Você está na página 1de 27

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme

Adrianus Aryatman Wiran

Penanganan Konservatif pada Pasien dengan Glioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran
PENDAHULUAN
Astrositoma merupakan tumor glioma yang paling banyak insidensinya. 1
Glioma adalah tumor primer otak yang paling banyak pada usia dewasa, berkisar
70% dari seluruh tumor otak ganas di susunan saraf pusat. 2 Glioma merupakan
tumor otak primer yang berasal dari sel-sel penyokong otak, yaitu sel astrosit dan
oligodendrosit.3 Istilah astrositoma pertama kali diperkenalkan pada abad ke 19
oleh Virchow4,13, dan gambaran histopatologi tumor ini diperkenalkan oleh Bailey
dan Cushing pada tahun 1926.4 Astrositoma mencakup tumor yang sangat
bervariasi tergantung lokasinya di SSP, berpotensi untuk tumbuh menjadi invasif,
progresif dan menyebabkan timbulnya berbagai gejala klinik. Yang dimaksud
dengan high grade astrositoma, adalah astrositoma anaplastik (WHO grade III)
dan glioblastoma multiforme (WHO grade IV).5 High grade astrositoma
mempunyai prognosis yang paling buruk dibandingkan tumor glioma lainnya
karena sifatnya yang invasif dan rekurensinya yang tinggi. 5 Angka median
harapan hidup glioblastoma multiforme (GBM) dari sejak terdiagnosis, adalah 1215 bulan.6,7,20
Angka kejadian glioblastoma adalah kurang lebih 50-70% dari seluruh
glioma.2,10,14,20 Insidens tahunan adalah 2-5 per 100000 penduduk.13,20 Insidens
glioblastoma nampaknya dua kali lebih sering terjadi pada penduduk Eropa
dibandingkan penduduk Afrika Amerika atau Asia.8 Walaupun glioblastoma
timbul lebih sering pada usia dewasa (median umur 64 tahun), namun dapat
terjadi pada berbagai usia, namun jarang terjadi pada anak-anak.. 8,14 Tumor ini
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita dengan perbandingan 3:2.
Berdasarkan data dari American Cancer Society, diperkirakan terdapat
17000 kasus baru tumor otak maligna primer yang terdiagnosis pada tahun 2002
di Amerika Serikat (9600 penderita laki-laki dan 7400 penderita perempuan). Data
ini mewakili 1.3% dari semua jenis kanker yang terdiagnosis pada tahun 2002,
namun diperkirakan terdapat 13000 kematian di tahun 2002 terkait dengan tumor
1

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

otak maligna primer, kurang lebih 2% dari kematian yang terkait kanker di
Amerika Serikat.9
Tingkat insiden tumor otak maligna primer adalah 6,4 kasus per 100000
penduduk per tahun. Tumor ini lebih sering menyerang laki-laki daripada
perempuan. Tingkat insiden tumor ini lebih tinggi di negara maju (laki-laki 5,9 per
100000 penduduk per tahun; perempuan 4,1 per 100000 penduduk per tahun)
dibandingkan di negara berkembang (laki-laki 2,8 per 100000 penduduk per
tahun; perempuan 2,0 per 100000 penduduk per tahun). Tingkat prevalensi tumor
otak maligna primer adalah 29,5 per 100000 penduduk per tahun. Diperkirakan
bahwa lebih dari 81000 penduduk di Amerika Serikat hidup dengan diagnosis
tumor otak maligna primer.9
Prognosis yang lebih baik berkaitan dengan usia muda, eksisi total, status
mental yang baik dan defisit neurologis minimal. Penatalaksanaan untuk high
grade astrositoma meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi.9 Namun
walaupun dengan penanganan yang agresif, sampai saat ini prognosis terapi kasus
glioblastoma multiforme masih belum memuaskan.
Berikut ini akan dibahas suatu laporan kasus dengan diagnosis kerja
glioblastoma multiforme dengan fokus pada penanganan konservatif.

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

ILUSTRASI KASUS
Laporan Kasus
Identitas dan Anamnesis (alloanamnesis)
Ny. LP, perempuan usia 45 tahun, pendidikan tamat SLTA, pekerjaan ibu
rumah tangga, agama Protestan, tinggal di Manembo-nembo Atas, Bitung, masuk
rumah sakit tanggal 3 Juli 2013 jam 17.44 WITA dengan keluhan utama nyeri
kepala.
Nyeri kepala dirasakan penderita sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit, di bagian dahi kiri depan yang menjalar ke daerah kepala belakang sebelah
kiri, dengan rasa seperti tertusuk-tusuk, di mana kadang-kadang nyeri kepala ini
terasa juga di kepala belakang sebelah kanan. Nyeri kepala ini kadang membaik
kadang memburuk tidak menentu, dirasakan semakin hari semakin memberat dan
semakin sering. Nyeri kepala terasa memberat terutama saat subuh, di mana
pasien sering terbangun dengan rasa nyeri kepala yang menusuk. Nyeri kepala
juga dirasakan bertambah berat bila pasien mengedan atau batuk dan bersin,
mengangkat beban berat. Nyeri kepala berkurang bila minum obat namun tidak
menghilang.
Pasien 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pernah berobat ke IGD RS
Bitung, namun saat itu hanya dikasih obat penghilang nyeri, namun setelah itu
muntah 2x, muntah didahului oleh rasa mual dan tidak menyembur, berisi cairan
dan sisa makanan, tidak ada darah. Pasien berobat ke poli saraf RS Bitung 1
minggu setelahnya, dan diberikan resep obat nyeri kepala dan obat mual. Namun
karena nyeri kepala masih ada, 1 minggu kemudian pasien kembali berobat ke
poli saraf RS Bitung dan oleh dokter saraf diberikan pengantar untuk dilakukan
Brain CT-scan. Sebelumnya pasien tidak pernah mengeluhkan adanya nyeri
kepala. Nyeri kepala baru dialami sejak 1 bulan terakhir.
Pasien tidak ada kejang, namun selama sakit keluarga pasien sempat
mengeluhkan adanya gejala suka lupa-lupa akan hal2 yang baru saja dibicarakan,
dan terjadi hampir setiap hari, satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan penciuman, namun sejak
menderita nyeri kepala, pasien mengeluhkan adanya gangguan penglihatan di
3

