Você está na página 1de 24

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT

: RS Pelabuhan Jakarta

TANGGAL UJIAN

NAMA MAHASISWA

: Novia Nathania Beatrice

NOMER MAHASISWA

: 406148100

IDENTITAS

PASIEN :
Nama lengkap

: Keisyi Ayuningtias

Tanggal lahir (umur) : 11 Juli 2014 (1 tahun)


Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Green Garden RT 011/RW 02, Rorotan, Cilincing, JAKUT

Suku bangsa

: WNI

Agama

: Islam

Pemdidikan

:-

AYAH

Nama lengkap

: Iskandar

Tanggal lahir (umur) : 12 Desember 1977 (37 tahun)


Suku bangsa

: WNI

Alamat

: Green Garden RT 011/RW 02, Rorotan, Cilincing, JAKUT

Agama

: Islam

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

Pemdidikan

: D3

Pekerjaan

: Wiraswasta

IBU

Nama lengkap

: Dwita Artiwi

Tanggal lahir (umur) : 6 Juli 1983 (32)


Suku bangsa

: WNI

Alamat

: Green Garden RT 011/RW 02, Rorotan, Cilincing, JAKUT

Agama

: Islam

Pemdidikan

: S1

Pekerjaan

: Karyawati

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama

: Demam naik turun

Keluhan tambahan

: Batuk berdahak, pilek

Riwayat Perjalanan penyakit

Keluhan demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit tgl 26 Juni 2015.
Pasien sudah dibawa berobat ke klinik tapi belum ada perubahan. Demam turun ketika diberi
obat penurun panas namun naik lagi. Keluhan demam disertai batuk berdahak dan pilek sejak 1
minggu. Pasien gelisah, menangis terus, dan nafsu makan berkurang. Tidak ada tanda-tanda
perdarahan. Tidak ada muntah. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
Perawatan antenatal : Di Dokter, > 4x pemeriksan
Penyakit kehamilan

:-

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

KELAHIRAN
Tempat kelahiran

: Rumah sakit

Penolong persalinan : SpOG


Cara persalinan

: SC

Masa gestasi

: Cukup bulan

Keadaan bayi

Berat badan lahir


Panjang badan lahir
Lingkar kepala
Menangis
Warna
Skor APGAR
Kelainan bawaan

: 3400 gram
: 49 cm
: lupa
: langsung
: kemerahann
: tidak tahu
:-

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor

Tengkurap
: 4 bulan
Duduk
: 4 bulan
Berdiri
: 8 bulan
Berjalan
: 10 bulan
Berbicara
: 11 bulan
Membaca dan menulis
:-

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : belum


Payudara
: belum
Menarke
: belum

Gangguan perkembangan mental/emosi : -

RIWAYAT IMUNISASI
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

VAKSIN

DASAR

ULANGAN

BCG

1x

DPT/DT

2x

Polio

3x

Campak

1x

Hepatitis B

2x

RIWAYAT MAKANAN
UMUR (bulan)
02
24
46
68
8 10
10 12

ASI/PASI
V
V
V
-

Buah/Biskuit
V
V
V

Bubur Susu
V
V
V

Nasi Tim
-

UMUR LEBIH DARI 1 TAHUN


JENIS MAKANAN

FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi / Pengganti

Sayur

Daging

Telur

1/ hari, 1 butir

Ikan

Tahu

Tempe

Susu

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

PENYAKIT

UMUR

PENYAKIT

UMUR

Diare

Morbili

Kejang

Parotitis

Otitis

Demam berdarah

Radang Paru

Demam tifoid

Tuberkulosis

Cacingan

Ginjal

Alergi

Jantung

Kecelakaan

Darah

Operasi

Difteri

Lain lain

RIWAYAT KELUARGA
Corak reproduksi
No.

Tanggal lahir
(umur)

Jenis kelamin

Hidup

Lahir mati

Abortus

Mati
(sebab)

1.

11 bulan

Perempuan

2.

