Você está na página 1de 18

Nama: Elzan Zulqad Maulana

NIM: 04121401029
Analisis Masalah
a. Bagaimana patofisiologi demam yang hilang timbul selama 6 bulan?
Demam hilang timbul yang terjadi pada Ny.Lola, ini dikarenakan Ny.Lola menderita
malaria. Penyakit malaria disebabkan oleh parasite yang bernama plasmodium.
Plasmodium memiliki beberapa jenis, terbagi menjadi plasmodium vivaks, ovale,
malariae dan falsiparum. Setiap jenis plasmodium memiliki karakteristik tersendiri,
dan juga menyebabkan gejala klinis yang berbeda-beda. Pada kasus ini, gejala klinis
yang dialami oleh Ny. Lola karena Ny. Lola terkena malaria tertian yang disebabkan
oleh plasmodium vivaks. Gejala hilang timbulnya demam yang dialami oleh Ny. Lola
ini dikarenakan proses daur hidup/siklus hidup dari plasmodium vivaks di dalam
tubuh Ny. Lola.
Secara umum, setiap jenis plasmodium memiliki daur hidup yang sama, yang
membedakan adalah salah satunya waktu terjadinya setiap fase. Berikut gambaran
daur hidup dari plasmodium.

Terdapat tiga fase dalam daur hidup dari plasmodium yaitu, fase sporogenik, fase
exoertirosit dan fase eritrosit. Demam yang dialami oleh Ny. Lola ini terjadi pada fase
eritrosit. Yaitu saat dimana merozoit yang dihasilkan oleh tropozoit saat di dalam
eritrosit keluar dari eritrosit. Pada saat ini, tropozoit menghasilkan banyak merozoit,
dan pada akhirnya sel darah merah akan lisis dan pecah kemudian mengeluarkan
merozoit-merozoit yang terdapat dalam sel darah merah tadi yang kemudian setiap
merozoit akan menginfeksi sel darah merah yang lain. Saat merozoit yang dikeluarkan
dan akan menginfeksi sel darah merah yang lain, maka tubuh akan merespon adanya
benda asing (dalam hal ini adalah merozoit dalam aliran darah) dan akan melakuakan
reaksi inflamasi dan pada akhirnya akan menyebabkan demam.

b. Apa makna klinis demam yang muncul disertai dengan mual?


infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi makrofag
menskresikan IL 12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 mengaktivasi
sel mast menskresikan H2 peningkatan sekresi asam lambung nausea

c. Interpretasi Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Jawab:

Kesadaran

Nilai Normal

Interpretasi

Compos mentis

Normal

Mekanisme

Compos Mentis
Tekanan

darah 120/80 mmHg

Normal

(120/80)
Nadi 96x/menit

60-100x/menit

Normal

RR 24x/menit

16-24x/menit

Normal

Temperatur axilla 36,5-37,20C

Meningkat

(390C)

Demam
disebabkan oleh
pecahnya skizon
darah yang telah
matang

dan

masuknya
merozoit
dalam

ke
aliran

darah

Kepala dan leher


Jawab:
Hasil pemeriksaan
Sklera ikterik -/-

Interpretasi
Normal

Makna Klinis
Belum

terjadi

Mekanisme abnormal
-

hiperbilirubinemia.
Konjunctiva pucat Abnormal

Terdapat

tanda-tanda Kehilangan RBC yang

+/+

terjadiya anemia.

terjadi akibat pecahnya

RBC yang terinfeksi


Plasmodium
cepat

lebih

dibandingkan

produksi

RBC,

sehingga menimbulkan
gejala

anemia

yang

termanifestasikan pada
konjuctiva yang terlihat
pucat.
Pembesaran

KGB Normal

-/-

Tidak

terjadi

lymphadenopathy

Thorak dan ekstremitas


Jawab:
Thorak: Paru dan Jantung dbn normal.
Ekstremitas: Edema pretibia -/- normal