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

mana terjadi penglihatan kabur sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,
terutama di mata sebelah kiri.
Kelemahan anggota gerak kanan yang disertai oleh rasa kram-kram
dialami pasien sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, di mana terjadi secara
perlahan-lahan, terjadi terutama di bagian telapak tangan dan telapak kaki dan
tidak menjalar ke bagian lain. Bicara pelo dikeluhkan sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Tidak terdapat benjolan pada kepala, tidak ada riwayat trauma kepala,
DM, hipertensi, kolesterol, asam urat, jantung, ginjal, tidak ada riwayat alergi
obat.
Riwayat KB spiral sejak 17 tahun yang lalu, tidak pernah kontrol ke dokter
kandungan, namun sampai saat ini tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien pernah
menggunakan KB suntik setiap bulan namun sudah dihentikan.
Riwayat benjolan di payudara, keputihan, perdarahan vagina terutama saat
berhubungan intim disangkal. Riwayat tumor di dalam keluarga disangkal.
Pasien mempunyai kebiasaan berbicara lama (> 1 jam per hari) dengan
menggunakan telepon genggam sejak 10 tahun silam
Pasien sudah menikah dengan 1 suami, adalah ibu dari 2 anak, melahirkan
secara normal, dan tidak pernah mengalami keguguran.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 64x /menit, reguler,
isi cukup, frekuensi napas 20x /menit, reguler, dan suhu badan 36,3 C, saturasi
oksigen 97%. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Kulit berwarna
sawo matang. Genitalia tidak diperiksa.
Pada pemeriksaan neurologis, GCS: E4M6V5 = 15, pupil bulat isokor
dengan diameter kanan dan kiri 3 milimeter, pupil kanan dan kiri reaktif terhadap
reaksi cahaya langsung maupun tidak langsung. Gambaran fundus mata kanan dan
kiri didapatkan papil batas kabur, warna jingga pucat, cupping menghilang, arteri :
vena = 1 : 3, kesan terdapat papiloedema. TRM: KK tidak ditemukan, Laseque &
Kernig tidak ditemukan pada kedua sisi, Brudzinsky I dan II tidak ditemukan. Nn.
Craniales: adanya hiposmia pada lubang hidung kiri, visus OD 3/60, visus OS
2/60, lapang pandang kedua mata tidak terganggu, adanya slight paresis nervus 7
4

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

sentral dextra, slight paresis nervus 12 sentral dextra. Status motorik: kekuatan
otot menurun menjadi 4/4/5-/5- di bagian kanan ekstremitas. Tidak terdapat
penurunan tonus otot di keempat anggota gerak. Refleks fisiologis keempat
anggota gerak dalam batas normal. Refleks patologis: Hoffman-Trommer tidak
ditemukan di kedua sisi; Babinski group tidak ditemukan di kedua sisi. Status
sensorik: normoestesi. Status otonom: dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tertanggal 3 Juli 2013
didapatkan: lekosit 7900 /mm3, eritrosit 4,45 juta/mm3, Hb 14,1 g/dL, Ht 39,6%,
trombosit 287.000 /mm3, glukosa darah sewaktu 101 mg/dl, ureum 21, creatinin
0,6, natrium 141 mEq/L, K 3,6 mEq/L, klorida 101 mEq/L.
Pada pemeriksaan penunjang rekam jantung tertanggal 3 Juli 2013
didapatkan: gambaran EKG normal. Pemeriksaan rontgen dada tertanggal 3 Juli
2013 didapatkan: Cor & Pulmo dalam batas normal.
Pada penderita ini ditegakkan diagnosis kerja SOL intrakranial.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, pasang jalur intravena dengan
NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam, dexametason 2
ampul iv, 6 jam kemudian lanjut 4x1 ampul iv, ranitidin 2x1 ampul iv, kapsul
campur (paracetamol 300 mg, ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam
1 mg) 3x1 kapsul, ketorolac 1 ampul iv jika nyeri hebat. Direncanakan untuk
pemeriksaan brain CT-scan + kontras, direncanakan untuk konsul kepada bagian
rehabilitasi medik.
Follow up:
Pada perawatan hari ke-2 (5 Juli 2013), didapatkan keluhan bicara masih
pelo, kepala nyeri, kelemahan anggota gerak kanan.
Hasil pemeriksaan VCT adalah negatif. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium tertanggal 5 Juli 2013 didapatkan: lekosit 13800 /mm 3, eritrosit 4,50
juta/mm3, Hb 12,8 g/dL, Ht 40,3%, trombosit 260.000 /mm 3, glukosa darah puasa
115 mg/dL, glukosa darah 2 jam post prandial 143 mg/dL, ureum 26 mg/dL,
creatinin 0,8 mg/dL, natrium 141 mEq/L, K 3,33 mEq/L, klorida 103,4 mEq/L.
Pada penderita diagnosis kerja adalah SOL intrakranial.

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, terpasang jalur intravena dengan


NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam, dexametason
4x1 amp iv, ranitidin 2x1 ampul iv, kapsul campur (paracetamol 300 mg,
ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam 1 mg) 3x1 kapsul, ketorolac 1
ampul iv jika nyeri hebat. Direncanakan untuk pemeriksaan Brain CT-scan +
kontras, konsul kepada bagian rehabilitasi medik.
Pada perawatan hari ke-5 (8 Juli 2013), didapatkan keluhan berkurangnya
nyeri kepala, sudah tidak bicara pelo lagi. Hasil MMSE 24. Jawaban dari konsul
rehabilitasi medik tertanggal 8 Juli 2013 adalah adanya hemiparesis dextra,
gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari, SOL intrakranial, dan dianjurkan untuk
breathing exercise, latihan lingkup gerak sendi, latihan peningkatan kekuatan otot.
Pada penderita diagnosis kerja adalah SOL intrakranial.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, terpasang jalur intravena dengan
NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam, dexametason
3x1 amp iv, ranitidin 2x1 ampul iv, kapsul campur (paracetamol 300 mg,
ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam 1mg) 3x1 kapsul, ketorolac 1
ampul iv jika nyeri hebat. Direncanakan untuk pemeriksaan Brain CT-scan +
kontras.
Pada perawatan hari ke-6 (9 Juli 2013), didapatkan keluhan kelemahan
anggota gerak kanan masih ada. Dilakukan pemeriksaan brain CT-scan dengan
kontras dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Gambar 1. Brain CT-scan + kontras potongan aksial


Brain CT-scan + kontras pada tanggal 9 Juli 2013 mengesankan gambaran
tumor kistik kompleks (suspek glioblastoma multiforme) dengan perdarahan dan
perifocal edema meliputi daerah fronto-temporo-parietalis sinistra, disertai
herniasi subfalcine ke kanan.
Hasil-hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, Brain CT-scan + kontras ini
kemudian dikonsulkan kepada divisi neuroonkologi, dan setelah diadakan diskusi
dengan divisi neuroonkologi, didapatkan kesan bahwa penderita ini menderita
glioblastoma multiforme. Penderita ini kemudian ditegakkan diagnosis kerja
suspek glioblastoma multiforme.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, terpasang jalur intravena dengan
NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam, dexametason
2x1 amp iv, ranitidin 2x1 ampul iv, kapsul campur (paracetamol 300 mg,
ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam 1 mg) 3x1 kapsul, ketorolac 1
ampul iv jika nyeri hebat. Direncanakan untuk konsul kepada bagian bedah saraf.
Pada perawatan hari ke-12 (15 Juli 2013), tidak ada keluhan.
Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, GCS: E4M6V5 = 15.
Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 76x /menit, reguler, isi cukup,
frekuensi napas 20x /menit, reguler, dan suhu badan 36,0 C. Pada pemeriksaan
status neurologis ditemukan, gambaran fundus mata kanan dan kiri didapatkan
7

