibuat untuk menerangkan kelainan anatomi
pada malformasi anorektal. Salah satunya oleh Wingspread International
Classification tahun 1984.
15
Terdapat 2 variasi umum pada laki-laki anus imperforata letak rendah dengan
fistula perineal dan agenesis anorektal letak tinggi dengan fistula rekto-prostatikuretra. Pada perempuan umumya rectal pouch rendah biasanya mempunyai
fistula ke perianal atau vestibulum vagina.
Otot otot striata yang bertanggung jawab terhadap kontinensia tinja, dan
berada dalam kontrol volunter, secara anatomi membentuk funnel-shaped
terdiri atas levator ani di cranial, sphincter eksterna di caudal serta puborektal,
dan beberapa otot lain.
Pembagian MAR klasik adalah membangi antara letak tinggi dan letak rendah,
sedangkan yang intermediet dikatagorikan ke dalam letak tinggi. Letak rendah
atau tinggi adalah bergantung pada letak ujung rectal pouch terhadap garis
pubococcygeal, jika berada di atas disebut letak tinggi, jika melewati batas
bawah tulang ischium dianggap letak rendah. Korelasi anatomi yang lebih
penting adalah dengan otot-otot striata, karena kontinen tinja berhubungan erat
dengan kompetensi otot-otot tersebut.
70 % penderita MAR biasanya mempunyai cacat bawaan lain, jadi harus dicari
kelaian VACTREL . Penting mencari kelainan vertebra, terutama lesi setinggi
sacrum, bisa displasia atau agenesis, hal ini untuk prognosis fungsi dari saraf
otonom sacrum yang ikut mengatur kontinen tinja dan fungsi urologi.
Abnormalitas sacrum sering didapatkan pada MAR letak tinggi. Pemerriksaan
MRI akan membantu mengenali kelaian otot-otot striata dan kelainan sacrum.
Male
High
Anorectal agenesis
With rectoprostatic urethral fistula *
Without fistula
Rectal atresia
Intermediate
Rectobulbar urethral fistula
Anal agenesis without fistula
Low
Anocutaneous fistula*
Anal stenosis**
Rare malformations
(Modified from Templeton JM,
ONeill JA. Anorectal malformations.
posterior
junction of the labia minora, often
called
fourchette fistulas or vulvar fistulas.
**Previously called covered anus.
Previously called rectocloacal fistulas.
Entry of
the rectal fistula into the cloaca may be
high or
intermediate, depending on the length
of the cloacal canal.
Pada MAR letak rendah mekonium bisa keluar lewat fistula di perineum atau
vestibulum vagina. Jika fistula cukup besar untuk pengeluaran mekonium, bisa
saja gejala obstruksi ringan atau bahkan tidak ada. Akan tetapi dalam beberapa
minggu atau bula bisa obstruksi total karena perubahan bentuk tinja. Mekonium
atau udara mungkin melewati fistula ke uretra atau kandung kencing (MAR letak
tinggi). Adanya skin bridge berupa bucket-handle di area anus petunjuk
kearah letak rendah. Sedangkan jika tidak ada bentuk kulit anus yang normal,
tidak ada kontraksi sphincter eksternal dengan rangsang kutaneus, dan bentuk
pantat yang flat bottom appereance mengarah ke MAR letak tinggi. Perlu
dibedakan antara atresia anorectal dengan fistula di perineum dengan anterior
ani, ini penting untuk terapi definitif.
Pemeriksaan penunjang
Pertama kali diagnosis MAR ditegakkan adalah penentuan letak tingi atau
rendah, kemudian mencari fistula dan cacat bawaan lain.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto polos abdomen, radiografi
klasik adalah diperkenalkan oleh Wangensteen-Rice invertogram, dibuat foto
lateral pelvis setelah 12 24 jam lahir dengan posisi kepala dibawah. Udara
yang yang tertelan akan menjadi kontras dan mengisi rectal pouch dan
perineum diberi label radio opak. Kemudian dinilai letak ujung rectal pouch
terhadap pubococcygeal line dan ischium. Penilaian ini tergantung dari tehnik
radiografi dan pengalaman yang membaca foto tersebut. Pengisisan rektum
dengan udara yang kurang, dan kolaps di bagian kaudal pouch sangat
berpengaruh dan biasanya karena kesalahan tehnik posisi.