Abdomen
Jawab:
Splenomegali: limpa merupakan oragan retikuloendothelial, dimana Plasmodium
vivax dihancurkan oleh sel-sel makrofaq dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar
d. Diagnosis Banding (DD)
Working Diagnosis (WD): Malaria vivaks atau malaria tertian
Differential Diagnosis (DD):
Malaria kuartana
Malaria Ovale
Malaria Tropika/Malaria tersiana maligna
e. Tatalaksana dan edukasi (Medikamentosa dan Non-Medikamentosa)
Pengobatan malaria didasarkan pada ada tidaknya parasit malaria dan seharusnya
tidak hanya didasarkan pada gejala klinis. Sebaliknya pada banyak individu yang
imun (tinggal di daerah endemik) ditemukan parasitemalaria dalam darahnya namun
tidak ditemukan gejala malaria seperti demam. Pada keadaan ini seharusnya diberikan
pengobatan untuk mencegah transmisi dan kemungkinan menjadi malaria berat,
terutama pada anak-anak dan orang dewasa non imun, malaria dapat berkembang
cepat menjadi keadaan yang buruk. Kegagalan pada pengobatan malaria ringan dapat
menyebabkan terjadinya malaria berat, meluasnya malaria karena transmisi infeksi,

menyebabkan infeksi berulang dan bahkan timbulnya resistensiTujuan pengobatan


secara

umum

adalah

untuk

mengurangi

kesakitan,

mencegah

kematian,

menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu upaya
pengobatan mempunyai peranan penting yaitu mencegah kemungkinan terjadinya
penularan penyakit dari seorang yang menderita malaria kepada orang-orang sehat
lainnya.
Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat menyebab resistensi, sehingga
menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas. Untuk itu WHO telah
merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan regimen
obat ACT (Artemisin Combination Therapy) dan telah disetujui oleh Depkes RI sejak
tahun 2004 sebagai obat lini I diseluruh Indonesia. Pengobatan dengan ACT harus
disertai dengan kepastian ditemukannya parasit malaria secara mikroskopik atau
sekurang-kurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pengobatan
ACT yang direkomendasikan meliputi :
1. Kombinasi artemeter + lumefantrin (AL)
2. Kombinasi artesunate + amodikuin
3. Kombinasi artesunate + meflokuin
4. Kombinasi artesunate + sulfadoksin pirimetamin
Berikut ini adalah penatalaksanaan malaria ringan/tanpa komplikasi berdasarkan
konsensus Departemen Kesehatan, rekomendasi Tim ahli Malaria Depkes RI serta
pedoman WHO tahun 2006 :
1. Pengobatan Malaria P. falciparum
Lini I : Artesunate + Amodikuin (1 tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet amodikuin
200 mg. Dosis artesunate ialah 4 mg/kg BB/hari selama 3 hari dan dosis
amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.
Tabel 2.1. Pengobatan Lini I, Plasmodium Falciparum berdasarkan Usia

Hari

Jenis Obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Dosis Tunggal

0-1

2-11

1-4

5-9

10-14

>

bulan

bulan

tahun

tahun

tahun

tahun

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

Primakuin

3/4

1 1/2

2-3

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

15

Pada kasus-kasus dengan kegagalan artesunate+amodiakuin maka Kombinasi artemeterlumefantrin (AL) dapat di pakai sebagai obat pilihan pertama
2. Pengobatan Malaria oleh P. vivax/ovale/malariae
Tabel 2.2 Pengobatan Lini I malaria vivaks dan malaria ovale
Hari

4-14

Jenis Obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Dosis Tunggal

0-1

2-11

1-4

5-9

10-14

>

bulan

bulan

tahun

tahun

tahun

tahun

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

Primakuin

1/4

1/2

3/4

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

Primakuin

1/4

1/2

3/4

Artesunate

1/4

1/2

Amodiakuin

1/4

1/2

Primakuin

1/4

1/2

3/4

Primakuin

1/4

1/2

3/4

15

Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi


dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate + meflokuin
(Harijanto, 2010)

Learning Issue
Plasmodium
A. Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel
darah merah yang ditularkan oleh nyamuk malaria ( Anopheles ). Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraseluler. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betinaAnopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang
tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)

B. Jenis Plasmodium
Plasmodium pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam. anemia dan
spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :
1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).
menyebabkan malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada
tiap hari keempat.

4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. Malaria ini merupakan jenis ringan dan
dapat sembuh sendiri
5.Plasmodium Knowlesi
C. Klasifikasi
Kerajaan
: Protista
Filum
: Apicomplexa
Kelas
: Aconoidasida
Ordo
: Haemosporida
Famili
: Plasmodiidae
Genus
: Plasmodium
Spesies
: P. Malariae

D. Proses Kehidupan Plasmodium


Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang
meliputi:
1.
Metabolisme (pertukaran zat).
Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin
sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat
dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam
identifikasi.
2.
Pertumbuhan.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi
perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini
mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi
bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada
pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan
jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit
yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
3.
Pergerakan.
Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki
palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat
yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk
sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
4.
Berkembang biak.
Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru. Ada
dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
a. Pembiakan seksual.

Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit
(sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka
proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk
zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista.
Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam
kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista
pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium
adalah berbeda, yaitu: Plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir
dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam
ookista adalah 10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah
sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.

b. Pembiakan aseksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi melalui
proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan
seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti
telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang
disebut merozoit.
5.
Reaksi terhadap rangsangan.
Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya
plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap
dirinya. Misalnya, plasmodium bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat
anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah
merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a.
Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b.
Stadium
sizon,
plasmodium
ada
dalam
proses
pembiakan.
c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit
juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri
terdapat tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit
dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan
gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan
bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang
kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form
tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya
berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon
dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru. Di sini dapat

dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus.
Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap
spesies plasmodium.
Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 32
dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan cepat sehingga kepadatan troposoit
pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama
siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit
pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon
dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan
lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau
masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies
lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17
hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.
E. Siklus Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)
a.
Siklus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30
menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit
hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang
lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan
menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari
stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006)
b.
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam
tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di
luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto,
2000)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung
dari spesiesPlasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai

dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan
mikroskopik.(Harijanto, 2000)

F. Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan
adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya
toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari
eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis
terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam
eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan
struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan
Resetting
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalahmultifaktorial dan berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut:
1.
Penghancuran eritrosit
2.
Mediator endotoksin-makrofag
3.
Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya
digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit diuraikan ke
dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan
komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti
pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan
sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan
yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari
terjadinya penyakit malaria.
G. Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi
inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses
patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan
salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan
kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah
oleh roset eritrosit yang terinfeksi.
H. Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodiumspp yang hidup dalam
tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk.Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara
tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human
plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementaraPlasmodium sebagai parasit
malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan
dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi.
I.
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan olehPlasmodium mempunyai gejala
utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
(Mansyor A dkk, 2001)
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung
stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000)
2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu,
sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak,
diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering
terjadi padaP. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal
tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000)
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya
dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)
b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan
sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa. (Harijanto P.N, 2006)
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering
ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari
serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P.
falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik
adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
jaringan otak.
J.
Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (Rapid
Diagnotic Test)
K. Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. (Depkes RI, 2006)
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anakanak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes RI,2006)
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan
2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006)
a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
- Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
- Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.
L. Pencegahan Penyakit Malaria
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting
untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini
sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan
menghindari
gigitan
nyamuk
dapat
dilakukan
dengan
cara
:
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu
berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta
genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada
genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang
pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang
melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya

mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua
jenis parasit malaria. Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu
sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuindosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin
sebanyak tiga tablet.
M. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial
ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
-Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan
penyakit malaria, antara lain:
1.
Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala
klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut,
demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan
lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang
resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA
terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar /
sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan
kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:

- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk
garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa
klorokuin disulfat per ampul.
2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak
diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi
sehingga perlu hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika :
Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih berefek
pada
parasit
stadium
jaringan
dan
hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam
keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
Pada
penderita
defisiensi
G6
PD
terjadi
Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies
lain cukup efektif.
Farmakodinamika :
Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat
sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping :
Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan
pendengaran telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan
kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)

4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)


Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit
lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal
sehingga
harus
dikombinasikan
dengan
obat
lain
(Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan
gametosit
Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat
terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan
sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari
(dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD
Formulasi obat :
500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.
5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang
digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya
Cuma 50 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik
(menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria
dalam melawan penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun
sambiloto memang tidak mematikan P. berghei pada mencit. Namun, mencit yang tertular
bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya terlindung dari kerusakan.
Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat
plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia).
Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk
menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral
tunggal tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah
genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih

hingga tinggal sekitar bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa
perlu), air rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari
penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing sebanyak gelas minum.
6. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah bratawali
(Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang sebesar
kelingking
orang
dewasa.
Batangnya
dipenuhi
benjolan-benjolan
kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya
terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan
menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat
menyebabkan muntah-muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat
demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai
obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan
khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin demam sebagai gejala
malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk bahan yang PNT. Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah
yang meringankan penderitaan penderita malaria. Namun, belum diketahui apakah sifat ini
disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam penelitian
bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan jari batang bratawali
segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 gelas minum air
hingga tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya.
Hasilnya siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga
kali, masing-masing gelas minum.

Você também pode gostar