Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
Krasnaya Maghfirani Muria
NIM. 15410078
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
TAHUN 2016
jarang masih tertinggal beberapa langkah dari teknologi yang digunakan pelaku
korupsi. Selaian itu, pembuktian juga sering kali terhalangi oleh kewenangan serta
kekuatan ekonomi dan politik yang dimiliki oleh tersangka tindak pidana korupsi.
Dua keadaan yang saling bertolak belakang tersebut dapat dilihat dari
beberapa contoh kasus dugaan tindak pidan korupsi. Salah satu kasus tindak pidana
korupsi kelas teri yang mencapai putusan akhir dilakukan oleh seorang mantan
Kuwu, berinisial W (50) yang divonis satu tahun penjara dan hukuman tambahan
dendan Rp 50.000.000,00 subsider kurungan satu bulan, setelah menyelewengkan
uang negara sebesar Rp 960.000,00 dimana uang tersebut merupakan hasil
penjualan benih bibit dari bantuan pemerintah daerah.
Contoh kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sampai sekarang belum
jelas proses pengadilannya adalah pengadaan minyak mentah impor yang dilakukan
Petral selaku anak perusahaan Pertamina. Sudah banyak bukti yang menunjukan
adanya indikasi kerugian negara triliunan rupiah dalam proses pengadaan minyak
mentah tersebut, tetapi sampai sekarang tidak ada satupun berkas di pengadilan
atas kasus ini. Lagi-lagi, hal ini disebut-sebut terjadi karena adanya back up dari
pemegang kekuasaan kepada para pihak yang diduga sebagai pemeran utama
dalam pengadaan minyak mentah ini.
Kedua contoh kasus tersebut dapat merepresentasikan ketimpangan dalam
penangan kasus korupsi. Oleh karenanya, negara harus segara memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dalam melakukan pembuktian tindak pidana korupsi dan
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menggunakan fasilitas-fasilitas
tersebut secara tepat sasaran, agar hukum di Indonesia tidak hanyak tajam ke
bawah, tetapi juga tajam ke atas. Sehingga tercapai asas hukum equality before the
law.
Selain itu, negara juga tetap harus mengkaji faktor-faktor pendorong
dilakukannya korupsi. Pada dasarnya, korupsi dilakukan karena adanya dua alasan,
yang pertama, karena kebutuhan hidup yang mendesak; dan yang kedua, karena
gaya hidup yang konsumtif. Alasan yang pertama mengaharuskan Negara bercermin
pada reaita di dalam masyarakat. Banyak pegawai negara yang karena status
posisinya mendapat gaji yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu hal
ini dapat memberi desakan untuk melakukan korupsi. Namun, bukan berarti alasan
yang pertama dapat dijadikan alasan pemaaf bagi oknum yang melakukan.
Melainkan
sebagai
dorongan
bagi
negara
untuk
lebih
serius
dalam
mensejahterahkan rakyatnya.
Alasan yang kedua adalah korupsi yang didorong oleh gaya hidup konsumtif.
Biasanya alasan kedua inilah yang mendasari dilakukannya korupsi dalam skala
fantastis. Hal ini menjadi parameter bahwa Indonesia sudah mengalami pergeseran
nilai di dalam masyarakatnya. Pada awal berdirinya negara ini, Indonesia tidak
mengenal sifat konsumtif, Indonesia justru mengedepankan kesederhanaan. Oleh
karenanya, pemerintah juga harus fokus dalam memberikan fasilitas pendidikan
moral pada penerus bangsa, agar Indonesia tidak terus-menerus mengalami
penggerusan nilai moral. Hal ini merupakan langkah preventif atas terjadinya tindak
pidana korupsi.
Dari pembahasan singkat di atas, ada beberapa hal yangdapat dilakukan
pemerintah dalam menghadapi permasalah korupsi di Indonesia. Yang pertama,
penyediaan
fasilitas
teknologi
dan
sumber
daya
manusia
yang
mampu