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

papil batas kabur, warna jingga pucat, cupping menghilang, arteri : vena = 1 : 3,
kesan terdapat papiloedema. Nn. Craniales: adanya hiposmia pada lubang hidung
kiri, visus OD 4/60, visus OS 3/60, lapang pandang kedua mata tidak terganggu,
adanya slight paresis nervus 7 sentral dextra, slight paresis nervus 12 sentral
dextra. Status motorik: kekuatan otot menjadi 5-/5-/5-/5- di bagian kanan
ekstremitas. Tidak terdapat penurunan tonus otot di keempat anggota gerak.
Refleks fisiologis keempat anggota gerak dalam batas normal. Refleks patologis:
Hoffman-Trommer tidak ditemukan di kedua sisi; Babinski group tidak ditemukan
di kedua sisi. Status sensorik: normoestesi. Status otonom: dalam batas normal.
Jawaban dari bagian bedah saraf adalah brain MRI dengan kontras. Pada
penderita ditegakkan diagnosis kerja adalah suspek glioblastoma multiforme.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, aff infus, mobilisasi kanan-kiri
setiap 2 jam, dexametason 0,5 mg 3x2 tab, ranitidin 2x1 tablet, kapsul campur
(paracetamol 300 mg, ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam 1 mg)
3x1 kapsul dan karena menolak operasi, maka pasien dianjurkan untuk berobat
jalan.
Setelah berobat jalan, penderita tidak kontrol ke poliklinik saraf, sehingga
8 hari setelah lepas rawat, penderita masuk rumah sakit ulang (23 Juli 2013),
dengan keluhan utama penurunan kesadaran, di mana 6 jam sebelumnya penderita
mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri yang hebat, terasa seperti menusuk-nusuk,
dan penderita mengantuk secara perlahan-lahan. Penderita mengalami muntahmuntah sejak 2 jam SMRS, di mana terjadi muntah-muntah menyembur dengan
frekuensi lebih dari 5 kali, dengan isi muntah berupa cairan dan sisa-sisa
makanan, muntah tidak didahului oleh rasa mual.
Keadaan umum berat, kesadaran sopor, GCS: E3M5V2 = 10. Tekanan darah
120/80 mmHg, frekuensi nadi 84x /menit, reguler, isi cukup, frekuensi napas
20x /menit, reguler, dan suhu badan 37,0 C. Pada pemeriksaan status neurologis
ditemukan, pupil bulat anisokor dengan diameter pupil kanan 4 mm, diameter
pupil kiri 2 mm, terdapat reaksi cahaya langsung dan tidak langsung. Gambaran
fundus mata kanan dan kiri didapatkan papil batas kabur, warna jingga pucat,
cupping menghilang, arteri : vena = 1 : 3, kesan terdapat papiloedema. Nn.
8

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Craniales: kesan adanya slight paresis nervus 7 sentral dextra. Status motorik:
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah tidak dievaluasi. Tidak terdapat
penurunan tonus otot di keempat anggota gerak. Refleks fisiologis keempat
anggota gerak dalam batas normal. Refleks patologis: Hoffman-Trommer tidak
ditemukan di kedua sisi; Babinski group tidak ditemukan di kedua sisi. Status
sensorik: tidak dievaluasi. Status otonom: BAK via kateter.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tertanggal 23 Juli 2013
didapatkan: lekosit 9900 /mm3, eritrosit 4,23 juta/mm3, Hb 13,0 g/dL, Ht 38,0%,
trombosit 277.000 /mm3, natrium 140 mEq/L, K 3,8 mEq/L, klorida 110 mEq/L.
Pada penderita diagnosis kerja adalah suspek glioblastoma multiforme.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, mobilisasi kanan-kiri setiap 2
jam, pasang oksigen 4 liter per menit via kanul nasal, pasang infus NaCl 0,9%
500cc per 12 jam, pasang NGT & kateter dengan persetujuan keluarga, ranitidin
2x1 ampul iv, ondansetron 2x1 ampul iv, dexametason 2 ampul iv, 6 jam
kemudian lanjut 4x1 ampul iv, paracetamol 3x500 mg tablet via NGT, ibuprofen
2x400 mg tablet via NGT, ketorolac 3x1 ampul iv bila nyeri kepala hebat.
Penderita juga dikonsulkan cito kepada bagian bedah saraf, dan hasil konsul
tersebut disarankan agar dilakukan Brain MRI + kontras. Penderita juga
direncanakan untuk dikonsulkan kepada bagian Neuro-oftalmologi.
Pada perawatan hari ke-2 (25 Juli 2013), penderita sudah sadar, mengeluh
nyeri kepala, kelemahan anggota gerak kanan.
Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, GCS: E4M6V5 = 15.
Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 68x /menit, reguler, isi cukup,
frekuensi napas 22x /menit, reguler, dan suhu badan 36,5 C, saturasi oksigen
98%. Pada pemeriksaan status neurologis ditemukan Nn. Craniales: adanya
hiposmia pada lubang hidung kiri, visus OD 3/60, visus OS 2/60, lapang pandang
kedua mata tidak terganggu, adanya slight paresis nervus 7 sentral dextra, slight
paresis nervus 12 sentral dextra. Status motorik: kekuatan otot menurun menjadi
4/4/5-/5- di bagian kanan ekstremitas. Tidak terdapat penurunan tonus otot di
keempat anggota gerak. Refleks fisiologis keempat anggota gerak dalam batas
normal. Refleks patologis: Hoffman-Trommer tidak ditemukan di kedua sisi;

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Babinski group tidak ditemukan di kedua sisi. Status sensorik: normoestesi. Status
otonom: dalam batas normal.
Pada perawatan hari ke-3 (26 Juli 2013), penderita tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tertanggal 26 Juli 2013
didapatkan: ureum 48 mg/dL, creatinin 0,7 mg/dL, asam urat 3,2 mg/dL, glukosa
darah sewaktu 101 mg/dL, kolesterol total 189 mg/dL, HDL 44 mg/dL, LDL 170
mg/dL, trigliserida 173 mg/dL, protein total 5,7 g/dL, albumin 3,5 g/dL, globulin
2,2 g/dL, SGOT 16, SGPT 30.
Pada penderita diagnosis kerja adalah suspek glioblastoma multiforme.
Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, terpasang jalur intravena dengan
NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam, dexametason
4x1 amp iv, ranitidin 2x1 ampul iv, kapsul campur (paracetamol 300 mg,
ibuprofen 200 mg, amitriptiline 6,25 mg, diazepam 1 mg) 3x1 kapsul, ketorolac 1
ampul iv jika nyeri hebat. Direncanakan untuk pemeriksaan Brain MRI-scan +
kontras, konsul kepada bagian rehabilitasi medik, dan didapatkan jawaban adanya
hemiparesis dextra, gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari, SOL intrakranial,
dan dianjurkan untuk breathing exercise, latihan lingkup gerak sendi, latihan
peningkatan kekuatan otot.
Pada perawatan hari ke-13 (5 Agustus 2013), penderita tidak ada keluhan.
Hasil MMSE adalah 25. Penderita ditegakkan diagnosis kerja suspek glioblastoma
multiforme. Penatalaksanaan adalah dengan bed rest, aff infus, mobilisasi kanankiri setiap 2 jam, dexametason 3x2 tab, ibuprofen 2x400 mg, ranitidin 2x1 tablet,
penderita dianjurkan untuk berobat jalan.

