Você está na página 1de 11

1.

Anatomi & Fisiologi pada Telinga

a. Meatus Akustikus Eksterna


Merupakan saluran yang menuju ke arah telinga tengah dan berakhir pada
membran timpani. MAE mempunyai diameter 0.5 cm dan panjang 2.5-3 cm.
Dinding MAE sepertiga bagian lateral dibentuk oleh tulang rawan yang
merupakan kelanjutan dari tulang rawan aurikula dan disebut pars
kartilagenus. Didnding MAE dua pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang
dan disebut pars osseus. Tidak didapatkan folikel rambut ataupun kelenjar.[1]
Telinga luar terdiri dari aurikula (daun telinga) dan saluran telinga ( meatus
akustikus externa). Aurikula atau pina, tersusun atas kartilago yang dibungkus
kulit.[2]
Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis
serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang
pleksus servikalis.[3]
Liang telinga ( MAE) merupakan saluran yang menuju kearah telinga tengah
dan berakhir pada merman timpani. MAE mempunyai diameter 0,5 cm dan
panjang 2,5 3 cm.
b. Telinga Tengah(Auris Media)
Merupakan ruangan yang berisi udara dan terletak di dalam tulang temporal.
Auris media tdd:
i.
Kavum timpani
ii.
Tuba Eustachius
iii.
Mastoid yang tdd antrum dan selula mastoid

Semua ruangan yang membentuk auris media dilapisi oleh mukosa dengan
epitel selapis kubus yang sama dengan mukosa cavum nasi dan nasofaring.
Selain itu, mukosa auris media merupakan kelanjutan mukosa nasofaring dan
mukosa tuba Eustachius.[1]
Rongga berisi udara ini meluas ke dalam resesus tubotimpanikus (Gbr. 2-1)
yang selanjutnya meluas di sekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah
dan meluas kurang lebih ke daerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus
brankialis. Untuk mempermudah pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal
dari rawan arkus brankialis pertama (kartilago Meckel), sedangkan inkus dan
stapes dari rawan arkus brankialis kedua (Kartilago Reichert). Saraf korda
timpani berasal dari arkus kedua (fasialis) menuju saraf pada arkus pertama
(mandibularis-lingualis). Saraf timpanikus berasal dari saraf arkus brankialis
ketiga (glosofaringeus) menuju saraf fasialis. Kedua saraf ini terletak dalam
rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari otot-otot arkus
brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal dari arkus
pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis (saraf kranial kelima). Otot
stapedius brasal dari arkus kedua, di[ersarafi oleh suatu cabang saraf ketujuh.
[3]

i.
Kavum Timpani
Merupakan bagian terpenting dari auris media, mengingat banyaknya struktur
yang ada di dalamnya yaitu tulang, otot, ligamen, saraf dan pembuluh darah.
Kavum timpani terdapat:
a. Osikula yg terdiri atas:
i.
Maleus
ii.
Inkus
iii.
Stapes
Ketiga tulang pendengaran tersebut satu dengan yang lainnya dihubungkan
dengan suatu persendian, sehingga merupakan suatu rangkaian yang disebut
rantai osikula. Rantai osikula da gerakan basis stapes sangat penting artinya
bagi sistem konduksi pada fungsi pendengaran.
b. Muskuli, terdiri atas M. tensor timpani yang mempunyai fungsi
meregangkan membran timpani dan M. stapedius yang mempunyai fungsi
mengatur gerakan stapes.
c. Ligamen, mempunyai fungsi mempertahankan posisi osikula di dalam
kavum timpani.
d. Saraf yang berada dalam kavum timpani adalah N. korda timpani. Saraf
ini merupakan cabang dari pars vertikalis N. VII (N. Fasialis).
Membran timpani
Membran timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus
eksterna. Bentuknya seperti kerucut dengan basis oval dan puncak kerucut

cekung ke arah medial. Tepi membran timpani didebut margo timpani.


Membran timpani terpasang miring dengan melekat pada suatu lekukan tulang
yang disebut sulkus timpanikus dengan perantaraan jaringan ikat (annulus
timpanicus).[1]
ii.

Tuba eustachii(tuba auditorius) memanjang dari telinga tengah sampai


nasofaring dan memungkinkan udara memasuki atau meninggalkan
rongga telinga tengah. Tuba eustachii pada anak-anak pendek dan
terletak lebih horisontal serta memungkinkan bakteri menyebar dari
faring ke telinga tengah. [2]

Fungsi tuba eustachius antara lain adalah untuk menjaga agar tekanan di
dalam kavum timpani sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan untuk
menjamin ventilasi udara di kavum timpani.[1]
iii.

