Você está na página 1de 11

Anatomi Jaringan Periapikal

Jaringan periapikal merupakan lanjutan jaringan periodonsium ke arah apikal dari gigi,
walaupun sebenarnya jaringan yang berada di dekat apeks gigi lebih menyerupai isi dari
saluran akar dibandingkan jaringan periodonsium. Jaringan periodonsium adalah jaringan
yang mengelilingi dan mendukung akar gigi, yang terdiri dari sementum, ligamen
periodontal, lamina dura dan tulang alveolar. Yang menghubungkan antara pulpa dan jaringan
periapikal adalah foramen apikal dan kanal lateral. Jaringan periapikal terdiri dari:
1.
Foramen apikal, merupakan penghubung antara pulpa dan jaringan periapikal.
Selama pembentukan akar, foramen apikal terletak pada ujung akar anatomis. Ketika
perkembangan gigi telah sempurna, foramen apikal menjadi lebih kecil dan memiliki jarak
dengan ujung akar anatomis. Pada satu gigi, bisa terdapat satu atau lebih foramen apikal,
biasanya pada gigi akar ganda. Apabila terdapat lebih dari satu foramen, yang terbesar
disebut sebagai foramen apikal dan sisanya merupakan kanal aksesori atau kanal lateral.
Diameter foramen apikal biasanya antara 0.3-0.6mm. Diameter terbesar ditemukan pada
saluran akar distal molar mandibula dan akar palatal molar maksila.
2.
Kanal lateral atau kanal aksesori, merupakan penghubung komunikasi antara pulpa
dan ligamen periodontal. Komunikasi terjadi melalui saluran yang melewati dentin dan
sementum yang membawa pembuluh darah kecil dan saraf. Kanal aksesori dapat berjumlah
satu atau lebih, besar atau kecil. Biasanya terbentuk pada daerah sepertiga apikal. Kanal
lateral, sama seperti foramen apikal, dapat menjadi jalur menyebarnya penyakit pulpa ke
jaringan periapikal dan terkadang menyebabkan penyakit periodonsium menyebar ke saluran
akar.
3.
Sementum, merupakan jaringan menyerupai tulang, dengan kekerasan yang lebih
tinggi, yang melapisi akar gigi dan menyediakan perlekatan untuk serat-serat periodontal.
Walaupun lebih keras dan resorbsinya lebih pelan dari pada tulang, dentin tetap mengalami
resorbsi saat terdapat lesi inflamasi periapikal dan sering mengakibatkan hilangnya konstriksi
apikal.
4.
Ligamen periodontal, merupakan jaringan konektif khusus yang ruangnya sempit,
bervariasi dari 0.21 mm pada gigi muda hingga 0.15 mm pada gigi yang lebih dewasa.
Keseragaman dari besarnya ruang periodontal merupakan salah satu kriteria untuk
menentukan kesehatannya. Ruang periodontal dibatasi oleh sementoblast dan osteoblast. Di
dalam ruang periodontal juga terdapat sel-sel seperti fibroblast, stem sel, makrofag,
osteoklast, pembuluh darah, saraf, dan limfatik. Sel-sel tersebut tidak berpengaruh terhadap
kesehatan periodonsium, namun akan berproliferasi pada saat terjadi inflamasi sehingga
menyebabkan pembentukan kista. Jaringan periodonsium menerima inervasi autonomik dan
sensoris. Saraf autonomiknya merupakan saraf simpatetik, sedangkan saraf sensorik berasal
dari saraf trigeminal divisi 2 dan 3. Saraf-saraf ini sangat sensitif dan merekam tekanan pada
ligamen yang berasosiasi dengan pergerakan gigi.
5.
Lamina dura, merupakan bagian dari tulang alveolar yang memiliki kepadatan yang
lebih tinggi sehingga secara radiograf gambarannya terlihat lebih opak. Kontinuitas dari
lamina dura menentukan kesehatan periodontal.
6.
Tulang alveolar, memiliki banyak lubang untuk mengakomodasi pembuluh darah,
saraf, dan menanam jaringan konektif dari daerah kanselus prosesus alveolaris yang melewati
ruang periodontal.