Resume Kasus
Seorang perempuan usia 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
utama nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan penderita sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit, di bagian dahi kiri depan yang menjalar ke daerah kepala
belakang sebelah kiri, dengan rasa seperti tertusuk-tusuk, di mana kadang-kadang
nyeri kepala ini terasa juga di kepala belakang sebelah kanan. Nyeri kepala ini
kadang membaik kadang memburuk tidak menentu, dirasakan semakin hari
10

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

semakin memberat dan semakin sering. Nyeri kepala terasa memberat terutama
saat subuh, di mana pasien sering terbangun dengan rasa nyeri kepala yang
menusuk. Nyeri kepala juga dirasakan bertambah berat bila pasien mengedan atau
batuk dan bersin, mengangkat beban berat. Nyeri kepala berkurang bila minum
obat namun tidak menghilang.
Kelemahan anggota gerak kanan yang disertai oleh rasa kram-kram
dialami pasien sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, di mana terjadi secara
perlahan-lahan, terjadi terutama di bagian telapak tangan dan telapak kaki dan
tidak menjalar ke bagian lain. Bicara pelo dikeluhkan sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Pasien sempat mengeluhkan adanya gejala suka lupa-lupa akan hal-hal
yang baru saja dibicarakan, dan terjadi hampir setiap hari, satu bulan sebelum
masuk rumah sakit, pasien juga tidak mengeluhkan adanya gangguan penciuman,
namun sejak menderita nyeri kepala, ia mengeluhkan adanya gangguan
penglihatan di mana terjadi penglihatan kabur sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit, terutama di mata sebelah kiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tanda vital
lain dalam batas normal, gambaran fundus mata kanan dan kiri didapatkan papil
batas kabur, warna jingga pucat, cupping menghilang, arteri : vena = 1 : 3, kesan
terdapat papiloedema, adanya hiposmia pada lubang hidung kiri, visus OD 3/60,
visus OS 2/60, lapang pandang kedua mata tidak terganggu, slight paresis nervus
7 sentral dextra, slight paresis nervus 12 sentral dextra, status motorik terdapat
hemiparesis dextra. Refleks patologis: Hoffman-Trommer tidak ditemukan di
kedua sisi; Babinski group tidak ditemukan di kedua sisi. Status sensorik:
normoestesi dan status otonom dalam batas normal. Hasil pemeriksaan MMSE
adalah 24.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan adanya abnormalitas
hasil laboratorium. Hasil Brain CT-scan + kontras didapatkan kesan gambaran
tumor kistik kompleks (suspek glioblastoma multiforme) dengan perdarahan dan
perifocal edema meliputi daerah fronto-temporo-parietalis sinistra, disertai
herniasi subfalcine ke kanan.

11

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Tatalaksana saat MRS adalah dengan bed rest, pasang jalur intravena
dengan NaCl 0,9% 500cc per 12 jam, mobilisasi kanan-kiri setiap 2 jam,
dexametason 2 ampul iv, 6 jam kemudian lanjut 4x1 ampul iv, ranitidin 2x1 ampul
iv, kapsul campur (paracetamol 300, ibuprofen 200, amitriptiline 6,25, diazepam
1) 3x1 kapsul, ketorolac 1 ampul iv jika nyeri hebat
Selama dalam perawatan, pasien mengalami perbaikan klinis walaupun
tidak menjalani operasi.

Pada penderita ini ditegakkan diagnosis:


Klinis

: cephalgia kronik, hemiparesis dekstra, defisit


kognitif, papil oedem ODS, visus 3/60 OD, 2/60
OS, hiposmia

Topis

: daerah fronto-temporo-parietalis sinistra

Etiologis

: suspek glioblastome multiforme

Patologis

: sel-sel astrosit

Tambahan

: -

Prognosis:
Ad vitam

: malam

Ad fungsionam

: malam

Ad sanationam

: malam

12

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

DISKUSI / PEMBAHASAN
Astrositoma adalah tumor yang berasal dari astrosit, jaringan penunjang di
susunan saraf pusat.11 Menurut WHO, astrositoma diklasifikasikan menjadi grade
I sampai dengan grade IV (glioblastoma multiforme = GBM) berdasarkan
gambaran patologinya.11,23
Grade
I

II

III

IV

Astrositoma

Karakteristik

Pilocytic

Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan sekitarnya. Tumor ini

astrocytoma,

biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Memiliki prognosis yang

pleomorphic

paling baik

xanthoastrocytom

Histologi: sel-sel piloid, serat-serat rosenthal, badan granular eosinofilik,

a, subependymal

selularitas rendah. Reseksi merupakan terapi utama

giant

cell

astrocytoma

dan

subependymoma
Low-grade

Tumbuh lambat, namun dapat tumbuh menyebar ke jaringan sekitarnya.

(Fibrillary)

Lesi biasanya menginfiltrasi dan mempunyai aktivitas mitotik yang rendah

astrocytoma,

namun sering kambuh. Bila dilakukan radiasi atau kemoterapi, harapan

mixed

hidup per 5 tahunnya 70%, bila tanpa keduanya 34%

oligoastrocytoma
Anaplastic

Histologi: inti atipik, selularitas meningkat


Lesi dengan bukti histologis adanya malignansi, umumnya mempunyai

astrocytoma

aktivitas mitotik tinggi, sangat jelas mengekspresikan kemampuan

Glioblastoma

infiltratif dan anaplasia. Histologi: inti atipik dan mitosis


Lesi dengan aktivitas mitotik sangat tinggi dengan proliferasi vaskuler,

multiforme

cenderung nekrosis dan umumnya berhubungan dengan pertumbuhan

(GBM)

tumor yang cepat. Merupakan tumor primer otak yang paling ganas.
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang
normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70
tahun. Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan
prognosis yang sangat buruk.
Histologi: hiperseluler, bentuk sel dan inti sel bermacam-macam,
proliferasi endotel, gambaran mitosis dan sering disertai dengan nekrosis

Tabel 1. Klasifikasi astrositoma11,23

13

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Gambar 2. Panel A memperlihatkan gambaran histologis dari glioblastoma,


dengan ciri khas pleomorfisme inti, selularitas padat, nekrosis pseudopalisading
(bintang). Panel B memperlihatkan proliferasi endotelial (bintang) dan gambaran
mitotik (panah)20
Glioblastoma Multiforme (GBM) adalah tumor otak yang berkembang
dari astrosit. Tumor ini adalah tumor primer susunan saraf pusat yang paling
ganas dan juga paling sering terjadi pada orang dewasa10,13,25, yaitu sekitar 33
45% dari seluruh tumor otak primer, lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita (3:2), dan biasanya timbul pada penderita berusia lebih dari 50 tahun,
dengan insiden puncak pada usia 65-74 tahun. Faktor geografis berperan pada
gliomagenesis, karena sepertinya GBM lebih jarang terjadi pada beberapa daerah
seperti Jepang. Insidens GBM lebih tinggi pada ras kaukasian di Amerika Utara
dibandingkan etnis lain, mengesankan latar belakang etnis juga berperan
penting.9,12,20
Pada sebagian besar penderita GBM tidak dapat diketahui faktor risikonya.
GBM dapat terjadi berhubungan dengan kelainan genetis spesifik, seperti
sindroma Li-Fraumeni atau neurofibromatosis atau sebagai bagian agregasi
familial nonspesifik, tapi hanya pada sebagian kecil pasien. Beberapa pajanan
lingkungan terkait dengan GBM namun belum dapat dipastikan, seperti nitrat,
pestisida, karet sintetis, petrokimia, polyvinyl klorida dan formaldehida. Radiasi
ionisasi dapat juga menyebabkan terjadinya perkembangan GBM, namun hanya
terjadinya pada sebagian kecil pasien. Sampai saat ini pajanan gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan dari sumber listrik atau ponsel belum dapat
dipastikan sebagai faktor risiko terjadinya GBM.9,12,20
14

