Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dokter Pembimbing:
dr. Azrief Arhamsyah Ariffin. Sp.M
Penyusun:
Ditra Putri Sandia
NIM 030.09.074
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning. Pada mata yang tidak memerlukan
kacamata terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 D. Kornea
mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri.1
Bila kekuatan pembiasan ini tidak demikian maka sinar akan difokuskan lebih didepan
selaput jala (seperi rabun jauh, miopia) dan diberi kacamata (-) (negatif) atau di belakang selaput
jala seperti pada rabun dekat (hipermetropia), yang memerlukan lensa positif. Bila pembiasan
sinar tidak pada satu titik atau pada astigmatisma diberikan lensa silinder.1
Pada ametropia yang merupakan suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi, terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.
Kelainan refraksi dikenal dalam betuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.1
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita
kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.2,3
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi
berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan
menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat
bervariasi antara 30%-70%.
BAB II
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. B
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 60 tahun
Suku bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Kosambi, Bogor
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 27 Februari 2014 di Poli mata RS Dr. H. Marzoeki
Mahdi, Bogor.
A. Keluhan utama
Penglihatan kedua mata terasa buram saat melihat jauh sejak 3 bulan SMRS
B. Keluhan tambahan
Kedua mata berair, dan pegal. Sering merasa sakit kepala. Penglihatan ganda juga sering
meyipitkan mata saat membaca.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Marzoeki Mahdi dengan keluhan penglihatan
buram saat melihat jauh dan merasa kacamata yang dikenakannya sekarang sudah tidak
nyaman lagi sejak tiga bulan SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan kedua mata yang
sering berair, dan sakit kepala bagian dahi terutama saat menonton televisi. Sakit kepala
dirasakan membaik jika pasien istirahat. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua mata
3
terasa pegal jika digunakan untuk membaca dalam waktu yang cukup lama. Pasien juga
mengaku perlu menyipitkan mata saat membaca, dan penglihatannya baik kiri maupun
kanan mengalami penglihatan dobel jika tidak mengenakan kacamata. Pasien merasa
lebih jelas untuk membaca jarak dekat dibandingkan dengan membaca jarak jauh.
Perubahan bentuk benda yang dilihat disangkal oleh pasien. Riwayat pemakaian kaca
mata sudah sejak 20 tahun SMRS, dan sudah beberapa kali melakukan penggantian
kacamata. Terakhir kali pasien mengganti kacamata saat 4 tahun SMRS.
Pasien menyangkal adanya matal gatal, perih, terdapat kotoran, nyeri, dan trauma
langsung mengenai mata.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah memakai kacamata sejak 20 tahun yang lalu. 2 tahun yang lalu pasien
pernah datang berobat ke poliklinik mata RSMM dengan keluhan kedua mata sering
terasa perih, dan didiagnosis mengalami dry eye syndrome pada kedua mata. Pasien
memiliki riwayat darah tinggi yang terkontrol sejak 4 tahun yang lalu dengan
mengkonsumsi captopril. Riwayat kencing manis dan alergi makanan maupun obat
disangkal oleh pasien.
E. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku ayah dan ibu pasien juga memakai kacamata. Ayah pasien juga memiliki
riwayat darah tinggi. Tidak ada riwayat DM, hipertensi, dan alergi makanan maupun obat
dalam keluarga.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum
: Baik, tidak tampak sakit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi
: 82x/ menit
Suhu
: afebris
Pernafasan
: 18x/menit
Status generalis dalam batas normal.
B. Status Oftalmologi
Mata
Okular Dextra
Okular Sinistra
4
Palpebra :
Skuama
Edema
Luka robek
Konjungtiva :
Warna
Jernih
Jernih
Injeksi
Episklera
Episklera
Penebalan
Pigmen
Benda asing
Sekret
Kornea :
Jernih
Benda asing
Infiltrat
Sikatrik
Arkus senilis
Normal
Normal
Aquos Humor
Aquos Humor
COA :
Volume
Isi
Hifema
Hipopion
Iris :
Warna
Coklat kehitaman
Coklat kehitaman
Kripta
Besar
3 mm
3 mm
Warna
Hitam
Hitam
Bentuk
Bulat, isokor
Bulat, isokor
RCL/RCTL
+/+
+/+
Posisi
Ortoposisi
Ortoposisi
Pupil
Lensa
Jernih
IOL
Visus
IV.
