Você está na página 1de 42

PENDAHULUAN

Pernafasan adalah proses yang mencakup pergerakan O2 dari atmosfer ke jaringan untuk
menunjang metabolisme sel, serta pergerakan CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa
metabolisme dari jaringan ke atmosfer.
Fungsi sistem pernafasan adalah :
1. Untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel sel tubuh dan untuk
mentranspor karbon dioksida yang dihasilkan sel sel tubuh kembali ke atmosfer.
2. Organ respiratorik berperan dalam produksi bicara
3. Berperan dalam keseimbangan asam basa
4. Berperan dalam pertahanan tubuh melawan benda asing
5. Pengaturan hormonal tekanan darah.

PEMBAGIAN SISTEM PERNAFASAN


Sistem respirasi dapat dibagi menjadi :
Saluran pernafasan atas ; terdiri atas bagian di luar rongga dada : udara melewati
hidung, kavitas nasalis, faring, laring dan trakea bagian atas.
Saluran pernafasan bawah ; bagian yang terdapat dalam rongga dada : trakea bagian
bawah dan paru paru itu sendiri yang meliputi pipa bronchial dan alveoli.

ORGAN ORGAN SISTEM


PERNAFASAN
HIDUNG
Berbentuk pyramid disertai dengan suatu akar dan dasar.
Bagian ini terdiri dari :
1. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan yang disebut rongga
nasal.
2. Naris eksternal di batasi oleh kartilago nasal.

3. Empat pasang sinus paranasal ; frontal, etmoid, maksilar, dan fenoid berfungsi
meringankan tulang cranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal
untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mucus,
dan memberi efek resonansi.
4. Tulang hidung:

o Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
o Vomer dan lempeng perpendicular tulang etmoid membentuk bagian posterior
septum nasal.
o Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila
dan palatinum.
o Langit langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng
kribriform tulang etmoid.
o Konka basalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi medial dinding
lateral rongga nasal.
o Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang
terletak di bawah konka.

MEMBRAN MUKOSA NASAL / KAVITAS NASALIS


Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat
dan kelenjar sebasea.
Fungsinya : Penyaringan partikel kecil, penghangatan dan pelembaban udara yang masuk.

FARING
Adalah suatu pipa muscular di belakang rongga hidung dan mulut dan di depan vertebra
servikalis.
-

Terdiri dari tiga bagian, yaitu :


1. Nasofaring : bagian yang paling tinggi terletak di belakang kavitas nasalis.
2. Orofaring : terletak di belakang mulut; mukosanya berupa epitel gepeng bertingkat.
3. Laringofaring : bagian paling bawah faring. yang mengelilingi mulut esophagus dan
laring.

LARING

Kotak suara yang menghubungkan faring dengan trakea. Tabung pendek berbentuk seperti
kotak triangular dan ditopang oleh tiga kartilago tidak berpasangan (kartilago tiroid, kartilago
krikoid , dan epiglotis ) dan tiga kartilago berpasangan ( kartilago ariteniod , kartilago
kornikulata, dan kartilago kuneiform )

TRAKEA
Adalah pipa udara yang berbentuk tuba dengan panjan 10 cm sampai 12 cm dan
diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Trakea merentang dari
laring sampai ke puncak paru, tempat ia bercabang menjadi brokus kiri dan kanan
Trakea terbuka disebabkan tunjangan sederetan tulang rawan ( 16 20 buah ) yang
berbentuk tapal kuda, dengan bagian terbuka mengarah ke posterior (esophagus).
Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia dan sel goblet, yaitu sel yang menghasilkan
mucus dan silia berfungsi menyapu partikel yang behasil lolos dari saringan di hidung, kearah
faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan.

PERCABANGAN BRONKUS
1. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal dan lebih lurus
dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke
kanan.
2. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder
dan tersier dengan diameter yang semakin kecil yang disebut bronkiolus.

PARU PARU
Paru paru adalah organ berbentuk pyramid seperti spons dan berisi udara, terletak
dalam rongga toraks.
1. Paru kanan memiliki tiga lobus; paru kiri memiliki dua lobus.
2. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah
permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan
mediastinal (medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan
kostal terletak di atas kerangka iga.
Pleura adalah membrane penutup yang membungkus setiap paru.
1. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum)
2. Pleura visceral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian
bawah paru.
3. Rongga pleura ( ruang intrapleural ) adalah ruang postensial antara pleura parietal dan
viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas.

4. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini
muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat
bernafas, paru paru bergerak keluar masuk ke area ini.