4,5 tahun

Perempuan

3.
DATA KELUARGA

AYAH

IBU

32 tahun

27 tahun

Konsanguinitas

Keadaan kesehatan / penyakit

Perkawinan ke
Umur saat menikah

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA : RIWAYAT PENYAKIT PADA ANGGOTA KELUARGA LAIN / ORANG LAIN
SERUMAH : DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah

: Pribadi

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

Keadaan rumah

: Pasien beserta keluarga tinggal di rumah satu lantai, cahaya


matahari tidak sulit masuk ke dalam rumah

Keadaan lingkungan

: Rumah pasien terletak di suatu kompleks yang sanitasinya baik.

PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 26 Juni 2015
Jam

: 11. 30 WIB

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital
Frekuensi nadi

: 124x / menit, isi cukup, reguler

Tekanan darah

:-

Frekuensi napas

: 26x / menit

Suhu tubuh

: 38C

DATA ANTROPOMETRI
Berat badan

: 9,4 Kg

Tinggi badan

: 73 cm

Lingkar kepala

: 46 cm

Lingkar dada

:-

Lingkar lengan atas

:-

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

Bentuk dan Ukuran


Rambut dan kulit kepala
Mata

Telinga
Hidung
Bibir
Gigi geligi
Mulut
Lidah
Tonsil
Faring

: Normocephale
: Dalam batas normal
: Konjungtiva hiperemis +/+, perdarahan subkonjungtiva
-/-, SI -/-, CA-/-, palpebral bengkak
: Discharge -/: Epistaksis -, sekret : Sianosis - , anemis : Dalam batas normal
: Perdarahan gusi : Lidah kotor : T1-T1
: Hiperemis -

LEHER
Pembesaran KGB

:-

TORAKS

Dinding Toraks
o Inspeksi
o Palpasi

: Simetris kanan dan kiri, ikut pergerakan napas


: Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat

Paru
o Perkusi
o Auskultasi

: Sonor di kedua lapang paru


: Suara dasar vesikuler +/+ , wh -/-, rh -/-

Jantung
o Bunyi Jantung
o Bunyi tambahan
o Irama
o Frekuensi

: BJ I dan II normal
: BJ III dan IV - , murmur -, gallop : Reguler
: 100x / menit

ABDOMEN

: Datar, supel, nyeri tekan (-) epigastrium, BU (+) normal,


hepatomegali (-)

ANUS DAN REKTUM

: Dalam batas normal

GENITALIA

: Dalam batas normal

ANGGOTA GERAK
TULANG BELAKANG

: Akral hangat, Edema (-)


: Dalam batas normal

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

KULIT

: Ruam makulo popular (petekie) pada lengan dan kaki

RAMBUT

: Dalam batas normal

KELENJAR GETAH BENING

: Pembesaran KGB Servikal -/-

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS : Dalam batas normal


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah tepi

Laboratorium

26 Juni 2015

Lekosit

6,56

Eritrosit

4,72

Hemoglobin

12,3

Hematokrit

35

Trombosit

L 147

Air seni
Tinja
Lain- lain

:::-

RINGKASAN
Anamnesis

Keluhan demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak membaik
dengan obat penurun panas.
Gelisah, nafsu makan menurun
Batuk berdahak, pilek
Pemeriksaan Fisik
Makulopapulo rash (petekie) di lengan dan kaki kanan kiri

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

Tanda vital
o Frekuensi nadi
o Tekanan darah
o Frekuensi napas
o Suhu tubuh

: 100x / menit, isi cukup, reguler


:: 20x / menit
: 38C

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Trombosit

16 Mei 2015
L 147

DIAGNOSIS KERJA
Dengue Hemorrhagic Fever, Derajat II
ISPA
DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue
Chikungunya
Morbili
Demam tipoid
Leptospirosis
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cek laboratorium darah rutin (Hb, Ht, Trombosit) per 24 jam dan elektrolit
Uji serologi IgM dan IgG
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
o Rehidrasi cairan dengan Sering
100cc x 9,4 kg = 940cc
940 + 12% = 940 + 113 = 1053cc
1053 : 24 = 43,87 tetes / menit mikro drip
43,87 : 4 = 11 12 tetes / menit makro drip
o Antipiretik
: Inj. Paracetamol 3 x 150mg
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

