Você está na página 1de 54

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


INTRAVENTRIKULAR HEMORAGIK (IVH)

oleh
Ratna Lauranita Anggraeni S.Kep
NIM 112311101029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

A.

Konsep Teori Penyakit

1. Anatomi Otak
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis
(SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin, 2008:4-24).
Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh. Kisaran berat
otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc. Secara ringkas fisiologis
organ otak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998
dalam Muttaqin, 2008:5)

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.


a) Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan gelatinosa
otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang,
dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu piameter, araknoid, dan
durameter (Gambar 2).

Gambar 2. Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen dilihat dari sisi lateral (Sumber: Simon
dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:6)

1) Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan


mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Piameter
merupakan lapisan vaskular yang memiliki pembuluh darah yang berjalan
menuju struktur interna SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2) Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus, dan tidak
mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi otak dan medula spinalis,
tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piameter. Daerah antara araknoid dan
piameter disebut ruang subaraknoid, tempat arteri, vena serebral, trabekula
araknoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP.
3) Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit sapi
yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar yang disebut duraendosteal dan
bagian dalam yang disebut durameningeal.

b) Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus
koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluidCSF) yang
jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar
SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang
terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein.
Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya karena cairan ini
mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar
glukosa dan kaliumnya lebih rendah.

Gambar 3. Sirkulasi CSF (a) Arah panah menunjukkan rute sirkulasi CSF; (b) Orientasi dari vili araknoid.
CSF direabsorpsi oleh vili araknoidalis ke dalam sinus-sinus dura (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:7)

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi di sekitar otak dan
medula spinalis, lalu keluar menuju sistem vaskular (SSP tidak mengandung

sistem limfe). Sebagian besar CSF direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur
khusus yang disebut vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol
dari ruang subaraknoid ke sinus sagitalis superior otak (Gambar 3). Volume total
CSF di seluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml, sedangkan kecepatan sekresi
pleksus koroideus sekitar 500 sampai 750 ml.
c) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung CSF). Pada setiap
hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga terdapat dalam
diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel
lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang
foramen-interventrikularis (foramen monro). Ventrikel ketiga dan keempat
dihubungkan melalui suatu saluran sempit di dalam otak tengah yang disebut
akueduktus sylvius. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang sepasang
foramen luschka di lateral dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut
hingga ke ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.
d) Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol. Di
sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan
motorik, juga mengatur proses penalaran, memori, dan intelegensi. Hemisfer
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri
mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian
kontralateral.
e) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum mempunyai
banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan seperti ini
memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan seluas 2200 cm 2)
yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah
bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra

lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku yang bertujuan dan


beralasan.

Gambar 4. Anatomi otak

1) Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian depan yaitu dari
sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus lateralis. Bagian ini
memiliki area motorik dan paramotorik. Area broca terletak di lobus ini dan
mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi menerima informasi dari seluruh otak
dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi pikiran, rencana,
dan perilaku. Lobus ini bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan
keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini memodifikasi
dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan refleks
vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di belakang
sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang ke fisura prietooksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba
dan pendengaran. Lobus ini menyampaikan infromasi sensorik ke banyak
daerah lain di otak, termasuk area sosiasi motorik dan visual di sebelahnya.
3) Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di sebelah posterior
dari lobus parietal dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan
serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini

berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu


melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
4) Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah area asosisasi primer untuk informasi
auditorik dan mencakup area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini
juga terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan memori.
f) Serebelum
Serebelum atau otak kecil (Gambar 5) terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas, di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Serebelum dihubungkan dengan batang otak
oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus. Ada dua fungsi utama
serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-otot postural tubuh dan (2) melakukan
program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar maupun bawah sadar.
Serebelum mengoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan
memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat refleks yang
mengoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus, dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh
(Price, 1995 dalam Muttaqin, 2008:11)

Gambar 5. (a) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 2003 dalam
Muttaqin, 2008:11)

g) Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut yang
saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Bagian ini dihubungkan ke
bawah dengan sel-sel intermunsial medula spinalis serta meluas ke atas dan ke
dalam diensefalon serta telensefalon. Fungsi utama sistem retikularis antara
lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu penentuan
status kesasaran dan keadaan bangun; (2) modulasi transmisi informasi
sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi aktivitas motorik; (4)
pengaturan respons otonom dan siklus tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian
besar monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.
Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan medula
oblongata.
a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta
menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah (Gambar 6). Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting
pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.

