Você está na página 1de 12

BAB II

STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Nama :
Hana Mardiah
Umur :
15 tahun (16-09-2000)
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Nama Ayah :
Sukirlioaud
Nama Ibu
:
Daisih
Bangsa
:
Jawa
Alamat:
Desa Batu Belubang

Bangka Tengah
h. Dikirim oleh :
i. MRS Tanggal:
II. ANAMNESIS
Tanggal
Diberikan oleh

pasien datang sendiri ke poliklinik anak


27 Mei 2016 7 Juni 2016

: 29 Mei 2016
: Ibu kandung dan pasien sendiri

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama
: Sesak napas
2. Keluhan tambahan
:3. Riwayat perjalanan penyakit :

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Penyakit yang pernah diderita
2. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
G1P1A0
Masa kehamilan
: minggu
Partus
:
Tempat
:
Ditolong oleh
:
Tanggal
: 19 September 2000
BB
: gram
PB
: cm
Lingkar Kepala
: ibu lupa
Keadaan saat lahir
:
3. Riwayat Makanan

Pangkalan

Baru

ASI
Susu botol
Bubur nasi
Nasi tim/lembek
Nasi biasa
Daging
Tempe
Tahu
Sayuran
Buah
Lain-lain
Kesan

: 0-6 bulan
: 6 bulan
: ibu lupa
: ibu lupa
: - sekarang
:
: potong
: potong
: x sehari setiap makan
: x seminggu
:: kualitas dan kuantitas cukup

4. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR

BCG

DPT 1

Hepatitis B 1

Hib 1

Polio 1

Campak
Kesan : imunisasi dasar lengkap

DPT 2
Hepatitis B 2
Hib 2
Polio 2

DPT 3
Hepatitis B 3
Hib 3
Polio 3
Polio 4

5. Riwayat Keluarga
Ibu
Ayah
Perkawinan
pertama
pertama
Umur
37 tahun
sudah meninggal
Pendidikan
SMA
SMA
Penyakit yang pernah diderita Sejak usia kehamilan 2-6 bulan ibu sering dirawat di
RS
6. Riwayat Perkembangan
Gigi pertama : ibu lupa
Berbalik
: ibu lupa
Tengkurap
: ibu lupa
Merangkak
: ibu lupa
Duduk
: ibu lupa
Berdiri
: ibu lupa
Berjalan
: ibu lupa
Berbicara
: ibu lupa
Sekarang
:

Kesan

: riwayat perkembangan sebelum pasien sakit normal (menurut

ibu)
7. Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol :
Ngompol
:
Sering mimpi :
Aktivitas
:
Membangkang:
Ketakutan
:
Kesan :
8. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: compos mentis
BB
: 60 kg
TB
: 164 cm
Status gizi
BB/U
: persentil 75
TB/U
: persentil 50 - 75
60
x 100
BB/TB
: 52
= 115% gizi baik
Lingkar kepala
: cm
Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu
: 36,5 oC
Respirasi
: 24x/menit
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Kulit
:

Pemeriksaan Khusus
KEPALA :
Mata

: edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks

Mulut
Gigi
Lidah

cahaya (+/+)
: kelainan kongenital (-), sianosis (-), bibir pucat (-),
: Gigi geligi lengkap
: papil atropi (-), glositis (-)

Faring
Tonsil

: hiperemis (-)
: normal, hiperemis (-)

LEHER
Inspeksi
Palpasi

: tidak tampak massa, tidak ada lesi


: pembesaran KGB (-)

AXILLA
Tidak teraba massa
THORAX
Inspeksi
Palpasi

: warna kulit normal, simetris kiri dan kanan, retraksi (-), venektasi (-)
: nyeri tekan (-), strem fremitus kanan=kiri, ictus cordis (-), thrill (-)

PARU
Perkusi
Auskultasi

: sonor pada kedua lapangan paru


: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

JANTUNG
Perkusi
Auskultasi

: batas jantung dalam batas normal


: bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: datar, massa (-), pelebaran pembuluh darah (-)


: nyeri tekan (-)
: timpani (+)
: bising usus (+) normal

HEPAR
Tidak teraba
LIEN
Tidak teraba
GINJAL
Ballotement (-), nyeri ketok (-)
EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk
: edema (-), koilinikia (-)
Deformitas
: tidak ada
Edema
: tidak ada
Atrofi
: tidak ada
Pergerakan
: kurang

Tremor
: tidak ada
Chorea
: tidak ada
Akral
: hangat
Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur/krepitasi: tidak ada
Edema
:INGUINAL
Hernia (-), lesi (-)
Kelenjar getah bening : normal

GENITALIA
Tidak diperiksa

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik
Pemeriksaan

Tungkai

Tungkai Kiri

Kanan

Lengan

Lengan Kiri

Kanan

Gerakan

Luas

Luas

Luas

Luas

Kekuatan

Tonus

eutoni

Eutoni

eutoni

Eutoni

Klonus

Reflek fisiologis

normal

normal

normal

Normal

Reflek patologis

Fungsi sensorik

Fungsi nervi craniales

GRM

: Dalam batas normal


: Dalam batas normal
: Kaku kuduk tidak ada

IV.

