Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
jalan, baik jalan raya ataupun jalan setapak kecil lainnya. Perlintasan terdiri dari
perlintasan sebidang dan perlintasan tidak sebidang. Perlintasan tidak sebidang
adalah persilangan antara dua ruas jalan atau lebih yang tidak saling bertemu
dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada di atas atau di bawah ruas jalan
yang lain. Salah satunya adalah persilangan antara jalur kereta api dengan jalan
raya yang tidak pada satu bidang, misal dengan flyover atau underpass.
Sedangkan perlintasan sebidang adalah persilangan antara jalan raya bergabung
atau berpotongan dengan jalan rel kereta api pada ketinggian yang sama.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Pedoman
Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Raya dengan Jalan Kereta Api yang
dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan tahun 2005 maupun Perencanaan Perlintasan
Jalan dengan Jalan Kereta Api oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah tahun 2004, ada 2 ketentuan dalam perencanaan perlintasan sebidang
yaitu:
1. Ketentuan Umum
Dalam pedoman perlintasan jalan dengan jalur kereta api harus
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Keselamatan lalu lintas, dimana kereta api mempunyai prioritas utama.
b. Pandangan bebas pemakai jalan.
c. Kepentingan pejalan kaki.
d. Drainase jalan.
e. Kepentingan penyandang cacat.
f. Desain yang ramah lingkungan.
2. Ketentuan Teknis
a. Geometrik pada perlintasan sebidang (sarana dan prasarana, klasifikasi,
fungsi jalan, potongan melintang dan daerah/ ruang bebas).
b. Pengaturan lalu lintas.
c. Tipe perkerasan pada perlintasan sebidang.
2.2
membentuk suatu sistem yang terdiri dari jalan, manusia, dan kendaraan. Untuk
keberhasilan pengoperasiannya, ketiga komponen ini harus kompatibel. Namun
dalam kenyataan sehari-hari hal ini tidak pernah terjadi, akibatnya sistem lalu
lintas jalan seringkali gagal. Kecelakaan, kemacetan, dan gangguan lalu lintas
merupakan contoh kegagalan sistem dan hampir semua kasus disebabkan oleh
ketidaksesuaian antar ketiga komponen, atau antar satu komponen dan lingkungan
dimana sistem beroperasi. Ada tiga karakteristik primer dalam teori arus lalu
lintas yang saling terkait, secara makroskopik dikenal dengan arus (flow),
kecepatan (speed), dan kerapatan (density), dimana ketiga variabel ini
menggambarkan kualitas tingkat pelayanan yang dialami oleh pengemudi
kendaraan.
2.2.1
pengamatan pada penggal jalan tertentu pada periode waktu tertentu, diukur dalam
satuan kendaraan per satuan waktu. Sedangkan volume adalah jumlah kendaraan
yang melintasi suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu, diukur dalam satuan
kendaraan per satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau
kendaraan/jam. Volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain.
Dalam pembahasannya volume dibagi menjadi :
1. Volume Harian (Daily Volumes)
Volume harian ini digunakan sebagai dasar untuk perencanaan jalan dan
observasi umum. Pengukuran volume harian dibedakan menjadi:
a. Average Annual Daily Traffic (AADT), dalam satuan vehicle per hour
(vph) rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam dalam kurun
waktu 365 hari.
b. Average Annual Weekday Traffic (AAWT), dalam satuan vehicle per hour
(vph) rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam pada hari kerja
selama satu bulan dalam kurun waktu 365 hari.
c. Average Daily Traffic (ADT), dalam satuan vehicle per hour (vph) ratarata yakni volume yang diukur selama 24 jam penuh dalam periode waktu
tertentu yang lebih kecil dari satu tahun, misal enam bulan, satu musim,
seminggu.
d. Average Weekday Traffic (AWT), dalam satuan vehicle per hour (vph)
rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam pada hari kerja selama
satu bulan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
3.
dari satu jam. Adapun jenis kendaraan yang disurvei dalam penelitian ini dibagi
dalam 8 (delapan) moda angkutan :
1. Mobil penumpang.
2. Kendaraan roda tiga.
3. Sepeda motor.
4. Truk ringan (<5 ton).
5. Truk menengah (5 - 10 ton).
6. Truk besar (>10 ton).
7. Mikrobis.
8. Bis besar.
Perhitungan volume lalu lintas dan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) untuk
tiap-tiap lokasi survey, masing-masing jenis kendaraan yang di data dikalikan
terhadap faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) nya. Faktor SMP dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.