0,25 F
0,25 F
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan visus menggunakan kartu Snellen (berjarak 20 feet), ditemukan
dan dikoreksi visus :
VOD : 0,25 F S-1,75 C-1.00 X 900 1,0
VOS : 0,25 F S-1,75 C-0.50 X 400 1,0
Additional kanan dan kiri masing-masing + 3.00
V.
RESUME
Pasien seorang wanita, 60 tahun, datang ke Poliklinik Mata RS Dr. H. Marzoeki
Mahdi dengan keluhan penglihatan kedua mata buram saat melihat jauh dan merasa
kacamata yang dikenakannya sekarang sudah tidak nyaman sejak 3 bulan SMRS. Pasien
juga mengeluh kedua mata berair dan sakit kepala terutama saat menonton televisi. Sakit
kepala dirasakan membaik jika pasien istirahat. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua
mata terasa pegal jika digunakan untuk membaca dalam waktu yang cukup lama.
Penglihatan diplopia pada kedua mata dialami pasien jika tidak mengenakan kacamata.
Pasien juga mengaku sering menyipitkan mata saat membaca. Pasien merasa lebih jelas
untuk membaca jarak dekat dibandingkan dengan membaca jarak jauh. Riwayat
menggunakan kacamata sejak 20 tahun SMRS, terakhir berganti kacamata pada 4 tahun
SMRS. Riwayat dry eye syndrome pada kedua mata sejak 2 tahun SMRS.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan TD pasien 140/90 mmHg, status generalis lainnya
dalam batas normal. Pada status oftalmologi, didapatkan injeksi episklera pada kedua
6
belah mata dan adanya pigmen pada konjungtiva mata kanan. Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD : 0,25f dan VOS : 0,25f. Status oftalmologi lainnya dalam batas normal.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien didiagnosa astigmatisma miopia compositus dengan presbiopia dikarenakan dari
anamnesis, pasien mengeluh adanya penglihatan yang buram pada kedua matanya saat melihat
jauh. Hal ini dikarenakan sinar cahaya yang datang ke mata, jatuh di depan retina dan pada
akhirnya gambar yang dihasilkan menjadi kabur. Menunjukkan gejala pada miopia.
Keluhan kedua mata berair terutama saat menonton tv atau membaca dalam waktu lama
terjadi salah satunya dikarenakan oleh tertekannya kelenjar air mata yang terjadi akibat adanya
ketegangan otot siliar yang terus menerus berakomodasi.
didapatkan adanya injeksi episklera pada kedua mata, yang biasanya menimbulkan manifestasi
klinis berupa mata berair.