o Dekongestan : Pseudoefedrin HCL sirup 3 x 0,8ml


o Bronkodilator : Procaterol sirup 2 x 2ml
o Antibiotik
: Inj. Cefotaxim 3 x 300 mg
Non medikamentosa
o Kompres hangat bila demam
o Asupan oral cairan dan elektrolit jus buah, susu, sirup, teh manis, oralit.

TINDAK LANJUT
Cukupkan cairan
Rawat inap hingga :
o Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
o Nafsu makan membaik, perbaikan secara klinis
o Hematokrit stabil, trombosit > 50.000 dan cenderung meningkat
o Tidak di jumpai distress pernapasan (efusi pleura dan asidosis)
Monitor tanda vital, trombosit dan hematokrit
Edukasi :
o Orangtua pasien agar rajin membersihkan atau menguras bak mandi atau menabur
abate kedalamnya
o Mencegah menampung cairan pada ember, vas bunga, barang bekas
o Bila ada tetangga yang juga terkena DBD lapor RT/RW untuk dilakukan foging
atau kerja bakti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

FOLLOW UP

TTV

Temp
HR
RR

PF

LAB

Eritrosit
Leukosit

27/6-15

28/6-15

29/6-15

Demam (+) batuk


pilek (+) BAB BAK
dbn

Demam (+) batuk (+)


BAK dbn BAB (-)

Demam (+) BAK (+)


Nafsu makan masih
belum baik

38C
120
24

38,5C
120
24

39,2C
124
26

Tampak sakit sedang


Petekie (+)
CA (+/+)

Tampak sakit sedang


Petekie (+)
CA (+/+)

Tampak sakit sedang


Petekie (+)

5,02
7,48

4,84
3,33 (L)

4,47
2,49 (L)

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

10

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

LAPORAN KASUS

Hb
Ht
Trombo

13
37
138 (L)

12,5
36,3 (L)
85 (L)

11,6 (L)
33,6 (L)
42 (L)

DHF hari ke 4
Bronkopneumonia

DHF hari ke 5
Bronkopneumonia

DHF hari ke 6
Bronkopneumonia

Parasetamol 3x150mg
Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Infus asering 12 tpm
Cefotaxim 3x300mg

Parasetamol 3x150mg
Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Infus asering 12 tpm
Cefotaxim 3x300mg

Parasetamol 3x150mg
Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Infus asering 14 tpm
Cefotaxim 3x300mg

30/6-15

1/7-15

2/7-15

Demam turun, batuk


berkurang, rewel,
BAK BAB dbn

Demam (-), batuk


masih ada sedikit,
dahak putih, kaki
bengkak, BAB BAK
dbn, sudah mau makan

Demam (-), batuk pilek


masih ada sedikit, kaki
maish bengkak sedikit,
BAB BAK dbn

O TTV Temp
HR
RR

37,5C
120
24

36,0C
110
24

36,0C
120
22

PF

Petekie di kaki +/+

Petekie (-)
Edema kaki +/+

Petekie (-)
Edema kaki +/+

LAB Eritrosit
Leukosit
Hb
Ht
Trombo

4,99
4,48 (L)
12,9
37,9
9 (L)

4,73
8,21
12,2
36,1 (L)
27 (L)

4,79
7,99
12,4
37,1
33 (L)

DHF hari ke 7
Bronkopneumonia

DHF hari ke 8
Bronkopneumonia

DHF hari ke 9
Bronkopneumonia

Parasetamol 3x150mg
Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Infus asering 14 tpm
Cefotaxim 3x300mg

Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Inf KAEN3A 10tpm
Cefotaxim 3x300mg
Furosemide 1x10mg

Pseudoefedrin 3x0,8ml
Procaterol 2x2ml
Inf KAEN3A 10tpm
Cefotaxim 3x300mg
Furosemide 1x10mg

