Você está na página 1de 18

Harta kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang

Bila orang yang berkedudukan sebagai subjek hukum maka harta kekayaan merupakan
objek hukum, harta kekayaan itu secara garis besarnya meliputi :
1. Harta kekayaan materil ( harta / benda2 tetap & benda2 bergerak )
2. Harta kekayaan immaterial ( hak )
3. Perikatan ( perjanjian, perbuatan melanggar hukum )
Hukum Benda
1. Pengertian
Yang dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang
dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik.
Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum,
sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.
Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang
disiplin ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa),
sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan
sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya.
Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system
tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain
dariyang telah diatur dalam undang undang ini.Selain itu, hukum benda bersifat
memaksa(dwingend recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk
membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan .
Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu
yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga
pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah
benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan /piutang,
atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito .
Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja,namun
sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yangberwujud.
Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita,
karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka,berbeda dengan
cara berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yangada di alam
pikirannya.Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa
berarti yang lain, seperti : perbuatan hukum (Ps.1792 BW), atau kepentingan
(Ps.1354 BW),dan juga berarti kenyataan hukum (Ps.1263 BW).

2.Dasar Hukum
Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
a. Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan
yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
b. Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas
penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
c. Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai
benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
d. Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas
tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .
3. Macam macam Benda
Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi :
a.Benda berwujud dan benda tidak berwujud
arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu :
a). Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata
dari tangan ke tangan.
b). Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus
dilakukan dengan balik nama. Contohnya, jual beli rokok dan jual beli rumah .
Penyerahan benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan
dengan :
Piutang atas nama (op naam) dengan cara Cessie
Piutang atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang
bersangkutan dari tangan ke tangan
Piutang atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen serta penyerahan
dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI).
b.Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI).
Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada
benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak
memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.
Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat
dipindahpindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya.
Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak
bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin yang
dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak untuk
dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak karena undang undang adalah hak

hak yang melekat pada benda tidak bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband,
hak pakai atas benda tidak bergaerak,hak memungut hasil atas benda tidak bergerak
(Ps.508 BWI).
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :
penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai
benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi
benda tidak bergerak.
penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara
nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;
kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa,
sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
1. dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
2. dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan
untuk benda tidak bergerak dengan hipotik.
dalam hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut
kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak.
Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan
terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi
untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang tidak
bergerak.

c. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis


Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang
obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan
seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda lain yang
sama / sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu bakar, minyak tanah dlsb.Pada
perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila
perjanjian dibatalkan, karena bendanya
masih tetap ada,dan dapat diserahkan kembali,
seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan dlsb .
d. Benda sudah ada dan benda akan ada
Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada
pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan
pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan ada
tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda akan ada
bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320
btr 3 BWI) .

e. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan


Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena
jual beli atau karena warisan.
Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada
ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau
diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar ketertiban
dan kesusilaan .

f. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi


Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian.di
mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan
tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu ton gandum dapat
dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus
satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi
tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya,
misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan rodanya, besok
baru joknya dlsb.
g. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
Arti penting pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar
dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas nama
si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta, telpon, televisi dlsb.
Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib
administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak terdaftar sulit
untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas
siapa yang menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya, perhiasan,
alat alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dlsb.
4.Hak Kebendaan
4.1. Sifat / Karakter Hak kebendaan.
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan
yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
a. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang
lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi
(relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam
suatu perjanjian saja.
b. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau

bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum
perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah
selesai dilakukan.
c. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan
yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yangl lainnya, sedangkan
dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek
perjanjian, sepanjang tidakbertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup,
sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Ciri ciri Hak Kebendaan adalah :
mutlak / absolut
mengikuti benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda
itu berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
hak yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi; misalnya
sebuah rumah dibebani hipotik 1 dan hipotik 2, maka penyelesaian hutang atas hipotik 1
harus didahulukan dari hutang atas hipotik 2.
memiliki sifat diutamakan, misalnya suatu rumah harus dijual untuk melunasi hutang,
maka hasil penjualannya lebih diutamakan untuk melunasi hipotik atas rumah itu.
dapat dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.
pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .
4.2. Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan
yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
- Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
- Hak Mendiami
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
- Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
- Hak pakai atas tanah

Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
- Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
- Hak guna ruang angkasa
- Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social
b. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan

Hak Gadai (pandrechts)


Hipotik
Credietverband
Privilege (piutang yang di istimewakan).
Fiducia
4.3. Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
a. Melaui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan
diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya,
orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian
mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya dengan
berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
b.Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena
misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia
tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya .
Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
c.Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas
hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan dlsb Dengan
adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.

d.Dengan Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu
sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah
lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
jika ada alas hak, 20 tahun
jika tidak ada alas hak, 30 tahun
e Melalui Pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku,
bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
f. Dengan Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun
samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.Contohnya orang
yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula
hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.
g.Dengan cara ikutan / turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang
dilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli
sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon
durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

4.4. Hapusnya Hak Kebendaan


Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
a. Bendanya Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya
hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung,
menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis apabila
barang tersebut musnah karena kebakaran .
b. Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang
bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
c. Karena Pelepasan Hak
Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara
sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang
ketempat sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan
bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
d. Karena Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak),
sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
e. Karena Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan
memenuhi syarat :
harus didasarkan suatu undang undang
dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak )

HUKUM HAK IMMATERIEL


Hukum hak immateriel adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum
(manusia dan badan hukum) dengan hak-hak yang dihasilkan dari kekuatan pikiran
manusia, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, gubahan lagu, karya tulis, sastra,
karikatur, dan lain-lain.
Hak yang dihasilkan dari kekuatan pikiran itu memiliki nilai ekonomi, sehingga ia dapat
dialihkan, seperti dijual, dibeli, serta dihibahkan kepada pihak lain.
Diaturnya hak-hak immateriel tersebut disamping memberikan perlindungan kepada yang
menciptakannya, juga meransang orang lain untuk berkarya. Hukum hak immateriel
disebut juga hukum hak kekayaan intelektual (HKI)
Ruang Lingkup HKI :
1. Hak Cipta (copy right)
2. Hak Kekayaan Industri (industrial Property Right), yang mencakup :
a. Paten
b. Desain industri
c. Merk (trade mark)
d. Penangguangan praktek persaingan curang
e. Desain tata letak sirkuit terpadu
f. Rahasia dagang; dan
g. Perlindungan varietas tanaman.
Beberapa Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia yang Mengatur Hak Kekayaan
Intelektual :
UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk
UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman .

Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara
dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber
pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan
undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan
syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan
tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undangundang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang
melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan
perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan
yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :

Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )

Perikatan yang timbul dari undang-undang

Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar


hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :

Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undangundang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
orang.

Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian


1.
Asas kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian
apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt,
yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme
yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen
dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo
de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham
individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam kebebasan berkontrak. Teori leisbet
fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya
persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi
didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan
peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah
ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah
berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de
homme par lhomme.
2.
Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam
hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan
sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang
dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan).
Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya,
yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat.
Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah
ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan
bentuk perjanjian.
3.
Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas
yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas

bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini
pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa
terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan
dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang
diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur
keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti
sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan
tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata
sepakat saja.
4.
Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi:
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para
pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas
itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik
mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata
dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
5.
Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini sudah jelas
bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan
dirinya sendiri.
Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana
yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :

Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan

Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya


Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang
melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.
Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah

dikeluarkan oleh salah satu pihak


Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitor
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248
KUH Perdata.
3.
Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal
1237 KUH Perdata.
Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara
tersebut adalah:
Pembayaran.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
Pembaharuan utang (novasi).
Perjumpaan utang atau kompensasi.
Percampuran utang (konfusio).
Pembebasan utang.
Musnahnya barang terutang.
Batal/ pembatalan.
Berlakunya suatu syarat batal.
Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Pembayaran
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur,
pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian
pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk
jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh
debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika
kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
Novasi
Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus
suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang
yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan
karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama,

yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif
pasif).
3.
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya
(novasi subjektif aktif).
Kompensasi
Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan
jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
Konfusio
Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan
kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen
ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya
dalam suatu persatuan harta kawin.