Pasien juga mengeluh, sering menyipitkan mata pada saat membaca, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Pada saat membaca, pasien mengaku lebih
jelas membaca pada jarak dekat atau memegang bacaan mendekati mata, hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram. Keluhan-keluhan ini
biasanya didapatkan pada pasien dengan astigmatisma.4
Selain itu, pasien juga didiagnosa sebagai presbiopia karena berdasarkan anamnesis,
pasien mengeluh kedua mata terasa pegal saat membaca. Ini terjadi karena pada presbiopia,
elastisitas lensa yang berkurang atau adanya kelemahan otot akomodasi yang mengakibatkan
daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang mencembung dan pembiasan kurang kuat. 5
Untuk melihat, mata berakomodasi terus menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang
mengakibatkan mata lelah.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan Snellen Chart
dan juga pemeriksaan kelainan refraksi menggunakan Trial Frames, yang menunjukkan hasil
VOD : 0.25f dan VOS : 0.25f . Berdasarkan hasil visus tersebut, selanjutnya dilakukan uji
pinhole (uji lubang kecil) ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Dengan uji pinhole, visus OD maupun visus OS masing-masing
bertambah menjadi 0.4 yang menandakan terdapatnya kelainan refraksi yang belum dikoreksi
baik pada pasien. Lalu dilakukan koreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif pada kedua
mata yaitu masing-masing S-1,75. Dari hasil tersebut, pasien menderita miopia ringan, sesuai
dengan klasifikasi menurut PERDAMI pada tahun 2010 :6
8
Miopia ringan
: 1-3 dioptri
Miopia sedang
: 3-6 dioptri
Miopia berat
: 6-9 dioptri
Miopia sangat berat : > 9 dioptri
Setelah dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif, pasien belum mencapai visus
-
maksimal, sehingga dicurigai pasien juga memiliki kelainan refraksi astigmat. Lalu dilakukan uji
pengaburan (fogging technique) dengan menambahkan lensa sferis positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang dan memakai juring/kipas astigmat. Didapatkan hasil koreksi : pada OD
C-1.00 dengan axis 900 dan pada OS C-0.50 dengan axis 40 0 . Sehingga koreksi refraksi yang
dilakukan pada kedua mata pasien dan memberikan perbaikan visus menjadi 1.0 adalah :
OD : S-1,75 C-1.00 X 900 1.0
OS : S-1,75 C-0.50 X 400 1.0
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, pasien tergolong ke
astigmatisma tipe : Astigmatisme Miopia Kompositus, dimana pada astigmatisme jenis ini, titik
A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
45 tahun
: + 1.50 D
50 tahun
: + 2.00 D
55 tahun
: + 2.50 D
60 tahun
: + 3.00 D
Ini sesuai dengan usia pasien yaitu 60 tahun.
-
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
MIOPIA
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di
depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan
cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan di depan retina.7
Klasifiksi Miopia
Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1.
Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :7
Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari
normal.
10
Etiologi
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,
herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin)
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang
masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badn kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi
melihat ke objek yang jauh, sinar divergen lah yang akan mencapai retina sehingga bayangan
menjadi kabur. Ada dua penyebabnya, yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu
panjang.7
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial merupakan bayangan
jatuh di depan retina yang dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia
aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang didapat secara kongenital pada
waktu awal kelahiran, yang disebut tipe herediter. Bila dikarenakan peningkatan kurvatura
kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura.7
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
11
vitreum, papil saraf optik, makula, retina terutama pada bagian temporal, seluruh
lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Koreksi pada mata dengan miopia
Memakai lensa konkaf (cekung) atau minus/negatif ukurannya teringan yang sesuai untuk
mengurangkan kekuatan daya pembiasan dalam mata, karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Lensa cekung yang akan men divergensikan berkas cahaya
sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.8
Kaca mata
Terdapat beberapa keuntungan dan kerugian memakai kacamata pada mata dengan miopia.
Walaupun kacamata memberikan perbaikan penglihatan, ia akan bertambah berat bila ukuran
bertambah, selain mengganggu kosmetik. Ukuran benda yang dilihat akan lebih kecil dari
sesungguhnya, setiap -1.00 dioptri akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Tepi gagang
kacamata disertai tebalnya lensa terkadang akan mengurangi lapang penglihatan tepi. Koreksi
lebih pada ukuran kacamata pada miopia berguna untuk mengontrol eksotropia.8
Penyulit miopia
Penyulit miopia adalah :
Juling ke dalam (esotropia) akibat selamanya melihat dekat.
Glaukoma dapat terjadi akibat berdegenerasi anyaman trabekulum yang merupakan
-
Pengobatan miopia
Biasanya kelainan refraksi pada miopia dikoreksi dengan menggunakan kaca mata atau
lensa kontak. Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan di permukaan depan kornea. Lensa
ini tetap di tempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus lensa kontak adalah menghilangkan hampur
semua pembiasan yang terjadi di permukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata
mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea
tidak lagi berperan penting sebagai susunan optik mata. Lensa kontak dapat mengurangkan
masalah kosmetik, namun memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.8
Pada keadaan tertentu miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada saat ini
telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia, seperti :
Keratotomi radial
13
Keratotomi radial bermanfaat untuk memperbaiki miopia -2.00 hingga -6.00 dioptri
dan astigmat ringan.