Ultrasonografi daerah perineum ditujukan untuk melihat anatomis di daerah
tersebut, tetapi bayi harus saat tidak menangis.
Bayi dengan MAR dan fistula ke kandung kencing atau uretra mungkin perlu
pemeriksaan cystourethrogram. Post operatif colostomy, dapat dilakukan
pemeriksaan barium enema pada colostomy distal. Atau dengan endoskopi jika
orificium uretra dan fistula cukup besar.
Penilaian fungsi dan anatomis otot-otot striata dengan CT-scan atau MRI,
sekaligus mencari kelainan vertebra sakrum.
Gamaliel sps
Terapi
Dibedakan letak tinggi dan letak rendah
Letak rendah
Tidak memerlukan diversi kolostomi, pada beberapa kasus hanya perlu dilatasi
fistula atau membuka membran yang menutupi anus. Tetapi jika lebih komplek
mungkin perlu anoplasty, umumnya dilakukan cutback anoplasty atau
terkadang dengan mobilisasi dan transposisi fistula di anterior dan menempatkan
di sphincter eksterna serta rekonstruksi perineum. Transfer anoplasty adalah
dengan mendesign neoanus di tengah-tengah sphincter eksterna dan
memisahkan dari introitus vagina.
Letak tinggi
16
Terapi
Non operatif
Dengan irigasi dan evakuasi mekonium. Pemeriksaan kontras pada ileus
mekonium simpel dapat pula sebagai terapeutik, beberapa penulis menganjurkan
kontras yang larut dalam air dan ditambahkan kedalamnya dengan acetylcystein,
sebagai enema. Material tersebut dapat refluks kedalam ileum terminal dan
melarutkan mekonium yang abnormal tersebut, serta melebarkan kolon. Enema
diulang lagi dibawah fluoroskopi. Komplikasinya adalah perforasi usus.
Operatif
Dilakukan eksplorasi, dan pemberian acetylcystein langsung pada ilium yang
obstruksi, dan mekonium langsung dievakuasi. Pengelolaan operatif tergantung
temuan operasi.
5. Meconium Plug Syndrome
Sindroma ini adalah karena adanya obstruksi kolon distal atau rektum karena
mekonium. Bayi menjadi cepat kembung dan gagal untuk mengeluarkan
mekonium, muntah bilious. Colok dubur bisa dilakukan sekaligus sebagai terapi.
Tetapi pemeriksaan dengan kontras dapat menyingkirkan kemungkinan lain
seperti cystic fibrotik dan penyakit Hirschsprung. Secara anatomi dan fungsi
kolon dan rektum normal.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen untuk ileus mekonium yang tidak mempunyai komplikasi,
memberikan gambaran kalsifikasi samar-samar seperti gelas pecah tanpa air
fluid level, hal ini karena viskositas mekonium yang kental seperti ter. Multi loop
intestin yang distensi dapat ditemukan, dan kadang kadang seperti gambaran
gelembung sabun ditemukan juga hal ini terjadi bila mekonium tercampur dengan
udara. Pada pemeriksaan radiografi dengan kontras akan melihat adanya mikro
kolon.
Pada ileus mekonium yang mengalami komplikasi, foto polos abdomen bisa
ditemukan adanya scatered calcifications juga mengindikasikan peritonitis
mekonium.
Ultrasonografi dapat menilai adanya kista yang cukup besar dengan gambaran
air fluid level
Gamaliel sps
6. Malrotasi
Embriologi
Rotasi dan fiksasi intestinal pertama kali dikemukakan oleh Prof. Mall, 1898, dari
Johns Hopkins. Pertumbuhan usus dengan cepat terjadi setelah minggu ke - 5
kehamilan. Mengakibatkan herniasi pertumbuhan mid gut di cincin umbilikus.
Selama fase ekstracoelomic perkembangan usus, segmen proksimal
duodenojejunal bergerak, dimana usus yang berada dibawah arteri mesenterika
superior dari kanan ke kiri. Bagian ke empat duodenum terfiksir oleh ligamentum
Treizt. Segmen jejunoileal terjadi perpanjangan, sedangkan bagian distal mid
gut, akan menjadi caecum, dan kolon kanan, bergerak dari kiri ke kanan di
depan arteri mesenterika superior. Normalnya usus akan mengantung pada
retroperitoneal. Proses elongasi ekstracoelomic, rotasi, reduksi usus
ekstracoelom, dan fiksasi ke retroperitoneal selesai pada usia 12 minggu
kehamilan.
