Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
Zuana Kristiaji
150070300113027
Kelompok 16 PSIK A 2011
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE LUNG OEDEMA (ALO) + VENTILATOR
Oleh :
Zuana Kristiaji
150070300113027
Kelompok 16 PSIK A 2011
Menyetujui,
Pembimbing Akademik,
(......)
Pembimbing Klinik,
(....)
kedalam
alveoli
untuk
dihembuskan
keluar.
Alveoli
B. MEKANISME
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular
terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruang interstitial
sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein,
serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari
sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat
masuk ke ruang alveolar hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas
ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang
intertisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular,
yang
kemudian
dikembalikan
oleh
sistem
limfatik
ke
sirkulasi.
pembuluh
darah
ke
ruang
interstitial.
Studi
eksperimental
Kf = Kondukstan hidraulik
2. Sistem limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah
interstitial
peribronkhial
dan
perivaskular.
Dengan
peningkatan
mengalami
hipertrofi
dan
mempunyai
kemampuan
untuk
mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat
mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya
edema interstitial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan
terkompresi (Harun dan Sally, 2009).
C. ETIOLOGI
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus (Harun dan
Sally, 2009):
1.
keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis
mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) peningkatan tekanan
kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru (sehingga
disebut edema paru overperfusi).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja
pada
hipoalbuminemia
akan
menimbulkan
edema
paru.
3.
Karsinomatosis, limfangitis
4.
Emboli paru
Eklamsia
Pasca anastesi
D. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor risiko untuk pulmonary edema pada dasarnya adalah
penyebab-penyebab yang mendasari kondisi. Tidak ada faktor risiko
spesifik apa saja untuk pulmonary edema yang lain daripada faktor-faktor
risiko untuk kondisi-kondisi kausatif (yang menyebabkan).
a. Edema paru-jantung
Edema paru jantung juga dikenal sebagai gagal jantung
kongestif terjadi ketika ventrikel kiri berpenyakit atau bekerja terlalu
keras, sehingga tidak mampu memompa cukup darah yang diterima
dari arah paru-paru. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan di atrium
kiri dan kemudian menyebar ke pembuluh darah serta kapiler paruparu. Hal ini menyebabkan cairan harus didorong melalui dinding
kapiler ke dalam kantung udara.
Gagal jantung kongestif juga bisa terjadi bisa ventrikel kanan
tidak mampu mengatasi peningkatan tekanan di arteri paru, yang
biasanya dihasilkan dari gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, atau
tekanan darah tinggi di arteri paru (hipertensi pulmonal). Kondisi
medis yang dapat menyebabkan ventrikel kiri melemah dan
mengakibatkan gagal jantung diantaranya:
aliran
darah
lainnya,
kondisi
ini
disebut
Terkena
racun
jenis
tertentu.
Termasuk
ketika
anda
Penyakit
ginjal.
Bila
ginjal
tidak
dapat
mengeluarkan
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2,
kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena
pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan
oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
darah
didorong
keluar
ke
alveoli
ketika
tekanan
membesar.
b. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:
1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini
menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksiinfeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluhpembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orangorang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu
untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
yang
mengembang
secara
cepat
dapat
adakalanya
tekanan
hidrostatik
di
kapiler
pulmonal
biasanya
menurunnya
pasokan
oksigen
miokard
dan
akhirnya
semakin
Peningkatan
tekanan
ventrikel
kanan
melalui
mekanime
Insufisiensi
sirkulasi
akan
menyebabkan
asidosis
sehingga
Gambar
Patofisiologi
Edema
Paru
(dikutip
dari
lumen
saluran
nafas yang
kecil
yang
menimbulkan
refleks
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah
paru
yang
interstitial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan
kemampuan dari epitel alveolar untuk secara aktif mengeluarkan cairan
edema alveolar. Edema paru akibat acute lung injury dimana terjadi
cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk
menghilangkan cairan alveolar (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010).
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru
sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan
dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada
kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya,
ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh
banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal
jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada
sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
PATHWAY
Faktor non-kardiogenik
Faktor
kardiogenik
ARSD
Gagal jantung
kiri
Pnemonia
Aspirasi As.