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

11

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DHF (dengue haemorrhagic fever) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue shock syndrome)
adalah demam dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal.
Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan DD atau DBD. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus
lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile Virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survey epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes.
EPIDEMIOLOGI
DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah
endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga
15 per 100.000 penduduk (1995); dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama
A. aegepty dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat penrindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue, yaitu:
1). Vektor : perkembangan biakan vector dari satu tempat ke tempat lain; 2). Pejamu :

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

12

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan
jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
PATOGENESIS
Petogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti karena kesukaran
mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala
klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sewuential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama
kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan
sampai 5 tahun.
The Immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat
peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing-antibody.
Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu 1). Kelompok monoclonal reaktif yang tidak
mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan 2). Antibodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini
berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada
infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder
virus dengue oleh serotype dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat.
Dasar utama hipotesis ialah meningkatkan reaksi imunologis yang berlangsung sebagai berikut:
a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan
tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada
sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan
sel fagosit mononuclear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudia akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah
terinfeksi.
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati,
limpa, dan sumsum tulang. Mechanisme ini disebut mechanism eferen. Parameter
perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena
infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan system humoral
dan system komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi
permeabilitas kapiler dan mengaktivasi system koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam petogenesis DBD. Akibat rangsang monosit
yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon
(IFN dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotype berbeda dengan infeksi
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

13

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan megnhasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang
sel yang terinfeksi virus dengue da mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh
limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan
mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua pathogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotype
virus dengue mempunyai potensi pathogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat
serotype yang paling virulen.
PATOFISIOLOGI
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD
dan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia serta diathesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma
pada kasus DBD dengan menggunakan 131 iodine labelled human albumin sebagai indicator
membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut,
nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa
syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular (ruang interstisial dan
rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah
meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu
rongga peritomiun, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang
diberikan melalui infus dan terdapatnya edema.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan
memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang
mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan
drastic. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat
destruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara
cepat. Gambaran mikroskop electron biopsy kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan
kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka bakar akibat anoksia atau luka bakar.
Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat
keadaan trombositopenia.
Trombositopenia
Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.
Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya
tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia
adalah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa
penghancuran trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa, dan hati. Penyebab
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

14

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab
yaitu virus dengue, kompnen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada
DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun
dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.
Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang
teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X
dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products
(FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koasgulasi membuktikan adanya penurunan aktifitas
antitrombin III. Di samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktifitas faktor VII, faktor II
dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh
konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis
pada DBD dibuktikan dengan penurunan aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas
plasminogen.
Seluruh penelitian diatas membuktikan bahwa 1). DBD stadium akut telah terjadi proses
koagulasi dan fibrinolisis, 2). Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial
dapat terjadi juga pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok
dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan
DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok ireversible disertai
perdarahaan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian. 3).
Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan
trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih
kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh
faktor DIC, terutama pada kasus syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis
metabolik. 4). Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan
antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator,
C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara
kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa
pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil
penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen
disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau
ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilaktoksin C34 dan C5a yang
mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume
plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel,
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

15

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok dan perdarahan. Di samping itu komplemen juga merangsang monosit
untuk memproduksi sitokin sepeti TNF, IFN-, IL-1, IL-2.
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah 1).
Ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, 2). Adanya kompleks imun
yang bersirkulasi, baik pada DBD derajat ringan maupun berat, 3). Adanya korelasi antara kadar
kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.
MANIFESTASI KLINIS
Demam Dengue
Masa tunas bekisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak,
disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa
menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan, dan
timbul ruam. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada sakit hari
ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam
terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di
daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini
sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah
fotofobia, keringat bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal
membesar pada 67-77% kasus. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai.
Kelainan darah tepi yang dijumpai adalah leukopenia selama periode pra-demam dan
demam, neutrofilia relatif dan limfopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1
minggu. Komplikasi DD walaupun jarang dilaporkan meliputi orkhitis atau ovaritis, keratitis dan
retinitis.
Demam Berdarah Dengue
Ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit,
hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet
positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekie halus yang tersebar
di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang ditemukan, perdarahan lain seperti perdarahan subkonjungtiva kadangkadang ditemukan. Pada masa konvalesen seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan dan
kaki.
Sindrom Dengue Syok
Setelah demam berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum memburuk. Hal ini biasanya
terjadi pada hari ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi
imunologis. Manifestasi Syok pada anak terdiri atas:
a. Kulit pucat, dingin, lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, hidung sedangkan
kuku menjadi biru
b. Anak yang semula rewel, cengen, gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi
apatis, sopor, dan komas
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

