Você está na página 1de 48

STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Audit Keuangan Negara Lanjutan
Angkatan III STAR BPKP Tahun 2015

Oleh :

NESVITA ZIKRA

( 1420532044)

OFNI WATI

(1420532045)

RAHMAT TASNIM

(1420532046)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015

STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK


PERKEMBANGAN STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK
Standar audit berbeda dengan prosedur audit, yaitu prosedur berkaitan
dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan
kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar audit, yang
berbeda dengan prosedur auditi, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional
auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam
pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.
Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi
patokan dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan-patokan inilah yang akan
mengarahkan pemeriksa di dalam setiap tahapan pemeriksaan, dan patokanpatokan ini pulalah yang menjadi penilai apakah sebuah pemeriksaan telah
dijalankan dengan baik atau tidak. Apabila terjadi penyimpangan atau tahapan di
dalam standar pemeriksaan tidak dijalankan maka secara otomatis proses
pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar yang berlaku.
Perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan internasional yang
diiringi dengan pesatnya investasi antar negara, pertumbuhan perusahaan
internasional dan pertumbuhan profesi akuntansi serta pengaruhnya terhadap
dunia usaha, pendidikan dan masyarakat luas, akhirnya mengarahkan perhatian
ICA (International Congress cof Accounting) ke 10 di Sydney, Australia pada
tahun 1972 untuk membentuk organisasi profesi akuntan international guna
mengembangkan standar-standar akuntansi yang patut diterima secara universal.
Kemudian, dibentuklah International Coordinator Committee Accounting
Profession (ICCAP) dan International Accounting Standards Committee (IASC)
pada tahun 1973; Pada bulan Agustus 1972, Badan Pembina Pasar Uang dan
Modal membentuk Panitia Penghimpunan Bahan-Bahan dan Struktur Generally
Accepted Accounting Principles and Generally Accepted Auditing Standards.
Melalui kerjasama Panitia Penghimpunan Bahan-Bahan dan Struktur Generally
Accepted Accountin Principles and Generally Accepted Auditing Standards,
dengan IAI dan para akuntan lainnya, kemudian dihasilkan konsep prinsip
akuntansi Indonesia yang didasarkan pada tulisan Paul Grady yang berjudul

Inventory of Generally Accepted Accounting Research Study No. 7 (AICPA, 1965)


dan norma pemeriksaan akuntan yang didasarkan pada Statement on Auditing
Procedure No. 33 AICPA- 1963. Konsep ini secara resmi disahkan sebagai Prinsip
Akuntansi Indonesia dan Norma Pemeriksaan Akuntan yang berlaku di seluruh
Indonesia pada kongres IAI ketiga tanggal 2 Desember 1973.
Seiring berjalannya waktu dan peristiwa yang terjadi, secara bertahap
Prinsip Akuntansi Indonesia dan Norma Pemeriksaan Akuntan ditambah,
disesuaikan, dan disempurnakan. Di Indonesia, pada masa sebelurnnya, standar
pemeriksaan dikenal dengan narna SAP (Standar Audit Pemerintahan) 1995.
Namun, seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat
yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil
pemeriksaan yang bernilai tambah maka hal ini menuntut BPK untuk
menyempurnakan Standar Audit Pemerintah (SAP) 1995.
Pada awal tahun 2007, BPK berhasil menyelesaikan penyusunan standar
pemeriksaan yang diberi nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara atau
disingkat dengan SPKN yang dipayungi dengan peraturan BPK-R1 No. 1 Tahun
2007 sebagai pengganti standar pemeriksaan sebelumnya yaitu Standar Audit
Pemerintah (SAP) 1995. SPKN ini mengikat BPK maupun pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
PeIaksanaan audit kinerja sektor publik menjadi suatu hal yang sangat
penting demi rnewujudkan tuntutan masyarakat akan terciptanya pemerintahan
yang baik, sebab hasil audit kinerja dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat
keberhasilan maupun kegagalan organisasi sektor publik dalam mencapai tujuan
dan sasaran organisasi secara keseluruhan. Indonesia telah meiniliki suatu standar
dalarn pelaksanaan audit pemerintahan yakni Standar Audit Pemerintahan (SAP)
yang telah dibuat oleh BPK-RI pada tahun 1995. Namun, SAP dirasa tidak dapat
memenuhi tuntutan dinarnika masa kini, terutama sejak adanya reformasi
konstitusi di bidang pemeriksaan yakni Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
tentang Perneriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara serta
Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan perneriksa Keuangan Negara.
Dengan adanya Undang-undang tersebut, maka BPK RI rnenyusun standar

pemeriksaan yang baru, yakni Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)


pada awal tahun 2007.
Penyusunan SAP maupun SPKN di Indonesia menggunakan banyak
referensi, salah satunya dari standar audit yang dikeluarkan oleh United StatesGeneral Accounting Office (US-GAO) yakni Generally Accepted Government
Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision.
STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK
Tata kelola sektor publik meliputi kebijakan dan prosedur yang digunakan
untuk mengarahkan kegiatan organisasi untuk memberikan keyakinan memadai
bahwa tujuan terpenuhi dan bahwa operasi dilakukan dengan cara yang etis dan
bertanggung jawab. Ini juga mencakup kegiatan yang menjamin kredibilitas
organisasi sektor publik, membangun penyediaan pemerataan jasa, dan menjamin
perilaku yang tepat dari pejabat organisasi sektor publik serta mengurangi risiko
korupsi publik.
Audit sektor publik merupakan landasan tata kelola sektor publik yang
baik. Dengan menyediakan tujuan, penilaian tujuan apakah sumber daya publik
secara bertanggung jawab dan efektif untuk mencapai hasil yang diharapkan,
auditor membantu organisasi pemerintah mencapai akuntabilitas dan integritas,
meningkatkan operasi, dan menanamkan kepercayaan antara warga dan pemangku
kepentingan. Peran auditor publik mendukung tanggung jawab tata kelola
pengawasan wawasan, dan pandangan ke depan. Pengawasan ditujukan untuk
menjawab apakah entitas sektor publik melakukan apa yang seharusnya mereka
lakukan dan berfungsi untuk mendeteksi dan mencegah korupsi publik. Wawasan
membantu pengambil keputusan dengan menyediakan penilaian independen
terhadap program sektor publik, kebijakan, operasional dan hasil. Sedangkan
tinjauan masa depan mengidentifikasi tren dan tantangan yang muncul. Auditor
menggunakan alat-alat seperti audit keuangan, audit kinerja, dan investigasi dan
jasa konsultasi untuk memenuhi masing-masing peran.
Standar audit berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan

berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang
ada. Pengawasan untuk memastikan pelaksanaan kerja organisasi sektor publik
membutuhkan audit eksternal yang komprehensif dan kompeten yang didukung
oleh standar internasional tentang audit.
Lingkungan Supreme Audit institution (SAI) memerlukan pendekatan yang
komprehensif untuk manajemen keuangan publik. Hal ini juga rnensyaratkan
penyerahan laporan audit publik untuk memastikan dukungan publik untuk
tindakan yang efektif. Semua persyaratan ini dipenuhi oleh INTOSAI dan standar
audit IFAC.
Dalam praktik di Indonesia, standar audit publik yang dikenal adalah
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar audit terdiri dari 10 yang
dikelompokkan ke dalam 3 bagian, di antaranya standar umum, standar pckerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Dalam banyak hal, standar-standar tersebut saling
herhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. Materialitas dan
risiko audit melandasi penerapan semua standar audit, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Standar

Pemeriksaan

Keuangan

Negara

adalah

sebuah

standar

pemeriksaan yang memuat persyaratan profesional perneriksa, mutu pelaksanaan


perneriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan
pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
diharapkan akan rneningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau
diperoleh dan entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti
secara objektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini
dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil
pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara
Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga
merupakan salah satu unsur penting dalarn rangka terciptanva akuntabilitas
publik.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini disusun untuk memenuhi Pasal


5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang- Undang
No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Tujuan pembuatan
standar pemeriksaan ini adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa
dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara terdiri dan standar umum, standar
pemeriksaan keuangan, standar pemeriksaan kinerja, dan standar pemeriksaan
untuk tujuan tertentu. Setiap standar digunakan untuk tujuan audit yang berbedabeda. Berikut disajikan standar yang ada dalarn Standar Pemeniksaan Keuangan
Negara.
(1) Standar Umum
Standar umum ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin
kredibilitas hasil perneriksaan. Kredibilitas sangat diperlukan oleh sernua
organisasi pemeriksa yang rnelaksanakan perneriksaan yang diandalkan oleh para
pejabat entitas dan pengguna hasil pemeriksaan lainnya dalam mengambil
keputusan, dan merupakan hal yang diharapkan oleh publik dari informasi yang
disajikan oleh pemeriksa. Standar umum ini berkaitan dengan persyaratan
kemampuan/keahlian

pemeriksa,

independensi

organisasi

pemeriksa

dan

perneriksa secara individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat


dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil perneriksaan, serta
pengendalian mutu hasil pemeniksaan.
Standar urnurn ini memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan
standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada
pernyataan standar berikutnya. Dengan demikian, standar umum ini harus diikuti
oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pcmeriksaan.