Anatomi Jaringan Periapikal


Histologi Jaringan Periapikal
Jaringan pulpa pada daerah periapikal berbeda dengan jaringan pulpa koronal secara struktur.
Jaringan pulpa koronal terutama terdiri dari jaringan konektif selular dan sedikit serat
kolagen. Sedangkan, jaringan pulpa periapikal lebih fibrous dan mengandung sedikit sel.
Struktur fibrosa ini berperan sebagai sistem pertahanan melawan perkembangan inflamasi
pulpa ke arah apikal. Struktur fibrosa ini juga menyokong pembuluh darah dan saraf yang
memasuki pulpa. Pembuluh darah berjalan di antara tulang trabekula dan di sepanjang
ligamen periodontal sebelum memasuki foramen apikal sebagai arteri atau arteriol.
Pada daerah apikal, odontoblast pulpa tidak ada atau berubah bentuk menjadi datar atau
kuboidal. Dentin yang terbentuk tidak terlalu tubular seperti pada dentin koronal melainkan
lebih tidak berbentuk dan tidak beraturan. Tipe dentinnya adalah dentin sklerotik yang kurang
permeabel dibanding dentin koronal. Hal ini menyebabkan tubuli dentin sklerotik lebih sulit
dipenetrasi oleh mikroba dan iritan lain. Pada daerah apikal juga biasanya ditemukan
sementum selular yang mengandung sementosit.
Etiologi Penyakit Periapikal
Iritan yang ada di dalam pulpa dan jaringan periapikal dapat menyebabkan inflamasi pada
periapikal gigi. Iritan utama dari jaringan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.
Living irritant, yang termasuk dalam iritan ini adalah iritan mikrobial, yaitu bakteri,
toksin bakteri, fragmen bakteri, dan virus. Iritan ini masuk ke jaringan periapikal melewati
bagian apikal dari saluran akar dan menyebabkan inflamasi dan perubahan jaringan. Banyak
studi yang mengatakan bahwa penyakit periapikal tidak akan muncul apabila tidak ada
campur tangan bakteri di dalamnya. Maka, bakteri merupakan faktor utama yang dapat
menyebabkan penyakit periapikal.
2.
Non-living irritant, Iritan Mekanis adalah prosedur operatif, trauma kecelakaan,
trauma oklusi. Iritan Termal adalah rangsang dingin, panas (misalnya pada saat mengebur).
Iritan Kemikal adalah bahan pengisi saluran akar, bahan pembersih kavitas, dan bahan
antibakteri.
Saluran akar gigi normalnya steril dan keberadaan mikroorganisme tergantung pada

invasinya. Ketika terdapat inflamasi karena paparan masif bakteri, pertahanannya akan
mengalami penurunan sehingga bakteri dapat menginvasi dan mengkolonisasi saluran akar.
Jalan yang sangat sering dilewati sebagai jalur masuk mikroorganisme ke dalam saluran akar
adalah adanya paparan jaringan pulpa yang disebabkan oleh karies atau trauma. Jalur-jalur
potensial tersebut adalah email dan dentin yang retak karena trauma, tubuli dentin yang
terekspos karena karies, fraktur, preparasi kavitas atau mahkota, kebocoran marginal disekitar
tumpatan, resorpsi akar atau root planing.
Patogenesis Penyakit Periapikal
Saluran akar merupakan sumber utama infeksi. Mikroorganisme yang terdapat pada saluran
akar dapat berproliferasi sehingga berkembang ke luar saluran akar. Sisa-sisa metabolik
mikroorganisme tersebut atau toksin jaringan nekrosis juga dapat berdifusi ke jaringan
periapikal. Ketika mikroorganisme memasuki daerah periapikal, mereka akan dihancurkan
oleh PMN. Namun apabila mikroorganisme tersebut sangat virulen, mereka akan
mengalahkan mekanisme pertahanan dan menghasilkan perkembangan lesi periapikal.
Toksin dari mikroorganisme dan pulpa yang nekrosis pada saluran akar bersifat mengiritasi
dan merusak jaringan periapikal. Iritan-iritan tersebut bersamaan dengan enzim proteolitik
yang dihasilkan oleh PMN yang mati akan membentuk pus dan menghasilkan perkembangan
abses kronis. Di pinggir daerah jaringan tulang yang rusak, toksin bakteri akan dilemahkan
sehingga dapat berperan sebagai stimulan dan menghasilkan pembentukan granuloma.
Setelah itu, fibroblast akan bekerja dan membangun jaringan fibrosa, osteoblast akan
membatasi area dengan membentuk tulang sklerotik. Bersamaan dengan ini, apabila epitelial
rests of Malassez juga terstimulasi, akan terjadi pembentukan kista.