Lambung
Bahan Toksik
inhalan
Isufisiens
i limfatik
Unkwnow
n
Post.
Lung
transplan
t
Lymphan
gitic
carsinomi
closis
Pulmonar
y
Embolism
Eclamasia
High
altitude
Pulmonar
y edema
Ketidakseimban
gan
Staling Force
Tekanan
Kapiler
Paru
Tekanan
Tekanan
Tekanan
Onkotik
Plasma
Negative
Onkotik
Interstitial
Interstitial
Cairan
berpindah ke
interstitial
Akumulasi cairan berlebih (transudat /
eksudat)
Alveoli terisi
cairan
Gangguan
pertukaran
gas
Cardiac
ouput
O2
jaringan
Pemasangan
alat bantu
nafas
(ventilator)
Ansiet
as
Bed rest
fisik
Gangguan
perfusi
jaringan
Pengambila
n O2
Gangguan
pola nafas
Persepsi yg
salah terhadap
penyakit
Adanya
pantangan
2/ ritual
selama
sakit
Distress
budaya
Kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Tidak
menjalank
an ibadah
Distress
spiritual
Defisit
perawat
an diri
Tergantun
g dg
orang
lain
Merasa
tdk
berguna
Pemasanga
n selang
endotrakhe
al
Area
invas
i
Gangguan
komunikasi
verbal
Resiko
tinggi
infeksi
Tidak dapat
bersosialisa
si
Distress
sosial
Harga
diri
rendah
Gangg.
psikologi
G. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak
napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika
prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai
penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan,
atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi
pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas
pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar
suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
M.O
yang
dapat
dicegah
de-ngan
pemberian
indomethacin
parunya
normal;
hal
ini
mungkin
disebabkan
lambatnya
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
pada
sela
interkostal
dan
fossa
supraklavikula
yang
Laboratorium
artery
occlusion pressure,
left
ventricular
end-
Radiologis
Gambaran
Edema Kardiogenik
Edema Non
1
2
Radiologi
Ukuran Jantung
Lebar pedikel
Kardiogenik
Biasanya Normal
Biasanya normal
3
4
5
6
Vaskuler
Distribusi Vaskuler
Distribusi Edema
Efusi pleura
Penebalan
Seimbang
rata / Sentral
Ada
Ada
Normal/seimbang
Patchy atau perifer
Biasanya tidak ada
Biasanya tidak ada
7
8
Peribronkial
Garis septal
Air bronchogram
Ada
Tidak selalu ada
Ekokardiografi
EKG
iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif
yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik
dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu.
Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia subendokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau ketokolamin (Harun dan Sally,
2009).
Kateterisasi pulmonal
PAOP)
dianggap
sebagai
pemeriksaan
gold
standard
untuk
Kranialisasi vaskuler
Posisi duduk.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
Penatalaksanaan
Keterangan:
1.
O2
saturasi
nbsp="nbsp">atau
dengan
PaO2
hipoksemia="hipoksemia"
pulse
<60
oximeter
dapat="dapat"
kpa="kpa"
<90
font="font"
diberikan="diberikan"
mengobati="mengobati"
ritme jantung, SpO2, tekanan darah sistolik, produksi urine) sampai stabil
dan pulih.
8.
penurunan ronkhi.
10. Setelah pasien nyaman dan diuresis yang stabil telah dicapai, ganti
terapi iv dengan pengobatan diuretik oral.
11.
terdapat kontraindikasi.
Ventilasi non-invasif continuous positive airway pressure (CPAP) dan
non-invasive
intermittent
positive
pressure
ventilation
(NIPPV)
RCT(Randomized
controled
trial)
besar
yang
terbaru
2. Umur
remaja/dewasa muda
3. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai
etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien
Sistem Integumen
Subyektif
:-
Obyektif
Sistem Pulmonal
Subyektif
Obyektif
Pernafasan
(produktif/nonproduktif),
cuping
sputum
hidung,
banyak,
hiperventilasi,
penggunaan
otot
batuk
bantu
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif
: sakit dada
Obyektif
Sistem Neurosensori
Subyektif
Obyektif
Sistem Musculoskeletal
Subyektif
Obyektif
Sistem genitourinaria
Subyektif
:-
Obyektif
Sistem digestif
Subyektif
Obyektif
6. Studi Laboratorik :
Hb
: menurun/normal
: acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
Rencana Tindakan:
Intervensi
No Diagnosa
1
Ketidakefektifan
pola
NOC
Respiratory status: ventilation
nafas Respiratory
status:
Intervensi (NIC)
Airway management
aiway
Oxygen therapy
berhubungan
patency
dengan
1.