Pernyataan standar umum yang pertama adalah tentang persyaratan


kemampuan atau keahlian, yaitu Pemeriksa secara kolektif harus
memiliki kecakapan profesional yang rnemadai untuk melaksanakan tugas
pemeriksaan
Pernyataan standar umum kedua adalah Dalarn semua hal yang berkaitan
dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus
bebas dalarn sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
eksternal, dan organisasi yang dapat memengaruhi independensinya.
Pernyataan standar umum ketiga adalah Dalarn pelaksanaan pemeriksaan
serta

penyusunan

laporan

hasil

pemeriksaan,

pemeriksa

wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.


Pernyataan standar umum keempat adalah Setiap organisasi pemeriksa
yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus
memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem
pengendalian mutu tersebut harus di-review oleh pihak lain yang kompeten
(pengendalian mutu eksternal).
(2) Standar Pemeriksaan Keuangan
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Pernyataan standar mi mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan
keuangan dan setiap standar pekerjaan lapangan audit keuangan dan Pernyataan
Standar Audit (PSA) yang ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain.
Untuk pemeriksaan keuangan Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga
pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI.
(a) Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan
tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
(b) Pemahaman yang memadai atas pengendalian internal harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.

(c) Bukti audit yang kompeten harus diperoleh rnelalui inspeksi, pengamatan
pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan tambahan berikut.
a. Komunikasi pemeriksa.
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama adalah:
Pemeriksa harus mengomunikasikan informasi yang berkaitan
dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan,
dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan
atau pihak yang meminta pemeriksaan.
Standar Pemeriksaan rnensyaratkan pemeriksa untuk memperoleh
pemahaman mengenai entitas yang diperiksa dan melakukan
komunikasi dengan entitas yang diperiksa. Standar Pemeriksaan
memberi kesempatan untuk memperluas pihak yang akan diajak
berkomunikasi tentang hal yang berkaitan dengan informasi tertentu
selama perencanaan pemeriksaan, termasuk kemungkinan adanya
pembatasan dalam pelaporan, untuk mengurangi risiko salah
interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, Pemeriksa
diharapkan rnampu rnenggunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menentukan bentuk, isi, dan intensitas kornunikasi. Di dalam standar
rnenyarankan agar melakukan komunikasi dalam bentuk tertulis.
Pemeriksa dapat mengomunikasikan informasi yang dipandang perlu
dengan rnemuatnya dalarn program perneriksaan dan komunikasi yang
dilakukan pemeriksa harus didokurnentasikan.
b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya.
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah:
Pemeriksa harus mernpertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya
serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
Di dalam melakukan pemeriksaan (audit) Pemeriksa harus
memperoleh

informasi

mengidentifikasi

dan

perneriksaan

entitas

yang

keuangan,

diperiksa

pemeriksaan

untuk
kinerja,

pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelurnnya

telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan perneriksaan yang


sedang dilaksanakan. Hal mi dilakukan untuk mengidentifikasi
langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi
signifikan.

Perneriksa

profesionalnya

untuk

harus

mempergunakan

menentukan

(1)

periode

pertimbangan
yang

harus

diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan


untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang memengaruhi
pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan
prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan.
c. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan
dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud),
serta ketidakpatutan (abuse).
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah:
Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan
keyakinan yang memadai guna mendteksi salah saji material
yang

disebabkan oleh ketidakpatuhan

terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan


material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi
tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi
tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan
dari

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh


terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa
harus rnenerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk
mernastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan telah atau akan terjadi.
Pemeriksa harus waspada pada kernungkinan adanya situasi
dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau
ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta
berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan

tambahan

untuk memastikan

bahwa kecurangan dan/atau

ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap


kewajaran penyajian laporan keuangan.
d. Pengembangan temuan pemeriksaan.
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah:
Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur
pemeriksaan
untuk
mengembangkan
unsur-unsur
temuan
pemeriksaan.
Temuan pemeriksaan, seperti kurang rnemadainya pengendalian
internal, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan, serta ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi,
kriteria, akibat dan sebab. Namun demikian, unsur yang dibutuhkan
untuk sebuah temuan perneriksaan seluruhnya bergantung pada tujuan
pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau sekelompok temuan
pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan perneriksaannya telah
dipenuhi dan laporannya secara jelas rnengaitkan tujuan tersebut
dengan unsur temuan pemeriksaan. Pemeriksa perlu melakukan
pembahasan dengan manajernen entitas yang diperiksa untuk
mengembangkan temuan pemeriksaan.
Dokumentasi Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah:
Pemeriksa harus menpersiapkan dan memelihara dokumentasi
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi
pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai
hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa
dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung
pertimbangan dan sirnpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus
mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat
standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI.

(1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan


sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif
Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dimaksud di atas meliputj
prinsip akuntansi, praktik akuntansi, dan metode penerapan prinsip
akuntansi. Berdasarkan standar tersebut, auditor tidak harus menyatakan
mengenai fakta. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai apakah
laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Berkaitan dengan keadaan di mana terdapat penyusunan laporan
keuangan yang disusun tidak berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, auditor tetap harus memenuhi standar pertama. Dalam hal ini,
auditor dapat mengungkapkan dalam laporan audit bahwa laporan keuangan
telah disusun sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip
akuntansi yang berlaku umum, dan menyatakan pendapat apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif yang
digunakan.
Prinsip akuntansi yang berlaku urnum digunakan sebagai tolok ukur
untuk mengukur penyajian keuangan. Frase prinsip akuntansi yang berlaku
umum merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi,
aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk merumuskan praktik akuntansi
yang berlaku urnum saat tertentu. Prinsip akuntansi yang berlaku umum
meliputi pedornan umum, praktik dan prosedur yang rinci.
Pertimbangan auditor rnengenai kewajaran atas penyajian laporan
keuangan harus dilakukan dalam kerangka prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hal ini dimaksudkan untuk rnenghasilkan pedoman seragam untuk
menilai penyajian posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas dalam laporan
keuangan.
Pemberian pendapat auditor wajar tanpa pengecualian sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum harus didasarkan pada pertimbangan
auditor, apakah:

10

a. Prinsip akuntansi yang dipilih dan diterapkan telah berlaku secara


umum.
b. Prinsip

akuntansi

yang

dipilih

tepat

untuk

keadaan

yang

bersangkutan.
c. Laporan

keuangan

beserta

catatan

atas

laporan

keuangan

memberikan informasi yang memadai yang dapat memengaruhi


penggunaan, pemaharnan, dan penafsirannya.
d. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan
dan diikhtisarkan dengan semestinya, tidak terlalu rinci maupun
ringkas.
Laporan

keuangan

mencerminkan

peristiwa

dan

transaksi

yang

mendasarinya dalam suatu cara penyajian posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas dalam batas-batas yang rasional dan praktis untuk dicapai dalarn
laporan keuangan.
(2) Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalarn
periode sebelumnya.
Konsistensi merupakan konsep didalam akuntansi yang menuntut penerapan
standar secara terus menerus, dan tidak diubah-ubah, kecuali dengan alasan
yang dapat dibenarkan. Perubahan kadang dirnungkinkan dan dibenarkan
agar laporan keuangan dapat menyajikan posisi keuangan organisasi yang
sebenarnya dan untuk menghindari informasi yang menyesatkan. Tujuan
standar konsistensi adalah memberikan jaminan bahwa jika daya banding
laporan keuangan diantara dua periode dipengaruhi secara material oleh
perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan
tersehut dalam laporan. audit. Konsistensi sangat diperlukan untuk
mendukung komparabilitas laporan keuangan dan suatu periode ke periode
berikutnya. Apabila laporan keuangan telah rnenerapkan konsistensi
sebagaimana mestinya, maka laporan keuangan audit tidak perlu
rncnyebutkan frase konsistensi ini.

11

Penerapan semestinya standar kedua ini menuntut auditor untuk memahami


hubungan

antara

konsistensi

dengan

daya

banding

laporan

keuangan.

Perbandingan laporan keuangan di antara beberapa periode dapat dipengaruhi


oleh:
a. Perubahan akuntansi.
Perubahan dalarn prinsip akuntansi meliputi perubahan dalam:

Prinsip akuntansi.

Estimasi akuntansi.

Satuan usaha yang membuat laporan keuangan.

Perubahan akuntansi dapat memengaruhi konsistensi dan sebaliknya.


Perubahan akuntansi yang dapat rnemengaruhi konsistensi, meliputi:

Perubahan dalam prinsip akuntansi.