Keratektomi fotorefraktif
Keratektomi fotorefraktif merupakan cara yang mempergunakan sinar eximer untuk
Prognosis miopia
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple, prognosisnya baik nila penderita
miopia memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia,
prognosisnya buruk terutama bila disertai oleh perubahan koroid dan vitreus, sedangkan pada
miopia maligna prognosisnya sangat jelek.7
3.2 ASTIGMATISMA
Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.2
Etiologi
-
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d
90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini
14
terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.3
-
Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama
kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
Trauma pada kornea
Tumor
Klasifikasi Astigmatisma
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling
tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih
kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris
yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i.
Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.8
ii.
Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
15
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus
dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl
-Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
16
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl
+Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X
dan Y menjadi sama - sama + atau -.
17
Diagnosis Astigmatisma
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina
lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.10
2) Uji refraksi
Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/
i.
5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata
diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam
penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan
tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai
kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).10
ii.
Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.
Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap
cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan kornea.11
Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
19
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya
dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka
tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan
sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring
kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian
pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas.10
20
dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan
depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:11
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah
dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran
zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan
setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang
menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.
PRESBIOPIA
Presbiopi biasanya disebut sebagai penglihatan di usia lanjut. Presbiopia adalah
perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk
melihat dekat perlahan-lahan berkurang.5
Pada usia diatas 40 tahun umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca.
Keadaan ini akibat telah terjadinya presbiopia.
Sebab presbiopia
Pada presbiopia terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia
maka semakin kurang kemampuan mata untuk melihat dekat. Presiopia terjadi akibat lensa
21
makin keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya
kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran Zonula Zinn yang sempurna.
Pada keadaan ini maka diperlukan kaca mata bifokus, yaitu kaca mata untuk melihat jauh
dan dekat. Pada mata normal maka pada saat melihat jauh mata tidak melakukan akomodasi.
Pada waktu melihat dekat, mata akan mengumpulkan sinarke daerah bintik kuning dengan
melakukan akomodasi.5
Gejala dan keluhan penderita presbiopia
Penderita miopia akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah,
mata terasa pegal, berair, dan sering terasa pedas bahkan sakit kepala setelah membaca dalam
waktu yang agak lama. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca. Sukar mengerjakan
pekerjaan dengan melihat dekat terutama pada malam hari. Sering memerlukan sinar yang lebih
terang untuk membaca. Pasien dengan presbiopia juga sering merasa kesulitan membaca tulisan
dengan cetakan huruf yang kecil.5
Alat bantu presbiopia
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopia mata maka dapat
dipergunakan lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kaca mata baca atau adisi untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, sebagai berikut :
-
40 tahun
: + 1.00 D
45 tahun
: + 1.50 D
50 tahun
: + 2.00 D
55 tahun
: + 2.50 D
60 tahun
: + 3.00 D
Karena jarak membaca biasanya 33 cm, maka adisi +3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat
-
yang dapt diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila
membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri
sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien
pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-angka diatas tidak
merupakan angka yang tetap.
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas S, Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Kelainan refraksi dan kacamata glosari
sinopsis. 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; p. 1-2.
2.
James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; p.20-26.
3.
Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asburys
General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007; chapter 22nd
4.
Ilyas S, Astigmatisma. Kelainan refraksi dan kacamata glosari sinopsis. 2 nd Ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2006; p. 43-6
5.
Ilyas S, Presbiopia mata tua. Kelainan refraksi dan kacamata glosari sinopsis. 2 nd Ed. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2006; p. 47-8
6.
http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3.
7.
American Optometric Association. Care of the patient with miopia. Accessed on February
27th 2014. Available at http://www.aoa.org
8.
Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual
Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??
tool=pmcentrez
9.
Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23
10.
Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors. New
York: Thieme, 2007; p. 127-136
11.
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
24