Pengertian Hukum Waris

Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang
lebih berhak.
Istilah waris belum ada kesatuan arti, baik yang ditemui dalam kamus hukum maupun
sumber lainnya. Istilah waris ada yang mengartikan dengan harta peninggalan, pusaka
atau hutang piutang yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia seluruh atau
sebagian menjadi hak para ahli waris atau orang yang ditetapkan dalam surat wasiat.
Selain itu ada yang mengartikan waris yang berhak menerima harta pusaka dari orang
yang telah meninggal.
Nampak ada perbedaan, disatu pihak mengartikan istilah waris dengan harta peninggalan
dan dipihak lain mengartikan dengan orang yang berhak menerima harta peninggalan
tersebut. Adanya perbedaan pendapat ini menunjukkan belum adanya keseragaman dalam
bahasa hukum kita. Untuk mendapatkan suatu pengertian yang jelas perlu adanya
kesatuan pendapat tentang suatu istilah tersebut. Untuk mencapai itu, usaha yang
dilakukan adalah menelusuri secara etimologi.
Istilah waris berasal dari bahasa Arab yang diambil alih menjadi bahasa Indonesia, yaitu
berasal dari kata warisa artinya mempusakai harta, waris artinya ahli waris, waris.
Waris menunjukkan orang yang menerima atau mempusakai harta dari orang yang telah
meninggal dunia. Hal ini juga dapat dilihat dari Sabda Nabi Muhammad SAW. : Ana
warisu manla warisalahu artinya saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli
waris (H.R Ahmad dan Abu Daud).
Di Indonesia ada tiga sistim hukum yang mengatur masalah pewarisan, yaitu hukum
islam, hukum adat dan hukum perdata. Masing-masing sistim hukum tersebut
mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri sesuai dengan sistem kekerababatan yang
mereka anut.
Hukum Waris Islam
Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan
seseorang yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Sumber utama dalam Hukum Waris
Islam adalah Al Quran surat An-Nisa ayat 11-12,

Menurut hukum faraidh, pengertian hukum waris menurut istilah bahasa ialah takdir
( qadar / ketentuan, dan pada syara adalah bagian-bagian yang diqadarkan / ditentukan
bagi waris.
Dengan demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang telah
ditentukan besar kecilnya oleh syara .
Hukum Waris Adat
Dalam hukum adat istilah waris lebih luas artinya dari arti asalnya, sebab terjadinya waris
tidak saja setelah adanya yang meninggal dunia tetapi selagi masih hidupnya orang yang
akan meninggalkan hartanya dapat mewariskan kepada warisnya.
Hukum waris adat atau ada yang menyebutnya dengan hukum adat waris adalah hukum
adat yang pada pokoknya mengatur tentang orang yang meninggalkan harta atau
memberikan hartanya (Pewaris), harta waris (Warisan), waris (Ahli waris dan bukan ahli
waris) serta pengoperan dan penerusan harta waris dari pewaris kepada warisnya.
Untuk mengetahui secara mendalam, berikut ini kemukakan pendapat dari para ahli
hukum adat :
Pengertian hukum waris ditinjau dari Hukum Adat adalah : aturan-aturan yang mengenai
cara bagaimana dari abad ke abad penerusan & peralihan dari harta kekayaan yang
berwujud & tidak berwujud dari generasi pada generasi. ( H. Abdullah Syah, 1994 : 4 )
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistim
dan azas-azas hukum waris tentang warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana
harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris.
Hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat yang khas Indonesia, yang
berbeda dari hukum islam maupun hukum barat. Sebab perbedaannya terletak dari latar
belakang alam pikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat
yang bhineka tunggal ika. Latar belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama
yang bersifat tolong-menolong guna mewujudkan dan kedamaian di dalam hidup.
(Hilman Hadikusuma, 1983 : hlm.19)
Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud benda
(immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.