Perubahan dalarn satuan usaha yang membuat laporan.

Laporan setelah terjadi penggabungan kepentingan.

Koreksi kesalahan penerapan dalam prinsip.

Perubahan dalam prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan


dalam estimasi akuntansi

Perubahan dalam prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan


dalam penyajian arus kas.

Perubahan akuntansi yang tidak memengaruhi konsistensi meliputi:

Perubahan dalarn klasifikasi dan reklasifikasi.

Koreksi kesalahan yang tidak rnelibatkan pninsip akuntansi.


Perubahan akuntansi yang tidak memengaruhi konsistensi,
tetapi memerlukan pengungkapan dalam catatan atas laporan
keuangan meliputi:

Perubahan dalarn estimasi akuntansi.

Transaksi atau kejadian yang sangat berbeda.

Perubahan akuntansi yang diperkirakan baru berdampak


material di masa yang akan datang.

12

b. Kesalahan dalam laporan keuangan yang diterbitkan dalam periode


sebelumnya.
c. Perubahan penggolongan atau reklasifikasi.
d. Ketidaktepatan estimasi tahun-tahun sebelumnya dengan peristiwa dan
kejadian dalam tahun berjalan.
(3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
Standar ini berkaitan erat dengan informasi tambahan sebagai pendukung dan
pelengkap laporan keuangan. Informasi tambahan tersebut dapat dinyatakan
dalam bentuk catatan atas laporan keuangan maupun dalam bentuk
pengungkapan lainnya. Laporan audit tidak perlu menyatakan hal ini, apabila
pengungkapan informasi sudah memadai.
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, meliputi pcngungkapan informasi yang memadai atas
berbagai hal yang material. Hal-hal tersebut meliputi bentuk, susunan, dan isi
laporan keuangan serta catatan alas laporan keuangan. Catatan atas laporan
keuangan meliputi istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan
elemen

laporan keuangan, dan dasar-dasar yang

digunakan untuk

menghasilkan jumlah yang tercantum dalarn laporan keuangan.


Apabila pengelola tidak mengungkapkan informasi yang semestinya
diungkapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka
auditor harus rnengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau
pendapat tidak wajar. Dalam hal ini, auditor harus mengemukakan alasan dan
memberikan informasi yang memadai dalam laporan audit.
Dalam

mempertimbangkan

kecukupan

pengungkapan,

auditor

rnenggunakan informasi yang diperoleh dan klien berdasarkan kepercayaan


klien bahwa auditor akan rnerahasiakan informasi tersebut. Tanpa
kepercayaan tersebut, auditor akan sulit memperoleh informasi yang
diperlukan. Oleh karena itu, auditor tidak boleh rnengungkapkan informasi
yang tidak diharuskan untuk diungkapkan tanpa seizin klien.

13

(4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai


Iaporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggungjawab yang dipikul auditor:
Standar pelaporan keempat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya salah
tafsir tentang tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor bila narnanya
dikaitkan dengan laporan keuangan. Auditor harus menyatakan bahwa tidak
dapat mernberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang tidak diaudit
tetapi namanya dikaitkan dengan laporan keuangan tersebut. Auditor juga
harus menyatakan bahwa ia tidak dapat memberikan pendapatnya meskipun
melakukan beberapa prosedur audit, tetapi ia tidak independen terhadap klien.
Seorang auditor dikaitkan namanya dengan laporan keuangan apabila ia
mengizinkan namanya dicanturnkan dalam suatu laporan, dokurnen, atau
komunikasi tertulis yang berisi laporan keuangan tersebut. Pengkaitan narna
auditor dengan laporan keuangan juga mencakup penyerahan laporan
keuangan yang disusun atau yang dibantu penyusunannya kepada klien atau
pihak lain meski namanya tidak dicantumkan.
Apabila auditor dikaitkan namanya dengan suatu laporan keuangan,
namun belurn mengaudit atau menelaahnya, auditor yang menerbitkan
laporan keuangan yang menyatakan bahwa ia tidak memberikan pendapat
atas laporan keuangan tersebut. Hal ini perlu ditempuh auditor untuk
mematuhi standar pelaporan keempat. Di samping itu, setiap halaman laporan
keuangan harus jelas diberi tanda tidak diaudit (unaudited). Auditor tidak
wajib melaksanakan prosedur apapun, apabila akuntan menerbitkan bentuk
pernyataan tidak memberikan pendapat semacam itu. Auditor hanya perlu
membaca laporan keuangan tersebut untuk menemukan salah saji yang
material.

14

Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai


laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat
diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
Standar perneriksaan menetapkan standar pelaporan tambahan berikut:
a. Pernyataan Kepatuhan terhadap Standar Pemeriksaan.
Pernyataan standar pelaporan tambahan pertama adalah:
Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
Pernyataan standar mi mengacu kepada standar pemeriksaan yang
berlaku yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan
Jika perneriksa tidak dapat mengikuti Standar Pemeriksaan, pemeriksa
dilarang untuk menyatakan demikian Dalam situasi demikian pemeriksa
harus rnengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar pemeriksaan
tersebut dan darnpaknya terhadap hasil pemeriksaan.
Standar pemeriksaan memberlakukan standar audit yang ditetapkan
oleh IAI dengan beberapa penyesuaian. Pernyataan standar yang tercantum
dalam

Standar

pemeriksaan

merupakan

tambahan

Apabila

suatu

pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan maka


pemeriksaan tersebut dengan sendirinya telah memenuhi standar audit yang
ditetapkan oleh IAI. Suatu entitas yang diperiksa berdasarkan standar
pemeriksaan mungkin juga rnembutuhkan pemeriksa untuk rnenerbitkan
laporan pemeriksaan keuangan untuk tujuan lain, misalnya, entitas yang
diperiksa membutuhkan laporan keuangan yang telah diperiksa untuk
menerbitkan obligasi atau untuk tujuan lainnya. Standar pemeriksaan mi
tidak melarang pemeriksa untuk menerbitkan laporan lain yang terpisah.

15

b. Pelaporan

tentang

Kepatuhan

terhadap

Ketentuan

Peraturan

Perundang-Undangan.
Pernyataan standar pelaporan tambahan kedua adalah:
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan
bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan
material terhadap penyajian laporan keuangan.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas
kepatuhan. Apabila pemeriksa tidak menernukan ketidakpatuhan dalam
pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
pemeriksa tidak menerbitkan laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa
menerbitkan laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus memuat suatu paragraf yang merujuk kepada laporan tersebut.
Laporan atas kepatuhan mengungkapkan: (1) ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundangundangan termasuk pengungkapan atas
penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun
penyimpangan

yang

mengandung

unsur

tindak

pidana,

dan

(2)

ketidakpatutan yang signifikan.


c. Pelaporan tentang Pengendalian Internal
Pernyataan standar pelaporan tambahan ketiga, adalah:
Laporan atas pengendalian internal harus mengungkapkan kelemahan
dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang dianggap
sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.
Pelaporan tentang Kelemahan Pengendalian Internal
Pemeriksa (auditor) harus melaporkan kelemahan pengendalian internal atas
pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan
Beberapa contoh kondisi mengenai kelemahan pengendalian internal yang
dapat dilaporkan seperti yang dirumuskan dalam SPAP sebagai berikut.

16

(a) Tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan
pengendalian yang layak.
(b) Tidak ada review dan persetujuan yang memadai untuk transaksi,
pencatatan akuntansi atau output dan suatu sistem.
(c) Tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan aktiva.
(d) Bukti kelalaian yang menakibatkan kerugian, kerusakan atau
penggelapan aktiva.
(e) Bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap
dan cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh
entitas
yang diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian.
(f) Bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian internal oleh
orang-orang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan
kegagalan tujuan menyeluruh sistem tersebut.
(g) Bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dan
pengendalian internal, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau
pembuatan rekonsiliasi tidak tepat waktu.
(h) Kelemahan dalam lingkungan pengendalian seperti tidak adanya
tingkat kesadaran yang mernadai tentang pengendalian dalam
organisasi tersebut.
(i) Kelemahan yang signifikan dalam desain atau pelaksanaan
pengendalian internal yang dapat rnengakibatkan pelanggaran
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung
dan material atas laporan keuangan.
(j) Kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem
informasi pernantauan tindak lanjut untuk secara sistematis dan tepat
waktu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian
internal yang sebelumnya telah diketahui.
Dalam melaporkan kelemahan pengendalian internal atas pelaporan
keuangan. pemeriksa harus mengidentifikasi kondisi yang dapat
dilaporkan yang secara sendiri-sendiri atau secara kumulatif merupakan