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Patobiologi bagi terjadinya suatu neoplasma otak didasarkan pada


abnormalitas yang ditemukan pada biologi sel dan molekulnya. Sel manusia
secara umum terdiri dari 2 bagian utama yakni inti dan sitoplasma. Inti sel adalah
tempat sintesis DNA dan RNA dan terdiri dari materi genetik manusia yang terdiri
dari 23 pasang kromosom. Inti sel dipisahkan oleh dinding sel dari sitoplasma
yang sebagian besar berisi protein yang disebut cytoskeleton. Cytoskeleton ini
memisahkan sitoplasma ke dalam beberapa kompartement antara lain ribosom,
apparatus Golgi, mitokondria, lisosom dan peroksisom. Membran sel adalah
dinding yang membungkus sitoplasma. Sel-sel yang baru dibentuk dari divisi sel.
Divisi sel ini berhubungan sangat erat dengan siklus sel. Siklus sel manusia dibagi
dalam 4 fase besar yakni G1, S, G2 dan M. Sel-sel mulai mempersiapkan proses
sel divisi dengan cara mempersiapkan duplikat sel pada fase G1. Pada fase ini,
nukleotida dan komponen lain yang diperlukan untuk membentuk sel
dipersiapkan. Duplikasi DNA dilakukan pada fase S. Proses pemindahan dari G1
ke S diatur oleh G1 checkpoint yang dikontrol oleh cyclin dan cyclin-associated
proteins. Pada fase S, sel mereplikasi DNA dan berpindah ke fase G2. Disini
terjadi sintesis divisi fisik bagi sel. Setelah itu, terjadi perpindahan ke fase M
(mitosis) yang terdiri dari 4 fase yakni profase, metafase, anafase dan telofase.
Selama mitosis ini, terjadi replikasi kromoson menurut formasi normalnya.
Kehidupan normal ini merupakan suatu proses yang teratur. Patobiologi terjadinya
suatu tumor dapat timbul diantara proses-proses diatas. Misalnya adanya produksi
sel yang salah, secara normal akan ditahan pada fase G1 untuk kemudian akan
mengalami kematian sel. Pada pertumbuhan tumor, sel-sel dengan duplikasi yang
salah akan tetap berpindah ke fase S, karena berkurangnya molekul yang
memerintah G115.
Patobiologi suatu tumorigenesis selanjutnya dapat dilihat dari aspek
biologi molekuler. Dogma utama yang selama ini dianut dalam biologi molekular
adalah bahwa informasi di-encoded dalam DNA, di-transkripsi ke RNA dan ditranlasi ke dalam protein. Protein inilah yang akan berperan penting dalam
keseluruhan aktivitas molekuler. Protein dan RNA akan meregulasi informasi dari
DNA dan melengkapinya secara kontinu dan mengalir. Titik awal bagi suatu aliran
informasi berada di dalam DNA yang merupakan material gen dan kromosom
15

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

yang dapat diwariskan. DNA menyimpan dan melakukan encode informasi yang
diperlukan untuk memproduksi protein. DNA terdiri dari nukleotida yang terbagi
atas 4 kelompok utama yakni adenine (A), guanine (G), sitosin (C) dan thymin
(T). Gen-gen dalam DNA ini merupakan cetak biru bagi produksi RNA dan
protein. Informasi berpindah dari DNA ke RNA melalui proses transkripsi yang
merupakan proses menyalin informasi gen dari DNA. Selanjutnya akan terjadi
perpindahan informasi dari RNA ke protein melalui proses translasi. Translasi
adalah proses produksi protein dari asam amino dengan menggunakan messenger
RNA (mRNA) sebagai template dan transfer RNA (tRNA) sebagai donor asam
amino. Proses translasi ini mengikuti kode genetik yang tersusun sebelumnya
dimana pengaturan spesifik pada 3 nukleotida di mRNA akan ditranslasi kedalam
asam amino tertentu pada protein yang sedang disintesis. Protein-protein ini
kemudian bisa terletak ekstraseluler, intraseluler atau transmembran. Protein RB
merupakan protein utama yang berperan dalam siklus sel diatas. Pada tahap
hipofosforilasi, protein RB ini akan terikat pada faktor transkripsi famili E2F dan
mencegah terjadinya aktivasi menuju fase S, sehingga sel tertahan pada fase G1.
Protein siklus sel memerlukan cyclin dan cyclin-depenting kinase/CDK (misalnya
CDK4 dan CDK6). Pengaturan selanjutnya disediakan oleh inhibitor CDK
misalnya CDK inhibitor A2 (CDKN2A, disebut juga p16) yang memblok
fosforilasi RB protein oleh kompleks CDK-cyclin. Begitu juga dengan transisi
dari fase G2 ke fase M diatur oleh kompleks cyclin B-CDC2. Pengeluaran dari
mitosis melibatkan degradasi cyclin B yang dimediasi oleh ubiquitin dan
inaktivasi CDC2. Proses inhibisi CDC2 ini separuhnya dimediasi oleh tumor
supresor p53. Neoplasma pada manusia tampak pada adanya disregulasi diatas.
Pada tumor-tumor yang berasal dari sel-sel glial, sebagian besar abnormalitas
terletak pada jalur p53 dan abnormalitas pada RB protein, termasuk didalamnya
adanya produksi berlebihan dari CDK4 atau CDK6 oleh amplifikasi gen, inhibisi
p16 yang terganggu maupun mutasi pada p5315.

16

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Gambar 3. Bagan singkat proses molekuler perkembangan Glioblastoma20


Terdapat beberapa perbedaan simptomatologi antara glioma derajat rendah
dan glioma derajat tinggi, yaitu sebagai berikut:14
PROPORSI SIMTOMATOLOGI GLIOMA
Gambaran klinis
Glioma derajat
rendah (%)
Nyeri kepala (tanda TTIK)
5-53
Hemiparesis
20-26
Kejang
78-89
Defisit kognitif
11-39
Defisit bicara/disfasia
*
Gangguan penglihatan
*
Ataksia
*
Disfungsi nervus kranialis
*
Dizziness
*
Penurunan kesadaran
*
Defisit neurologik fokal
31
Transient events
5
*prevalensi tidak diketahui
Sumber: Clinical practice guidelines (2009)14

Glioblastoma
multiforme (%)
19-34
14-41
17-31
15-22
6-32
3-15
9
9
9
4
*
*

Pada penderita ini ditegakkan diagnosis suspek glioblastoma multiforme.