(Soepomo, 1980 : hlm.81-82 ).


Hukum adat waris meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik
yang materiil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya
serta sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya.( Soerojo
Wignyodpoero, 1985 : 161)
Hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian
dengan proses penerus / pengoperan dan peralihan /perpindahan harta kekayaan materiil
dan immateriil dari generasi ke generasi. (Iman Sudiyat)
Dari beberapa pendapat di atas terdapat suatu kesamaan bahwa, hukum waris adat yang
mengatur penerusan dan pengoperan harta waris dari suatu generasi keturunannya. Hal
ini menunjukkan dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi 4
unsur pokok, yaitu :
1. Ada Pewaris;
2. Ada Harta Waris;
3. Ada Ahli Waris; dan
4. Penerusan dan Pengoperan harta waris.
Hukum Waris Perdata (BW)
Kitab Undang-undang hukum perdata ( BW ) juga memberikan batasan tentang
pengertian & defenisi hukum waris sebagai suatu pedoman, adapun pengertian tersebut,
adalah seperti terurai dibawah ini. Menurut Pasal 830 BW : Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian .
Pasal 832 BW mengatakan :
Menurut Undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga
sedarah baik syah maupun luar kawin & si suami atua isteri yang hidup terlama, semua
menurut peraturan tertera dibawah ini, dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun
yang hidup terlama diantara suami isteri tidak ada, maka segala harta peninggal si yang
meninggal menjadi milik negara yang mana wajib melunasi segala utangnya , sekedar
harga harta peninggalan mencukupi untuk itu .

Jadi warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada BW itu meliputi
seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan
hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan
tersebut ada beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajibankewajiban dalam
lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris,
antara lain:
1

Hak memungut hasil (vruchtgebruik);

Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;

Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW

maupun firma menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya
salah seorang anggota/persero.
Pengecualian lain terdapat pula, yaitu ada beberapa hak yang walaupun hak itu terletak
dalam lapangan hukum keluarga, akan tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik
hak tersebut, yaitu:
4

Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak;

Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah

dari bapak atau ibunya.


Di atas telah dikemukakan bahwa kematian seseorang menurut BW mengakibatkan
peralihan segala hak dan kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya. Hal ini
secara tegas disebutkan dalam pasal 833 ayat (1) BW, yaitu sekalian ahli waris dengan
sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan
segala piutang dari yang meninggal. Peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal
dunia kepada ahli warisnya disebut saisine. Adapun yang dimaksud dengan saisine
yaitu:
Ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia tanpa
memerlukan suatu tindakan tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum
mengetahui tentang adanya warisan itu.
Sistem waris BW tidak mengenal istilah harta asal maupun harta gono-gini atau harta
yang diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapa pun
juga, merupakan kesatuan yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih

dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya.


Artinya, dalam BW tidak dikenal perbedaan pengaturan atas dasar macam atau asal
barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Seperti yang ditegaskan dalam pasal 849 BW
yaitu Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari pada barang-barang
dalam suatu peninggalan untuk mengatur pewarisan terhadapnya. Sistem hukum waris
BW mengenal sebaliknya dari sistem hukum waris adat yang membedakan macam dan
asal barang yang ditinggalkan pewaris.
Dalam hukum adat jika seseorang meninggal dengan meninggalkan sejumlah harta, harta
peninggalan tersebut senantiasa ditentukan dahulu, mana yang termasuk harta asal yang
dibawa salah satu pihak ketika menikah dan mana yang termasuk harta gono-gini, yaitu
harta yang diperoleh bersama suami-istri selama dalam perkawinan. Sedangkan sistem
BW, tidak mengenal hal tersebut, melainkan sebaliknya yaitu harta asal yang dibawa
masing-masing ketika menikah, maupun harta yang diperoleh selama dalam perkawinan
digabungkan menjadi satu kesatuan bulat yang akan beralih dan diwarisi oleh seluruh ahli
warisnya.

Você também pode gostar