Gambar 6. Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan formasi retikularis. (a) Nuklei yang berada
dalam pons; (b) Nuklei yang berada dalam medula oblongata. (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:12)

b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat di
sini. Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar,
sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik.
Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak yang
letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tektum yang
terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu
pedunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara. Pedunkuli
serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turun dari
serebrum.

Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan merupakan
bagian dari jaras ekstrapiramidal atau jaras impuls motorik involunter. Lesi pada
substansia nigra dapat mengakibatkan kekakuan otot, tremor halus pada waktu
istirahat, langkah yang lamban serta diseret, dan wajah seperti topeng. Nukleus
ruber berperan dalam refleks postural serta refleks untuk menegakkan badan pada
orientasi kepala seseorang terhadap ruang.
Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur di
sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon
biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus,
dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang
tersebut.
a) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7), masing-masing
mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan korteks serebri
ipsilateral, serebelum, dan dengan berbagai kompleks nuklear subkortikal
seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis, dan mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras sensorik utama (kecuali
sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan nukleus talamus dalam
perjalanannya menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
talamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu
individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu
yang ekstrem.

Gambar 7. Hubungan anatomis diensefalon dengan batang otak. (a) Dari sisi lateral; (b) Dari sisi posterior.
(Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:14)

b) Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang penting.
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, subtansia nigra, dan
globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura psoterior, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus berhubungan
dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius. Epifisis mensekresi melatonin dan membantu
mengatur irama sirkadian tubuh serta menghambat hormon gonadotropin.

d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

Gambar 8. Kiris hipotalamus dilihat ssecara melintang. Kanan: tabel komponen dan fungsi hipotalamus.
(Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:15)

Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas traktus
antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini
merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur kortikal utama
adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian
subkortikal mencakup amigdala, traktus olfaktorius, dan septum (Gambar 9).

Gambar 9. (a) Diagram sistem limbik dengan gambaran melintang; (b) Rekonstruksi dari gambaran tiga
dimensi sistem limbik. Fungsi utamanya berhubungan dengan bangkitan emosi. (Sumber: Simon dan
Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998
dalam Muttaqin, 2008:16)

Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.


a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu.
b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak sadar dan
mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk merespons keadaan.
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan.
e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
2. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf

sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan substansi putih.
Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh
substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median
fissure dan median septum yang disebut dengan posterior median septum.Keluar
dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal.
Substansi abu-abu mengandung badan sel, dendrit, neuron efferen, akson tak
bermyelin, saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal dari neuron. Substansi
abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior,
posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai input/afferent, anterior
sebagai output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi
putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

Gambar 10. Struktur medula spinalis

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).

Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis
(VII), vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius
(XI), dan hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
SARAF KRANIAL
I Olfaktorius
II Optikus
III Okulomotorius

KOMPONEN
Sensorik
Sensorik
Motorik

FUNGSI
Penciuman
Penglihatan
Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar

IV Troklearis
V Trigeminus

Motorik
Motorik

gerakan ekstraokular
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan

Sensorik

rahang ke lateral
Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa hidung
dan rongga mulut, lidah dan gigi
-

Refleks kornea atau refleks

mengedip, komponen sensorik dibawa


oleh saraf kranial V, respons motorik
VI Abdusens
VII Fasialis

Motorik
Motorik

melalui saraf kranial VI


Deviasi mata ke lateral
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
dahi, sekeliling mata serta mulut,

VIIICabang

Sensorik

lakrimasi dan salivasi


Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,

Sensorik

manis, asam, dan asin)


Keseimbangan

Sensorik
Motorik

Pendengaran
Faring: menelan, refleks muntah

Sensorik

Parotis: salivasi
Faring, lidah posterior, termasuk rasa

Motorik

pahit
Faring: menelan, refleks muntah,

Sensorik

fonasi; visera abdomen


Faring, laring: refleks muntah, visera

Vestibularis
Cabang koklearis
IX Glossofaringeus

X Vagus

leher, thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan


bagian atas dari otot trapezius:

XII Hipoglosus

Motorik

pergerakan kepala dan bahu


Pergerakan lidah

Sumber: Muttaqin, 2008:17

1. Test nervus I (Olfactory)


a.

Fungsi penciuman

b.

Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.

c.

Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II ( Optikus)


a.

Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang

b.

Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris
di koran, ulangi untuk satunya.

c.

Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu
klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)


a.

Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

b.

Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam


tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu
mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.

c.

Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar
mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola
mata, diplopia, nistagmus.

d.

Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.

4. Test nervus V (Trigeminus)


a.

Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak


mata atas dan bawah.

b.

Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

c.

Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

d.

Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata
klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.

e.

Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan


palpasi pada otot temporal dan masseter.

5. Test nervus VII (Facialis)


a.

Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.

b.

Otonom, lakrimasi dan salivasi

c.

Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :


tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya

6. Test nervus VIII (Acustikus)


a.

Fungsi sensoris :

b.

Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa


berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

c.

Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,


apakah dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)


a.

N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi


bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.

b.

N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum


lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.

c.

Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah


simetris dan tertarik keatas.

d.

Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan


tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)


a.

Klien

disuruh

menoleh

kesamping

melawan

tahanan.

Apakah

Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi


kekuatannya.
b.

Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan - test


otot trapezius.

9. Test Nervus XII (Hypoglosus)


a.

Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan

b.

Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)

c.

Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

2. Sistem Ventrikular
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I &
II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan
ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing
sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu
lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan
perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan
taji yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius pada
lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah
dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas
thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus
occipitalis (Satyanegara et al, 2010).

Gambar 11. Ventrikel Otak

Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular


seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus. Pleksus
ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang
berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yang
berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen
interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari
ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu
anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke
pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki

pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabangcabang dari a.cerebrum post (Satyanegara et al, 2010).

Gambar 12. Sistem Ventrikel


LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan mekanik
pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang mengelilingi otak.
Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur kadar ion, membawa
keluar metabolit-metabolit otak, memberikan perlindungan terhadap perubahanperubahan tekanan. Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau
(Satyanegara et al, 2010). Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS:
Tabel 1 nilai normal LCS
Daerah

Penampilan

Tekanan

Sel (per l)

Protein

Lain-lain

dalam
Lumbalis

Jernih dan

air
70-180

Ventrikel

tanpa warna
Jernih dan

70-190

tanpa warna

0-5

15-45

Glukosa 50-75

0-5

mg/dl
5-15

mg/dl
Nitrogen non

mg/dl

protein 10-35

(limfosit)

mg/dl

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari (Satyanegara et al, 2010).
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.
Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan (Satyanegara et al, 2010).
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis
ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke
ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis
externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan
meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari
ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin
mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah

kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater


atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam
vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerahkebanyakan di atas
konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk
mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan
reabsorbsi dalam keadaan seimbang (Werner, 2000).

Gambar 13. Sirkulasi cairan serebrospinal

3. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada sistem
ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Oktaviani et al
2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum
dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan
perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah
terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau
laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel, sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem
ventrikel (Brust, 2012)..
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari
middle communicating artery atau dari posterior communicating artery (Brust,
2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I : Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular pada
pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau bilik
jantung bengkak) (OUSF, 2004)
4. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:

a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan


hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi

primer

dari

struktur

periventrikel.

Adanya

perdarahan

intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding


lurus dengan banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (3550%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%)
dan serebelum (5%) (Brust,2012).
5. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan
lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat

yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada
batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang
sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak
tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti
yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam
menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik,
parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan
mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena
(Annibal et al, 2014).
6. Tanda dan Gejala
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang

berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada

pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung


lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi batang otak dapat
terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran
dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus
frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan
kontralateral (Ropper, dalam khoirul 2009).
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti
pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama
seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).

2. Kehilangan atau Defisit Sensori.


a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh).
b. Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan
auditorius.
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria adalah kesulitan berbicara

atau

kesulitan

dalam

membentuk kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti


yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara,
yang terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak
masuk akal).
c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan

Persepsi

adalah

ketidakmampuan

untuk

menginterprestasikan sensasi. Dapat mengakibatkan


a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.

c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.


d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi.
7. Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan

disebabkan

karena

obstruksi

cairan

sirkulasi

serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus


dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan
keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan
hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam
perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau
jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.
8. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan

kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat


digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed

Tomography-Scanning

(CT- scan).

CT

Scan

merupakan

pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam


beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24
jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa
darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan. Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem
ventrikel (Oktaviani et al, 2011).

b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan


intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan
gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobindeoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin (Brust, 2012).
c. USG

Doppler

(Ultrasonografi

dopple).

