Você está na página 1de 7

SIFILIS

DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Treponema Pallidum
Cara pemeriksaan adalah mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk
dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan
tiga hari berturut-turut. Jika hasil pada hari I dan II negative. Sementara itu lesi
dikompres dengan larutan garam faal. Bila negative bukan selalu berarti
diagnosisnya bukan sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit. Treponema tampak
berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap
sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi lapangan pandangan, jadi tidak
bergerak cepat seperti Borrelia vicentti penyebab stomatitis.
2. Tes Serologik Sifilis (TSS)
T.S.S. atau serologic test for syphilis (S.T.S.) merupakan pembantu diagnosis
yang penting untuk sifilis. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi adalah
sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas adalah kemampuan untuk bereaksi pada
penyakit sifilis. Sedangkan spesifisitas berarti kemampuan nonreaktif pada
penyakit bukan sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut
dipakai untuk tes screening. Tes dengan spesifisitas yang tinggi sangat baik untuk
diagnosis. Makin spesifik suatu tes, makin sedikit member hasil semu positif.
T.S.S. dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai :
1. Nontreponemal (tes reagin)
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat member
reaksi biologic semu atau Biologic False Positive (BFP). Antibodinya disebut
regain, yang terbentuk setelah infeksi dengan T. Pallidum, tetapi zat tersebut
terdapat pula pada berbagai penyakit lain dan selama kehamilan. Regain ini
dapat bersatu dengan suspense ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan,
menggumpal membentuk massa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Massa
tersebut juga dapat bersatu dengan komplemen yang merupakan dasar bagi tes
ikatan komplemen.

2. Treponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau
ekstraknya dan dapat digolongkan menjadi empat kelompok :
a. Tes imobilisasi : TPI (Treponemal Pallidum Imobilization Test)
TPI merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan
: biasanya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu banyak. Selain itu
juga reaksinya lambat, baru positif pada akhir stadium primer, tidak
dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan, hasil dapat negated
pada sifilis dini dan sangat lanjut.
b. Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test)
RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah ;
kadang kadang didapatkan reaksi positif semu. (Djuanda, A et al,
2010)
c. Tes imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG, FTA-Abs DS (Fluorescent
Treponemal Antibody-Absorption Double Staining).
FTA-Abs paling sensitive (90%) terdapat dua macam yaitu untuk IgM
dan IgG sudah positif pada waktu timbul kelainan S I. IgM sangat
reaktif pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer IgM cepat turun,
sedangkan IgG lambat. IgM penting untuk mendiagnosis sifilis
kongenital. (Djuanda, A et al, 2010)
d. Tes Hemoglutinasi : TPHA (Treponemal Pallidum Haemoglutination
Assay), 19 S IgM , SPHA (Solid-Phase Hemabsorption Assay),
HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis).
TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan
pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitif, menjadi
reaktifnya cukup dini. Kekurangannya tidak dapat dipakai untuk
menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu yang lama. Tes
ini sudah dapat dilakukan di Indonesia. Sebaiknya dilakukan secara
kuantitatif yakni dengan pengenceran 1/80 1/1024. IgS IgM SPHA
merupakan tes yang relative baru. Sebagai antiserum ialah cincin
spesifik u dan regain TPHA. Secara teknis lebih mudah daripada FTAAbs IgM. Maksud tes ini ialah untuk mendeteksi secara cepat IgM

yang spesifik terhadap T. Pallidum dan memegang peranan penting


untuk membantu diagnosis neurosifilis. Jika titernya melebihi 2560,
artinya menyokong diagnosis aktif.
3. Pemeriksaan Lain

Sinar Rontgen
Dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi

pada S II, S III, dan sifilis congenital. Juga pada sifilis kardiovaskular,
misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada neurosifilis, tes koloidal emas
sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein
total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi
pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga
normal ialah 0 3 sel/mm3 , jika limfosit melebihi 5 /mm3 berarti ada
peradangan. Harga normal protein total ialah 20 40 mg/100 mm3, jika
melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan. (Djuanda, A et al, 2010)

