Você está na página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan
disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya .
Fraktur merupakan suatu keadaan diskontinuitas jaringan structural pada tulang
(Sylvia Anderson Price, 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang-tulang rawan (Purnawan Junaidi,
1982).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas pada tulang paha sebagai akibat
sebuah cedera.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001)
B. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang

lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.


Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.

C. ETIOLOGI
Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Cidera Traumatik
Cidera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintan dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progesif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai sebagai salah satu proses yang progesif, lambat dan nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh kegagalan absorbs Vitamin D
atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan
dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla.
Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast)
yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam
jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi
profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan
tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan
fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulangtulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mulamula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
Fraktur terjadi karena trauma yang dialami oleh tulang. Trauma yang terjadi bisa
didapat secara langsung, yaitu benturan pada tulang dan trauma tidak langung (titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan).

Trauma yang terjadi pada tulang bisa menyebabkan dekontinuitas tulang. Karena
dekontinuitas yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik,
gesekan fragmen tulang, serta fraktur tulang.
Fraktur yang terjadi pada tulang dapat di bagi menjadi dua yaitu fraktur terbuka
(fragmen terbuka) dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang terjadi hingga
fragmen tulang tersebut menembus kulit. Hal ini menyebabkan luka yang terhubung
langung dengan udara luar sehingga jika tidak ditanggani dengan benar dapat
menyebabkan gangguan pada intergritas kulit. Sedangkan pada fraktur tertutup
mengakibatkan fragmen tulang menembus jaringan lunak di dalamnya (perubahan
struktur jaringan). Hal ini bisa menyebabkan penyebaran oksigen dan energi ke jaringan
nerkurang sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Fraktur terbuka dan fraktur
tertutup, jika tidak ditanggani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya resiko infeksi
pada tubuh dan juga nyeri.

E. MANISFESTASI KLINIS
1. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
2. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :


a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
3. Krepitasi
4. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
5. Peningkatan temperatur local
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
10. Tenderness
11. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
12. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
F. PENATALAKSANAAN
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas
ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga
paha tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan
pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, skrup, plat, paku

atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang


sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen
tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi
dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan
setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul
betul telah kembali normal.
d. Analgetik

Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR


A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident

Faktor presipitasi nyeri adalah trauma pada bagian


paha.

Quality of Paint

Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien


bersifat menusuk-nusuk.

Region

Rasa sakit bisa reda dengan immobilisasi atau


dengan istirahat, rasa sakit tidak menjalar atau
menyebar, dan rasa sakit terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang.

Severity (Scale) of Pain

Rasa nyeri yang dirasakan klien secara subjektif


antara skala 2-4 pada rentang skala pengukuran
0-4

Time

Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah


bertambah buruk pada malam hari / siang hari.

3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan
apa yang telah didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya Osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang paha adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
d. Riwayat Psikososial Spiritual
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga / masyarakat.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).
Pengkajian pasien fraktur menurut Doenges, et al (1999) meliputi:
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau
ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah, takikardia (respon stress,
hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
kapiler yang lambat, pucat pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan
(parastesis)
2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple,
2)

misalnya masalah financial


Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi

simpatis
f. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan, defisiensi
imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan),
munnculnya kanker, riwayat keluarga tentang hipertermi malignant/reaksi
anastesi dan riwayat transfuse darah atau reaksi transfuse
2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis,
malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukan atau periode puasa pra operasi)
i. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan dirumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang
masalah pasien dan perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui
tindakan keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut
Doenges et al (1999) meliputi :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotis.
3. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan,
prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi.
6. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang
7.

(fraktur)
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan

8.

thrombus.
Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak.

C. PERENCANAAN/INTERVENSI
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan
untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan
dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien .
Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et
al (1999) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang
b) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b. Atur posisi immobilisasi pada paha
Rasional: Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
c. Ajarkan relaksasi:
Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang
menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
Rasional: Akan melancarkan peredaran, darah sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
d. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya dengan hal-hal menyenangkan.

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
analgetik untuk menguji keefektifannya. Serta setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawat selama 1-2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif
f.

untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.


Kolaborasi dengan dokter
1) Pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
2) Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang
Rasional: Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada penurunan
pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi yang baik untuk penyatuan
tulang
3) Operasi untuk pemasangan fiksasi interna
Rasional: Fiksasi interna dapat membantu immobilisasi fraktur femur
sehingga pergerakan fragmen berkurang

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi,


penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan ketidaknyaman hilang
b. Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan
penyembuhansesuai indikasi.
Intervensi:
a) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan
warna.
Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat.
b) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan
d) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang
kering dan gunakan plester kertas.
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan menncegah
terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement

Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada
area kulit yang normal lainnya.