MEKANISME PERNAFASAN
Ventilasi adalah pergerakan udara dari dan keluar alveoli. Dua aspek ventilasi adalah :
Inhalasi / inspirasi
Impuls motorik dari medula berjalan sepanjang nervus frenikus menuju diafragma dan
sepanjang nervus interkostalis menuju muskuli interkostale eksterni. Diafragma berkontraksi,
bergerak ke bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Muskuli
interkostales eksterni menarik iga ke atas dan keluar, yang mengembangkan rongga dada dari
sisi ke sisi dan depan ke belakang.
Saat rongga dada mengembang, pleura parietal turut mengembang. Tekanan intrapleural
menjadi lebih negative karena kerja pengisapan yang dihasilkan di antara membrane pleura.
Namun pelengketan yang dihasilkan oleh cairan serosa memungkinkan pleura visceral turut
mengembang, dan hal ini juga mengembangkan paru.
Saat paru paru mengembang, tekanan intrapulmonal akan turun dastis di bawah tekanan
atmosfer, dan udara memasuki hidung dan melalui jalan nafas menuju alveoli. Udara terus
masuk sampai tekanan intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfer.
Ekshalasi / ekspirasi
Impuls motorik dari medula menurun, dan diafragma serta muskuli interkostales eksterni
berelaksasi. Setelah rongga dada menjadi lebih kecil, paru akan terkompresi, dan jaringan
ikat elastis yang teregang selama inhalasi akan mengerut dan mengompresi alveoli. Ketika
tekanan intrapulmonal meningkat di atas tekanan atmosfer, udara dipaksa keluar dari paru
sampai kedua tekanan menjadi sama lagi.

ALKALOSISRESPIRATORIK
Pernapasanyangcepatdandalamdisebuthiperventilasi,yangmenyebabkanterlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab
hiperventilasiyangpalingseringditemukanadalahkecemasan.Penyebablaindarialkalosis
respiratorik adalah:Rasa nyeri,Sirosis hati,Kadar oksigen darah yang
rendah,Demam,Overdosisaspirin.Alkalosis respiratorikdapatmembuatpenderitamerasa
cemasdandapatmenyebabkanrasagataldisekitarbibirdanwajah.Jikakeadaannyamakin
memburuk,bisaterjadikejangototdanpenurunankesadaran.
Pengobatan
Biasanya satusatunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat
pernapasan.Jikapenyebabnyaadalahkecemasan,memperlambatpernapasanbisameredakan
penyakitini.Jikapenyebabnyaadalahrasanyeri,diberikanobatperedanyeri.

Menghembuskannapasdalamkantungkertas(bukankantungplastik)bisamembantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida
yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
napasnyaselamamungkin,kemudianmenariknapasdangkaldanmenahankembalinapasnya
selamamungkin.Halinidilakukanberulangdalamsaturangkaiansebanyak610kali.
Jikakadarkarbondioksidameningkat,gejalahiperventilasiakanmembaik,sehingga
mengurangikecemasanpenderitadanmenghentikanseranganalkalosisrespiratorik.

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam,
bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa
menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara.
Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan dengan perubahan
warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan
berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan
mengukur pH-nya. pHmerupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan.
Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter.
Dengan penjelasan tersebut di atas penyusun ingin menjelaskan tentang keseimbangan asam basa setra
berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Serta menjelaskan
bagaimana asuhan keperawatan yang di berika pada pasien dengan gangguan keseimbangan cairan.
B.

C.

Rumusam Masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?

2.

Apa sajakah gangguan yang terjadi pada keseimbangan asam basa ?

3.

Bagaimana pengaturan keseimbangan asam basa ?

Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang keseimbangan asam basa yang ada dalam tubuh
manusia.

Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa, mahasiswa
mampu mengetahui apa saja gangguan yang ada pada

keseimbangan asam basa, mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pengaturan


yang ada pada keseimbangan asam basa.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung

atom atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Satu contoh
asam adalah asam hidroklorida ( HCL ), yang berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen ( H + ) dan ion
klorida ( CL- ) demikian juga, asam karbonat ( H 2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H + dan ion
bikarbonat ( HCO3-).
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat ( HCO 3-),
adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat
( H2CO3). Demikian juga ( HPO4 ) adalah suatu basa karena dia dapat menerima satu ion hidrogen untuk
membentuk ( H2PO4 ). Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino
yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin
dalam sel darah merah dan protein dalam sel-se tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh yang paling
penting.
Istilah basa sering digunakan secara sinonim dengan alkali. Alkali adalah suatu molekul yang
terbentuk dari kombinasi satu atau lebih logam alkali natrium, kalium, litium, dan seterusnya dengan ion yang
sangat mendasar seperti ion Hidroksil ( OH - ). Bagian dasar dari molekul-molekul ini bereaksi secara tepat
dengan ion-ion hidrogen untuk menghilangkanya dari larutan dan oleh karena itu, merupakan basa-basa yang
khas untuk alasan yang serupa, istilah alkolis merujuk pada kelebihan pengeluaran ion-ion hidrogen dari
cairan tubuh, sebaliknya penambahan ion-ion hidrogen yang berlebihan dikenal sebagai asidosis
Asam dan basa yang kuat dan lemah

Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H +
dalam larutan. Contohnya adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk
mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+. Contohnya H2CO3.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H +. Oleh karena itu dengan cepat
menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah OH -, yang bereaksi dengan H + untuk membentuk air
( H2O ). Basa lemah yang khas adalah HCO 3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah
daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan
asam basa normal adalah asam dan basa lemah.
B.

KESEIMBANGAN ASAM BASA


Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia mampu

mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru
berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1.

Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila pH > 7.45

2.

CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai komponen asam. CO2 juga merupakan
komponen respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.

3.

HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga sebagai komponen
metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.

4.

Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau berkurangnya jumlah
komponen basa.

5.

Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau berkurangnya jumlah
komponen asam.
C.

PENGATURAN KESEIMBANGAN ASAM BASA


Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ion-ion lain dalam

tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion
hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan
kunci dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal.
Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang
perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur konsentrasi ion hidrogen, dengan
penekanan khusus pada kontrol sekresi ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion ion
bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang
terjadi pada asidosis dan alkalalosis.

Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar
0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang
ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa
menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam jumlah yang kecil ini tidak
praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH.
pH berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial sekitar 7,35
akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO2 ) yang dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH
normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai ini dan
mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari
beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan
asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan
7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu
dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa cairan ekstraseluler. Contoh
ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh
oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.
Pengaturan
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis
atau alkalosis adalah:
1.

Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.

2.

Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler.

3. Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alakalin, sehingga
menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal
selama asidosis dan alkalisis.
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh bekerja dalam
waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem penyangga tidak mengeliminasi ion-ion
hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai
keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk
mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion
hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat
mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh.
Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan, ginjal
merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa


darah:

1.

Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk ammonia Ginjal memiliki kemampuan
untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

2.

Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer).


Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang
terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan
perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen
asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak
bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka
akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

3.

Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang
dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru paru karbondioksida tersebut
dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan
dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon
dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah
meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat
pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.

Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh


Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang segera bergabung
dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem ini bekerja
sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan tubuh yaitu:
1. Sistem penyangga bikarbonat
Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
1.

Asam lemah ( H2CO3 )

2.

Garam bikarboant ( NaHCO3 )

H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :


CO2 + H2O

H2CO3

Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H 2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik
anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO 2 ( oksigen ) dilepaskan, karbonik
anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, dimana CO 2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk
H2CO3.
H2CO3 berionasi seara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :
H2CO3

H+ + HCO3-

Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai natrium
bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.

Oleh karena itu hasil akhinya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah,tetapi penurunan
CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi CO 2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi
didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraselular yang paling penting. Sistem alasan
bikarbonat kuat karena dua alasan berikut :
1.

pH cairan ekstraseluler sekitar 7,4 , sedangkan pK sistem penyangga bikarbonat adalah 6,1 . Hal ini berarti
bahwa terdapat sistem penyangga bikarbonat dalam bentuk HCO 3- sebanyak 20 kali lebih besar daripada bentuk
CO2 yang terlarut. Karena alasan inilah sistem tersebut bekerja pada bagian kurva penyangganya buruk.

2.

Konsentrasi kedua elemen bikkarbonat, yaitu CO2 dan HCO3- tidak besar ( kecil ).
Selain ciri-ciri ini, sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang paling kuat
dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen sistem penyangga.
HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler dapat diatur dengan tepat oleh
kecepatan relatif dan penambahan HCO3- oleh ginjal dan kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
2. Sistem penyangga fosfat
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah
dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4) adalah basa lemah dan natrium
dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai penyangga cairan
ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam penyangga cairan tubulus ginjal dan
cairan intraseluler.
Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H 2PO4- dan HPO4- , bila suatu asam kuat
seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO 4- dan dikonversikan
menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4

Na2HPO4 + NaCL

Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah tambahan
Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal.
Penyangga fosfat menpunyai peran yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal
Alasannya :
1.

Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga penyangga sistem
fosfat.

2.

Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler, menyebabkan jangkauan
kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam penyangga intraseluler karena konsentrasi fosfat dalam cairan
ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH cairan intraseluler lebih rendah
daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat,
dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
3. Sistem protein

Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus karboksil yang
berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein banyak diantara para penyangga
yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang tinggi, terutama didalam sel.
pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada ph dalam cairan ekstraseluler, perubahannya kira-kira
sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraseluler. Ada sedikit ion hidrogen dan ion bikarbonat yang berdifusi
melalui membran sel, walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang dengan
cairan ekstraseluler, kecuali keseimbangan cepat yang terjadi didalam sel-sel darah merah. Akan tetapi CO 2
dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membran sel. Difusi elemen sistem penyangga bikarbonat ini
mrnyebabkan pH cairan intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstraseluler. Karena alasan ini,
sistem penyangga didalam sel membantu mencegah perubahan pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin
membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah penyangga penting sebagai berikut :
H+ + Hb

HHb

Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa 60 sampai 70 persen penyangga kimia total dalam
cairan tubuh berada didalam sel-sel, kebanyakan dihasilkan dari protein intraseluler. Akan tetapi, kecuali untuk
sel-sel darah merah, lambatnya pergerakan ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui membran sel sering
memperlambat kemampuan maksimal protein intraseluler sampai beberapa jam untuk menyangga gangguan
asam basa ekstraseluler.
C.

Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa


Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO 2 cairan ekstraseluler oleh paru-paru.

Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan Pco 2 akan meningkatkan pH.
Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau menurun, paru-paru secara efektif dapat mengatur
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO 2 dari cairan ekstraseluler yang melalui
kerja massa akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan
CO2, jadi juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler.
1.

Ekspirasi CO2 paru-paru mengimbangi pembentukan CO2 metabolik.

CO2 dibentuk secara teruss menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme intraseluler. Setelah itu
CO2 berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan darah, dan aliran darah mentranspor CO 2 ke paru,
tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara
normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO 2 yang terlarut dalam cairan ekstraseluler, yang sama dengan Pco 2 40
mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler juga meningkat.
Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco 2. Bila kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2
dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh karena itu perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO 2
oleh jaringan dapat mengubah Pco2 cairan ekstraseluler.
2.

Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan
meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang mempengaruhi Pco 2 dalam
cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus, semakin rendah Pco 2 dan sebaliknya, semakin rendah

kecepatan ventilasi alveolus, semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan ekstraseluler.
3.

Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus


Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi ion hidrogen dengan

mengubah Pco2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus.
Kecepatan alveolus meningkatkan empat sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal.
Oleh karena itu kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon penurunan pH yang
nyata.
4.

Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan

Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena peningkatan ventilasi
alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen, sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan
balik negatif yang khas untuk konsentrasi ion hidrogen :
( H+ )

ventilasi alveolus
( - )

Pco2

Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem pernapasan dirangsang dan
diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan Pco 2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi
ion hidrogen kembali menuju normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan
menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.
5.

Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi ion hidrogen

Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali normal bila beberapa
gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH, biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol
konsentrasi ion hidrogen mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-tiba
meningkat melalui penambahan asam kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem
pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2 sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai
12 menit.
6.

Kekuatan pernapasan sistem pernapasan

Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis
karena pengaturan ini bekerja dengan cepat dan menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu
besar sampai respon ginjal yang kebih lambat dapat menghilangkan ketidak seimbangan. Pada umumnya
seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah satu sampai dua kali lebih besar daripada tenaga penyangga
seluruh penyangga kimia lainnya dalam gabungan cairan ekstrasel.uler. artinya satu sampai dua kali lebih
banyak asam atau basa yang secara normal dapat disangga oleh mekanisme ini daripada oleh penyangga kimia.
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan konsentrasi ion hidrogen. Sebagai
contoh, gangguan fungsi paru untuk menghilangkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan
CO2 dalam cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik. Juga kemampuan untuk
memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi terganggu karena pengurangan kompensasi Pco 2 yang
secara normal akan menjadi tumpul. Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih
ada untuk mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam cairan ekstraseluler.
Kontrol Keseimbangan Asam-Basa Oleh Ginjal

Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau yang basa.
Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin
basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut : sejumlah besar ion bikarbonat
disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini
menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen
tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang
diekskresikan daripada ion karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari ciran ekstraseluler.
Sebaliknya bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat
kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap, terutama dari
metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka bukan H2CO3 oleh karena itu tidak
dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer untuk menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah
melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara
kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalm kondisi normal, hampir semuanya
direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat harus bereaksi dengan
ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion
hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian
penambahan 80 miliekuivalen ion hidrogen harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak
menguap dari tubuh yang diproduksi setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang
diekskresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ), ginjal gagal
mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena ion
bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan
penambahan satu ion hidrogen kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion
bikarbonat akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsobsi semua bikarbonat
yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini
mengurangi konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar :
1. Sekresi ion-ion hydrogen
2. Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3. Produksi ion-ion bikarbonat baru
1.