PENYEBARAN INFEKSI PERIAPIKAL


Posted by De Haantjes van Het Oosten in Mar 04, 2012, under Uncategorized
Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang
beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh : jumlah dan virulensi kuman, resistensi dari
host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat.
Pus pada jaringan periapikal menyebar melalui tulang kanselus menuju ke permukaan tulang
dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan lunak di sekitarnya yang
biasanya didahului dengan keradangan pada periosteum tulang alveolar di daerah tersebut
(periostitis)
Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi oleh 2 faktor
utama yaitu:
1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks gigi
2. hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada
dan mandibula

maksila

Bila apeks gigi yang terinfeksi lebih dekat dengan labial plate maka akan menyebabkan
vestibular abscess. Sebaliknya jika kar gigi lebih dekat dengan permukaan palatal maka yang
terjadi adalah palatal abscess.
Setelah pus menembus permukaan tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak arah
penyebaran selanjutnya ditentukan oleh tempat perlekatan otot-otot pada tulang rahang,
utamanya yaitu m. Buccinator pada maksila dan mandibula, dan. Mylohyoid pada mandibula.
Pada gigi-gigi posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan
m.buccinator pada maksila dan mandibula, dan m mylohyoid pada mandibula. Pada gigi
posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m. Buccinator
maka akan terjadi vestibular abscess. Apabila pus terletak di atas perlekatan m. Buccinator
maka yang terjadi adalah buccal space abscess.
Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umunya menjalar ke arah labial atau bukal.
Beberapa gigi seperti insisif lateral yang inklinasinya ekstrenm, akar palatal gigi premolar
pertama dan molar rahang atas dapat menyebabkan abses di sebelah palatal. Penjalaran
infeksi ke labial atau bukal dapat menjadi vestibular abscess atau fascial space infection
ditentukan oleh hubungan antara tempat peforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot oada
tukang maksila yaitu m, buccinator dan m. Levator anguli oris.
Gigi insisif sentral dan lateral rahang atas penyebaran infeksi ke labial sehingga terjadi
vestibular abscess. Infeksi pada kaninus yang akarnya panjang dapat menyebabkan canine
space infection. Infeksi pada M rahang atas bisa menjadi vestibular abscess. Infeksi
periapikal gigi-gigi P dan M rahang atsa dapat menyebar ke arah sinus maksilaris sehingga
menyebabkan sinusitis maksilaris.
Di rahang bawah infeksi periapikal dari gigi I,C dan P pada umumnya akan merusak korteks
di buccal palte sehingga menjadi vestibular abscess.
Infeksi pada gigi M1 bisa mengarah ke bukal atau ke lingual demikian juga M2, sedangkan
infeksi periapikal gigi M3 selalu mengarah ke lingual.
Penyebaran infeksi Molar bawah yang ke arah bukal juga ditentukan oleh perlekatan m.
Buccinator. Apabila pus keluar diatas perlekatan m. buccinator maka yang tejadi adalah
vestibular abscess, bila pus keluar dibawah perlekatan otot tersebut maka yang terjadi adalah
buccal space infection atau perimandibular infection. Penyebaran infeksi M RB yg kearah
lingual ditentukan oleh relasi antara letak apeks akar gigi M dan tempat perlekatan m.
Mylohyoid. Bila pus keluar dari dinding lingual di atas perlekatan m. Mylohyoid maka akan
terjadi sublingual space abscess, sebaliknya bila pus keluar dibawah perlekatan otot tsb akan
timbul submandibular space abscess.
Periostitis
Serous periostitis adalah keradangan akut pada periosteum tulang rahang karena infeksi
periapikal telah menembus korteks tulang. Keradangan yang terjadi berupa cairan serous
diantara korteks dan periosteum, belum terbentuk nanah. Gejala subjektifnya berupa rasa
sakit selama 1-3 istri disertai pembengkakan, suhu badan meningkar. EO tampak
pembengkakan merata, warna agak kemerahan, palpasi peningkatan suhu dan sakit. IO
tampak peninggian buccal fold tapi tidak ada fluktuasi, terdapat gigi dengan karies profunda
dan non vital (Gangren pulpa).