16

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut
sampai tidak teraba ole karena kolaps sirkulasi
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang
e. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80mmHg atau kurang
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis
Pasien seringkali mengeluh nyeri perut sesaat sebelum syok. Nyeri di daerah retrosternal
tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarah gastrointestinal yang hebat.
Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
hipoksia, dan perdarahan gastrointestinal hebat. Sebaliknya, dengan pengobatan yang tepat,
pasien membaik dalam 2-3 hari. Selera makan yang baik merupakan petunjuk prognosis yang
baik.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah
trombosit <100.000/ul ditemukan antara sakit hari ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit
merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau dapat terjadi pula pada kasus derajat ringan
meskipun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan
adalah hiponatremia, hipoproteinemia, kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah
meningkat.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen
virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcripase Polymerase Chain Reaction),
namun karena teknik ini rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.
Tabel 1 Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
Diagnosis
DD

DBD derajat I

DBD derajat II

Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Nyeri otot
Nyeri sendi/tulang
Ruam kulit makulopapular
Manifestasi perdarahan
Tidak ada tanda perembesan
plasma
Demam dan manifestasi perdarahan
(uji bendung positif) dan tanda
perembesan plasma
Seperti
derajat
I
ditambah
perdarahan spontan

Laboratorium
-Leukopenia (Leukosit <4000 sel/
mm3)
-Trombositopenia
(trombosit
3
<100.000 sel/mm )
-Peningkatan Hematokrit (5%-10%)
-Tidak ditemukan bukti kebocoran
plasma

-Trombositopenia
(trombosit
3
<100.000 sel/mm ); peningkatan
hematokrit >20%
-Trombositopenia
(trombosit
3
<100.000 sel/mm ); peningkatan
hematokrit >20%

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

17

LAPORAN KASUS

DBD
(DSS)

derajat

DBD
(DSS)

derajat

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

III Seperti derajat I dan II ditambah


kegagalan sirkulasi (nadi lemah,
tekanan nadi <20mmHg, hipotensi,
gelisah, diuresis menurun)
IV Syok hebat dengan tekanan darah
dan nadi tidak terdeteksi

-Trombositopenia
(trombosit
3
<100.000 sel/mm ); peningkatan
hematokrit >20%
-Trombositopenia
(trombosit
3
<100.000 sel/mm ); peningkatan
hematokrit >20%

Diagnosis infeksi dengue:


Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus
dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti dengue atau IgG anti dengue
positif)
DIAGNOSA BANDING
Demam tifoid
Campak
Influenza
Chikungunya
Leptospirosis
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan
sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Demam Dengue
Pada fase demam dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat antipiretik atau kompres
hangat diberikan. Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau
asidosis. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oralm jus buah, sirop, susu, selain air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada
pasien DD, suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian,
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi selama 2 hari setelah demam turun. Hal ini karena
terkadang sulit membedakan DD dan DBD. Orangtua pasien perlu diedukasi bila anaknya nyeri
perut hebat, buang air besar kehitaman, ada perdarahan kulit atau mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai keringat dan kulit dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan.
Demam Berdarah Dengue
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini fase kritis, yaitu
saat suhu turun yang merupakan awal terjadinya kegagalan sirkulaso, dengan melakukan
observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis
umumnya terjadi pada hari sakit ke 3. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000 /ul terjadi
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