3. Gangguan mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan kerusakan musculoskeletal, terapi


pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
b. Meningkatkan fungsi yang sakit
c. Melakukan pergerakan dan perpindahan
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi
b. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan mobilitas pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Resiko infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan
nyeri.
b. Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase
luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
d. Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
e. Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
f. Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat dan salah
interpretasi informasi.
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
b. Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan
keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang perawatan
luka.
e. Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang
perawatan luka.
6. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
(fraktur)
Tujuan : Resiko tinggi trauma tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur
b. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada farktur
c. Menunjukkan pembentukan kalus mulai penyatuan fraktur dengan tepat
Intervensi
a. Pertahankan tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi.
b. Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur
ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang
masih basah.
c. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan posisi
netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter
dan papan kaki
Rasional : mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang
tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.

d. Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan
abduksi untuk membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis
secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang di gips dapat
menyebabkan gips patah.
e. Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin diberikan
untuk

memberikan

imobilisasi

fraktur

dimana

pembengkakan

jaringan

berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat


atau penggunaan gips plaster mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kesejajaran fraktur
f. Pertahankan posisi atau integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan.
Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk pemeriksaan
traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
g. Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa tali terhadap
tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.
Rasional : yakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat untuk
menghindari interupsi penyambungan traksi.
h. Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Rasional : mempertahankan integritas tarikan traksi.
i. Kolaborasi untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional : memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses
penyembuhan

untuk

menentukan

tingkat

aktivitas

dan

kebutuhan

perubahan/tambahan terapi
.
7. Resiko tinggi terhadap neurovaskuler perifer berhubungan dengan peniruan aliran
darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan dan pembentukan thrombus.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya nadi,
kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan
haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
a. Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
b. Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi.
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskulerdan
perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
c. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
d. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi
motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.

Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri


terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak adekuat/syaraf rusak.
e. Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari
pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila
diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko cedera pada
fraktur kaki, edema atau sindrom kompartemen atau malposisi alat traksi
f. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit
keluhan rasa terbakar dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan atau
iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrotik
g. Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di kontraidikasikan
dengan menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edema
h. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri yang
berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
i. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi
jaringan
j. Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu
sirkulasi
8. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah emboli lemak
Tujuan : Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil : Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya
dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a. Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan otot
bantu serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya indicator
terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda/gejala menunjukkan
distress pernafasan luas/cenderung kegagalan.
b. Auskultasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya
komplikasi pernafasan.
c. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari
pertama.
Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat berhubungan
dengan fraktur
d. Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan
sering.
Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada paru.

e. Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.


Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli pada paru dapat
menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya
hipoksemia/asidosis.
f. Observasi sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
g. Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas pada
abdomen/tubuh dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli lemak yang
tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
h. Kolaborasi bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.
D. PENATALAKSANAAN/IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah pelaksanaan tindakan yang harus di laksanakan berdasarkan
diagnosis perawat. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian
perawat, perawat secara mandiri atau bekerja sama dengan dengan tim kesehatan luar.
Dalam hal ini perawat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan
pelayanan keperawatan dengan tindakan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan
Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien fraktur menurut Doenges
et al (1999) meliputi :
a. Menghilangkan nyeri
b. Mempertahankan integritas kulit
c. Mempertahankan mobilitas fisik
d. Menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual
e. Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatan
f. Menghilangkan trauma karena potensial atau gangguan actual
g. Mempertahankan fungsi neurovaskuler perifer
h. Menghilangkan kerusakan gas karena potensial atau actual
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat
pada tahap perencanaan
Terdapat dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif (proses) yang menyatakan
evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intevensi dengan respon segera dan
evaluasi sumatif (hasil) yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
status pasien pada waktu tertentu .
Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi:
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan atau kemajuan sesuai
criteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu dicari penyebabnya dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru.
Evaluasi keperawatan untuk pasien fraktur merujuk pada evaluasi secara umum
menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pasien menghadapi situasi yang ada secara realities


Cedera dicegah
Komplikasi di cegah atau diminimalkan
Rasa sakit dihilangkan atau dikontrol
Luka sembuh atau fungsi organ berkembang kea rah normal
Proses penyakit atau prosedur pembedahan, prognosis dan regimen terapeutik
dipahami

DAFTAR PUSTAKA

1. Donges Marilynn, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC


2. Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4. Jakarta : EGC
3. Smeltzer Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol
3. Jakarta : EGC
4. Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media
Aesculapius.
5. Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
6. http://nareragan.blogspot.com/2013/03/askep-fraktur-femur.html
7. http://nursingbegin.com/askep-fraktur-femur/
8. http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-fraktur-femur.html

Você também pode gostar