Malrotasi
Malrotasi merujuk pada kegagalan rotasi dan fiksasi. Lebih spesifik, non rotasi
merujuk pada pemanjangan usus pada aksis srteri mesenterika superior tanpa
adanya rotasi. Inkomplit rotasi jika terdapat rotasi tetapi tidak sempurna. Kedua
kelainan ini bisa menyebabkan volvulus mid gut. Obstruksi duodenum, dan
hernia interna (reverse rotation) terjadi pada rotasi yang tidak sempurna.
17
Fiksasi yang tidak sempurna jika gagal turunnya caecum dan fiksasi
mesenterium. Hernia interna dan volvulus caecum akibat fiksasi tidak sempurna.
Anomali lain yang menyertai bisa adanya hernia diafragmatika, atresia
duodenum paling sering, omphalocele, gastroshizis dan lainya.
Presentasi klinik
Tidak semua malrotasi menyebabkan kelainan, gejala obstruksi intestinal muncul
sesuai dengan kelainan yang ada. Bisa distensi atau tidak, bisa dengan gejala
strangulasi atau peritonitis atau sepsis. Umumnya karakteristik pada anak usia
bulan pertama mengalami distensi abdomen, muntah bilious, berak berdarah
padahal pernah mengalami episode pengeluaran mekonium yang normal saat
post partum.
Volvulus mid gut menjadi penting karena puntiran ini akan menyebabkan
gangguan suplai darah dari arteri mesenterika superior, letaknya sangat dekat.
Sehingga jika terjadi strangulata akan banyak usus yang hilang.
Obstruksi duodenum tidak saja karena volvulus tetapi bisa karena band yang
melekat dari caecum dan kolon proksimal menyilang duodenum ke posterior
kuadran kanan atas abdomen.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen, mungkin ditemukan adanya perubahan posisi distribusi
udara kolon, atau adanya udara di gaster dan duodenum yang distensi tanpa
adanya gambaran udara mengisi usus lainya.
Foto radiografi dengan kontras, gambaran klasik adalah caecum ada di kuadran
atas, kecuali rotasi tidak sempurna dan caecum sangat mudah bergerak.
Malrotasi duodenum sering kali coiled ke kanan garis tengah memberikan
gambaran croksrew. Jika kontras tiba-tiba berhenti bisa diduga adanya
volvulus. Duodenum yang berada di sebelah kanan dari garis tengah, merupakan
salah satu kriteria malrotasi. Harus diingat volvulus tidak selalu menyebabkan
obstruksi.
Terapi
Operatif segera dilakukan tanpa menunggu pemeriksaan kontras jika malrotasi
sudah ditegakkan. Ladd procedure dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
eksplorasi, derotasi volvulus, pemisahan band mesenterium, memisahkan
mesenterium duodenojejunum dari mesenterium cecocolica ( mulai dari dasar
mesenterium ) dan appendiktomi.
Karena operasi ini memerlukan waktu yang lama maka perlu penanganan post
operatif yang serius, fungsi usus bisa baru kembali dalam jangka 2 7 hari,
Second look diperlukan jika dalam 12 jam 24 jam terjadi perubahan klinis
kearah buruk, bisa karena infark mid gut.
7. Necrotizing Enterocolitis
Pneumatosis intestinalis biasanya menjadi petanda NEC, tetapi juga pada infant
dilaporkan akibat gastroenteritis akibat rotavirus, obstruksi menetap, dan respon
feeding susu sapi atau susu kedelai. Pada anak dan infant lebih tua dilaporkan
oleh karena infeksi rotavirus, penyakit paru kronik, dan terapi steroid.
Komposisi gas intramural : 30 % hidrogen yang mungkin akibat fermentasi
makanan oleh bakteri
Faktor resiko :
Prematur, asfiksia, polisitemia, sindroma distres pernafasan, anomali jantung,
mengalami kateterisasi umbilikus dan enteral feeding.
Adanya gas intramural atau di vena porta, dan rectal bleeding merupakan
tanda pathognomonic ( walaupun gejala muncul hanya sebentar )
Patogenesis : karena kerusakan mukosa usus, karena berbagai sebab.