17

kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut


dalam perspektif yang wajar. Untuk memberikan dasar bagi pengguna
laporan hasil pemeriksaan dalarn rnempertirnbangkan kejadian dan
konsekuensi

kondisi

tersebut,

hal-hal

yang

diidentifikasi

harus

dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Sejauh


memungkinkan,

dalam

menyajikan

temuan

mengenai

kelemahan

pengendalian internal atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus


mengembangkan unsur-unsur kondisi, kriteria, akibat, dan sebab untuk
membantu manajemen entitas yang diperiksa atau pihak berwenang dalam
memaharni perlunya mengambil tindakan perbaikan. Apabila pemeriksa
dapat mengembangkan secara memadai temuan-ternuan tersebut, emeriksa
harus membuat rekomendasi guna tindakan perbaikan. Berikut mi adalah
pedoman dalam melaporkan unsur-unsur temuan:
(a) Kondisi; memberikan bukti mengenai hal-hal yang ditemukan
pemeriksa di lapangan. Pelaporan lingkup atau kedalaman dan kondisi
dapat membantu pengguna laporan dalam memperoleh perspektif
yang wajar.
(b) Kriteria; memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna
laporan hasil pemeriksaan untuk menentukan keadaan seperti apa
yang
diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara
wajar, eksplisit, dan lengkap, dan sumber dan kriteria dinyatakan
dalam
laporan hasil pemeriksaan. Akibat; memberikan hubungan yang jelas
dan logis untuk menjelaskan pengaruh dan perbedaan antara apa yang
ditemukan pemeriksa (kondisi) dan apa yang seharusnya (kriteria).
(c) Akibat lebih rnudah dipahami bila dinyatakan secara jelas, terinci, dan
apabila memungkinkan, dinyatakan dalam angka. Signifikansi dan
akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang meyakinkan.

18

(d) Sebab; memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang


menjadi sumber perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam
melaporkan sebab, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah bukti
yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan dan masuk
akal bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama
terjadinya perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan
apakah sebab yang diungkapkan dapat menjadi dasar pemberian
rekomendasi. Dalam situasi ternuan terkait dengan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan di mana tidak dapat
ditetapkan dengan logis penyebab temuan tersebut, pemeriksa tidak
diharuskan untuk mengungkapkan unsur sebab ini.
Apabila pemeriksa mendeteksi adanya kelemahan dalam pengendalian
internal atas pelaopran keuangan yang merupakan kondisi yang dapat
dilaporkan,

pemeriksa

harus

mengomunikasikan

secara

tertulis

kelemahan tersebut kepada entitas yang diperiksa melalui laporan tentang


pengendalian internal.
d. Pelaporan Tanggapan dari Pejabat yang Bertanggung Jawab.
Pernyaaan standar pelaporan tambahan keempat adalah:
Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam
pengendalian internal, kecurangan, penyimpangan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari
pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang
diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang
direncanakan.
Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil
pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan
rnendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab
pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang
bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian

19

internal, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, atau ketidakpatutan yang dilaporkan oIeh perneriksa, tetapi juga
tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar
pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus
meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk membenikan tanggapan
tertulis terhadap temuan, simpulan dan rekornendasi, termasuk tindakan
perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa.
Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan objektif.
Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan
tidak boleh diterirna sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang
signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila tanggapan dan entitas
yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan atau rekomendasi
dalarn laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut
tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan
rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas
tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya.
Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan objektif.
Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila perneriksa
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.
e. Pelaporan Informasi Rahasia.
Pernyataan standar pelaporan tambahan kelirna adalah;
Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundangundangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam
laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus
mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya
informasi tersebut.
Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada urnum oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin
hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan rnempunyai kewenangan untuk mengetahuinya. Situasi
lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga rnengakibatkan
informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil

20

pemeriksaan. Sebagai contoh, informasi rinci tentang pengamanan komputer


untuk suatu program dapat dikeluarkan dari pelaporan publik guna mencegah
penyalahgunaan informasi tersebut. Dalarn situasi tersebut, BPK dapat
menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi di atas dan
mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan
ketentuan

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku.

Apabila

mernungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum rnengenai


ketentuan,

perrnintaan

atau

keadaan

yang

menyebabkan

tidak

diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.


Pertimbangan Pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya inforrnasi
tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi
mengharuskan

penghilangan

informasi

tertentu,

pemeriksa

harus

rnernpertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil


pemeriksaan atau melanggar hukurn. Jika pemeriksa memutuskan untuk
menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat
informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut.
f. Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaporan tambahan keenarn adalah:
Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan entitas
yang dipcriksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas
yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak
lanjut hasil perneriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi hasil
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Laporan hasil perneriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak
yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk
tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas
dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa
dapat membatasi pendistribusian laporan hasil pemeriksaan tersebut. Apabila
akuntan publik atau pihak lain yang ditugasi untuk melakukan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan, akuntan publik atau pihak lain tersebut

21

harus memastikan bahwa laporan hasil pemeriksaan didistribusikan secara


memadai. Jika akuntan publik tersebut ditugasi untuk mendistribusikan
laporan hasil pemeriksaannya, maka perikatan/penugasan tersebut harus
menyebutkan pihak yang harus menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut.
Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, namun pemeriksa
tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan maka pemeriksa harus
membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pekerjaannya sampai tanggal
penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa
juga harus mengornunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan
tersebut kepada manajernen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta
pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.
(3) Standar Pemeriksaan Kinerja
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
a. Perencanaan
Pernyataan standar pelaksanaan pertama adalah Pekerjaan harus
direncanakan secara memadai. Dalam merncanakan pemeriksaan,
pemeriksa (auditor) terlebih dahulu harus mendefinisikan tujuan
pemeriksaan dan lingkup serta metodologi pemeriksaan untuk mencapai
tujuan pemerikaan tersebut. Perencanaan merupakan proses yang
berkesinambungan selama pemeriksaan. Oleh karena itu pemeriksaan
harus mempertimbangkan untuk membuat penyesuain pada tujuan, lingkup
dan metodologi pemeriksaan selama pemeriksaan dilakukan. Tujuan
pemeriksaan adalah mengungkapkan apa yang ingin dicapai dari
pemeriksaan tersebut. Tujuan pemeriksaan mengidentifikasikan objek
pemeriksaan dan aspek kinerja yang harus dipertimbangkan, termasuk
temuan pemeriksaan yang potensial dan unsur pelaporan yang diharapkan
bisa dikembangkan oleh pemeriksa. Tujuan pemeriksaan dapat dianggap
sebagai pertanyaan mengenai program-program yang diperiksa dan
pemeriksa harus mencari jawabannya. Lingkup pemeriksaan adalah batas
pemeriksaan dan harus terkait langsung dengan tujuan pemeriksaan.
Misalnya lingkup pemeriksaan menetapkan parameter pemeriksaan seperti

22

periode yang di-review, ketersediaan dokumen atau catatan yang


diperlukan, dan lokasi pemeriksaan dilapangan yang akan dilakukan.
Pemeriksa harus merancang metodologi pemeriksaan utnuk memperoleh
bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten dan relevan dalam rangka
mencapai tujuan pemeriksaan. Metodologi pemeriksaan mencakup jenis
dan perluasan prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk mencapai
tujuan pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan adalah langkah-langkah
pemeriksaan dan cara-cara pengujian yang akan dilaksanakan oleh
pemeriksa untuk mencapai tujuan pemeriksaan.
Dalam merencanakan suatu pemeriksaan kinerja, pemeriksa (auditor)
harus :
- Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan potensial
-

pengguna laporan hasil pemeriksaan


Memperoleh suatu pemahaman mengenai program yang diperiksa
Mempertimbangkan pengendalian internal
Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan
dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud) dan

ketidakpatutan (abuse)
Mengidentifikasikan kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-

hal yang harus diperiksa.


Mengidentifikasikan temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang
signifikan dari pemeriksaan terdahulu yang dapat mempengaruhi
tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus menentukan apakah manajemen
sudah memperbaiki kondisi yang menyebabkan temuan tersebut dan

sudah melaksanakan rekomendasinya.


Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemeriksa lain dan ahli lainnya
dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan pemeriksan yang

telah ditetapkan.
Menyediakan pegawai atau staf yang cukup dan sumber daya lain

untuk melaksanakan pemeriksaan


Mengkomunikasikan informasi mengenai tujuan pemeriksaan serta
informasi umum lainnya yang berkaitan dengan rencana dan
pelaksanaan pemeriksaan tersebut kepada manajemen dan pihak-pihak

lain yang terkait


Mempersiapkan suatu rencana pemeriksaan secara tertulis

23

b. Supervisi
Pernyataan standar pelaksanaan kedua adalah Staf harus disupervisi
dengan baik. Supervisi mencakup engarahan kegiatan pemeriksa dan
pihak lain (seperti tenaga ahli yang terlibat dalam pemeriksaan) agar
tujuan pemeriksaan dapat dicapai. Unsur supervisi meliputi pemberian
intruksi kepada staf, pemberian informasi mutakhir tentang masalah
signifikan yang dihadapi, pelaksanaan review atas pekerjaan yang
dilakukan, dan pemberian pelatihan kerja lapangan (on the job training)
yang efektif.
c. Bukti
Pernyataan standar pelaksanaan ketiga adalah Bukti yang cukup,
kompeten dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai
bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa. Dalam mengidentifikasi
sumber-sumber data potensial yang dapat digunakan sebagai bukti
pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan validitas dan keandalan
data tersebut, termasuk data yang dikumpulkan oleh entitas yang diperiksa,
data yang disusun oleh pemeriksa atau data yang diberikan oleh pihak
ketiga. Demikian juga halnya dengan kecukupan dan relevansi bukti-bukti
tersebut.
d. Dokumentasi Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaksanaan keempat adalah Pemeriksa harus
mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan harus berisi
informasi

yang

cukup

untuk

memungkinkan

pemeriksa

yang

berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungandengan pemeriksaan


tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat
menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan dan rekomendasi
pemeriksa.
Dokumen pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu :
- Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan
- Membantu peperiksa dlam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan
-

pemeriksaan.
Memungkinkan orang lain untuk me-review kualitas pemeriksaan.

24

Tujuan yang ketiga ini pemting karena pemeriksaan yang dilaksanakan


sesuai dengan standar pemeriksaan ini akan di-review oleh pemeriksa
lain. Dokumen pemeriksaan memungkinkan dilakukannya review atas
kualitas pemeriksaan karena merupakan dokumentasi tertulis mengenai
bukti yang mendukung temuan dan rekomendasi pemeriksa.
Didalam dokumen pemeriksaan harus berisi :
- Tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan termasuk kriteria
-

pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan.


Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan digunakan untuk mendukung

pertimbangan profesional dan temuan pemeriksa.


Bukti tentang review supervisi terhadap pekerjaanyang dilakukan.
Penjelasn pemeriksa mengenai standar yang diterapkan, apabila ada,
alasan dan akibatnya.

(4) Standar Pemeriksaan Kinerja


a. Bentuk
Pernyataan standar pelaporan pertama adalah Pemeriksa harus membuat
laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil
pemeriksaan.
Laporan hasil pemeriksaan berfungsi untuk :
- Mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang
-

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku


Membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman.
Membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan

perbaikan oleh instansi terkait


Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh
tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Kebutuhan untuk
melakukan pertanggungjawaban atas program menghendaki bahwa

laporan hasil pemeriksaan disajikan dlam bentuk yang mudah diakses.


b. Isi Laporan
Pernyataan standar pelaporan kedua adalah :
Laporan Pemeriksaan harus mencakup :
1. Pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar
Pemeriksaan.
Pernyataan standar ini mengacu pada standar pemeriksaan yang
berlaku, yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan
pemeriksaan.
2. Tujuan, Lingkup, dan Metodologi Pemeriksaan

25

Pemeriksa harus memuat tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan


dalam laporan hasil pemeriksaan. Informasi tersebut penting bagi
pengguna laporan hasil pemeriksaan agar dapat memahami maksud
dan jenis pemeriksaan, serta memberikan perspektif yang wajar
terhadap apa yang dilaporkan. Dalam melaporkan tujuan pemeriksaan,
pemeriksa harus menjelaskan mengapa pemeriksaan tersebut dilakukan
dan menyatakan apa yang harus dimuat dalam laporan hasil
pemeriksaan.
3. Hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan dan
rekomendasi
Pemeriksa harus melaporkan temuan pemeriksaan untuk menjawab
tujuan pemeriksaan. Dalam melaporkan tujuan pemeriksaan tersebut
pemeriksa harus mengungkapkan informasi yang cukup, kompeten,
dan relevan sehingga dapat dipahami. Pemeriksa juga harus
melaporkan informasi mengenai latar belakang yag dibutuhkan oleh
pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam memahami temuan
pemeriksaan tersebut.
4. Tanggapan Pejabat yang Bertanggungjawab atas Hasil Pemeriksaan
Pemeriksa harus meminta tanggapan/ pendapat secara tertulis dari
pejabat yang bertanggungjawab terhadap temuan, simpulan dan
rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh
manajemen

entitas

yang

diperiksa.

Tanggapan

pejabat

yang

bertanggungjawab harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan


objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil
pemeriksaan.
5. Pelaporan Informasi Rahasia apabila ada
Apabila informasi tertentu dilarang diungkapkan kepada umum,
laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi
yangdihilangkan tersebut dan ketentuan ynag melarang pengungkapan
informasi

tersebut.

diungkapakan

Beberapa

kepada

umum

informasi
berdasarkan

tertentu

tidak

ketentuan

dapat

peraturan

perundang-undangan atau keadaan khusus lainnya yang berkaitan


dengan keselamatan dan keamanan publik. Misalnya, temuan terinci

26

mengenai pengamanan aktiva maupun sistem informasi dapat


dikecualikan dari laporan hasil pemeriksaan yang dapat diakses oleh
publik karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan informasi
tersebut.
c. Unsur-unsur Kualitas Laporan
Pernyataan standar pelaporan ketiga adalah Laporan Hasil pemeriksaan
harus tepat waktu, lengkap, akurat, objejektif, meyakinkan, serta jelas dan
seringkas mungkin.
1. Tepat Waktu
Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaiakan,
nilainya menjadi kurang bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan.
Oleh karena itu pemeriksa harus merencanakan penerbitan laporan
tersebut secara semestinya.
2. Lengkap
Laporan hasil pemeriksaan harus memuat semua informasi dari bukti
yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan, memberikan
pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, serta
memenuhi persyaratan isi laporan hasil pemeriksaan.
3. Akurat
Bukti yang disajikan adalah benar dan temuan disajikan dengan tepat.
Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan
keyakinan kepada pengguna laporan hasil pemeriksaan bahwa apa
yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan.
4. Objektif
Penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam isi dan nada.
Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak
memihak, sehingga pengguna laporan hasil pemeriksaan dapat
diyakinkan oleh fakta yang disajikan.
5. Meyakinkan
Laporan harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan, menyajikan
temuan, simpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang
disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui
validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi.
6. Jelas
Laporan harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis
dengan bahasa yang jelas dan sesederhana mungkin.

27

7. Ringkas
Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari
yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan
yang terlalu rinci dapat mengurangi kualitas laporan, bahkan dapat
menyembunyikan pesan yang sesungguhnya sehingga membingungkan
dan mengurangi minat pembaca.
d. Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaporan keempat adalah Laporan

Hasil

pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang


diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas
yang diperiksa, pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan tindak
lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang
untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Laporan hasil pemeriksaan harus disistribusikan tetapt waktu kepada pihak
yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara
maka untuk tujuan keamanan maka dilarang untuk disampaikan kepada
pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
(5) Standar Pemeriksaan Untuk Tujuan Tertentu
a. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan tertentu
Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh IAI
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan
memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/
penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut :
- Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
-

asisten harus disupervisi dengan semestinya.


Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikn dasar rasional

bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan


Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan

tambahan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu berikut :

28

1) Komunikasi Pemeriksa
Pernyataan standar pelaksanaan

tambahan

pertama

adalah

Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan


dengan sifat, saat, dan lingkup pengujian serta pelaporan ynag
direncanakanatas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada
manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
pemeriksaan.
Selama dalam tahap perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus
mengkomunikasikan kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak
yang meminta pemeriksaan tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan sifat, saat, lingkup pengujian dan pelaporan dan tingkat
keyakinan yang diharapkan serta kemungkinan adanya pembatasan
atas laporan hasil pemeriksaan yang dikaitkan dengan tingkat
keyakinan untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil
pemeriksaan.
2) Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah : Pemeriksa
harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak
lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal
yang diperiksa.
Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa
untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya
telah dilaksanakan yang berkaitan dengan hal yang diperiksa.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
menentukan : (1) periode yang harus diperhitungkan, (2) lingkup
pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut
temuan yang signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan
(3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan
dalam perencanaan pemeriksaan.
3) Pengendalian Internal
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah : Dalam
merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk

29

eksaminasi dan menrancang prosedur untuk mencapai tujuan


pemeriksaan,

pemeriksa

harus

memperoleh

pemahaman

yang

memadai tentang pengendalian internal yang sifatnya material


terhadap hal yang diperiksa.
Dalam merencakan suatu pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam
bentuk eksaminasi (pengujian), pemeriksa harus memperoleh suatu
pemahamam atas pengendalian internal yang berkaitan dengan hal
yang

diuji

yang

bersifat

keuangan

maupun

non

keuangan.