Jenis Kendaraan
Faktor SMP
Mobil Penumpang
1,0
0,8
Sepeda motor
0,2
1,5
2,0
2,5
Mikrobis
1,8
Bis besar
2,2
2.2.2 Kecepatan
Kecepatan adalah besaran yang menentukan jarak yang ditempuh
kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk
memperpendek waktu perjalanan, atau memperpanjang waktu perjalanan
(Soedirdjo, 2002).
d
t
dengan:
= kecepatan (km/jam atau m/detik)
d = jarak tempuh (km atau m)
t = waktu tempuh (jam atau detik)
ti
i 1
d
n
ti
n
i 1
10
2.2.3 Kerapatan
Kerapatan adalah parameter ketiga dari arah lalu lintas, dan didefinisikan
sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan tertentu atau lajur
yang umumnya diinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer. Atau jumlah
kendaraan per kilometer per lajur (jika pada ruas tersebut terdiri dari banyak
lajur).
k=
q
s
dengan:
k = kerapatan (kend/km)
q = volume lalu lintas (kend/jam)
s = space mean speed (km/jam)
2.2.4
Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan didefinisikan sebagai jumlah kendaraan maksimum yang
dapat melewati suatu ruas jalan atau seluruh jalur jalan, selama jangka waktu
tertentu dan pada keadaan jalan (geometrik, pemisahan arah, komposisi lalu lintas,
lingkungan) yang tertentu pula. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia
[MKJI, 1996] besarnya kapasitas dipengaruhi oleh kapasitas dasar, faktor
penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor penyesuaian kapasitas
akibat pemisahan arah serta faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan
samping. Maka penentuan kapasitas pada kondisi sesungguhnya dapat dihitung
dengan rumus:
C = C0 x FCw x FCSP x FCSF x FCCS
dengan:
C
= kapasitas (smp/jam)
C0
FCw
FCSP
FCSF
FCCS
11
pengurangan kapasitas
10
11
FCW
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Faktor Penyesuai Pemisahan arah hanya untuk jalan tak terbagi. Secara
umum reduksi kapasitas akan meningkat bila pemisahan arah makin menjauh dari
50% - 50%. Pada jalan empat lajur reduksi kapasitas lebih kecil daripada jalan dua
arah untuk pemisahan arah yang sama.
55 - 45
60 - 40
65 - 35
70 - 30
Dua Lajur
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
Empat Lajur
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
12
Tabel 2.4 Faktor Penyesuai Hambatan Samping Jalan Perkotaan (FC SF)
untuk Ws = 1 meter
Kelas Hambatan Samping
VL
VH
FCSF
0,96
0,94
0,92
0,86
0,79
FCCS
<0,1
0,86
0,1 0,5
0,90
0,5 1,0
0,94
1,0 3,0
1,00
>3,0
1,04
q
C
13
dengan:
DS
= derajat kejenuhan
2.2.6 Tundaan
Tundaan adalah waktu yang hilang dimana lalu lintas terganggu oleh
beberapa elemen. Tundaan akibat henti (stopped delay) adalah tundaan yang
terjadi pada kendaraan dengan kendaraan tersebut berada dalam kondisi benarbenar berhenti pada kondisi mesin hidup (stasioner). Kondisi ini bila berlangsung
lama akan mengakibatkan suatu kemacetan (kongestion). Penundaan menentukan
waktu yang tidak produktif. Bila dinilai dengan uang, maka hal ini menunjukkan
jumlah biaya yang harus dibayar masyarakat karena memiliki jalan yang tidak
memadai [Hobbs, 1979].
Tundaan dalam MKJI disebutkan merupakan waktu tempuh tambahan
yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa
melalui simpang. Tundaan terdiri dari tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik.