STAGE II (DEFINITE)
Any one or more historical factors
Above signs and symptoms, plus
Persistent occult or gross gastrointestinal bleeding
Marked abdominal distention
Abdominal radiographs showing significant intestinal distention
with:
Ileus
Small bowel separation (edema in bowel wall or peritoneal fluid)
Pneumatosis intestinalis
Portal vein gas
Terapi
Puasa 7 14 hari, antibiotik, aspirasi NGT teratur, dan nutrisi intravena.
Bayi discreening dari sepsis
Pemeriksaan abdomen dan X-ray dibuat untuk menilai progressivitas
Indikasi bedah :
Klinis makin memburuk, tidak ada perbaikan, dilatasi loop yang menetap pada xray, peritonitis, dan pneumoperitoneum. Beberapa merujuk adanya pneumatosis
vena porta.
Kosloske berpendapat, intervensi bedah dilakukan bila ada gas di vena porta,
pneumoperitoneum, dan pada paracentesis ditemukan posistif,
sedang trombositopenia dan klinis yang memburuk merupakan
indikator buruk. Indikator baik adalah pneumatosis berat.
Survival rate NEC baik terapi klasik maupun operatif sekitar 60 80 %.
Gamaliel sps
Presentasi klinik
Bayi yang mengalami NEC menunjukan gejala distensi abdomen, muntah bilious
dan adanya darah yang keluar bersama tinja. Tidak ada peneriksaan fisik yang
signifikan, perut yang cembung dengan nyeri tekan yang paling umum
ditemukan, sedangkan adanya perabaan loop intestinal yang menebal dan
menetap sangat individual dan tidak selalu ditemukan. Massa yang terfiksir intra
abdomen dan dinding abdomen yang eritrema, edema dan atau krepitasi
mengindikasikan adanya perforasi, usus yang nekrosis atau abses. Baradikardi,
distres pernafasan, oliguria, hipoksemia, asidosis, trombositopenia dan
temperatur yang tidak stabil menunjukan sepsis.
Pemeriksaan penunjang
Karena sulit menegakkan diagnosa secara klinik, foto polos abdomen sangat
membantu, pneumatosis intestinal atau gas di vena porta merupakan temuan
yang khas. Penebalan dinding usus, dan asites bisa ditemukan. Pneumatosis
umumnya di kuadran kanan bawah, kira-kira daerah ileocaecal.
18
8. Penyakit Hirschsprung
Merupakan penyakit kongenital, dimana tidak terdapat ganglion parasimpatis
pada dinding kolon. Rectum selalu terkena dan sebagian besar mempunyai
kelainan pada rektum dan sigmoid. Dapat mengenai segmen yang lebih panjang
sampai seluruh kolon, tetapi jarang sampai usus halus. Keadaan aganglion ini
mengakibatkan peristaltik usus terhambat, akibatnya terjadi obstruksi
fungsional.diduga heriditer.
Insidensi sekitar 1 dari 8000 kelahiran hidup. Lebih banyak pada kulit putih, lakilaki dibanding perempuan 4 : 1.
Secara embriologis penyakit Hirschsprung karena terhentinya migrasi bakal
ganglion yang berasal dari neuroblast, normalnya sel-sel tersebut berada di
rektum saat usia 12 minggu kehamilan.
Panjangnya intestinal yang terkena bervariasi, 80 % sampai 90 % mengenai
rektosigmoid. Seluruh kolon yang terkena dengan zona transisional di ileum
terminal sekitar 10 % dari seluruh kasus.
Hirschsprungs disease merupakan kelainan kongenital heriditer yang
menyebabkan obstruksi partial
Presentasi klinik
Adanya riwayat mekonium terlambat ( lebih dari 24 jam ) pada bayi baru lahir
disertai distensi abdomen dan muntah bilious merupakan gejala klinik yang
tipikal untuk penyakit Hirschsprung. Hampir lebih dari sepertiga kasus obstruksi
intestinal adalah karena penyakit ini.
Pemeriksaan inspeksi daerah perineum dan pemeriksaan colok dubur penting
dilakukan karena dapat membedakan dengan kasus imperforasi anus. Pada
weeks of gestation
rapid deterioration
Mesenteric vascular
accident during fetal
life in 1 per 3,000
Within 24 hours
of birth; vomiting,
abdominal
with volvulus
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan barium enema sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit
ini, dimana terdapat gambaran kolon yang menyempit disertai pelebaran pada
daerah transisional. Namun perlu diingat gambaran penyempitan kolon kiri bisa
juga disebabkan dengan apa yang disebut small left colon syndrome
Pemeriksaan manometri anorektal dapat dilakukan dan lebih banyak dipakai
pada anak yang lebih besar.