18

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum penurunan suhu. Peningkatan hematokrit >20%
mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan.
Pemberian cairan awal sebagai pengganti volume plasma dapat diberikan selama 1224jam. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit tipe
D, C dan ruang rawat sehari di rumah sakit B dan A.
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39C dengan dosis 1015mg/kgBB/kali. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, the manis, sirup, susu
serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6jam pertama. Setelah
dehidrasi teratasi, berikan cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya.
Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik harus diberikan antikonvulsan selama
masih demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan hematokrit berkala dilakukan untuk monitor hasil pengobatan.
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama.
Penggaantian volume plasma yang berlebihan dan terus menerus setelah perembesan
plasma berhenti akan mengakibatkan distres nafas sebagai akibat dari udem paru. Jenis cairan
yang dapat dipakai yaitu larutan kristaloid ringer laktat atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
laktat (D5/RL), ringer asetat atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat, NaCL 0,9% atau
dekstrosa 5% dalam larutan garam fisiologis, sedangkan larutan koloid yang dapat dipakai
adalah dekstran-40 dan plasma darah.
Sindrom Syok Dengue
Pengobatan awal cairan intravena dengan larutan kristaloid 20ml/kgBB dengan tetesan
secepatnya (diberikan bolus selama 30 menit). Apabila syok belum dapat teratasi dan/atau
keadaan klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, cairan diganti dengan koloid
10-20ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30ml/kgBB. Setelah terjadi perbaikan, segera
cairan ditukar kembali dengan kristaloid dengan tetesan 20ml/kgBB. Apabila setelah pemberian
cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih tetap sedangkan kadar hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar
hematokrit tetap >40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam), tetapi
apabila terjadi perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan
cairan dikurangi bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar hematokrit.
Cairan intravena dapat dihentikan setelah hematokrit turun sekitar 40%. Jumlah urin
12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

19

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi. Penurunan
hematokrit pada saat reabsorpsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi
disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorpsi.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka pemeriksaan
analisa gas darah dan kadar elektrolit perlu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memicu terjadinya DIC sehingga tatalaksana menjadi lebih kompleks. Pada
umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi pada
asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat DIC tidak akan terjadi
sehingga heparin tidak diperlukan.
Sedatif
Pada pasien yang gelisah dapat diberikan sedatif untuk menenangkan. Diusahakan jangan
memberikan obat yang bersifat hepatotoksik. Kloral hidrat diberikan per oral atau per rektal
dengan dosis 12,5-50mg/kg berat badan (tidak melebihi 1 gram). Keadaan gelisah sebagai akibat
dari keadaan perfusi jaringan yang kurang baik akan menghilang setelah pemberian cairan secara
adekuat.
Pemberian Oksigen
Terapi dengan 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Pemeriksaan hematologi seperti
waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, dan fibrinogen degradation products (FDP)
harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya DIC.
Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benarbenar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2ml/kgBB/jam, sedangkan
cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum cukup, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan
baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman
pemberian cairan selanjutnya.
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah nadi, tekanan darah,
respirasi, dan temperatur harus dicatat tiap 15-30menit atau lebih sering sampai syok teratasi,
kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6jam sampai keadaan klinis pasien stabil.
Kriteria Memulangkan Pasien
Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

20

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah
trombosit >50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernapasan
(disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
Bagan 1 Tatalaksana kasus tersangka DBD

Bagan 2 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II tanpa peningkatan Hematokrit

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

21

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

Bagan 3 Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi >20%

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

22

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

Bagan 4 Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

23

LAPORAN KASUS

NOVIA NATHANIA BEATRICE [406148100]

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. In : Tropik Infeksi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Keenam Jilid III. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
2. Soedarmo S., dkk, editor. Infeksi Virus Dengue. In: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: IDAI; 2012

Universitas Tarumanegara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 22 Juni 29 Agustus 2015

24

Você também pode gostar