keadaan tubuh
yang lemah
Indicator
1 2 3 4 5
Tidak
ada
dyspneu
Irama nafas
Frekuensi
pernapasan
Tidak
ada
abnormal
TTV dalam
batas
normal
posisi
semi fowler
2.
Observasi
tanda
dan
gejala
sianosis
3.
suara nafas
Atur
Auskultasi
suara
napas
tambahan
4.
Berikan terapi
oksigenasi
5.
Pertahankan
Observasi
tanda-tanda vital
7.
Monitor irama
dan
frekuensi
pernapasan
8.
Monitor suara
paru
9.
Monitor
pola
napas abnormal
10.
Observasi
timbulnya
gagal
nafas.
11.
Kolaborasi
Gangguan
Respiratory
status:
gas
Airway management
Respiratory
berhubungan
monitoring
Acid
kapiler
management
pulmonar
Indicator
1 2 3 4 5
Tidak
ada
dyspneu
Batuk efektif
Irama nafas
Frekuensi
pernapasan
Tidak
ada
suara nafas
abnormal
TTV dalam
1.
base
Atur posisi semi
fowler
2.
Observasi tanda
dan
gejala
sianosis
3.
Auskultasi suara
napas tambahan
4.
terapi
oksigenasi
batas
normal
Berikan
5.
Pertahankan
jalan
- BGA normal:
partial pressure of oxygen
paten
6.
(PaO2): 75-100 mm Hg
partial pressure of carbon
napas
7.
Monitor
irama
dan
Hg
pernapasan
8.
94-100%
bicarbonate (HCO3): 22-26
mEq/liter
pH: 7.35-7.45
Monitor
suara
paru
23%
oxygen saturation (SaO2):
frekuensi
9.
Monitor
pola
napas abnormal
10. Tentukan
kebutuhan
suction
11. Observasi
timbulnya
gagal
nafas.
12. Kolaborasi
dengan
medis
tim
dalam
memberikan
pengobatan
13. Pertahankan
iv
line
14. Monitor BGA
Resiko
tinggi
Immune status
Infection control
infeksi
Risk control
Infection protection
berhubungan
Indicator
1 2 3 4 5
Tidak
ada
1.
dengan
area
invasi
tanda-tanda
mikroorganisme
infeksi
Jumlah
sekunder
terhadap
pemasangan
selang
pengunjung
untuk
mencuci
tangan
sebelum
dan
leukosit
stelah
mengunjungi
dalam batas
normal
Instruksikan
pasien
2.
endotrakeal
Pertahankan
teknik
aseptic
saat
pemasangan alat
3.
Tingkatkan intak
nutrisi
4.
Berikan
terapi
antibiotic
jika
perlu
5.
Monitor leukosit
6.
Pertahankan
iv
line
7.
Tingkstksn
istirahat
Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.
Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan,
atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
kekuatan
mekanis
pada
sistem
pernafasan
untuk
(gagal napas)
out.
4. Respiratory Arrest.
Contusio cerebri.
b. Radang otak
Encepalitis.
c. Gangguan vaskuler
d. Obat-obatan
2. Penyebab perifer
a.
-
Tetanus
Trauma servikal.
b.
IV.
Kelaian Neuromuskuler:
Asma broncheal.
c.
Kelainan di paru.
- Edema paru, atlektasis, ARDS
d.
e.
Kelainan jantung.
- Kegagalan jantung kiri.
Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
PaCO2 lebih dari 60 mmHg
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
V.
Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan
yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan
komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah.
Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan
ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
VI.
Mode-Mode Ventilator.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan
IMV
SIMV:
Intermitten
Mandatory
Ventilation/Sincronized
Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun.
Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan
usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung)
tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain: Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organorgan lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat
tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat
sehingga tekanan intrakranial meningkat.
XI.
e.