Histopatologi
Kelainan utama pada sifilis adalah proliferasi sel sel endotel terutam

terdiri atas infiltrat perivaskular tersusun oleh sel sel limfoid dan sel sel
plasma. Pada S II lanjut dan S III juga terdapat infiltrate granulomatosa terdiri
atas epiteloid dan sel sel raksasa. (Djuanda, A et al, 2010)

Imunologi
Pada manusia treponema yang diinokulasi dalam masa tunas akan

membiak dan menimbulkan lesi baru, tetapi setelah timbuh S I, inokulasi tidak
akan menimbulkan respons jaringan. Superinfeksi kadang kadang terjadi
pada sifilis stadium lanjut atau pada congenital, yaitu jika inokulasi banyak.
Reinfeksi mungkin terjadi pada S I yang telah berhasil diobati secara dini.
Setelah infeksi, timbul respons imun, baik selular maupun humoral.
Imunitas humoral terbentuk lambat pada S I dan tidak dapat menghambat
perkembangan penyakti atau timbulnya S II.
Pada sifilis dini, 1-2 minggu setelah infeksi, pada waktu timbul lesi
primer, antibody IgM antitreponemal yang pertama-tama terbentuk. Kemudian

kira kira setelah 2 minggu disusul oleh timbulnya antibody IgG. Jadi pada
stadium lanjut pada waktu tanda klinis didapati, baik IgM maupun IgG.
Terdapatnya dan sintesis antibody IgM yang spesifik bagi T. Pallidum
bergantung pada keaktivan kuman, sedangkan antibody IgG yang spesifik
umumnya tetap terdapat meskipun telah diobati.Kompleks imun yang beredar
didapati pada beberapa penderita S I dan sebagian besar penderita S II.

TERAPI
Pilihan obat untuk sifilis adalah penisilin. Menurut lama kerjanya, terdapat 3
macam penisilin, yaitu :
a. Penisilin G prokain dalam akua, bersifat kerja singkat dengan lama
kerja 24 jam.
b. Penisilin G prokain dalam minyak, dengan aluminium monostearat
(PAM), bersifat kerja sedang dengan lama kerja 72 jam.
c. Penisilin G benzatin, dengan dosis 2.4 juta unit akan bertahan dalam
serum 2-3 minggu, jadi bersifat kerja lama.

Selain penisilin, ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai


pengobatan sifilis. Apabila alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin 4 x
500 mg/hari, atau eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I dan S II serta 30 hari bagi stadium laten. Obat lain adalah
golongan sefalosporin, misalnya sefaliksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari, juga
seftriakson setiap hari 2 gr dosis tunggal intramuskular atau intravena selama 15 hari.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit sifilis antara lain :
-

Penyakit kardiovaskular
Penyakit CNS
Glomerulonefritis membranosa
Paroxysmal cold hemoglobinemia
Irreversible organ damage
Jarisch-Herxheimer reaction
Aborsi spontan
Congenital sifilis

PROGNOSIS
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik.
Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti bahwa T. Pallidum di
badan terbunuh tidaklah mungkin. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup,
tidak menular ke orang lain, TSS. Pada darah dan likuor serebrospinalis negative.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan
mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9 % dan
pada wanita 5 %, 23 % akan meninggal.
Jika sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan
kulit akan sembuh dalam 7 14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap
berminggu minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5 % pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya
terjadi setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok, dan region
perianal. Di samping itu dikenal pula kambuh serologic, yang berarti T.S.S. yang
negative menjadi positif atau yang telah positif menjadi makin positif. Rupanya
kambuh serologic ini mendahului kambuh klinis. Kambuh klinis pada wanita juga
dapat bermanifestasi pada bayi berupa sifilis kongenital.
Prognosis pada sifilis tersier kurang baik meskipun sejumlah besar pasien
menunjukkan penyembuhan dengan terapi antibiotik. Berbeda dengan prognosis pada

sifilis primer dan sekunder yang cukup baik dengan terapi antibiotic. T. pallidum juga
sangat responsif terhadap penisilin.

Você também pode gostar