Diagnosis ini ditegakkan setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

17

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Anamnesis pasien ini didapatkan nyeri kepala di bagian dahi kiri depan
yang menjalar ke daerah kepala belakang sebelah kiri, dengan rasa seperti
tertusuk-tusuk, di mana kadang-kadang nyeri kepala ini terasa juga di kepala
belakang sebelah kanan. Nyeri kepala ini kadang membaik kadang memburuk
tidak menentu, dirasakan semakin hari semakin memberat dan semakin sering.
Nyeri kepala terasa memberat terutama saat subuh, di mana penderita sering
terbangun dengan rasa nyeri kepala yang menusuk. Nyeri kepala juga dirasakan
bertambah berat bila penderita mengedan atau batuk dan bersin, mengangkat
beban berat. Nyeri kepala berkurang bila minum obat namun tidak menghilang.
Kelemahan anggota gerak kanan disertai oleh rasa kram-kram terjadi perlahanlahan, dan juga terdapat bicara pelo 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Penderita sempat mengeluhkan adanya gejala suka lupa-lupa akan hal2 yang baru
saja dibicarakan, dan terjadi hampir setiap hari, satu bulan sebelum masuk rumah
sakit, penderita juga mengeluhkan adanya gangguan penglihatan di mana terjadi
penglihatan kabur sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, terutama di mata
sebelah kiri.
Proses desak ruang (Space-Occupying Lesion) pada otak umumnya
berhubungan dengan keganasan, namun dapat juga terjadi pada abses otak atau
hematoma. Adanya proses desak ruang dalam otak akan menyebabkan gejala
umum yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, perubahan
tingkah laku, false localizing sign serta kelainan tergantung pada lokasi tumor
(true localizing sign). Pada kasus ini, perempuan 45 tahun, dengan keluhan nyeri
kepala sekunder, yang disebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dan
sebab langsung dari massa tumor otak. Nyeri kepala berlangsung selama kurang
lebih 1 bulan, progresif, terlokalisir, bertambah berat di pagi hari, diperberat
dengan batuk atau mengedan. Terlihat gambaran massa dengan pemeriksaan
radiologis, nyeri kepala ini erat hubungannya dengan neoplasma, nyeri kepala
berkurang dengan pemberian kortikosteroid. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa nyeri kepala ini berkaitan langsung dengan neoplasma
intrakranial. Keluhan nyeri kepala ini disertai gangguan emosi dan hemiparesis
kanan, menunjukkan true localizing sign, di lobus frontalis sinistra.

18

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan visus, hiposmia


pada lubang hidung kiri, slight paresis nervus 7 sentral dextra dan slight paresis
nervus 12 sentral dextra, hemiparesis dextra. Pemeriksaan fungsi kognitif pada
pasien ini menunjukkan terdapatnya defisit fungsi kognitif. Pemeriksaanpemeriksaan ini menunjukkan adanya proses desak ruang intrakranial yang terkait
dengan struktur otak yang terlibat
Dari hasil Brain CT-scan dengan kontras tanggal 9 Juli 2013,
mengesankan gambaran tumor kistik kompleks (suspek glioblastoma multiforme)
dengan perdarahan dan perifocal edema meliputi daerah fronto-temporo-parietalis
sinistra, disertai herniasi subfalcine ke kanan. Penderita tidak dilakukan
pemeriksaan Brain MRI dengan kontras berhubung kendala biaya. Tumor ini
menurut kepustakaan terletak di lobus frontalis (26%), lobus temporalis (23%),
lobus parietalis (18,1%), atau tumpang tindih (20.1%).25
Penatalaksanaan penderita dengan glioblastoma multiforme sampai saat ini
belum memuaskan. Penatalaksanaan GBM standar meliputi penanganan umum
dan penanganan spesifik. Penanganan umum meliputi penanganan terhadap
gejala-gejala seperti nyeri kepala (tanda TTIK), kejang, hemiparesis, defisit
kognitif, defisit bicara dan juga gejala yang lain. Penanganan spesifik meliputi
pembedahan, yang kemudian diikuti oleh radioterapi dan kemoterapi. Jika tumor
ini tidak dapat dioperasi, maka terapi radiasi dan kemoterapi dapat digunakan.
Edema otak adalah ciri yang menonjol dari tumor otak dan kadang
berkontribusi dalam disfungsi neurologi dan mengganggu kualitas hidup. Edema
otak merupakan hasil dari bocornya plasma ke parenkim akibat disfungsi dari
kapiler serebral. Edema vasogenik merupakan tipe yang sering ditemukan pada
tumor otak. Akibat meningkatnya permeabilitas kapiler otak dan pressure gradient
dari vaskuler ke kompartemen ekstraseluler, plasma bocor ke parenkim otak.
Kortikosteroid merupakan terapi pilihan pada edema otak. Beberapa mekanisme
kortikosteroid menurunkan edema, di antaranya, menghambat phospolipase A2,
suatu enzim dari kaskade asam arakhidonat, menstabilkan membran lysosomal
dan

perbaikan

mikrosirkulasi

peritumoral.

Dexamethasone

biasanya

kortikosteroid yang dipakai pada edema otak, kira-kira 6 kali lebih ampuh
19

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

dibandingkan prednisone (20 mg dexamethasone setara dengan 130 mg


prednisone) dan mencapai efek puncak dalam 24-72 jam. Dosis dexamethasone
bervariasi dari 4-100 mg/hari. Dexamethasone memiliki efek mineralocorticoid
(mempertahankan garam) lebih rendah dibanding kortikosteroid lain.18
Kejang adalah gejala yang biasa muncul pada tumor otak. Pasien dengan
diagnosis tumor otak, sekitar 25-40% akan mengalami kejang suatu waktu selama
sakitnya. Kejang mungkin disebabkan oleh tumor otak atau tindakan bedah untuk
mengangkat tumor. Kejang bisa juga tidak berhubungan sama sekali dengan
tumor otak, seperti pada cedera kepala, stroke, alkohol, demam atau sebab lain.
Kebanyakan kejang dapat dikontrol dengan obat-obatan antiepilepsi. Ada
beberapa obat yag biasa digunakan antara lain carbamazepine, lamotrigine,
levetiracetam, phenytoin dan sodium valproate. Namun beberapa penelitian
mengatakan meskipun tumor otak primer atau metastasis rentan terjadi kejang
epilepsi, pemberian anti kejang profilaksis tidak diindikasikan. 19 Pada pasien ini
berhubung tidak terjadi kejang, maka obat anti kejang tidak diberikan.
Penderita juga dikonsulkan kepada bagian rehabilitasi medik. Dasar
pemikiran diberikannya program rehabilitasi pada penderita tumor otak adalah
penanganan gejala fisik dan psikologis yang diderita. Defisit fungsional bervariasi
tergantung dari lokasi dan efek massa dari tumor. Gejala dapat berhubungan
dengan invasi langsung atau penekanan kepada otak, serta peningkatan tekanan
intrakranial, perubahan pasca operasi, efek radiasi dan kemoterapi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa rehabilitasi pada penderita rawat inap maupun rawat jalan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita tumor otak.26
Terapi radiasi yang dilaksanakan setelah pembedahan, yang juga diikuti
oleh kemoterapi telah terbukti meningkatkan angka harapan hidup pada penderita
GBM dibandingkan pada penderita yang hanya mendapatkan pembedahan saja.
Radioterapi yang dilaksanakan setelah pembedahan mampu meningkatkan angka
harapan hidup dari 3-4 bulan hingga 7-12 bulan. 16 Peran radioterapi paska operasi
pada glioma derajat tinggi telah ditetapkan melalui percobaan prospektif acak.
Manfaat kelangsungan hidupnya jelas, walaupun kecil. Dosis radiasi standar yang
digunakan adalah 2 Gy per fraksi diberikan sekali sehari selama 5 hari per
minggu, diberikan selama 6 minggu, sehingga total dosis radiasi adalah 60 Gy) 17
20