Pengendalian inetrnal tersebut terkait dengan :


- Efektivitas dan efisiensi kegiatan, termasuk penggunaan sumber
daya entitas
- Tingkat keandalan

pelaporan

keuangan,

termasuk

laporan

pelaksanaan anggaran dan laporan lain, baik untuk inetrnal maupun


eksternal
- Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundan-undangan
- Pengamanan aktiva
4) Merancang Pemeriksaan untuk mendekteksi terjadinya penyimpangan
dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud)
serta ketidakpatutan (abuse)
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah :
- Dalam merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam
bentuk eksaminasi, pemeriksa harus merancang pemeriksaan
dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi

kecurangan

dan

penyimpangan

dari

ketentuan

peraturan perundang-undangan yang dapat berdampak material


terhadap hal yang diperiksa.
- Dalam merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam
bentuk review atau prosedur yang disepakati, pemeriksa harus
waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan
indikasi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Pemeriksa harus waspada terhadap situasi yang mungkin
merupakan indikasi kecrangan/ ketidakpatutan, dan apabila
ditemukan indikasi tersebutserta berpengaruh signifikan terhadap

30

pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan


untuk memastikan bahwa kecurangan/ penyimpangan tersebut telah
terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.
5) Dokumentasi Pemeriksaan.
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah : Pemeriksa
harus mempersiapkan dan memelihar dokumentasi pemeriksaan
dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumnetasi pemeriksaan
yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan
pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan
pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan
dengan pemeriksaan dan dapat memastikan bahwa dokumentasi
pemeriksaan

tersebut

dapat

menjadi

bukti

yang

mendukung

pertimbangan dan simpulan pemeriksa


Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian
rupa, sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan.
Informasi

yang

menggambarkan

dimasukkan
catatan

dalam

penting

dokumentasi

mengenai

pemeriksaan

pemeriksaan

yang

dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan


pemeriksa. Kuantitas, jenis dan isi dokumentasi pemeriksaan
didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa.
b. Standar Pelaporan Pemeriksaan untuk tujuan tertentu
Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh IAI
Untuk Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, standar pemeriksaan
memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan perikatan/ penugasan
atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut :
- Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan
-

sifat perikatan atestasi yang bersangkutan


Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi
disajikan sesuai denganstandar yang telah ditetapkan atau kriteria yang

dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur


Laporan harus menyatakan semua keberatanpraktisi yang signifikan
tentang perikatan dan penyajian asersi

31

Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun


berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan
untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu
pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihakpihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.

Standar

pemeriksaan

menetapkan

standar

pelaporan

tambahan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagai berikut :


1) Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
Pernyataan standar pelaporan tambahan pertama adalah : Laporan
Hasil Pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan
sesuai dengan standar pemeriksaan
Pernyataan standar ini mengacu pada standar pemeriksaan yang
berlaku, yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan
pemeriksaan. Pemeriksa harus mengungkapkan alasan jika tidak dapat
mengikuti standar pemeriksaan tersebut dan dampaknya terhadap hasil
pemeriksaan.
2) Pelaporan tentang kelemahan pengendalian inetrnal, kecurangan,
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan serta
ketidakpatutan.
Pernyataan standar pelaporan kedua adalah :
Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan

tertentu

harus

mengungkapkan :
Kelemahan Pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang

diperiksa,
Kepatuhan

terhadap

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran


atas perikatan perdata maupun penyimpangan yang mengandung unsur
-

tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa, dan


Ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa

c. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab


Pernyataan standar pelaporan tambahan ketiga adalah : Laporan hasil
peemriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian
inetrnal,

kecurangan,

penyimpangan

dari

ketentuan

peraturan

perundang-undangan dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan

32

dari pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang


diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang
direncanakan
Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil
pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah
dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang
bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan dari pejabat
yang bertanggungjawab tidak hanya mencakup temuan dan simpulan
yang dibuat oleh pemeriksa, tatapi juga tindakan perbaikan yang
direncanakan. Pemeriksa harus memuat tanggapan pejabat tersebut dalam
laporan hasil pemeriksaannya.
d. Pelaporan informasi rahasia
Pernyataan standar pelaporan tambahan keempat adalah : Informasi
rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil
pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan
sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi
tersebut.
Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada umum oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin
hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan mempunyai kewenangan untuk mengetahuinya.
Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga
mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam
laporan hasil pemeriksaan.
e. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan
Pernyataan standar pelaporan tambahan kelima adalah : Laporan hasil
pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang
diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas
yang diperiksa, pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan tindak
lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang
untuk menerima laporan hasil pemeriksaansesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

33

Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada


pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
FUNGSI STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK
Komite Audit dapat sangat memperkuat independensi, integritas dan
efektivitas kegiatan audit sektor publik dengan memberikan pengawasan
independen terhadap rencana audit internal dan pekerjaan eksternal serta hasilnya,
menilai kebutuhan audit sumber daya dan mediasi hubungan auditor dengan
organisasi. Komite audit juga memastikan bahwa hasil audit yang ditayangkan
dan perbaikan direkomendasikan atau tindakan korektif yang ditangani atau
diselesaikan.
Setiap organisasi sektor publik harus mengevaluasi struktur tata kelola
untuk menentukan apakah komite audit yang sesuai untuk situasi tertentu. Dalam
beberapa hal, komite audit dibentuk sebagai suatu sub komite dari cabang
legislatif atau dewan direksi. Pemerintah lain dapay membentuk komite audit dari
anggota masyarakat yang dipilih oleh badan legislatif dan/atau eksekutif.
Ini menjadi praktik yang diterima di seluruh dunia selama abad kedua
puluh untuk auditor yang memenuhi kualifikasi, ambang batas profesional dan
perizinan sebelum diizinkan masuk ke posisi kepercayaan dalam proses
akuntabilitas. Peran auditor menjadi pemain internasional yang terpercaya.
Instrumen membangun kepercayaan dan relevansi pemantauan audit yang
melintasi perbatasan nasional tumbuh pada akhir abad kedua puluh dan awal abad
ini, dan standar yang diterima secara internasional audit adalah instrumen.
Dalam contoh praktiknya di Indonesia, demi penyempurnaan dan
penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan maupun perkembangan ilmu
pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantau penerapan dan
perkembangan standar pemeriksaan. Setiap pemeriksaan dimulai dengan
penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksan yang akan dilaksanakan serta
standar yang harus diikuti oleh pemeriksa.

34

Jenis

pemeriksaan

standar

audit

adalah

pemeriksaan

keuangan,

pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam beberapa


pemeriksaan, standar yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah
sangat jelas. Misalnya jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini
terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah standar
pemeriksaan keuangan. Namun demikian, untuk beberapa pemeriksaan lainnya
mungkin terjadi tumpang tindih tujuan pemeriksaan. Misalnya jika tujuan
pemeriksaan adalah untuk menentukan keandalan ukuran-ukuran kinerja, maka
pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja maupun
pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Apabila terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa
harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa,
keahlian dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti. Pemeriksa
harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis pemeriksaan (Standar
Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan Kinerja atau Standar Pemeriksaan
dengan Tujuan Tertentu).
Standar audit berfungsi mengatur semua aktifitas pekerjaan auditnya
akuntan publik. Standar mengatur mulai dari syarat auditor misalnya independensi
dan kompetensi auditor sampai bagaimana membuat laporan audit. Hal ini
mengakibatkan akuntan publik dapat melakukan pekerjaan auditnya :
a. Sesuai dengan syarat minimal/kualifikasi auditor
b. Melakukan perencanaan audit dengan jelas
c. Melaksanakan audit di meja ataupun di lapangan dengan baik, karena
sudah diatur dalam standar
d. Melakukan pelaporan audit yang jelas.
Standar audit juga mengikat seorang auditor dengan etika profesinya
karena pekerjaan auditor dalam standar harus dilandasi dengan landasan moral
dan etika. Sehingga, fungsi standar audit dalam pekerjaan akuntan publik ini akan
melandasi seluruh pekerjaan akuntan publik khususnya dalam bidang auditing.
Standar akan menjadi pedoman dan pegangan akuntan publik, sehingga
kewajiban dan larangan akuntan publik dapat dipenuhi dengan baik. Standar audit
berfungsi

sebagai

pengendali

secara

preventif

terhadap

kecurangan,

35

ketidakjujuran dan kelalaian. Standar audit juga dapat mendorong akuntan publik
menggunakan kemahiran jabatannya dan menjaga kerahasiaan informasi/data
yang diperoleh, melakukan pengendalian mutu dan bersikap profesional.
KERANGKA PIKIR AUDIT SEKTOR PUBLIK
Pengawasan yang efektif oleh legislatif secara komprehensif, audit
eksternal yang kompeten dan didukung oleh standar internasional tentang audit
memungkinkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kebijakan fiskal dan
pengeluaran. Secara kelembagaan, kerangka pikir audit sektor pubik terbagi
menjadi :
1.

Kerangka Kelembagaan
Pengangkatan dan kekuasaan auditor harus tercakup dalam Undang-undang
audit. Konstitusi dan undang-undang yang relevan menyediakan bagi
presiden untuk menunjuk auditor umum dengan mandat untuk mengaudit

2.

semua badan pemerintah.