Mastoid
Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum timpani
dan meatus akustikus eksterna. Antrum mastoid dan kavum timpani
dihubungkan dengan lewat aditus ad antrum. Dinding atas antrum
mastoid diebut tegmen antri, merupakan dinding tipis seperti juga pada
tegmen timpani dan merupakan batas antara mastoid dengan fosa
kranii media. Dinding posterior dan medial merupakan dinding tulang
tipis membatasi mastoid dengan sinus sigmoid.[1]

c. Telinga Dalam(Auris Interna)


Di dalam os temporale, telinga dalam merupakan suatu rongga yang disebut
labirin berdinding tulang (maze), yang dilapisi oleh membran yang disebut
membranosa labirin.
Perilimfe adalah cairan yang terdapat di antara tulang dan membran. [2] Cairan
perilimfe berhubungan dengan CSF melalui duktus perilimfatikus. [1]
Endolimfe adalah cairan yang terdapat di dalam struktur membrana di dalam
telinga dalam.[2] Cairan endolimfatikus keluar melalui duktus endolimfatikus.
[1]

Struktur-struktur tersebut adalah koklea, yang terkait erat dengan


pendengaran, dan utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis, yang
semuanya berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan(equilibrium).
i.

Koklea
Berbentuk seperti rumah keong dengan struktur dua setengah putaran.
Di bagian dalamnya, koklea dibagi menjadi tiga saluran berisi cairan.
Saluran yang tengah adalah duktus koklearis, yang memiliki reseptor
pendengaran pada organ Korti (organ spiral). Reseptornya disebut hair
cell.

Proses getaran:
Eardrum maleus incus stapes fenestra vestibuli(pada
telinga dalam) perilimfe & endolimfe(yang terdapat di koklea)
hair cell Korti N. VIII otak
ii.

Utrikulus dan Sakulus


Adalah kantong membranosa di suatu daerah yang disebut vestibulum,
yang terletak di antara koklea dan kanalis semisirkularis.

iii.

Kanalis semisirkularis
Merupakan organ keseimbangan dinamis yt memberikan respon thdp
pemutaran tubuh.

Dibagi atas:
a. Canalis semisirkularis horizontal
b. Canalis semisirkularis vertikal superior
c. Canalis semisirkularis vertikal posterior
Di bagian dasar tiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang membesar,
yang disebut ampula; ampula mengandung hair cell yang dipengaruhi oleh
gerakan. Sebagai contoh, ketika tubuh bergerak ke depan, sel rambut pertamatama akan melengkung ke belakang, kemudian melurus kembali.
Pelengkungan hair cell menghasilkan impuls yang akan dibawa oleh cabang
vestibular saraf kranial ke-8 ke serebellum, otak tengah, dan lobus temporalis
serebrum.
Informasi ini akan digunakan untuk menjaga keseimbangan selama kita
bergerak. Utrikulus dan Sakulus memberi informasi tentang posisi tubuh saat
istirahat, sedangkan kanalis semisirkularis memberi informasi tentang tubuh
pada saat bergerak. Otak akan menyusun segala informasi untuk menciptakan
pengindraan tunggal tentang posisi tubuh.[2]
Fisiologi Pendengaran[5]
Suara(getaran) Telinga luar(mengarahkan getaran) MAE Telinga
tengah(konduksikan getaran) Menggetarkan membran timpani getaran
tersebut dilanjutkan oleh 3 tulang ossicle(Malleus, Incus, Stapes) jendela
oval menggetarkan perilimfe di skala vestibuli gelombang suara
mengelilingi helikoterma masuk ke duktus koklea menggetarkan
endolimfe di skala media koklea jendela bundar saraf otot statoacusticus
medula oblongata colliculus* persepsi auditif

Gejala klinis dan patofisiologi


Gejala klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada
anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan
anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, dan
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani,
maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.
Patomekanisme

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi
sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri
dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius.
Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses
ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,

akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami
infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi
mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin
dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan
pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani
akibat tekanannya yang meninggi.

Stadium otitis media akut


1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi
malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang
terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba
yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.
Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih
normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis.
Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

Membran Timpani Hiperemis.

(Sumber: Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 64-86).
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi
demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga
nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada
membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang
tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen.

(Sumber: Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 64-86).
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga
luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini
sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh
menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
Membran Timpani Peforasi.

(Sumber: Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 64-86).
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani.

Você também pode gostar