RESUME
Sejak 2 bulan yang lalu, penderita mengeluh timbul bengkak dan nyeri pada pangkal
paha, lutut, telapak kaki, nyeri terutama pagi hari (+), kemerahan dan hangat di daerah
bengkak (+), sulit digerakkan (+). Demam (+), nyeri sendi dan bengkak kadang juga
dirasakan di siku dan pergelangan tangan. Pagi hari saat bangun tidur, beberapa jam sebelum
datang ke poliklinik alergi imunologi anak, ibu penderita mengeluh anak mengalami
pembengkakan di kaki kiri, nyeri (+), eritem (-), dan sulit digerakkan (+). Nyeri pada kaki
berawal dari sendi panggul kemudian menjalar ke lutut dan telapak kaki hingga jari-jari
kaki. Anak memiliki riwayat dirawat di RSMH dengan diagnosis artritis reumatoid juvenil.
Riwayat imunisasi dasar lengkap, riwayat kelahiran baik, riwayat perkembangan fisik
dan mental baik.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, tandatanda vital dalam batas normal. Terdapat bercak-bercak putih di wajah, akral hangat, edema
di tungkai kiri. Paru dan jantung dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 11,3 g%, eritrosit 4,92x10 6/mm3,
leukosit 6,8x103/mm3, hematokrit 33%, trombosit 408x103/L, hitung jenis 0/3/59/26/12,
SGOT 18 mg/dl, SGPT 12 mg/dl, ureum 18 mg/dl, kreatinin 0,46 mg/dl, Ca 8,6 mg/dl, Na

V.

137 mEq/l, K 4,2 mEq/l, C3 139.00, rf (-).


DAFTAR MASALAH
1. Sesak Napas

VI.

DIAGNOSIS BANDING
ASD
VSD

VII.

DIAGNOSIS KERJA

VIII. TATALAKSANA (Planning / P)


a. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan laboratorium darah rutin, LED, CRP, ASTO, pemeriksaan echo dan EKG
b. TERAPI ( SUPORTIF SIMPTOMATIS-CAUSATIF)

Farmakologis:

c. DIET

d. MONITORING

e. EDUKASI
Mengurangi aktivitas fisik dan stress

X. PROGNOSIS
Qua ad vitam

: dubia ad

Qua ad sanationam

: dubia ad

Qua ad functionam

: dubia ad

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
3.2 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut
diantaranya
1. F a k t o r g e n e t i k
Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat riwayat
keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita penyakit jantung
kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom.12
2. Faktor lingkungan
Penyakit jantung kongenital juga dihubungkan dengan lingkungan ibu selama
kehamilan. Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya dapat menjadi faktor
pencetus terjadinya penyakit jantung kongenital pada bayi.12
3. Obat-obatan
Meliputi obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, misalnya
litium, busulfan, reinoids, trimetadion, thalidomide, dan agen antikonsulvan,
antihipertensi, eritromicin, dan clomipramin.5
4. Kesehatan Ibu
Beberapa penyakit yang di derita oleh ibu hamil dapat berakibat pada janinnya,
misalnya diabetes melitus, fenilketouria, lupus eritematosus siskemik, sindrom
rubella kongenital.5
3.3 Epidemiologi
Di Indonesia belum ada angka yang pasti mengenai kejadian PJB. Literatur yang ada
menunjukkan prevalensi 0,5-0,8% pada kelahiran hidup. Dengan mengacu hal tersebut,
pada tahun 2005 diperkirakan antara 24.000 sampai 38.000 bayi dilahirkan dengan
penyakit jantung bawaan. Sementara itu, Surabaya merupakan kota terpadat di Jawa Timur
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun 2005 mencapai 2.698.972, dengan angka
kelahiran 43.978. Dengan demikian kejadin PJB diperkirakan antara 220 sampai 352 pada
tahun tersebut.4