Sekresi Ion Hidrogen Dan Reabsorsi Ion Bikarbonat Oleh Tubulus GinjaL
Sekresi ion hidrogen dan reabsorsi bikarbonat sebenarnya terjadi di seluruh bagian tubulus kecuali cabang
tipis desenden dan asenden ansa Henle. Bahwa untuk setiap bikarbonat yang direabsorsi, harus ada satu ion
hydrogen yang disekresikan. Sekitar 80 sampai 90 % reabsorsi bikarbonat ( dan sekresi ion hidrogen ) terjadi

ditubulus proksimal, sehingga hanya sebagian kecil bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan
duktus koligentes. Mekanisme reabsorsi bikarbonat juga meliputi ekresi ion hydrogen oleh tubulus, tetapi
terdpat beberapa perbedaan dalam hal bahwa segmen-segmen tubulus yang menyelesaikan tugas ini adalah
berbeda.

Ion Ion hydrogen Disekresikan Oleh Transpor Aktif Sekunder di segmen Tubulus Awal
Sel sel tobulus proksimal,segmen tebal tobulus ansa Henle, dan tobulus distal semuanya semuanya

menyekresi ion hidrogen kedalam cairan tobulusmelalui transport imbangan natrium hydrogen. Sekresi aktif
sekunder dari ion hydrogen ini berpasangan dengan transport natrium ke dalam sel pada membrane luminal, dan
energy untuk sekresi ion hydrogen melawan gradient konsentrasi berasal dari gradient natrium yang membantu
pergerakan natrium ke dalam sel. Gradien ini dihasilakan pompa natrium kalium adenosine trifosfat ( ATPase )
di membrane basolateral. Lebih dari 90 % bikarbonat dreabsorsi dengan cara ini, mambutuhkan sekitar 3900
miliekuivalen hydrogen untuk dieksresikan setiap hari oleh tobulus. Akan tetapi melanisme ini tidak mencapai
konsentrasi ion hidrogenyang sangat tinggi dalam cairan tobulus, cairan tobular menjadi sangat asam di bagian
berikutnya dari system tobulus.
Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulusatau dibentuk melelui metabolisme di sel
epitel tobulus, CO2 dibawah pengaruh enzim karbunik anhidrase , bergabung dengan H2O untuk membentuk
H2CO3 yang brdisosiasi HCO3- dan H+. Ion ion hydrogen disekresikan dari sel masuk kedalam lumen tubulus
melalui transport - imbangan natrium hydrogen. Artinya ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian
dalam sel, natrium mula mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membran sel ; pada waktu
yang bersamaan, ion hydrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Natrium bergerak
kedalam melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai oleh natrium kalium ATPase di membrane
basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium kedlam sel kemudian menyediakan energy untuk menggerakkan
ion hidrigen dalam arah yang belawanan dari dalam sel ke lumen tubulus.
Ion bikarbonat yang dihasilakan dlam sel ( bila ion hydrogen berdisosiasi dari H2CO3 ) kemudian bergerak
turun melintasi membrane basolateral ke dalam cairan intertisial ginjal dan darah kapiler peri tubular. Hasil
akhirnya adalah bahawa untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan kedalam lumen tubulus, satu ion
bikarbonat masuk kedalam darah.

Ion Ion Bikarbonat yang Disaring Direabsorsi melalui Interaksi dengan Ion Hidrogen

dalam

Tubulus
Ion ion bikarbonat tidak mudah menembus membrane luminal sel sel tbulus ginjal; oleh karena itu, ion
ion bikarbonat yang di disring oleh glomerulus tidak dapat direabsorsi secara lagsung. Sebaliknya, bikarbonat
direabsorsi melalui proses khusus dimana bikarbonat pertama kali brgabung dengan ion hydrogen untuk
membentuk H2CO3, yang akhirnya menjadi CO2 dan H2O.
Reabsorsi ion ion bikarbonat ini diawlai oleh reksi diantara tubulus antara ion ion bikarbonat yang
disaring pada glomerulus dan ion ion hydrogen yang disekresi oleh sel sel tubulus. H 2CO3 yang terbentuk
kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus;
oleh karena itu, CO2 bergabung kembali dengan H2O, dibaeah pengaruh karbonik anhidrase, untuk
menghasilakan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarboanat dan ion
hydrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membrane basolateral kedalam cairan intertisial dan
dibawa naik ke darah kapilere peritubular. Jadi setiap kali ion hydrogen dibentuk di dalam sel sel epitel

tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Efek bersih dari reaksi ini adalah
reabsorsi ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan
ekstraseluler tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.