Pengaturan standar audit
Undang-undang audit memberdayakan auditor umum untuk menerapkan
standar audit. Auditor umum secara resmi harus mengadopsi standar audit
INTOSAI dan Standar Internasional tentang audit yang diumumkan oleh
Badan Audit Internasional dan Jaminan Standar dari IFAC tersebut. Badan
tersebut merupakan praktik terbaik internasional untuk profesi audit,

3.

khususnya di bidang-bidang seperti praktik audit mendasar sebagai berikut :


Audit bukti
Dokumentasi
Audit materialitas
Penipuan
Audit kesalahan
Audit pendapat
Perencanaan audit
Mengendalikan penilaian lingkungan
Pengawasan pekerjaan staf audit
Kode etik
Auditor umum harus mengadopsi Kode etik INTOSAI. Kode etik INTOSAI
dianggap pelengkap penting untuk standar audit INTOSAI. Sebuah kode
etik adalah pernyataan nilai dan prinsip-prinsip pekerjaan sehari-hari dari

36

para auditor. Lembaga audit agung telah mengadopsi kode etik IFAC yang
4.

dikeluarkan Etik Akuntan Profesional maupun Kode Etik INTOSAI.


Akuntabilitas Badan Pemeriksa Keuangan
Lembaga rencana pembangunan dalam memperkuat Kantor Auditor Umum
dengan membantu dalam desain laporan tahunan yang dibutuhkan oleh UU
Keuangan Publik. Bantuan teknis harus memberikan bantuan kepada nasihat
bagi pengembangan laporan tahunan tentang operasi dan kinerja. Laporan
ini akan memberikan account objektif, seimbang dan mudah dipahami
kegiatan

5.

dan

prestasi

dan

memberikan

transparasi

dalam

proses

akuntabilitas.
Kemandirian
Undang-undang audit harus memberikan kemerdekaan yang efektif kepada
auditor umum sebagaimana prinsip inti dari kemandirian SAI yang
ditetapkan oleh INTOSAI, kemandirian tersebut antara lain :
Independensi kepala SAI termasuk keamanana kepemilikan dan

6.

kekebalan hukum dalam melaksanakan tugas normal mereka.


Kewajiban untuk melaporkan
Kebebasan untuk menentukan isi dan waktu laporan SAI dan untuk

menerbitkan dan menyebarkan mereka


Keberadaan efektif tindak lanjut mekanisme pada rekomendasi SAI
Otonomi keuangan dan manajerial dan ketersediaan manuasia yang

tepat, materi dan sumber daya moneter.


Kualifikasi dan ketrampilan auditor
Peningkatan pendidikan diperlukan untuk menetapkan standar yang
diperlukan untuk pelatihan dan pendidikan. Kualitas pendidikan akuntansi
dan audit serta pengaturan pelatihan seharusnya memenuhi kebutuhan

7.

akuntansi modern dan manajemen keuangan


Pelatihan
Sebuah analisis ketrampilan program berdasarkan standar internsional untuk
kompetensi harus dilakukan. Kantor Auditor Umum tidak memiliki fasilitas
dasar untuk pelatihan dan penelitian pengembangan. Sebuah pendekatan
yang tepat berbasis kebutuhan yang diperlukan yang akan mendukung

8.
9.

pengenalan medotologi audit dan akuntansi internasional dan standar audit.


Kompetensi audit
Jaminan kualitas

37

Di Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara atau SPKN memiliki


peran penting dalam pelaksanaan tugas BPK yaitu sebagai patokan atau araan per
tahapan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bagi
pemeriksa. Penggunaan SPKN dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara diharapkan dapat meningkatkan kredibikitas
informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui
pengumpulan dan pengujian bukti secara objektif. Selanjutnya pelaksanaan
pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan SPKN maka
hasil pemeriksaan tersebut dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara bahkan pengambilan keputusan penyelenggara
negara. SPKM berlaku bagi semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap
entitas, program, kegiatan dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
pengelolaan keuangan negara.
SPKN berlaku bagi BPK dan akuntan publik atau pihak lainnya yang
melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
utuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan. SPKN berisi tentang persyaratan
profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan dan persyaratan laporan
pemeriksaan yang profesional. Penerapan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) dalam pemeriksaan dilakukan dengan mekanisme pengumpulan bukti dan
pengujian bukti secara objektif. Hal ini dilakukan dengan prinsip akuntabilitas
publik untuk meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan. Hasil ini akan
memberikan banyak manfaat yaitu peningkatan mutu pengelolaan keuangan
negara, pemenuhan tanggung jawab keuangan negara dan pengambilan keputusan
oleh penyelenggara negara.
Kerangka Pemikiran SPKN

38

OBJEK AUDIT SEKTOR PUBLIK


Objek audit pada dasarnya meliputi semua kegiatan organisasi sejak perencanaan,
pelaksanaan kegiatan operasional sampai dengan pelaporan pertanggungjawaban
akhir periode dari suatu organisasi/lembaga. Terdapat 3 (tiga) jenis organisasi/
lembaga, yaitu :
a. Organisasi/lembaga sektor komersial, yaitu yang bertujuan untuk mencari
laba
b. Organisasi/lembaga sektor publik, yaitu yang bertujuan murni nirlaba
c. Kuasi sektor publik, yaitu unit yang tidak semata-mata mencari laba
Seiring dengan perkembangan organisasi sektor publik, dan kuasi sektor
publik yang berfungsi melayani publik, yang antara lain ditandai dengan
perkembangan perundangan tentang otonomi daerah dan prinsip perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah; maka profesi akuntansi dan auditing

39

sektor publik ditantang untuk berkembang seiring tuntutan dilaksanakannya goog


governance di segala bidang. (Murwanto, Rahmadi, 2006)
STANDAR NOMENKLATUR
Nomenklatur didefiisikan sebagai daftar/akun buku besar yang ditetapkan
dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan
anggaran, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat serta
memudahkan pemeriksaan dan pengawasan.
Tujuan penyusunan nomenklatur antara lain : (1) mengidentifikasi data
akuntansi secara unik, (2) meringkas data, (3) mengklasifikasi rekening atau
transaksi, (4) menyampaikan makna tertentu.
Metode penyusunan nomenklatur antara lain : (a) kode angka/huruf urut,
(b) kode angka blok, (c) kode angka kelompok, (d) kode angka desimal dan (e)
kode angka urut didahului dengan referensi huruf

PERSIAPAN PELAKSANAAN STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK


Pada saat merencanakan audit pada umumnya auditor mempertimbangkan
pemahaman entitas, review, pengendalian internal, menilai resiko terjadinya
penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan,
mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit
yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai dan
merencanakan metode audit yang tepat.
Pada

saat

melaksanakan

pengujian

auditor

pada

umumnya

mempertimbangkan kembali pemahaman entitas, penilaian pengendalian internal,


penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan
dan ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan
dengan tujuan audit yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan
dipakai dan merencanakan metode audit yang dipakai. Selanjutnya auditor

40

melakukan

pengumpulan

bukti,

mengembangkan

temuan

dan

membuat

kesimpulan dan rekomendasi audit (bila ada).


Pada saaat menyusun laporan, pada umumnya auditor kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, resiko terjadinya penyimpangan dari
hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang
signifikan dengan tujuan audit yang berjalan, metode audit, bukti audit, temuan
audit serta kesimpulan dan rekomendasi audit (jika ada).
Pada tahap tindak lanjut auditor pada umumnya mempertimbangkan
kembali resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan
dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang
berjalanbukti audit, temuan audit serta kesimpulan dan rekomendasi audit (jika
ada).
Setelah diketahui praktik penyusunan program audit kinerja pada
umumnya, selanjutnya akan dilihat bagaimana praktik penyusunan program audit
kinerja berdasarkan karakteristik responden. Hasilnya akan menunjukkan apakah
ada karakteristik tertentu yang berbeda dengan praktik penyusunan program audit
kinerja pada umumnya.
KESIAPAN KAPASITAS AUDITOR
Pelatihan perlu diberikan pada para auditor untuk memenuhi standar
umum pemeriksaan yang pertama yang berbunyi : Pemeriksa secara kolektif
harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas
pemeriksaan. Salah satu cara untuk memenuhi standar tersebut adalah dengan
memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan (SPKN paragraf 6 Standar
Umum). Pelatihan perlu diberikan kepada para auditor dengan masa kerja lebih
dari lima tahun untuk selalu menyegarkan ingatan para auditor tentang perlunya
menjaga kualitas audit, sementara pelatihan yang diberikan kepada auditor dengan
kedudukan sebagai pemimpin tim baik junior maupun senior dimaksudkan supaya
auditor tidak merasa bahwa bekal pengalaman mereka sudah cukup sehingga
melupakan hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan daam menyusun sebuah
program audit kinerja. Selain melakukan pendidikan berkelanjutan, BPK-RI juga

41

harus sangat memperhatikan mekanisme pengendalian mutu audit seperti yang


telah disebutkan dalam SPKN pada standar umum keempat yang bunyonya :
Setiap organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan
sistem pengendalian mutu tersebut harus direview oleh pihak lain yang kompeten
(pengendali mutu eksternal). Pengendalian mutu di sini baik yang berasal dari
pihak internal BPK-RI maupun oleh organisasi pemeriksa eksternal (peer review)
yang kompeten. Hasil dari peer review tersebut harus dipublikasikan kepada
publik sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini dapat
bertambah.
PENENTUAN FORMAT LAPORAN
Tahap pelaporan merupakan tahapan dalam audit sektor publik yang harus
dilaksanakan

karena

ada

tuntutan

yang

tinggi

dari

masyarakat

atas

pertanggungjawaan pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan


utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen,
lembaga legislatif dan masyarakat luas.
Seiring berjalannya waktu serta perbedaan kebutuhan tiap negara akan
informasi yang terkandung dalam laporan audit kinerja sektor publik, maka
format laporan audit kinerja sektor publik juga berbeda-beda dan mengalami
perkembangan.
No.