Tundaan lalu lintas (vehicle interaction delay) adalah waktu menunggu yang
disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan.
Tundaan geometrik (geometrik delay) adalah disebabkan oleh keterlambatan dan
percepatan kendaraan yang membelok pada simpang atau yang terhenti oleh
lampu merah. Total tundaan yang diperhitungkan termasuk geometrik delay dan
vehicle interaction delay.
Penundaan karena berhenti menimbulkan selisih waktu antara kecepatan
perjalanan (journey speed) dan kecepatan bergerak (running speed). Tundaan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
ts = t2 t1
dengan:
ts
= tundaan (detik)
t2
t1
14
15
mulai dari LOS A dengan tingkat pelayanan terbaik sampai LOS F dengan tingkat
pelayanan terburuk. Penjelasan mengenai karakteristik tiap-tiap tingkatan pelayanan
jalan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Tingkat Pelayanan A
Arus lalu lintas bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lain, volume
lalu lintas rendah, kecepatan operasi tingkat dan sepenuhnya ditentukan oleh
pengemudi, bebas bermanuver dan menentukan lajur kendaraan.
2. Tingkat Pelayanan B.
Arus lalu lintas stabil, kecepatan kendaraan sedikit mulai dibatasi oleh
kenderaan lain tapi secara umum, kenderaan masih memiliki kebebasan untuk
menentukan kecepatan, bermanuver, dan lajur kendaraan itu sendiri.
3. Tingkat Pelayanan C
Arus stabil, kecepatan serta kebebasan bermanuver dan merubah lajur dibatasi
oleh kendaraan lain tapi masih berada pada tingkat kecepatan lain, tapi masih
berada pada tingkat kecepatan yang memuaskan, biasa dipakai untuk
mendesain jalan perkotaan.
4. Tingkat Pelayanan D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan menurun cepat akibat volume yang
berfluktuasi dan hambatan sewaktu-waktu, kebebasan bermanuver dan
kenyamanan rendah, bisa ditoleransi tapi waktu waktu stabil.
5. Tingkat Pelayanan E
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berubah-berubah, volume mendekati
atau dengan kapasitasnya, terjadi hentian sewaktu-waktu.
6. Tingkat Pelayanan F
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume lebih besar dari kapasitas,
lalu lintas terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.
16
Tingkat
Pelayanan
Kelas I
Tundaan
Kelas II
Kendaraan
Mill/jam
Km/jam
Mill/jam
Km/jam
35
56
30
45
<5
28
45
24
38
5 15
22
33
18
29
15,1 25
18
29
14
22
25,1 40
13
21
10
16
40,1 60
13
21
<10
<16
>60
2.3
MODEL PERHITUNGAN
1. Metode Greenshild, Greenberg dan Underwood
Hubungan karakteristik arus lalu lintas dapat digolongkan dalam tiga
Kecepatan - Kerapatan
us = uf -
uf
k
kj
Arus - Kecepatan
q = kj . us -
Greenberg
us = m In(c) - m In(k)
Underwood
In(Us) = In (Uf) +
1
k
k
kj 2
u
s
uf
Arus - Kerapatan
q = uf . k -
Uf 2
k
kj
q = S . c.exp(
m
q = m- k . In(k)
q = uf . e ( q/us)/kc
q = k.uf . e k/kc
17
AB
qA qB
qA
kA kB
kB kA
BC
qB qC
qC
kB kC
kB kC
AC
qA qC
kA kC
dengan:
AB = gelombang kejut saat nilai kerapatan arus pada kondisi volume
kendaraan sama dengan volume kebutuhan (q = qA) berangsurangsur menjadi kerapatan macet (kB).
BC = gelombang kejut dari kendaraan yang mengalami kondisi berhenti
saat pintu ditutup mulai bergerak disusul oleh kendaraan di
belakangnya.
AC = gelombang kejut gerak maju baru.
Panjang antrian
QM =
r r. BC AB
3600 BC AB
t4 t2
r AB
BC AB
BC
1
AC
18
Durasi antrian:
tq
VS VB
VS VA
r VA
1
2 VB
19