Pemeriksaan histopatologi dari transanal suction biopsy merupakan
pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosa penyakit ini, dan
biopsi juga dapat dipakai untuk membedakan dengan penyakit neruronal
intestinal dysplasia, karena kedua penyakit ini memberikan presentasi klinik
yang mirip. Biopsi diambil dari rektum paling tidak sekitar 2-3 cm diatas linea
dentata.
Jejunoileal
atresia
Terapi
Begitu diagnosis ditegakkan, intervensi harus segera dilakukan.
Irigasi kolon dilakukan untuk dekompresi adekuat dan mengurangi resiko
enterokolitis. Diversi kolostomi dapat dilakukan untuk dekompresi yang adekuat.
Lokasi kolostomi tergantung level segemen yang terkena. Definitive pull-through
procedures normalnya dilakukan saat usia 6 sampai 12 bulan. Beberapa
prosedur yang umum dilakukan adalah prosedur dari Swenson, modifikasi
operasi Duhamel, dan modifikasi Soave. 10 % - 20 % penderita post pull-through
mengalami enterokolitis, dan ini memperburuk prognosis. Penyulit lain yang
dapat terjadi adalah bocor dan striktur anastomose.
Necrotizing
Cause unknown in
to 12 days after birth,
ileus
2.4 per 1,000 live births
distention, vomiting, bloody
Jejunoileal
atresia
hours
Air-fluid levels on
abdominal film
Meconium
ileus
Abdominal film;
distention, air-fluid
levels, sweat test,
"ground-glass" sign
Necrotizing
ileus
Abdominal film;
distention,
pneumatosis,
Nasogastric suction,
IV fluids, nutrition,
antibiotics for 10
When perforated,
immediate surgery
distention
live births
Meconium ileusGenetic, occurs in 15%
Immediately after
of newborns with cystic
birth; abdominal distention
fibrosis, and in
nasogastric suction,
IV fluids; 12 to 24
Decompression
days.
bilious vomiting
1 per 5,000 to 10,000
live births
stools
Type of obstruction
Treatment management
Duodenal atresia
Malrotation volvulus
Jejunoileal atresia
Resume
Diagnostic procedure
and findings
Preoperative
interval before
surgery
Penyebab obstruksi intestinal pada neonatus dengan gejala muntah bilious
:
Type of obstruction
Cause and incidence
Age of onset and presentations
Duodenal atresia
birth; billious
Embryogenic; occurs in
Gamaliel sps
At 3 to 7 days;
bilious vomiting,
Duodenal
suction,
atresia
hours
Abdominal film,
Malrotation
suction,
with
surgery
volvulus
patients
Nasogastric
IV fluids; 24 to 48
Nasogastric
on ultrasound; abnormal
IV fluid; STAT
for symptomatic
mesenteric vessels
other
19
Meconium ileus
Intestinal
Gastrografin enema
plus IVatresia or
stenosis
Bilious vomiting
distention
Plain radiograph
Enterostomy if complicated ;
fluids
Abdominal
Acholic meconium
Barium enema
Necrotizing ileus
Bilious vomiting
andenterostomy Congenital duodenal
distention
Plain radiograph
obstruction
Upper GI study
Trisomy 21
Imperforate anus
distention
Prognosis :
anus
Type of obstruction
Prognosis
Necrotizing enterocolitis
Duodenal atresia
serious anomalies
Jejunoileal atresia
bowel
Meconium ileus
Necrotizing ileus
Failure to pass
meconium
Evaluate for VATER syndrome
Bilious vomiting (late)
and cardiac anomalies
Gastric
distention
abdominal distention
Full-term, healthy
infant
Plain radiograph
Bilious vomiting
Plain
Acholic
No
Upper GI study
Barium enema
IV = intravenous; GI = gastrointestinal.