Mengindentifikasi

penyakit

arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak)

dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan
profil penyempitan vaskuler akibat thrombus (Annibal et al, 2014).
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).
Perbedaan Stroke hemorargik dengan iskemik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan diagnostik stroke iskemik menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:

ALGORITMA STROKE GAJAH MADA

STROKE
AKUT
PENURUNAN KESADARAN, NYERI KEPALA, REFLEKS
BABINSKI
KETIGANYA / DUA DARI KETIGANYA

STROK
E

PENURUNAN KESADARAN (+), NYERI KEPALA (+)/(-),


BABINSKI (-)

STROKE
HEMORAGI

PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (+),


BABINSKI (-)

STROKE
HEMORAGI
K

PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (-),


BABINSKI (+)

STROKE
ISKEMIK

PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (-),


BABINSKI (-)

STROKE
ISKEMIK

SIRIRAJ STROKE SCORE


A. DERAJAT KESADARAN
Koma : 2
Apatis : 1
Sadar : 0
B. MUNTAH
(+) : 1
(-) : 0
C. SAKIT KEPALA
(+) : 1
(-) : 0

D. TANDA TANDA ATEROMA


1. Angina Pectoris
(+) : 1
(-) : 0
2. Claudicatio Intermitten
(+) : 1
(-) : 0
3. DM
(+) : 1
(-) : 0

SSS = (2,5 X KESADARAN) + (2 X MUNTAH ) + (2 X SAKIT KEPALA) + (0,1


X TD. DIASTOLE) (3 X ATEROMA) 12
JIKA HASILNYA :
0
: Lihat hasil CT Scan
- 1 : Infark / Ischemik
1 : Hemorrhagic
DIAGNOSIS BANDING JENIS STROKE
GEJALA
Permulaan
Waktu serangan
Peringatan sebelumnya
Muntah
Kejang
Penurunan kesadaran
Bradikardi
Perdarahan retina
Papil edema
Rangsangan meningeal
Ptosis
Lokasi (Topis)

HEMORRHAGIC
Sangat akut
Aktif
++
++
++
++
+++ (Hari I)
++
+
++
++
Sub Kortikal

INFARK
Sub akut
Tidak aktif
++
+ (Hari IV)
Sub / Kortikal

LETAK LESI DAN PERBEDAAN TOPIKAL


GEJALA
Afasia
Astereogenesis
2 Point Discrimination terganggu
Graphestesi terganggu
Extinction Phenomena
Loss of Body Image
Kelumpuhan lengan/tungkai tidak
sama
Kedua mata melihat hidung
Gangguan sensibilitas
Distonic posture

KORTIKAL
+
+
+
+
+
+
+
-

SUB KORTIKAL
+
+
+

DIAGNOSIS BANDING JENIS-JENIS STROKE


KRITERIA
Umur

PIS
> 40 th

SAH
20 30 th

TROMBOSIS
50 70 th

Onset Perjalanan

Aktif cepat

Aktif cepat

Bangun tidur

++
++
+

++++
++++
-

+/-

+/-

HT
berat/maligna
HHD
-

+ /-

+/ASHD
++
++

RhHD
-

/ koma
+/
Hemiplegi
lengan=

pelan
++++
Hemiparese
+/-

N/
Hemiparese
Lengan
tungkai

+/Shift midline

++++
Aneurisma

++/Oklusi/stenosis

N/

Hemiparese
Lengan
tungkai
++/Oklusi

Gejala Penyerta :
Sakit kepala
Muntah
Vertigo
Risk factor :
Ht
Kel. Jantung
DM
Hiperlipidemi
Kesadaran
Kaku Kuduk
Kelumpuhan

Afasia
Pembuluh darah
Arteriografi

EMBOLI
Semua
umur
Tentu,
cepat

CT-Scan

Hiperdens
++++
Intracerebral

N/ Hiperdens
Extracerebral

Hipodens
Sdh 4-7 hari

Hipodens
Sdh 4-7 hari

Pemeriksaan reflek yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan


pemeriksaan reflek patologis yaitu
1) Reflek babinski

Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan
tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal
pada bayi masih ada.

2) Reflek caddock

Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki,
dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.

Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT
Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut.
Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada
pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada
gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel (Oktaviani et al, 2011).

9. Terapi yang Dilakukan


Terapi yang dapat dilakukan meliputi
A. Penanganan emergency
a.

Kontrol

tekanan

darah.

Rekomendasi

dari

Organization/ American Strouke Association

American

Heart

guideline 2009

merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan


yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak.
Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan
darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai
pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi
perfusi otak yang cukup.
b.

Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat


diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen
plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
B. Penanganan peningkatan TIK:
a. Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al,
2012).
b. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang
dapat

menyumbat

aliran

LCS

di

sistem

ventrikel

sehingga

menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat


pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA (recombinant
tissue plasminogen activator). Obat golongan ini bekerja dengan
mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin akan melisis fibrin
clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh
obat yang beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.

c. Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang


digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel.
Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut
hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score
(Dey Mahua et al, 2012).

d. Pemberian obat anti kejang. Pasien yang mempunyai perdarahan


pada kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai
risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi
American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti
kejang seperti Obat Anti Epilepsi

pada pasien-pasien dengan

perdarahan di otak, dapat mencegah terjadinya kejang awal


(Hinson et al, 2011).

B. CLINICAL PATHWAY
Abnormalitas formasi vaskuler
otak anomali pembuluh darah
serebral, malformasi pembuluh
darah termasuk angioma

C.
C. ASUHAN
KEPERAWATAN
Hipertensi,
aneurisma,
Kebiasaan merokok
Alkoholisme
1. Pengkajian

A. Pengkajian Umum
Tekanan
vaskuler melebihi
a. Identitas
pasien tekanan maksimal
vaskuler otak

Nama:

Menyebabkan vaskuler mudah ruptur


karena formasi vaskuler sendiri

Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua

Perdarahan pada ventrikrel otak

Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan


Penekanan
pada area
sensitif nyeri

Gangguan
perfusi
Suku bangsa: Perdarahan
bisa terjadi yang
pada terjadi
semua menyebabkan
suku bangsa
penekanan
pada
area otak
(desakresiko meningkatjaringan
Pekerjaan: bisa
terjadi pada
semua
pekerjaan,
pada
cerebral
ruang)
pekerjaan yang meimbulkan stress dan memicu meningkatnya tik
Pendidikan:

Peningkatan TIK

Penekanan berat
perfusi pada
Status menikah:
Nyeri akut
area tertentu
Alamat:
Jika dibiarkan
pada otak
akan
terjadi
menyebabkan
Tanggal MRS:
edema otak
gangguan
Diagnosa medis: IVH (Intraventrikular Hemorarghe)
fisiologis otak
b. Identitas penaggung Gangguan
jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
konfusi
penurunan
kelamin, alamat.
kesadaran
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya
Berkurangnya perfusi pada
Berkurangnya perfusikeluhan
pada seperti
Berkurangnya
nyeri kepala,perfusi
pernahpada
pingsan sebelumnya
bagian oksipitalis
bagian temporalis
bagian frontalis
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga
Ketajaman Penglihatan
Berkurangnya perfusi
Kerusakan
untuk
mengatasi
keluhan
tersebut
sebelum
MRS.
Informasi yang dapat
menurun
pada area brocca
neuromotorik
diperoleh meliputi informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan
otak, trauma padaKelemahan
kepala, riwayat
otot gejala penyakit hipertensi.
Gangguan sensori
Gangguan
progresif
persepsi
kebiasaan seharikomunikasi verbal e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi,
penglihatan
hari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes melitus
Gangguan
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
mobilitas fisik
lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan

f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien


ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti stroke, Diabetes
Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,
status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
h. Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien,
misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan pasien.
2. Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
3. Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi
karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada
pasien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi,

ketidakmampuan

ketidakmampuan

untuk

mengomunikasikan

mengendalikan

kandung

kebutuhan,
kemih

dan
karena

kerusakan kontrol motorik dan postural.


B.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit), RR
(biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
d. Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut meliputi inspeksi
warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan

ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan


berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut
rontok.
e. Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI)
f. Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
g. Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
h. Dada:

Inspeksi: Bentuk simetris


Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suaram jantung

I dan II murmur atau gallop.


i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
Palpas: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
j. Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.

6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan


penuh
C. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan IVH
adalah
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Tahanan
pembuluh darah; perdarahan pada bagian ventrikrel otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Konfusi berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan serebral
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya perfusi
pada area brocca
e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan penurunan
perfusi pada bagian oksipitalis otak
f. Gangguan

mobilitas

fisik

neutronsmiter/kelemahan fisik.

berhubungan

dengan

Kelemahan

3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)


No
.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Hasil

Intervensi

1.