Prevalensi kelahiran di Amerika serikat untuk atrium septal defect berkisar antara 13,63
dan 100,18 per 10.000 kelahiran (national Birth Defects Prevention Network 2005). Ratarata di Texas untuk tahun 1992-2002 adalah 40,12 kasus per 10.000 kelahiran.5
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
a. Ostium secundum: merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak
pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis, meskipun sesungguhnya fosa ovalis
merupakan septum primum.umumnya defek bersifat tunggal tetapi pada keadaan tertentu
dapat terjadi beberapa fenestrasi kecil, dan sering disertai dengan aneurisma fosa ovalis
b. Ostium primum merupakan bagian dari defek septum atrioventrikular dan pada bagian
atas berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah dengan katup atrioventrikular
c. Defek Sinus venosus, defek terjadi dekat muara vena besar (vena cava superior),
sehingga terjadi koneksi biatrial. Sering vena pulmonalis dari paru-paru kanan juga
mengalami anomali, dimana vena tersebut bermuara ke vena cava superior dekat
muaranya di atrium. Dapat juga terjadi defek sinus venosus tipe vena cava inferior,
dengan lokasi di bawah foramen ovale dan bergabung dengan dasar vena cava inferior.3
3.5 Patogenesis
Pada Atrial Septal Defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor ke atrium dextra
karena ada defect di septum interatrial-nya yang disebabkan oleh gagalnya menutup sebuah
septum maupun karena adanya gangguan pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra
yang notabene memompa darah ke seluruh tubuh lebih besar maka darah dari atrium
dextra tidak dapat masuk ke atrium sinistra sehingga dapat dikatakan darah jalan dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah (dari Atrium Sinistra ke Atrium Dextra). Di atrium dextra
dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang mengakibatkan hipertrofi atrium dan
ventrikel dextra. Darah kemudian masuk ke arteri pulmonalis melewati katup pulmonal,
yang otomatis terlalu sempit untuk jalan darah yang begitu banyak. Hal ini disebut stenosis
pulmonal relative. Akibatnya arteri pulmonalis

menjadi dilatasi.

Selanjutnya terjadi

turbulensi disana yang menyebabkan terjadinya bunyi murmur systole.3,11,13


3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah para
sterna kanan, wide fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada,

bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri atas, bising mid
diastolik pada daerah tricuspid, dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua
mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan perlu
diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada DSA merupakan bising fungsional akibat
adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis jarang ditemukan,
kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus coronarius, kelainan vascular
paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai anomaly Ebstein.3
3. EKG: RAD, RVH, RBBB
4. Foto thorax: kardiomegali dan corakan vaskuler paru meningkat.
5. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan mengukur besar defek
3.7 Gejala Klinis
Sebagian besar asimptomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat jarang
ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup besar, pasien
mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat badan akan sedikit turun.
Jantung umumnya normal, atau hanya sedikit membesar.13
3.8 Pemeriksaan Penunjang
3.9 Tatalaksana
Defek septum atrium harus ditututp dengan pembedahan pada usia sekolah untuk
mencegah hipertensi pulmonal.2
Indikasi penutupan ASD :
1. Pembesaran jantung pada thorax, dilatasi ventrikel kanan, kenaikan tekanan arteri
pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan.
Prognosis penutupan ASD akan sangat baik dibanding dengan pengobatan
medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan
terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan
irama. Pada kelompok ini perlu dipertimbangkan ablasi per kutan atau ablasi operatif
pada saat penutupan ASD
2. Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada ASD atau foramen ovale persisten.
Operasi merupakan kontraindikasi bila terjadi kenaikan resistensi vascular paru 7-8 unit,
atau ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan pembesaran jantung
kanan.

Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar
lebih dari 40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum. Sedangkan untuk ASD sekundum
dengan ukuran defek lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan
kateter dengan menggunakan amplatzer septal occluder. Masih dibutuhkan evaluasi
jangka panjang untuk menentukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.3
3.10 Komplikasi
1. Kira-kira 10 % dari pasien menjadi hipertensi pulmonal. Situasi aliran shunt yang terusmenerus nantinya berubah sebaliknya menjadi kanan ke kiri. Kemudian pasien menjadi
sianotik. Hal ini diketahui sebagai sindrom Eisenmenger
2. Emboli paradoxical
3. Cardiac conduction defects (fibrilasi atrium, flutter)
4. Pada penderita ASD ini dapat terjadi gagal jantung kongestif , disaritmia atrium,
insufisiensi katup mitral dan penyakit obstruksi vaskular.2,11
3.11 Prognosis
Biasanya sebagian besar gejala tidak berkembang sampai umur 20 tahun dimana
evidence dari penyakit vaskuler paru menjadi nyata. Dengan penambahan umur, resiko dari
gangguan peningkatan irama jantung bertambah. Pada umur 40 tahun, kebanyakan pasien
menunjukkan gejala. Gagal jantung adalah yang paling banyak menyebabkan kematian.
Dan yang lain termasuk emboli dan infeksi.12

BAB IV
ANALISIS KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Você também pode gostar