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa penambahan kemoterapi disamping


radioterapi meningkatkan angka ketahanan hidup walaupun manfaat masih kecil.16
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan pembedahan dan radioterapi
karena alasan finansial dan tidak tersedianya radioterapi di RS Kandou.
Beberapa obat telah dilaporkan memiliki aktivitas terhadap glioma derajat
tinggi, terutama berdasarkan percobaan fase II. Pada tabel 2 dipaparkan dafter
obat yang paling umum digunakan untuk penderita-penderita ini. Obat-obatan
yang telah diuji pada fase III adalah BCNU, procarbazine, temozolomide dan
streptozoticin.24
Tabel 2. Obat-obat untuk mengatasi glioma derajat tinggi24
Obat
Nitrosourea

Mekanisme
kerja primer

Komentar

Myelosupresi, kumulitif

BCNU

(BCNU,

dan sering ireversibel;

digunakan.

CCNU, ACNU)

fibrosis pulmonal

digunakan pada wafer yang

Temozolomide

Alkilasi DNA

Toksisitas khusus

Metilasi DNA

Myelosupresi,

non

kumulatif
Procarbazine

Alkilasi DNA

CCNU

sering

BCNU

juga

ditanam
Paling sering digunakan pada
glioma; profil toksisitas relatif

Interaksi
inhibitor

dan

dengan
MAO

dan

rendah
Sering digunakan pada regimen
kombinasi PCV

Irinotecan

Inhibisi

makanan kaya tiramin


Diare, dapat timbul parah

Efek bermakna pada tingkat

Isotretinoin (cis

Topoisomerase I
Diferensiasi

Cheilitis, teratogenik

serum
Ditoleransi

retinoic acid)
Tamoxifen

obat-obatan
Inhibisi PKC

Trombosis vena dalam

umumnya bersifat sitostatik


Penggunaan dosis tinggi (160-

dengan

baik,

240 mg / hari)

Berbagai kombinasi obat telah diuji untuk penanganan glioma derajat


tinggi. Kombinasi paling umum adalah PCV (prokarbazin, CCNU, vincristine),
yang mana kadangkala masih digunakan sebagai terapi lini pertama pada
anaplastik oligodendroglioma dan anaplastik astrositoma, namun saat ini sudah
digantikan oleh temozolomide karena PCV mempunyai insidens toksisitas non
hematologis yang lebih tinggi dan efek myelosupresi yang bergantung dosis.
21

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Berbagai regimen pengobatan dipaparkan pada tabel 3, namun tidak ada dari
kombinasi pengobatan ini yang menunjukkan perbaikan signifikan angka
ketahanan hidup.24
Tabel 3. Kombinasi obat24
Prokarbazin, CCNU / Lomustine, Vincristin (PCV)
Siklofosfamid dan Vinkristin
Cisplatin / Carboplatin dan etoposide
Prokarbazin, etoposide dan vinkristin
Prokarbazin dan tamoxifen dosis tinggi
Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
Prokarbazin / BCNU dan temozolomide
Cisplatin dan temozolomide
Mecholorethamine, vinkristin dan prokarbazin
Irinotecan dan bevacizumab
Imatinib dan hidroksiurea
Kemoterapi adjuvan diartikan sebagai penanganan tambahan pada operasi
dan atau radioterapi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kematian sel tumor,
meningkatkan angka ketahanan hidup dan pada akhirnya untuk meningkatkan
angka kesembuhan. Terdapat penelitian Stupp et al yang sekarang ini menjadi
standar terapi untuk GBM.24
Kemoterapi yang saat ini digunakan sebagai standar pengobatan GBM
adalah temozolomide yang telah disetujui oleh FDA pada Maret 2005. Untuk
penderita dengan KPS yang baik, banyak kepustakaan yang mendukung
penggunaan temozolomide setelah pembedahan dan radioterapi, diikuti oleh
penggunaan temozolomide secara adjuvan. Penggunaannya adalah 75 mg/m2/hari,
diberikan 7 hari per minggu sejak hari pertama hingga hari terakhir radioterapi,
namun tidak melebihi 49 hari (7 minggu). Kemudian penderita tidak mendapatkan
terapi selama 4 minggu, lalu mendapatkan temozolomide adjuvan sebanyak 6
siklus, setiap 28 hari sekali diterapi selama 5 hari. Dosis temozolomide adjuvan
adalah 150-200 mg/m2/hari, di mana dosis 150 mg/m2/hari digunakan untuk
siklus pertama, dan mulai siklus kedua ditingkatkan hingga 200 mg/m2/hari,
22

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

selama tidak ada efek toksik hematologis, karena pemberian temozolomide harian
secara terus menerus dapat menimbulkan limfositopenia yang meningkatkan
risiko terjadinya infeksi oportunistik.17
Penanganan kasus tumor memerlukan kerjasama yang efektif dari spesialis
bedah saraf, onkologis radiolog, onkologis saraf, dokter umum, pekerja sosial,
psikologis dan perawat. Lingkungan keluarga yang memadai juga diperlukan.
Namun dengan penatalaksanaan yang optimal, sampai saat ini penanganan
penderita dengan Glioblastome multiforme belum memuaskan. Ada penelitian
yang menunjukkan bahwa penderita GBM yang telah melaksanakan operasi, dan
mendapatkan radioterapi saja, median angka ketahanan hidupnya hanya 12,1
bulan, dibandingkan dengan penderita yang dioperasi, mendapat radiokemoterapi,
maka terjadi peningkatan angka median ketahanan hidup menjadi 14,6 bulan. 23
Selanjutnya angka ketahanan hidup 2 tahun adalah 26,4 persen pada kelompok
operasi dengan radiokemoterapi dibandingkan dengan 10,4 persen pada kelompok
operasi dan radioterapi saja. Akhirnya, angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 9,8
persen pada kelompok operasi dengan radiokemoterapi, dibandingkan dengan 1,9
persen pada kelompok operasi dengan radioterapi saja.23