Ion ion Bikarbonat Dititrasi Terhadap Ion ion Hidrogen Dalam Tubulus.
Dalam kondisi normal, kecepatan sekresi ion hydrogen tubular adalah sekitar 4400mEq/hari. Jadi, jumalah

kedua ion yang memasuki tubulus ini hampir sama, dan mereka bergabung untuk membentuk CO 2 dan H2O.
Oleh karena itu peningkatan bahwa ion ion bikarbonat dan ion ion hydrogen normalnya bertitrasi satu sama
lain dengan tubulus.
Proses titrasi ini tidak begitu tepat karena biasanya sedikit kelebiahn ion hydrogen dalm tubulus akan
dieksresikan dalm urin. Kelebihan ion ini sekitar ( 80mEq/hari ) membersihkan tubuh dari asam asam yang
tidak menguap yang dihasilakan oleh metabolisme. Kebanyakan ion hydrogen tidak diekskresikan sebagai ion
hydrogen bebas tetepi lebih dalam bentuk kombinasi dengan penyangga urin lainya, terutama fosfat dan
ammonia
Bila terdapat kelebiahan ion bikarbonat melebihi ion hydrogen dalam urin, eperti yang terjadi alkalosis
metabolic, kelebihan ion bikarbonat tidak dapat direabsorsi; oleh karena itu, kelebiahan ion bikarbonat
ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya diekskresiakn ke dalam urin, yang membantu mengoreksi alkalosis
metabolic.
Pada asidosis, teradapat kelebihan jumlah ion hydrogen dibandingkan dengan ion bikarboanat,
menyebabkan reabsorsi menyeluruh bikarbonat,dan kelebiahan ion hydrogen dikeluarkan kedalam urin.
Kelebihan ion hydrogen ini disangga didalam tubulus olen fosfata dan ammonia dan akhirnya dieksresikan
sebagai garam. Jadi, mekanisme dasar dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak
lengkap dari ion hydrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalakan salah satu dari kedua ion ini untuk
dikeluarkan ke dalam urin, oleh karena itu dihilangkan dari cairan ekstraseluler.

Sekresi Aktif Primer dari Ion Hidrogen dalam Sel Sel Intercalated pada Tubulus Distal Bagian Akhir dan
Duktus Koligentes.
Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melelui sisa system tubular, epitel tubulus
menyekresikan ion ion hydrogen melalui transport aktif primer. Ciri ciri transport ini berbeda dengan
transport yang didiskusikan untuk tubulus proksimal dan ansa henle.
Mekanisme sekresi aktif primer ion hydrogen terjadi pada membrane luminal sel tubulus, tempat ion ion
hydrogen ditranspor secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu pentranspor-hidrogen ATPase. Energi yang
dibutuhkan untuk memompa ion hydrogen dihasilakn dari pemecahan ATP menjadi adenin difosfat.
Sekresi primer ion hydrogen terjadi di suatu sel jenis khusus yang disebut sel intercalated pada tubulus
distal bagian akhir dan duktus koligentes. Sekresi hydrogen dalam sel sel ini dicapai melalui dua langkah:
1.

CO2 terlarut dalam sel ini bergabung dengan H2O membentuk H2O dan H2CO3

2.

H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi menjadi


ion bikarbonat yang direabsorsi ke dalam darah ditambah ion hydrogen yang
disekresikan kedalam tubulusmelelui mekanisme hydrogen-ATPase

Untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan, satu bikarbonat direabsorsi, mirip dengan proses didalam
tubulusproksimal. Perbedaan utama adalah bahwa hydrogen bergerak melewati membrane luminal melalui
pompa aktif H+ dan bukan melalui transport-imbangan, seperti yang terjadi pad bagian awl nefron.

Walaupun sekresi ion hydrogen di tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes hanya merupakan
sekitar 5 % dari ion hydrogen total yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam pembentukan urin asam
yang maksimal. Ditubulus proksimal, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan hanya sekitar 3 4 kali lipat,
walaupun sejumlah besra ion hydrogen disekresikan melalui segmen nefron ini. Sebaliknya, konsentrasi ion
hydrogen dapat ditingkatkan sebanyak 900 kali lipat di dalam duktus koligentes. Penurunan pH cairan tubulus
ini sampai sekitar 4,5, yang merupakan batas bawah pH yang dapat dicapai oleh ginjal normal.

D.

Gangguan Keseimbangan Asam Basa


Asidosis Respiratorik
A. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan
karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan
yang lambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan
darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
B. Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida
secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paruparu, seperti:

Emfisema

Bronkitis kronis

Pneumonia berat

Edema pulmoner

Asma.
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang
menekan pernafasan Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada
menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.

C.