Atelektasis/kolaps
g.
Tidak
alveoli diffuse
c.
Infeksi paru
d.
Keracunan oksigen
2. Pada sistem kardiovaskuler
berfungsinya
penggunaan ventilator
h.
XII.
Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan
penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
XIV.
Napas Spontan
-
XV.
Pada Kardiovaskuler
-
Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak
terhambat TIK meningkat.
XVI.
TERAPI OXIGEN
Setelah jalan nafas bebas, maka selanjutnya tergantung dari derajat
Parameter
Accaptable
Range (Tidak
Perlu Terapi
Khusus)
Fisioterapi Dada,
Terapi Oksigen,
Monitoring Ketat
Intubasi
Tracheostomi
Ventilasi
Mekanik.
1. MEKANIK
- Frekwensi nafas
12 - 25
70 - 30
- Vital capacity (ml/kg)
- Inspiratori force, CmH2O
100 - 50
2. OKSIGENASI
- A - aDO2 100% O2
mmHg
50 - 200
- PaO2 mmHg
3. VENTILASI
- VD / VT
- PaCO2
XVII.
ASUHAN
25 - 35
30 - 15
> 35
< 15
50 - 25
< 25
200 - 350
> 350
100 - 75
(Air)
200 - 70
( O2 Mask)
< 70
( O2 Mask )
0,3 35 -
0,4 - 0,6
5 - 60
0,6
60
KEPERAWATAN
0,4
45
PADA
PASIEN
DENGAN
BANTUAN
Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, alamt, dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status
sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,
sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena
kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk
memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk
mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal
nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa
berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
B. 1. Sistem pernafasan
j.
B. 2. Sistem kardiovaskuler
Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya
gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu
tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan
darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak
mengeluarkan keringat.
B. 3. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.
B. 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
B. 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
II.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat
bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan
pemenuhan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
Perencanaan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan: Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
Bunyi napas terdengar bersih.
Ronchi tidak terdengar.
Tracheal tube bebas sumbatan.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
PH (7,35 - 7,45)
PO2
(80
100
BE (-2 - + 2)
Tidak sianosis
mmHg)
-
PCO2
(35
45
mmHg)
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
Cek analisa gas darah setiap 10 - 30 menit setelah perubahan setting
ventilator.
Monitor hasil analisa gas darah (blood gas) atau oksimeteri selama periode
penyapihan.
Pertahankan jalan napas bebas dari skresi.
Monitor tanda dan gejala hipoksia
ventilator.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1 - 2 jam.
Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya.
Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur
sepanjang waktu.
Monitor selang / cubbing ventilator dari terlepas , terlipat, bocor atau
tersumbat.
Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff.
Masukan penahan gigi (pada pemasangat ETT lewat oral)
Amankan selang ETT dengan fiksasi yang baik.
Monitor suara dan pergerakan dada secara teratur.
4. Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah,
kooperatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
Lakukan komunikasi terapiutik.
Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya.
Berikan sentuhan kasih sayang.
Berikan support mental.
Berikan kesempatan pada keluarga dan orang-orang yang dekat dengan
klien untuk mengunjungi pada saat-saat tertentu.
Berikan informasi realistis pada tingkat pemahaman klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines
in the Management of acute decompensated heart failure. [monograph on
the internet]. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [cited
2015
Okt
4].
Available
from
www.ashpadvantage.com/website_
images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
2. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute
Decompensated Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the
internet]. 2010 Jun [cited 2015 Okt 4]; 16 (6): [about 23 p]. Available from
http://www.heartfailureguideline.org/_assets/document/2010_heart_failure_g
uideline_sec_12.pdf.
3. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et
al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet].
2008
Aug
[cited
2015
Okt
4].
Available
from
http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf#page=1&view=FitH.
4. McBride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology.
Journal of Medicine [serial on the internet]. 2010 [cited 2015 Okt 4].
Available from http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3
5. Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated
Heart Failure. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of
Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2001 [cited 2015 Okt 4].
Available from www.emcreg.org.
6. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart
Failure. [monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama;
2003
[cited
2015
Okt
4].
Available
from
http://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF
7. Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To
Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia :
Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004 [cited
2015 Okt 4]. Available from www.emcreg.org.