PENUTUP

23

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

Glioma adalah tumor primer otak yang paling banyak pada usia dewasa,
berkisar 70% dari seluruh tumor otak ganas di susunan saraf pusat.2 Yang
dimaksud dengan high-grade astrositoma adalah astrositoma anaplastik (WHO
grade III) dan glioblastoma multiforme (WHO grade IV). 5 Angka median harapan
hidup penderita glioblastoma multiforme (GBM) dari sejak terdiagnosis, adalah
12-15 bulan.6,7,20
Pada penderita ini ditegakkan diagnosis glioblastoma multiforme
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berhubung penolakan tindakan operasi dan kendala biaya, maka penanganan pada
penderita ini adalah penanganan konservatif yang meliputi penanganan
simptomatis terhadap gejala-gejala yang dialami.
Sampai sekarang ini, penanganan yang optimal pada penderita
glioblastoma multiforme masih belum memuaskan. Angka kematian pada
penderita glioblastoma multiforme sampai saat ini masih tinggi. penelitian yang
menunjukkan bahwa penderita GBM yang telah melaksanakan operasi, dan
mendapatkan radioterapi saja, median angka ketahanan hidupnya hanya 12,1
bulan, dibandingkan dengan penderita yang dioperasi, mendapat radiokemoterapi,
maka terjadi peningkatan angka median ketahanan hidup menjadi 14,6 bulan. 23
Selanjutnya angka ketahanan hidup 2 tahun adalah 26,4 persen pada kelompok
operasi dengan radiokemoterapi dibandingkan dengan 10,4 persen pada kelompok
operasi dan radioterapi saja. Akhirnya, angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 9,8
persen pada kelompok operasi dengan radiokemoterapi, dibandingkan dengan 1,9
persen pada kelompok operasi dengan radioterapi saja.23

DAFTAR PUSTAKA

24

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

1. Landstrom TL, Habberstad AH, Sundstrom S, Torp SH. Prognostic Value


of Histological Features in Diffuse Astrocytoma WHO Grade II. Int J Clin
Exp Pathol. 2012;5(2):152-158.
2. Meller HG, Rasmussen AP, Andersen HH, Johnsen KB, Henriksen M,
Duroux M. A Systematic Review of MicroRNA in Glioblastoma
Multiforme: Micro-modulators in the Mesenchymal Mode of Migration
and Invasion. Mol Neurobiol. 2013;47:131-144.
3. Goodenberger ML, Jenkins RB. Genetics of Adult Glioma. Cancer Genet.
2012;205(12):613-21
4. Wrensch M, Chew T, Berger M, Minn Y, Bondy M. Epidemiology of brain
tumors. In: Berger MS, Prados MD. Text-book of Neuro-Oncology.
Elseviers Saunders. Philadelphia. Pennsylvania. 2005.
5. Berger MS, Prados MD. Diagnostic Imaging. In: Berger MS, Prados MD.
Text-book of Neuro-Oncology. Elseviers Saunders. Philadelphia.
Pennsylvania. 2005.
6. Chamberlain MC. Neoplastic diseases. Clinical Adult Neurology. New
York: Demos Medical. 2009: 377-393
7. Archavlis E, Tselis N, Bim G, Ulrich P, Baltas D, Zamboglou N. Survival
Analysis of HDR Brachytherapy versus Reoperation versus Temozolomide
alone: A Retrospective Cohort Analysis of Recurrent Glioblastoma
Multiforme. BMJ Open 2013;3:e002262
8. Wohrer A, Waldhor T, Heinzl H, et al. The Austrian Brain Tumour
Registry: a cooperative way to establish a population-based brain tumour
registry. J Neurooncol 2009; 95: 401411.
9. Butowski N, Chang S. Adult High-Grade Glioma. In: Barnett GH. HighGrade Glioma. New Jersey: Humana Press, 2007: p59-60
10. Henriksson R, Asklund T, Poulsen HS. Impact of Therapy on Quality of
Life, Neurocognitive Function and Their Correlates in Glioblastoma
Multiforme: a review. J Neurooncol 2011;104: p639-646
11. Weingart JD, McGirt MJ, Brem H. High-Grade Astrocytoma /
Glioblastoma. In: Tonn JC, Westphal M, Rutka JT, Grossman SA. NeuroOncology of CNS Tumors. Springer. Heidelberg. Germany. 2006.
12. Parney IF, Prados MD. Glioblastoma Multiforme.In: Berger MS, Prados
MD. Text-book of neuro-oncology. Elseviers Saunders. Philadelphia.
Pennsylvania. 2005
25

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

13. Grah JJ, Katalinic D, Padovan RS, Paladino J, Santek, Juretic A et al.
Leptomeningeal and Intramedullary Metastases of Glioblastoma
Multiforme in a Patient Reoperated during Adjuvant Radiochemotherapy.
World Journal of Surgical Oncology 2013, 11:55
14. Australian Cancer Network. Clinical Practice Guideline for the
Management of Adult Glioma: Astrocytoma and Oligodendroglioma.
Cancer Council Australia. Sydney. Australia. 2009
15. Pieper R, Costello J. Molecular and cell biology. In: Berger M, Prados M.
Text-book of neuro-oncology. Elseviers Saunders. Philadelphia.
Pennsylvania. 2005
16. Stupp R, Mason WP, van den Bent MJ, Weller M, Fisher B, Taphoorn MJ.
Radiotherapy plus concomitant and adjuvant temozolomide for
glioblastoma. N Engl J Med 2005;352(10):987-96
17. Stupp R, Hegi ME, Mason WP, van den Bent MJ, Taphoorn MJ, Janzer RC
et al. Effects of Radiotherapy with Concomitant and Adjuvant
Temozolomide versus Radiotherapy Alone on Survival in Glioblastoma in
a randomised Phase III Study: 5-year analysis of the EORTC-NCIC Trial.
Lancet Oncol 2009;10(5):459-466
18. Kaal ECA, Vecth CJ. The management of brain edema in brain tumors.
Curr Opin Oncol 2004;16:593-600
19. Kargiotis O, Markoula S, Kyritsis AP. Epilepsy in the Cancer Patient.
Cancer Chemother Pharmacol. 2011;67(3):489-501.
20. Wen PY, Kesari S. Malignant Gliomas in Adults. N Engl J Med
2008;359:492-507
21. Ghose A, Lim G, Husain S. Treatment for Glioblastoma Multiforme:
Current Guidelines and Canadian Practice. Current Oncology 2010 vol 7
number 6
22. Stupp R, Tonn JC, Brada M, Pentheroudakis G. High-grade Malignant
Glioma: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and
follow-up. Annals of Oncology 21 (Supplement 5):v190-193, 2010 doi:
10.1093/annonc/mdq187
23. Alberta Health Services. Glioblastoma. Clinical Practice Guideline CNS001 version 3.
24. Ahluwalia MS, Peereboom DM. Chemotherapy. In: Barnett GH. HighGrade Glioma. New Jersey: Humana Press, 2007: p267-282
26

Penanganan Konservatif pada Pasien denganGlioblastoma Multiforme


Adrianus Aryatman Wiran

25. Yabroff KR, Harlan L, Zeruto C, Abrams J, Mann B. Patterns of care and
survival for patients with glioblastoma multiforme diagnosed during 2006.
Neuro-Oncology 2012. 14(3):351-359
26. Raj VS, Groves C, Kim H, Bomberger C, Norton JH. Variations in
Functional Outcome Stratified by Discharge Disposition and Oncological
Treatment Groups After Acute Inpatient Rehabilitation for Brain Tumor
Patients. The Open Rehabilitation Journal 2012 (5): p41-47

27

Você também pode gostar