Ketidakefektifan perfusi
jaringan
cerebral
berhubungan
dengan
Tahanan
pembuluh
darah; perdarahan pada
bagian ventrikrel otak

Setelah
dilakukan NOC:
NIC
asuhan
selama 1. Status sirkulasi
Monitor Status Neurologi
3x24ketidakefektifa
2. Kemampuan
1. Monitor ukuran pupil,
n perfusi jaringan
kognitif
bentuk, kesimetrisan,
cerebral teratasi
3. Status neurologis
dan reaktifitasnya
4. Perfusi jaringan 2. Monitor level
perifer
kesadaran
3. Monitor level
a.
T
orientasi
ekanan systole
4. Monitor Glasgow
dan diastole
Coma Scale
dalam rentang
5. Monitor tanda vital:
yang diharapkan
suhu, tekanan darah,
(sistol: <140
nadi, dan respirasi
mmHg; diastole:
6. Monitor status
<90 mmHg)
respirasi: level AGD,
b.
T
oksimetri nadi,
idak ada
kedalaman, pola, laju,
ortostatikhiperten
dan usaha napas
si
7. Monitor Intra Cranial
c.
K
Pressure (ICP) dan
omunikasi jelas
Cerebral Perfusion
Menunjukkan
Pressure (CPP)
konsentrasi dan
8. Monitor refleks

Rasional

1. mengetahui tingkat
kesadaran
2. mengontrol keadaan
serebral
3. mengetahui tingkat
kesadaran
4. mengetahui tingkat
kesadaran
5. mengetahui kondisi tubuh
pasien
6. mengetahui keadekuatan
pernafasan pasien

7. mengetahui keadaan
serebral pasien

orientasi (GCS :
E4V5M6)

kornea
9. Monitor tonus otot
d.
P
pergerakan
upil seimbang
10. Catat perubahan
dan reaktif
pasien dalam
e.
B
merespon stimulus
ebas dari
11. Monitor status cairan
aktivitas kejang
12. Pertahankan
Tidak
mengalami
parameter
nyeri kepala
hemodinamik
13. Tinggikan kepala 045o tergantung pada
konsisi pasien dan
order medis
Monitor Tekanan Intra
Kranial
1. Monitor intake dan
output
2. Cek kaku kuduk
pasien
3. Posisikan pasien
dengan kepala dan
leher pada posisi
normal, menghindari
hip fleksi yang

8. mengetahui tingat
kesadaran
9. mengetahui tingkat
kekuatan otot
10. mengetahui perkembangan
pengobatan pasien
11. mengontrol keseimbangan
ditubuh
12. hemodinamik menentukan
keadekuatan sirkulasi
13. menurunkan TIK

1. mengatur keseimbangan
cairan
2. kaku kuduk
mengindikasikan
peningkatan TIK
3. mencegah peningkatan
TIK

4. melancarkan sirkulasi
darah

2.

Nyeri akut berhubungan Setelah


dilakukan NOC:
dengan
peningkatan asuhan selama 3x24 1. Tingkat
tekanan
intracranial nyeri akut teratasi
kenyamanan:
(TIK)
pasien merasa
senang secara
fisisk dan
psikologis
2. Tingkat nyeri
3. Manajemen nyeri
Menunjukkan tingkat
nyeri,
dibuktikan
dengan
indikator
berikut ini (sebutkan
nilainya 1-5: ekstrem,
berat, sedang, ringan,
atau tidak ada)
a. Ekspresi nyeri lisan
atau pada wajah
b. Posisi
tubuh
melindungi

ekstrim
4. Sesuaikan kepala di
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
pefusi serebral
5. Batasi perawatan
untuk meminimalkan
peningkatan ICP
NIC: Manjemen nyeri

5. terlalu banyak tindakan


mendorong peningkatan
TIK

1. Menentukan perkiraan 1. Mengetahui keadaan nyeri


nyeri seperti lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau skala
nyeri, dan faktor
pemicu terjadinya
nyeri
2. Ekspresi non verbal
2. Observasi ekspresi
menunjukkan ekspresi
non verbal yang
keadaan pasien yang
menunjukkan
sebenarnya
ketidaknyamanan
3. Mengetahui lebih dalam
terhadap neyri yang
3. Gunakan stategi
dirasakan pasien
komunikasi terapeutik
untuk menggali
pengalaman pasien
terhadap nyeri dan
4. Mengetahui pengetahuan
cara penanganannya

c. Kegelisahan atau
ketegangan otot
d. Perubahan dalam
kecepatan
pernapasan, denyut
jantung,
atau
tekanan darah