Pencabutan merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang


berbahaya. Perawatan ditujukan pada tindakan yang dapat meredakan infeksi akut : open bur
disertai dengann ekstirpasi saluran akar, pemberian antibiotik dan analgesik. Pencabutan
dilakukan bila tanda radang sudah reda.
Subperiosteal abscess
Merupakan kelanjutan dari seruos periostitis dimana pus sudah terbentuk dan terkumpul di
bawah periosteum. Periosteum adalah jaringan ikat yang tipis dan tegang, maka dengan
terkumpulnya pus dibawahnya akan timbul rasa sakit yang sangat dan biasanya periosteum
akan pecah dalam waktu singkat. Oleh karena itu secara klinis oeriosteal abscess jarang
dijumpai. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi vestibular abscess atau fascial space abscess.
Vestibular abscess (Submucous abscess)
Setelah menembus korteks dan periosteum tulang labial/bukal pus yang berasal dari infeksi
periapikal masuk ke dalam jaringan lunak di bawah permukaan mukosa di daerah vestibulum
(mocobucal fold), disebut dengan vestibular abscess. Keadaan ini rasa sakit sudah agak
mereda dibandingkan dengan subperiosteal abscess.
EO berupa pembengkakan tidak berbatas jelas, palpasi sakit dan pembesaran kelenjar limfe
regional. IO tanpak buccal fold terangkat, warna kemerahan, palpasi terasa sakit dan ada
fluktuasi. Terdapat gigi gangren yang memberikan respon sakit pada perkusi dan druk. Abses
dapaty pecah dan membentk drainase berupa fistel intra oral.
Bila belum terjadi drainase spontan, maka perawatannya adalah incisi dan drainase pada
puncak fluktuasi dan drainase dipertahankan dengan pemasangan drain (drain karet atau
kasa), pemberian antibiotik dan analgesik. Pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya
mereda.
Palatal abscess
Patogenesa palatal abscess sebenarnya sama dengan submucous abscess, hanya lokasinya
yang berbeda karena disini pus keluar ke arah palatal. Biasanya disebabkan oleh infeksi pd
akar palatal gigi posterior rahang atas. IO berupa pembengkakan mucosa palatal, berbatas
jelas dan ada fluktuasi.
ABSES DAN SELULITIS
Penyebaran infeksi odontogen ke jaringan lunak dapat berupa abses, selulitis, atau kombinasi
dari keduanya.
Abses (Abscess)
Abses didefinisikan sebagai kumpulan pus dalam suatu rongga yang secara anatomis tidak
ada dan diliputi oleh membran abses.
Nanah atau ous merupakan bentuk nekrosis pencairan (liquefaction) sel-sel jaringan yang
disebabkankarena aktivitas enzimatik kuman-kuman patogen. Pus dalam suatu abscess
berisi : sel-sel leukosit (PMN) mati, sel-sel jaringan yang mati, dan mikroorganisme
penyebab proses supuratif ini disebut dengan kuman piogenik, utamanya adalah
Streptococcus pyogens dan Staphylococcus aureus. Pembentukan abscess dihubungkan

dengan enzim coagulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Enzim coagulase