Hirschsprung disease
distention
Barium enema
History
Relevant Studies
Gamaliel sps
Bilious vomiting
Delayed passage of
Suction rectal biopsy
meconium
Family history
Uncommon causes of
20
Medical conditions
Variable
Meconium Plug Syndrome
Associated with bilious
Hypothyroidism
vomiting and ileus
Others
Incarcerated
Mass
Sepsis
Nonpatent
Abdominal
Plain radiograph
Bilious vomiting Guaiac-positive stool
Contrast studies contraindicated
Malrotation
Variable
Abdominal
High-risk, premature
infant
Neonatal obstruction
hernia
Variable
(intussusception,
Meckel diverticulum
duplications)
Abdominal
Trisomy 21
Daftar Pustaka
1.
Tracy, F. Thomas Jr ; Neonatal Bowel Obstruction in The Practise of
General Surgery; WB Saunders; Philadelphia; 2002; p. 911 916
2.
Breuer, K. Christoper et al.; Anomalies of Bowel Rotation, Malrotation, and
Midgut Volvulus in The Practise of General Surgery; WB Saunders;
Philadelphia; 2002; p. 918 912
3.
Dillon, peter W; Cilley, Robert E; Newborn Surgical Emergencies,
Gastrointestinal anomalies, abdominal wall defects in Pediatric Clinics of
North America; vol. 4, No. 6, Dec. 1993; p. 1293 1307
4.
Touloukian, Robert J ; Intestinal atresia and stenosis in Pediatric Surgery,
2nd Ed. ; WB Saunders; Philadelphia ;1993 ; p.305 317
5.
Groff, Diller,III ; Malrotation in Pediatric Surgery, 2 nd Ed. ; WB Saunders;
Philadelphia;1993; p.320 330
6.
Ismael, Chairul; obstruksi Pada Neonatus; Ropanasuri, Volume 12 No.3,
Juli 1983.
7.
Abhyankar,A; Corkery, J.J.; Lander A.D; Postoperative Pneumatosis
Intestinalis in Infants Does Not Automatically Preclude Enteral Feeding;
Journal of Pediatric Surgery, Vol.36, No.12 ; Dec. 2001; p. 1820 1822
8.
Kimura, Ken ; Bilious Vomiting in Newborn :Rapid Diagnosis of Intestinal
Obstruction ; American Family Physician. May 2000.
9.
Oldham, Keith T; Gastrointestinal Disoders, Neonatal Intestinal
Obstruction ; in greenfild Nyhus Surgery Principle and Practice; CD-R ;
Lippincot Raven Pub.;
FEMALE PSEUDOHERMAPHRODITE
COLOK DUBUR
CACAT KONGENITAL LAIN :
VACTERL
Gamaliel sps
PEMERIKSAAN PENUNJANG
FOTO POLOS ABDOMEN
TEGAK
LEFT LATERAL DUCUBITUS
DATAR
BARIUM ENEMA
SERIAL UPPER GI CONTRAS
USG
CT-SCAN - MRI
BIOPSI HISTOPATOLOGI
SADIKIN
BANDUNG
ABSTRAK
YANG DIPERHATIKAN :
DISTRIBUSI UDARA
AIR FLUID LEVEL
PNEUMATOSIS INTESTINAL / UDARA DI VENA PORTA
UDARA BEBAS / UJUNG RECTAL POUCH
GAMBARAN KALSIFIKASI
PENEBALAN DINDING USUS
DENGAN KONTRAS :
PENYEMPITAN KOLON
PELEBARAN KOLON
UJUNG KONTRAS
PENYEBAB OBSTRUKSI :
ATRESIA DAN STENOSIS INTESTINAL
ATRESIA / STENOSIS DUODENUM, ANULAR PANKREAS
MALROTASI, VOLVULUS
NEC
MECONIUM ILEUS / MECONIUM PLUG SYNDROME
PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
MALFORMASI ANOREKTAL
KLITOROPLASTI PADA
21
marker, adalah:
batas normal, pada USG tidak ditemukan gambaran testis pada intra abdomen
3,5 cm diameter 1,5 cm, muara orifisium urethra eksterna distal dari penis dan
1.
2.
maupun inguinal kiri dan kanan, CT scan ditemukan uterus yang kecil dan tidak
pada USG tidak ditemukan gambaran testis pada intra abdomen maupun
neg)
hormon testosteron 272 ng/dl dan sitogenetik ditemukan sebagian besar populasi
inguinal kiri dan kanan, CT scan ditemukan uterus yang kecil dan tidak ditemukan
sel tidak mengandung kromosom seks Y, yaitu 47,XX dan 46,XX. Penderita
pos)
dikelola oleh tim yang terdiri ahli anak( endokrinologi dan pediatri sosial), ahli
testosteron 275 ng/dl dan sitogenetik ditemukan sebagian besar populasi sel
3.