4. Identifikasi
pasien tentang nyeri
pengetahuan pasien
5. Untuk menghindari
dan keyakinan tentang
peningkatan TIO
nyeri.
Distraksi
5. Hindari mual dan
1. Memberikan kesempatan
muntah
pada pasien untuk memilih
terapinya sendiri
Distraksi
1. Tawarkan kepada
pasien teknik distraksi
seperti terapi musik,
mengalihkan dengan
cara bercakap-cakap
atau dengan bercerita
pengalaman,
2. Agar pasien memahami
mengingat massa
manfaat terapi
yang indah/positif,
tekhnik
membayangkan
sesuatu, humor, atau
3. Membuat jadwal untuk
teknik napas dalam
mengurangi nyeri
2. Jelaskan kegunaan
stimulasi yang
digunakan terhadap
perasaan misalnya
mendengarkan musik
4. Untuk mengurangi rasa
dan membaca.
nyeri datang
3. Identifikasi dengan

3.

pasien jadwal
kegiatan yang
5. Mengetahui kefektifan
menyenangkan seperti
teknik distraksi
berjalan-jalan,
berbicara dengan
keluarga atau teman
4. Anjurkan pasien
untuk mempraktekkan
teknik distraksi
sebelum waktu nyeri,
jika pasien mampu
5. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon dari distraksi
Konfusi
akut Setelah
dilakukan NOC:
NOC:
berhubungan
dengan asuhan selama 3x24 1. Kemampuan
1. Identifikasi
1. Memudahkan intervensi
perubahan
perfusi konfusi akut teratasi
kognitif:
kemungkinan
sesuai dengan kondisi
jaringan serebral
kemampuan untuk
penyebab konfusi
klien
menampikan
2. Kaji
kemampuan
proses
mental
sensori dan persepsi 2. Respon
kognitif
yang kompleks
pasien
maladaptive
biasanya
2. Memori:
mencakup
gangguan
kemampuan untuk
sensori dan persepsi yang
mendapatkan
dapat
membahayakan
kembali
secara
keamanan pasien.
kognitif
dan 3. Pantau
status
melaporkan
neurologis (GCS)
3. Mengetahui
tingkat
informasi
yang

3.
a.

b.
c.

4.

Gangguan komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
berkurangnya
perfusi pada area brocca

diterima
sebelumnya
Status neurologis:
kesadaran:
orientasi sadar
Pasien
akan
menunjukkan
penurunan
agitasi/kegelisaha
n
Membuka mata
terhadap stimulus
eksternal
Memahami
instruksi verbal

4. Pantau
emosional

status

5. Monitor tanda vital:


suhu, tekanan darah,
nadi, dan respirasi
6. Monitor ukuran pupil,
bentuk, kesimetrisan,
dan reaktifitasnya
7. Monitor
level
kesadaran
8. Monitor
level
orientasi

setelah
dilakukan NOC:
NIC:
asuhan keperawatan a. Kemampuan
9. Kaji
tingkat
selama 3x24 jam
komunikasi
kemampuan pasien
gangguan
b. Kemampuan
dalam berkomunikasi
komunikasi verbal
komunikasi
10. Minta
pasien
teratasi
ekspresif:
mengikuti perintah
kemampuan untuk
sederhana

kesadaran pasien
4. Mengetahui
kondisi
emosional pasien
5. mengetahui kondisi
tubuh pasien
6. mengetahui tingkat
kesadaran
7. mengontrol keadaan
serebral
8. mengetahui tingkat
kesadaran

1. Perubahan dalam isis


kognitif
dan
bicara
merupakan indikator dari
gangguan serebral
2. Melakukan
penilaian
terhadap adanya keruskan

5.

Gangguan
sensori
persepsi
penglihatan
berhubungan
dengan
penurunan perfusi pada
bagian oksipitalis otak

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam gangguan
sensori
persepsi
penglihatann teratasi

mengungkapkan
dan mengartikan
pesan verbal dan
non verbal
c. Kemampuan
komunikasi
reseptif:
kemampuan untuk
menerima
dan
mengartikan
pesan verbal dan
non verbal
1. Pasien
akan
mengkomunikasik
an kebutuhan
NOC:
a. Pasien
akan
berpartisipasi
dalam
program
pengobatan
b. Pasien
akan
mempertahankan
lapang ketajaman
penglihatan tanpa
kehilangan lebih
lanjut.