menyebabkan terjadinya deposisi fibrin sehingga menghambat fagositosis dan kondisi ini
mengarah kepada pembentukan abses
Secara klinis ciri khas suatu abses jaringan lunak ialah : pembengkakan berbatas jelas, palpasi
terdapat fluktuasi, dan pada umumnya memberikan tanda klinis yang bersifat kronis.
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Untuk mempertahankan
drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau
penrose drain.
Beberapa tujuan dari insisi dan drainase yaitu : (1) mencegah terjadinya perluasan abses ke
jaringan lain,(2) mengurangi rasa sakit,(3) menurunkan jumlah popolasi mikroba beserta
toksinnya,(4) memperbaiki vaskularisasi jaringan,(5) mencegah terjadinya jaringan parut.
Selulitis
Bila infeksi yang terjadi tidak dapat ditanggulangi oleh faktor pertahanan jaringan, misalnya
virulensi kuman yang tinggi atau faktor pertahanan yan rendah, maka infeksi tidak terhambat
dan akan menyebar dengan cepat menuju jaringan yang lain disekitarnya, infeksi semacam
ini disebut selulitis.
Selulitis adalah infeksi pada jaringan lunak yang tidak terlokalisir dimana eksudat dengan
cepat menyebar diantara celah interstitial jaringan ikat. Secara klinis ditandai dengan
pembengkakan akut, difus, kemerahan, konsistensi keras, tidak terdapat fluktuasi.
Selulitis biasanya disertai gejala sistemik yaitu : penderita tampak pucat, malaise,
peningkatan suhu badan dan denyut nadi. Dibandingkan abses selulitis lebih berbahaya
karena penyebaran infeksi berlangsung sangat cepat ke jaringan yang letaknya jauh dari
tempat infeksi asalnya dan resiko terjadiya septikemia cukup tinggi.
Kuman Streptokokus diduga sebagai penyebab selulitis karena kemampuannya menghasilkan
enzim streptokinase yang dapat menyebabkan fibrinolisis dan enzim hyaluronidase yang
mengkatalisa hidrolisis asam hyaluronat, bahan dasar jembatan interseluler jaringan ikat,
sehingga dapat mempermudah terjadinya penyebaran infeksi secara cepat.
Perawatan pada selulitis adalah pemberian antibiotika yang tepat dan dengan dosis yang
tinggi. Dengan terapi antibiotik gejala akutnya mereda atau bisa menjadi abses.
Pericoronitis
Pericoronitis adalah infeksi yang melibatkan jaringan lunak di sekitar mohkota gigi yang
erupsi sebagian, umumnya terjadi pada gigi M3 bawah. Pada gigi yang impaksi sebagian,
mahkota gigi biasanya diliputi oleh jaringan lunak baik yang menutupi permukaan oklusal
mahkota gigi (operculum) atau permukaan aksialnya.
Antara mahkota gigi yang impaksi dan jaringan lunak yang menutupinya terdapat suatu ruan
potensial, yakni bagian dari dental follicle.Pericoronitis berawal dari keradangan pada follicle
ini.
Pericoronitis dapat juga terjadi akibat taruma gigitan dari M3 RA. Operculum dari mahkota
M3 rahang bawah dapat menjadi bengkak karena tergigit oleh M3 RA. Dalam hal ini

pencabutan gigi M3 RA biasanya akan dapat menghilangkan gejala klinis dan simptom yang
ada.
Pericoronitis dapat pula terjadi akibat terperangkapnya makanan dibawah operculum, sisa
makan dapat menjadi media pertumbuhan bakteri.
Pericoronitis akut
Pericoronitis akut adalah keradangan akut pada jaringan lunak perikorona yang ditandai
dengan rasa sakit cekot-cekot terutama pada waktu mengunyah. Pada anamnesa pasien
mengeluhkan trismus dan rasa tidak enak bila menelan.
Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, frekuensi denyut nadi dan
pernapasan, terdapat pembengkakan EO yang difuse, kelenjar limfe submandibularis
membesar dan sakit pada palpasi. IO tampak mukosa perikorona membengkak, kemerahan,
palpasi sakit dan bila ditekan keluar pus dari ruan potensial dibawah mukosa.
Pericoronitis akut dapat menyebar ke infeksi fascial space di daerah ramus
mandibula(pterygomandibular space atau submasseteric space) atau ke daerah lateral dari
leher (lateralpharyngeal space). Pencabutan merupakan kontraindikasi mengingat resiko
terjadinya penyebaran infeksi.
Antibiotik mutlak diperlukan, pilihan yang umum adalah golongan penisilin. Analgesik
diberikan untuk mengurangi rasa sakit.
Disamping perawatan umum tersebut, perlu dilakukan perawatan lokal yaitu :
Irigasi H2O2
Bila terdapat trauma dari gigi M RA dilakukan pemendekkan tonjol oklusal
Bila terbentuk abses, perlu dilakukan insisi pada absesnya.
Instruksi pada pasien untuk kumur-kumur larutan air garam hangat dengan frekuensi yang
cukup sering. Tindakan ini cukup efektif untuk meredakan rasa sakit dan mempercepat
resolusi dari keradangan yang terjadi.
Pericoronitis kronis
Pericoronitis kronis ditandai dengan rasa kemeng yang timbulnya berkala. Tanda yang khas
pasien mengeluhkan rasa tidak enak. Tidak ada gejala klinis dan cukup dilakukan perawatan
lokal saja,antibiotik tidak diperlukan.
M3 RB bisa dicabut setelah gejala klinis dari pericoroniti stelah hilang. Bila pencabutan
dilakukan pada saat keradangan akut resiko cukup tinggi untuk terjadi komplikasi seperti :
dry socket atau postoperative infection.
Setelah infeksi dapat diatasi, perawatan definitif yaitu pencabutan dapat segera dilakukan.

