Você está na página 1de 13

ASKEP ANAK DENGAN NEFROTIC SINDROME

OLEH
RONNY MARDTA S. Kep
1514901020

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS
SUMATRA BARAT
TA. 2015/2016

NEFROTIC SINDROME
Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri,
hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan
sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer
terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien
nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul,
merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan
mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu
modifikasi.

1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)


1.

Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

2.

Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara
umum etiologi dibagi menjadi :
a.

Nefrotic syndrome bawaan.


Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.

b.

Nefrotic syndrome sekunder


Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan
kimia dan amiloidosis.

3.

c.

Nefrotic syndrome idiopatik

d.

Sklerosis glomerulus.
Patofisiologi.

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga


terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya
pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan
retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati,
disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.

Etiologi :

Glomerulus

autoimun

pembagian
Permiabilitas
glomerulus

Sistem imun
menurun

Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi


Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Sintesa protein

Hipovolemia

hepas

Tekanan onkotik
plasma

Aliran

Sekresi

darah ke

ADH

Hiperlipidemia

Volume
plasma

ginjal

Malnutrisi

Pelepasan

Retensi natrium renal

Reabsorbsi

renin

air dan
natrium

Vasokonstriksi

Gangguan nutrisi

Edema

Gangguan

volume

cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura
Sesak

Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Diet

Kecemasan

Kurang

anak dan

pengetahuan :

orang tua

kondisi,
prognosa dan
program

Ketidapatuhan

Tirah baring

Intoleransi
aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan


kesehatan

4.

Gejala klinis.
-

Edema, sembab pada kelopak mata

Rentan terhadap infeksi sekunder

Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan

Kadang-kadang sesak karena ascites

Produksi urine berkurang

5.

Pemeriksaan Laboratorium
-

BJ urine meninggi

Hipoalbuminemia

Kadar urine normal

Anemia defisiensi besi

LED meninggi

Kalsium dalam darah sering merendah

Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

6.

Penatalaksanaan
-

Istirahat sampai edema sedikit

Protein tinggi 3 4 gram/kg BB/hari

Diuretikum

Kortikosteroid

Antibiotika

Punksi ascites

Digitalis bila ada gagal jantung.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome


1.

Pengkajian
a.

Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000
anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :
1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.

b.

Riwayat Kesehatan.
1)

Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

2)

Riwayat penyakit dahulu.


Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

3)

Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun.
c.

Riwayat kesehatan keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan
terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.
d.

Riwayat kehamilan dan persalinan


Tidak ada hubungan.

e.

Riwayat kesehatan lingkungan.


Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

f.

Imunisasi.
Tidak ada hubungan.

g.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.


Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba
dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak
berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra
kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)
yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau
dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia
dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala,
lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam
seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru
aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan
dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h.

Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).

i.

Pengkajian persistem.
a)

Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi


abdomen
b)

Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan
bisa dijumpai.

c)

Sistem persarafan.
Dalam batas normal.

d)

Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e)

Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,
malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f)

Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.

g)

Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.

h)

Sistem endokrin
Dalam batas normal

i)

Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

j.

Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2.

Diagnosa dan Rencana Keperawatan.


a)

Kelebihan
berhubungan

dengan

kehilangan

protein

sekunder

volume
terhadap

cairan
peningkatan

permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema,
ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 700 ml/hari,
tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi
Catat intake dan output secara akurat

1.

Rasional
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan
dasar penentuan tindakan

2.

Kaji

dan

catat

tekanan

darah,

pembesaran abdomen, BJ urine


3.

Timbang berat badan tiap hari dalam

Tekanan darah dan BJ urine dapat


menjadi indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh

skala yang sama


4.

Berikan cairan secara hati-hati dan

Mencegah edema bertambah berat

diet rendah garam.


5.

Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.

Pembatasan protein bertujuan untuk


meringankan beban kerja
mencegah

bertamabah

hepar dan
rusaknya

hemdinamik ginjal.
b)

Perubahan

nutrisi

ruang

dari

kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan


penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik,
tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan
ascites tidak ada.
Intervensi

Rasional
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

1.
Catat intake dan output makanan secara
akurat

Gangguan nuirisi dapat terjadi secara

2.

perlahan. Diare sebagai reaksi edema

Kaji

adanya

anoreksia,

hipoproteinemia,

diare.

intestinal
Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk

3.
Pastikan anak mendapat makanan dengan diet
yang cukup

c)

Resiko tinggi infeksi berhubungan


dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda
vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan
perawatan.
Intervensi

1.

Rasional
Meminimalkan masuknya organisme

Lindungi anak dari orang-orang yang terkena


infeksi melalui pembatasan pengunjung.
2.

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Tempatkan anak di ruangan non infeksi

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

3.

Membatasi masuknya bakteri ke dalam

Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat

4.

mencegah sepsis.

Lakukan tindakan invasif secara aseptik

d)

Kecemasan

anak

berhubungan

dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).


Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada
tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak
takur.
1.

Intervensi

Rasional
Perasaan adalah nyata dan membantu

Validasi perasaan takut atau cemas

pasien untuk tebuka sehingga dapat


menghadapinya.
Memantapkan hubungan, meningkatan

2.

ekspresi perasaan

Pertahankan kontak dengan klien

Dukungan

yang

terus

menerus

mengurangi ketakutan atau kecemasan


3.

yang dihadapi.

Upayakan ada keluarga yang menunggu

Meminimalkan

dampak

hospitalisasi

terpisah dari anggota keluarga.


4.
Anjurkan orang tua untuk membawakan
mainan atau foto keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC,
Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA,
Surabaya.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.

Pengertian.

2.

Etiologi
b.

Nefrotic syndrome bawaan.

c.

Nefrotic syndrome sekunder

d.

Nefrotic syndrome idiopatik

e.

Sklerosis glomerulus.

3.

Patofisiologi.
Etiologi :
autoimun
pembagian
secara umum

Glomerulus

Permiabilitas
glomerulus
Sistem imun
menurun
Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi


Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Sintesa protein

Hipovolemia

hepas

Tekanan onkotik
plasma

Aliran

Sekresi

darah ke

ADH

Hiperlipidemia

Volume
plasma

ginjal

Malnutrisi

Pelepasan

Retensi natrium renal

Reabsorbsi

renin

air dan

Vasokonstriksi

Gangguan nutrisi

Edema

natrium

Gangguan

volume

cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura
Sesak

Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Diet

Kecemasan

Kurang

anak dan

pengetahuan :

orang tua

kondisi,
prognosa dan
program

Ketidapatuhan

Tirah baring

Intoleransi
aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan


kesehatan

1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome


1. Pengkajian
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi
sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing
(dampak hospitalisasi).

Você também pode gostar