Gejala
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk,
rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan
koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat

terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha
untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan
waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
D. Diagnose
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan pengukuran
karbondioksida dari darah arteri.
E.Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru.
Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paruparu seperti asma dan emfisema.
Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu
diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
Asidosis Metabolik
A. Pengertian
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar
bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar
menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak
asam

dalam

air

kemih.

Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam,
sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
B.

Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama adalah:

1.

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan
yang

diubah

menjadi

asam.

Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol).Overdosis aspirin
pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Tubuh dapat
menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu
diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh
akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan

juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme
gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah

yang

semestinya.

Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi
secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa
terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan
ginjal untuk membuang asam.

Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal

Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)

Ketoasidosis diabetikum

Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)

Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid,


asetazolamid atau amonium klorida

Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena


diare, leostomi atau kolostomi.

C.

Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita

merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih
cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar
biasa,

rasa

mengantuk,

semakin

mual

dan

mengalami

kebingungan.

Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan
kematian.
D.

Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah yang
diambil

dari

darah

arteri

(arteri

radialis

di

pergelangan

tangan).

Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH
darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan
bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu
menentukan

penyebabnya.

Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan

suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa
asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
E.

Pengobatan
Pengobatan

asidosis

metabolik

tergantung

kepada

penyebabnya.

Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan
membuang

bahan

racun

tersebut

dari

dalam

darah.

Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang
berat.
Asidosis

metabolik

juga

bisa

diobati

secara

langsung.

Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap
penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Alkalosis Respiratorik
A. Definisi
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan
dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
B.

Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah

karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan
adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:

C.

rasa nyeri

sirosis hati

kadar oksigen darah yang rendah

demam

overdosis aspirin.

Gejala
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar

bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
D. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri. pH darah
juga sering meningkat.

E.

Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya

adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri,
diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar
karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian
menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu
rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik,
sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

Alkalosis Metabolic
A. Definisi
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar
bikarbonat.
B. Penyebab
Alkalosis

metabolik

terjadi

jika

tubuh

kehilangan

terlalu

banyak

asam.

Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau
bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit,
terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak
basa

dari

bahan-bahan

seperti

soda

bikarbonat.

Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak
mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:

Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)

Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung

Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
C.

Gejala

Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot;
atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme
(kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
D. Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam keadaan basa.
E.

Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium

dan kalium) . Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.

BAB III
PENUTUP
A.

Penutup
Semoga makalah ini dapat memberikan gambaran mengenai keseimbangan asam basa. Bagi institusi sebagai
arsip untuk mahasiswa yang lainya.
B.

Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya sehingga dapat

diterapkan guna pemaksimalan pemahaman mengenai keseimbangan asam basa.

Pendahuluan
Setiap makhluk hidup termasuk manusia perlu bernapas untuk kelanjutan hidupnya. Dengan
bernapas, manusia memperoleh oksigen yang berguna bagi tubunya dan membuang karbon
dioksida yang dihasilkan dari dalam tubuhnya. Sistem pernapasan sendiri terdiri dari hidung,
faring, laring, trachea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan alveoli. Secara sederana mekanisme pernapasan merupakan proses perukaran dan
transportasi O2 dan CO2. Gangguan sistem pernapasan pada manusia bisa terjadi karena gangguan
mekanisme pernapasan dan kelainan struktur pernapasan. Salah satu gangguan pernapasan yang
dialami oleh manusia adalah sesak napas.
Pembahasan
1.

Sistem Respirasi dan Fungsinya


Ketika bernapas, setiap sel dalam tubuh akan menerima persediaan oksigen dan pada saat
yang bersamaan akan melepaskan produk oksidasinya. Oksien yang bersenyawa dengan karbon
dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida
(CO2) dan air (H2O).1
Sistem respirasi mencakup dua proses yaitu respirasi dalam (internal respiration / celluler
respiration) dan respirasi luar (external respiration). Respirasi dalam meliputi metabolisme intra sel
yang terjadi di mitokondria termasuk konsumsi oksidegn dan produksi CO 2 selama pegambilan
energi dari molekul nutrien. Sementara pernapasan luar meliputi seluruh urutan langkah kejadian
antara sel tubuh dengan lingkungan luar.
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O 2) dari atmosfer ke dalam sel-sel
tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam
keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh belawan benda asing, dan pengaturan hormonal
tekanan darah.2
Sistem respirasi terdiri dari sistem saluran udara (tidak ada pertukaran gas), organ pertukaran
gas (sistem alveoli paru), struktur dinding dada, otot-otot pernapasan, pusat pernapasan, dan
sistem sirkulasi darah. Pada pembahasan kali ini, akan lebih dititik beratkan pada sistem saluran
udara atau sering juga disebut dengan saluran pernapasan.