Infeksi Odontogenik

Definisi
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi yang
berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi pada region orofacial
adalah odontogenik. Infeksi odontogenik merupakan pemyakit yang paling umum sedunia
dan merupakan alasan mencari perawatan dental.1
Infeksi odontogenik adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora
normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, sulcus gingival, dan mukosa mulut yang dapat
menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis yang mencapai jaringan lebih dalam yaitu
melalui nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam.2

Etiologi
Penyebab cardinal dari infeksi orofacial adalah gigi nonvital, pericoronitis (berhubungan
dengan gigi mandibula yang semi impaksi), ekstraksi gigi, granuloma periapikal yang tidak
bisa dirawat, dan kista yang terinfeksi. Penyebab yang lebih jarang adalah trauma pasca
bedah, defect karena fraktur, lesi pada nodus limfa atau glandula saliva, dan infeksi sebagai
hasil dari anestesi lokal.
WHO menerima pernyataan yang mengatakan bahwa biofilm dental merupakan agen etiologi
terhadap infeksi odontogenik, dan mendefinisikan biofilm sebagai bakteri proliferatif dengan
ekosistem enzympactive.
Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biochemical
yang berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi dapat
menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam
rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram
positif yang aerob dan anaerob.
Infeksi odontogenik merupakan infeksi polimikroba. Infeksi ini adalah hasil dari biofilm
maturing yang terdiri dari perubahan spesies bakteri yg predominan (dari Gram-positif,
fakultatif dan saccharolitik menjadi Gram-negatif, anaerob dan proteolitik), hubungan dari
morphotypes bakteri yang berbeda dan peningkatan keragaman bakteri. Fusobacterium
nucleatum dianggap sebagai komponen structural utama dari biofilm karena berhubungan
dengan komponen biofilm yang tidak menyebabkan penyakit dan dengan patogen
periodontal, karenanya memungkinkan evolusi biofilm menjadi infeksi odontogenik.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus
infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.
Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi
odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob

yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.1,3

Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari reaksi inflamasi
pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri. Abses biasanya didahului
dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara lain : kalor, dolor, rubor, tumor dan
functio lesa. Proses infeksi yang terjadi dalam rongga mulut biasanya disebabkan dengan
infeksi odontogenik. Penyebaran infeksi odontogenik dapat terjadi melalui 2 jalan : periapikal
dan periodontal.
Apabila daya tahan tubuh baik dan virulensi bakteri rendah infeksi periapikal belum tentu
diikuti dengan infeksi yang lebih lanjut. Penyebaran melalui periapikal biasanya disebabkan
karena nekrosis pulpa dan infeksi bakteri ke periapikal. Penyebaran melalui jaringan
periodontal karena poket periodontal yang dalam seingga bakteri dapat masuk ke dalam
jaringan yang lebih dalam, gigi vital yang terkena trauma dan kontak oklusal yang
berlebihan.
Nekrosis pulpa dapat berlanjut menjadi infeksi aktif karena merupakan jalan bagi bakteri
masuk ke jaringan periapikal. Infeksi dapat menyebar ke segala arah terutama daerah yang
memiliki resistensi yang rendah. Eksudat purulen dapat menyebar masuk ke medulla tulang
yang dapat menyebabkan osteomielitis. Apabila terjadi perforasi ke korteks dan menyebar
secara difus ke jaringan lunak dapat mengakibatkan terjadinya selulitis.
Abses periapikal selanjutnya dapat menyebar menembus tulang sampai di bawah periosteum
dan timbul keadaan periostitis. Bila kemudian terjadi peristiwa supuratif dibawah periosteum
terbentuklah abses subperiosteum. Abses ini dapat berlanjut sampai berkumpul dan sampai
dibawah mukosa menjadi abses submukus. Abses dapat menyebar ke spasium tertentu karena
lokasi dari asal infeksi/ tempat perforasi, ketebalan struktur tulang dari sumber infeksi serta
letak otot yang membatasi spasia. Spasia fasial yang dapat terserang infeksi dikelompokkan
menjadi :
1. Spasium fasial primer
a. Spasium maksila primer :
Spasium kaninus :
Biasanya berasal dari infeksi gigi rahang atas. Gejala klinis ditandai dengan pembengakakan
pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata sehingga pelupuk mata
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka tersa sakit disertai kulit tegang berwarna
merah.
Spasium bukalis
Dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas. Gejala klinis : pembengakakan
difus, pada perabaan tidak jelas adanya prosoes supuratif, fluktuasi -, dan gigi penyebab
sering tidak jelas. Infeksi ini dapat turun ke spasium submaksila atau kearah spasium infra
temporal.
Spasium infratemporal.