11. Tunjukkan objek dan


minta
pasien
menyebutkan nama
benda tersebut
12. Ajarkan
pasien
berkomunikasi non
verbal
(bahasa
isyarat)
13. Kolaborasi
dengan
ahli terapi wicara

NIC:
1. Pastikan derajat/tipe
kehilangan penglihatan
2. Dorong
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan /
kemungkinan
kehilangan penglihatan
3. Tunjukkan pemberian
tetes mata, contoh
menghitung tetesan,

sensorik
3. Melakukan
penilaian
terhadap
adanya
kerusakan motorik
4. Bahasa isyarat dapat
membantu
untuk
menyampaikan isi pesan
yang dimaksud
5. Untuk mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan
terapi

1. Mengetahui seberapa berat


kehilangan penglihatan
2. Menggali kemampuan
klien mengenali penyakit
serta mengetahui derajat
sakit
3. Menghindari kesalahan
memberikan obat
4. Menghindari cedera pada
klien

6.

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan
dengan
Kelemahan
neutronsmiter/kelemaha
n fisisk

menikuti jadwal, tidak


salah dosis
4. Lakukan tindakan
untuk membantu pasien
menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
kurangi kekacauan,atur
5. Manajemen regimen
perabot, ingatkan
pengobatan
memutar kepala ke
subjek yang terlihat;
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam.
5. Kolaborasi obat sesuai
dengan indikasi
NIC: terapi latihan

Setelah
dilakukan NOC:
tindakan
1. Ambulasi
1. Monitoring vital sign 1. Mengontrol kemampuan
keperawatan selama
berjalan:
sebelm/sesudah latihan
yang dimiliki pasien
3x24 jam gangguan
kemampuan
dan
lihat
respon
pasien
mobilitas
fisik
berjalan dari satu
saat latihan
teratasi dengan
tempat ke tempat
2.
Konsultasikan dengan 2. Melakukan terapi sesuai
lain
terapi fisik tentang
dengan kemampuan pasien
2. Ambulasi
kursi
rencana
ambulasi
roda: kemampuan
sesuai
dengan
untuk berpindah
kebutuhan
3. Untuk mencegah cidera
dari satu tempat
ke tempat lain 3. Bantu pasien untuk
menggunakan tongkat,

3.

4.

5.

6.

menggunakan
kursi roda
Pergerakan sendi
aktif:
rentang
gerak
sendi
dengan gerakan
atas
inisiatif
sendiri
Tingkat
mobilisasi:
kemampuan untuk
melakukan
pergerakan yang
bermanfaat
Perawatan
diri:
kemampuan untuk
melakukan
perawatan
diri
paling dasar dan
aktivitas
perawatan diri
Pelaksanaan
berpindah:
kemampuan untuk
mengubah letak
tubuh

4.

5.
6.

7.

8.
9.

kruk, walker, kursi roda


saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang
teknik
ambulasi
Kaji
kemampuan
pasien
dalam
mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan
bantu
penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan.
Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Melatih pasien untuk


melakukan rentang gerak
minimal
5. Menentukan terapi
mobilisasi selanjutnya
6. Memandirikan pasien
untuk melakukan activity
daily living (ADL)
7. Memberikan dukungan
bagi kemajuan pasien
8. Membantu pasien terbiasa
secara pelahan dengan
kondisi tubuhnya
9. Membantu pasien terbiasa
secara pelahan dengan
kondisi tubuhnya

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi

sebagian,

belum

teratasi,

atau

timbul

masalah

keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
5. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan IVHadalah:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. Olahraga teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
10. Diet sehat meliputi konsumsi: buah dan sayuran yang mengandung
kalium, folat dan antioksidan, Serat, Calsium, Produk kacangkacangan (kedelai), Makanan yang mengandung omega 3

11. Latihan ROM pasif/aktifK


12. Mekanisme Koping

DAFTAR PUSTAKA
Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler
hemorrage. [serial online] http://emedicine.medscape.com/article/976654overview [diakses 30 Oktober 2015].
Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition.
United States: Mc Graw-Hill companies Bulecheck, Gloria M et al. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Amsterdam: Elsevier Mosby
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial
online] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 22 Mei
2016]
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of
Intraventricular
Hemorrage.
[Serial
online]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/ [diakses 22 Mei
2016].
Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC).Amsterdam:
Elsevier Mosby
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Oktaviani, Donna et al. 2011. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Jurnal
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
[serial
online]
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/353/3
51 [diakses 22 Mei 2016]
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf
dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates

Você também pode gostar