Hatherly and
Parker (1988)

AICPA (Ponder,
1984)

GAO (1974)

ANAO (2003)

1.

Tujuan audit

Pendahuluan
Laporan ringkas, Lingkup
dan
(meliputi
tujuan, jelas dan lengkap tujuan audit
lingkup, pendekatan
dan prosedur)

2.

Lingkup audit

Ringkasan
temuan

3.

Prosedur audit

Rekomendasi

daftar Masalah
Temuan
kesimpulan

Temuan
dan
kesimpulan
dan Bukti
yang
mendukung
temuan
dan

42

kesimpulan
4.

Masalah

Rincian dan
pendukung

data Pendapat
dan Rekomendasi
rekomendasi
auditor

5.

Penyebab
masalah

6.

Rekomendasi

Pencapaian dan Masalah yang


kemajuan klien
memerlukan
penelaahan lebih
lanjut

7.

Pencapaian dan
kemajuan klien

Pandangan
pejabat klien

8.

Pandangan
pejabat klien

Lingkup
tujuan audit

9.

Penggunaan
bahasa

10.

Penyajian laporan

dari -

Penekanan
Komentar kritis
adanya kemajuan
daripada kritik

Kemajuan klien
dan Pandangan
organisasi yang
diaudit

Flint dalam Hatherly (1980) menyarankan bahwa pendahuluan laporan


audit kinerja harus meliputi : lingkup pekerjaan yang dilakukan, aktivitas yang
diuji,

maksud

pengujian,

luas

dan

jenis

pengujian

dan

kriteria

pengukuran/evaluasi. David J Hatherly dan Lee D. Parker melakukan penelitian


berupa sebuah studi perbandingan atas hasil audit kinerja sektor publik di
Australia.

Kriteria

yang

digunakan

dalam

penelitian

mereka

untuk

membandingkan beberapa format laporan audit kinerja pada sektor publik di


Australia.
Sedangkan isi laporan audit kinerja berdasarkan standar audit yang ada di
Indonesia dalam hal ini Standar Audit Pemerintahan dan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara dapat dilihat pada tampilan selanjutnya.

43

No.

SAP (1995)

SPKN ( 2007 )

1.

Tujuan, lingkup dan metodologi Pernyataan standar audit


audit

2.

Hasil audit

Tujuan, lingkup dan metodologi


pemeriksaan

3.

Rekomendasi

Temuan pemeriksaan, simpulan dan


rekomendasi

4.

Pernyataan standar audit

Tanggapan pejabat klien

5.

Kepatuhan terhadap Per-UU

6.

Ketidakpatuhan
penyalahgunaan wewenang

7.

Pelaporan
hukum

8.

Pengendalian manajemen

9.

Tanggapan pejabat klien

10.

Hasil/prestasi kerja

11.

Hal yang memerlukan penelaahan


lebih lanjut

12.

Informasi istimew dan rahasia

perbuatan

dan

melanggar

PENENTUAN ATURAN AUDIT


Standar auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar
auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar
Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) adalah organisasi profesi akuntan
publik di Indonesia. IAPI mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang,

44

dimulai dari didirikannya Ikatan Akuntan Indonesia di tahun 1957 yang


merupakan perkumpulan akuntan Indonesia yang pertama. Perkembangan profesi
dan organisasi akuntan publik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari
perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi baik asing maupun
domestik, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak sejarah
perkembangan profesi organisasi akuntan publik di Indonesia memang sangat
dipengaruhi oleh perubahan perekonomian negara pada khususnya dan
perekonomian dunia pada umumnya.
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Di awal masa kemerdekaan Indonesia, warisan dari penjajah Belanda masih
dirasakan dengan tidak adanya satupun akuntan yang dimiliki atau dipimpin oleh
bangsa Indonesia. Pada masa ini pola Belanda masih diikuti dimana akuntan
didaftarkan dalam suatu register negara. Di Belanda sendiri ada dua organisasi
profesi yaitu Vereniging Van Academish Gevormde Accountants (VAGA), yaitu
ikatan akuntan lulusan perguruan tinggi dan Nederlands Institut Van Accountants
(NivA) yang anggotanya terdiri dari lulusan berbagai program sertifikasi akuntan
dan memiliki pengalaman kerja. Akuntan-akuntan indonesia pertama lulusan
periode sesudah kemerdekaan tidak dapat menjadi anggota VAGA atau NivA.
Situasi ini mendorong Prof. R. Soemardjo Tjitrosidojo dan empat lulusan pertama
FEUI yaitu Drs. Basuki T. Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan Tong Joe
da Drs. Go Tie Siem memprakarsai berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia
yang dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia yang disingkat IAI pada tanggal 23
Desember 1957 di Aula Universitas Indonesia.
IKATAN AKUNTAN INDONESIA SEKSI AKUNTAN PUBLIK (IAI-SAP)
Di masa pemerintahan orde baru, terjadi banyak perubahan signifikan
dalam perekonomian Indonesia, antara lain seperti terbitnya Undang-undang
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
serta berdirinya pasar modal. Perubahan perekonomian ini membawa dampak
terhadap kebutuhan akan profesi akuntan publik, dimana pada masa itu telah

45

berdiri banyak kantor akuntan Indonesia dan masuknya kantor akuntan asing yang
bekerja sama dengan kantor akuntan Indonesia. 30 tahun setelah berdirinya IAI
atas gagasan Drs. Theodorus M Tuanakotta pada tanggal 7 April 1977 IAI
membentuk seksi akuntan publik sebagai wadah para akuntan publik di Indonesia
untuk melaksanakan program-program pengembangan akuntan publik.
IKATAN

AKUNTAN

INDONESIA

KOMPARTEMEN

AKUNTAN

PUBLIK (IAI-KAP)
Dalamkurun waktu 17 tahun sejak dibentuknya Seksi Akuntan Publik,
profesi akuntan publik berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan
pasar modal dan perbankan di Indonesia, diperlukan perubahan standar akuntansi
keuangan dan standar profesional akuntan publik yang setara dengan standar
internasional. Dalam kongres IAI ke-VII tahun 1994, anggota IAI sepakat untuk
memberikan hak otonomi kepada akuntan publik dengan mengubah Seksi
Akuntan Publik menjadi Kompartemen Akuntan Publik
INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA (IAPI)
Setelah hampir 50 tahun sejak berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia,
tepatnya pada tanggal 24 Mei 2007 berdirilah Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) sebagai organisasi akuntan publik yang independen dan mandiri dengan
berbadan hukum yang diputuskan melalui Rapat Umum Anggota Luar Biasa IAIKompartemen Akuntan Publik. Berdirinya Institut Akuntan Publik adalah respon
terhadap dampak globalisasi, dimana Drs. Ahmadi Hadibroto sebagai ketua dewan
pengurus nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan IAI selain individu.
Hal ini telah diputuskan dalam kongres IAI X pada tanggal 23 November 2006.
Keputusan inilah yang menjadi dasar untuk mengubah IAI-Kompartemen
Akuntan Publik menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri
mengembangkan profesi akuntan publik.
IAPI diharapkan dapat memenuhi seluruh persyaratan International
Federation of Accountants (IFAC) yang berhubungan dengan profesi dan etika
akuntan publik, sekaligus untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh IFAC
sebagaimana tercantum dalam Statement of Member Obligation (SMO).

46

Pada tanggal 4 Juni 2007 secara resmi IAPI diterima sebagai asosiasi yang
pertama oleh IAI. Pada tanggal 5 Februari 2008 Pemerintah Republik Indonesia
melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 mengakui IAPI
sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian
sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dn etika
akuntan publik serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi
seluruh akuntan publik di Indonesia.

47

Você também pode gostar