Salah satu gejala penting dari abses ini adalah rasa sakit pada palpasi antara ramus dan tuber
diatas lipatan mukosa, rasa sakit yang menusuk di telinga.
b. Spasium mandibula primer
Spasium mentalis
Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar rahang bawah. Penyebaran ke belakang
dapat meluas ke spasium mandibula. Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio
submental. Intra oral tidak tampak pembengkakan, kadang gusi tampak eritem di sekitar gigi
penyebab.
Spasium submandibula
Berasal dari gigi premolar atau molar rahang bawah. Gejala klinis berupa pembengkakan
ekstra oral di region submandibula di sudut rahang berwarna kemerah-merahan. Intra oral
tidak tampak pembengkakan kecuali tahap yang lebih lanjut.
Spasium sublingual
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut, lidah terangkat bergeser ke sisi
yang normal, kelenjar sublingual karena terdesak pus dibawahnya. Terasa sakit saat menelan.
2. Spasium fasial sekunder
Spasium submasseter
Berasal dari gigi molar ke-3 rahang bawah. Gejala klinis sakit berdenyut di ramus mandibula,
trismus, delirium.
Spasium temporal
3. Spasium fasial servikal :
Spasium faringeal lateral
Biasanya disebabkan oleh gigi molar ke-3 rahang bawah , trismus, terjadi deviasi uvula ke
arah yang tidak terinfeksi, pilar tonsiler anterior dan dinding laeral faringeal oedem. Bisa juga
mengganggu sirkulasi udara.
Spasium retrofaringeal
Infeksi ini sangat berbahaya karena dapat mengganggu sirkulasi udara dan dapat melibatkan
danger space, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
Spasium prevertebral.
Penanganan infeksi
Sebelumnya kita terlebih dahulu mengetahui prinsip penanganan infeksi yaitu :
1. Penilaian berat ringannya infeksi
2. Evaluasi dari tingkatan mekanisme pertahanan tubuh
3. Menentukan apakah penderita memerlukan perawatan spesialis

4. Lakukan intervensi bedah


5. Berikan terapi suportif
6. Pilih antibiotik yang sesuai
7. Evaluasi dan monitor keadaan penderita
Infeksi odontogenik yang disertai dengan keadaan gawat darurat perlu ditangani secepatnya.
Adapun dasar-dasar perawatannya sebagai berikut :
1. Penanganan gawat darurat.
Kondisi penderita yang cukup buruk perlu dirawat inap rumah sakit dan perlu diinfus untuk
mengatasi dehidrasi. Jangan lupa awasi tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, kultur
specimen.
2. Penanganan infeksi
Mengingat uji kultur dan uji kepekaan belum diketahui maka digunakan terapi empiris yaitu
Penisilin yang efektif terhadap bakteri aerob dan anaerob. Bila infeksi mereda sampai 2-3
hari berarti antibiotika secara empiris yang digunakan telah memadai. Bila tidak maka
digunakan antibiotika hasil uji kepekaan.
3. Perawatan jaringan infeksi
Bila fluktuasi positif maka segera lakukan insisi untuk drainase Tujuan utama tindakan
pembedahan adalah menghilangkan sumber infeksi (pulpa nekrosis/saku periodontal yang
dalam), memberikan drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik dan mengurangi
ketegangan jaringan sehingga meningkatkan aliran darah dan zat-zat yang berguna untuk
pertahanan tubuh pada lokasi infeksi.
4. Perawatan gigi sumber infeksi
Setelah tanda-tanda inflamasi mereda, gigi yang merupakan infeksi primer, segera lakukan
ekstraksi, bila perlu kuretase sampai jaringan nekrosis pada soket bekas ekstraksi bersih.

Você também pode gostar