4.
(gender perempuan).
pos)
PROSEDUR OPERASI
Penderita ambigous genital yang sudah ditentukan jenis kelaminnya
degloving batang penis sampai pangkal dan kulit dorsal penis diinsisi pada
garis tengah( Byars flaps) secukupnya (0,5-1cm dari dinding abdomen) untuk
penonjolan dari phalus dan glans yang besar dengan melakukan reseksi korpus
menempatkan glans pada mons pubis seperti posisi klitoris yang normal. Insisi
kavernosa atau kombinasi reduksi dan reseksi korpus kavernosa maupun glans,
paralel menembus fasia Buck pada dorsal korpus daerah bundel neurovaskuler
sehingga ukurannya seperti klitoris yang normal. Hal penting lain yang harus
berhubungan seks saat dewasa, dan untuk mengeluarkan sekret dari uterus.
benang non absorbsi 4-0. Glans yang sudah dideepitelisasi difiksasi pada
daerah mons pubis. Kulit dorsal penis dibuat flap menjadi labia minora yang
LAPORAN KASUS
KASUS 1
Gamaliel sps
tahun dengan keluhan utama kelamin ganda. Anak ke 1 dari seorang ibu 30
tahun, kehamilan cukup bulan dan berat badan lahir 2,9 kg. Sejak lahir
didapatkan alat kelamin ganda, alat kelamin laki-laki yang makin membesar
sesuai dengan umur pertumbuhan. Selama ini anak diperlakukan sebagai anak
perempuan. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal, inguinal tidak
22
DISKUSI
Tipe dari kelainan ambigous genital dan penentuan gender akan
menentukan tidakan operasi maupun saat operasi yang ideal untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Jika didapatkan vagina atau vagina masuk dalam sinus
urogenital dan didistal dari spingter eksterna, operasi reseksi klitoris atau
dikombinasi dengan vaginoplasti dilakukan pada usia antara 3-6 bulan. Pada dua
laporan kasus ini penderita didapatkan vagina dan penis (2,5x1 cm dan 3,5x1,5
cm), yang idealnya dioperasi pada usia 3-6 bulan, tetapi kurangnya informasi dan
masalah dana dari orangtua penderita, sehingga penderita baru dibawa berobat
pada usia 2 dan 5 tahun. Orang tua penderita mengalami tekanan dalam
memperlakukan dan mendidik anaknya, walaupun selama ini anak diperlakukan
sebagai anak perampuan.
Operasi klitoroplasti penderita ini hasilnya secara kosmetik baik,
dimana klitoris tertutup labia minora seperti klitoris yang normal, diproksimal dari
orifisium urethra eksterna.
Tehnik klitoroplasti harus dapat digunakan untuk berbagai ukuran
glans, preservasi neurovaskuler dari glans yang baik agar sensasinya tetap
hasilnya karena dengan mengurangi panjang dari batang penis saja glans masih
tetap besar, sehingga secara kosmetik kurang memuaskan. Hutson dan kawan-
sehingga pengaruh psikologi terhadap anak dan orangtuanya akan lebih baik.
Gamaliel sps
23
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
UNDESCENSUS TESTIS
(CRYPTORCHISMUS)
Pendahuluan
Undescensus adalah suatu keadaan dimana testis berhenti di suatu tempat pada
jalur descensus yang normal antara renal dan daerah scrotum. Sedangkan
Gamaliel sps
24
Ektopik testis adalah kelainan letak testis di luar canalis inguinalis dan scrotum,
dapat di perineum, femoralis maupun di dasar penis. Retraktil testis atau yo-yo
testis bukanlah suatu undescensus tetapi terjadi penarikan kedalam canalis
inguinalis oleh reflek cremaster yang hiperaktif, tetapi dapat diturunkan ke dalam
scrotum dengan sedikit manipulasi. Bila dengan pemeriksaan yang seksama kita
gagal menemukan testis di dalam canalis inguinalis atau perineum kemungkinan
testis secara kongenital absent atau mengalami atropi karena terjadi torsi, atau
dapat juga testis terletak di rongga peritoneum berbatasan dengan ring interna.
1.
2.
3.
inguinalis
yang
ditandai
dengan
membengkaknya
gubernakulum.
4.
Testis berasal dari mesonepric ridge di kiri dan kanan, dan turun bawah menuju
ke rongga retroperitoneal. Dan dalam keadaan normal, testis bergerak ke
Embriologi
2.
Disgenesis testis
3.
scrotum pada bulan ketujuh dan delapan dari kehidupan fetus oleh
gubernakulum. Gubernakulum ke superior berhubungan dengan ujung proximal
vas deferen dan ke bagian distal diyakini terbagi menjadi beberapa ekor
memanjang ke m. dartos dan fascia di scrotum, fascia colles di perineum dan
tuberkulum pubikum dan crest, ligamentum inguinale dan fascia pada trigonum
femoral.
Testis turun melalui cincin inguinal externa menuju ke scrotum pada bulan ke
delapan dan sembilan dari kehamilan. Secara normal testis mengikuti extensi
dari scrotum, tetapi kadang-kadang mengikuti salah satu dari ekor gubernakulum
menuju lokasi ektopik di perineal, suprapubik atau daerah femoral. Saat itu
gubernakulum membengkak dan memendek, dan menyebabkan testis turun dari
canalis inguinalis ke dalam scrotum, dengan pengaruh gonadotropin ibu dan
testosteron dari testis. Dengan makin membesarnya rongga peritoneum,
Gamaliel sps
Undescensus Testis lebih sering mengenai testis sebelah kanan, 10-15% terjadi
1.
meskipun perubahan struktural dari sel leydig sudah terjadi pada tahun pertama,
bilateral
Undescensus Testis 21% terjadi pada bayi prematur, pada bayi yang cukup umur
biasanya dapat turun secara spontan dalam tahun pertama kehidupan.
Patologi
Ada bukti bahwa penurunan testis di bawah pengaruh endokrin. Dari penelitian
bahwa androgen yang dihasilkan oleh sel leydig bertanggung jawab terhadap
descensus testis yang normal. Pada Undescensus testis unilateral testis lebih
kecil dari kontralateral dan memiliki struktur yang abnormal.
Marshall dan Shermeta juga mengamati struktur yang abnormal ini mempunyai
peranan dalam infertilitas. Penyebab tersering dari Undescensus testis unilateral
adanya defek pada testis itu sendiri sehingga tidak mampu merespon stimulasi
dari endokrin atau terjadi blok mekanisme terhadap prosesus descensus.
25
merupakan refleksi lainnya bahwa abnormalitas sudah mulai terjadi dari awal.
Secara praktis setiap undescensus testis berhubungan dengan patensi dari
processus vaginalis dan beberapa pasien disertai dengan hernia.
Diagnosis
Diagnosis dari undescensus testis mulai dari tidak ditemukannya 1 atau ke 2
testis di dalam scrotum. Bila sebelumnya ke 2 orang tua penderita mengetahui
terdapat ke 2 testis di dalam scrotum kemudian menghilang kemungkinan terjadi
ascending testis karena retraktil. Disis lain bila terdapat riwayat bengkak dan
nyeri kemungkinan terjadi torsion dan teestis menjadi atropi. Bila testis tidak
pernah turun hemiscrotum menjadi kecil dan halus. Pemeriksaan tidak boleh
tergesa-gesa dan harus gentle dan anak harus relax, dapat pada posis :
Supine
Anak dalam posisi sit up, pada testis
retraktil dapat kembali masuk ke dalam
scrotum.
Berdiri, anak disuruh mengedan atau batuk,
bila testis teraba di dalam canalis inguinalis
tetapi tidak dapat dibawa turun ke dalam
scrotum dapat dibuat diagnosis suatu
undescensus testis.
Pemeriksaan lain palpasi di daerah canalis femoral, perineum untuk menemukan
ektopik testis. Lokalisasi preoperatif dari testis yang tidak teraba dapat ditentukan
dengan USG dan CT scan. Pada USG testis yang berada di inguinal dapat
dengan mudah di identifikasi tetapi yang terletak lebih dalam biasanya sulit,
dengan CT scan dapat memperlihatkan testis yang terletak di abdominal. Pda
Gamaliel sps
26