2.
Struktur Anatomi dan Histologi Saluran Pernapasan
2.1 Hidung
Hidung memiliki fungsi sebagai saluran udara, saringan udara dari partikel debu kasar
maupun halus, menghangatkan udara pernapasan, melembabkan udara pernapasan, dan sebagai
alat pembau. Hidung bagian luar berbentuk pyramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian
ini tersusun dari kerangka kerja tulang, tulang rawan hialin, otot bercorak, dan jaringan ikat. 3 Kulit
luar hidung merupakan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Terdapat rambut sangat
halus dengan kelenjar sebasea besar-besar.
Kearah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang yaitu nostril atau
nares yang terpisah oleh septum nasi atau septum nasal. Septum nasal membagi hidung menjadi
sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal (kavum nasi). 3 Lubang hidung bagian depan disebut nares
anterior sementara lubang hidung bagian belakang disebut nares posterior. Luas permukaannya
diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka nasalis
superior, konka nasalis media, dan konka nasalis inferior. 4

Sinus paranasalis terdiri atas fontalis, etmoidalis, spgenoidalis dan maxillaries. Sinus berfungsi
untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek
resonasi dalam produksi wicara.2
Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan
diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago
mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru,
setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan
bronchhial yang selanjutnya bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik,
duktus alveolar, dan alveoli.2
Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil pada
dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih
berkembang. Pada msnusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior.
Selain mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk laposan di antara bantalan
mukus dan permukaan epitel.4
Silia melecut di dalam lapis cairan yang membentuk laposan di antara bantalan mukus dan
permukaan epitel. Dibawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung kelenjar
submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propia juga terdapat sel
plasma, sel mast, dan kelompok jaringan lomfoid. Dibawah epitell konka inferior tedapat pelksus
vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan.4
Reseptor bagi sensai mencium terdapat di dalam epitelolfaktoria, daerah khusus pada mukosa
hidung, yang terdapat di atap rongga hing dan meluas ke bawah sampai 8-10 mikro meter pada
kedua sisi septum.dan sedikit ke atas konka nasalis superior. Daerah khusus pada epitel ini tidak
rata dan mencakup sekitar 500 mm2.
Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60 mikro meter. Ia terdiri
atas tiga jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius adlah neuron
bipolar , tersebar merata di antara sel-sel sustentakular. Inti bulatnya menempati zona lebih
rendah dari yang berasal dari sel-sel penyokong. Terdapat kompleks Golgi supranuklear kecil dan

beberapa elemen tubuvestibular dan retikulum endoplasma licin. Bagian apikal sel menyempit
menjadi juluran silindris yang halus yang meluas ke atas ke permukaan epitel tempatnya berakhir
dengan melebar yang disebut bulbus olfaktorius. Merka sedikit menonjol di atas permukaan sel-sel
penyokong sekitarnya dan mengandung badan-badan basal daro enam sampai delapan silia
olfaktoria yang memancardari paralel terhadap permukaan epitel.
Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari
M.nasalis dan M.depressor septum nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabangcabang A.facialis, A.dorsalis nasi cabang, A.opthalamica dan A.infraorbitalis cabang A.maxillaries
interna. Pembuluh baliknya menuju V.facialis dan V.opthalamica. persarafan otot-otot hidung oleh
N.facialis, kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang
infratrochlearis dan nasil externus N.opthalmicus. Kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang
infraorbitalis N.maxillaries.3
Pembuluh-pembuluh nadi yang mendarahi rongga hidung adalah: Aa.etmoidalis anterior dan
posterior, cabang A.opthalmica yang mendarahi pangkal hidung, sinus-sinus ethmoidalis dan
forntalis. A.sphenopalatina, cabang A.maxillaries interna, mendarahi mukosa dinding-dinding
lateral dan medial hidung. A.palatina major, cabang palatina descendens A.maxillaries interna,
yang melewati foramen palatinum majus dan canalis incisivus serta beranastomosis dengan
A.sphenopalatina. A.labialis superior, cabang A.facialis, yang mendarai septum nasi daerah
vestibulum, beranastomosis dengan A.sphenopalatina dan seringkali menjadi lokasi kejadian
epistaxis.3
2.2 Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai perssambungannya
dengan usofagus dan ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofarinx), di belakang mulut (oro-farinx) dan di belakang larinx (faring-laringeal). Nares posterior
adalah muara rongga-rongga hidung ke naso-farinx. 1 Faring adalah tabung muskular berukuran
12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi
menjadi naofaring, orofaring, dan laringofaring.2
2.2.1

Nasofaring
Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui
dua naris internal (koana). Dua tuba eustachius menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gedang telinga.
Amadel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal.
Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.2
Naosfaring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dibawah membrana
basalis, pada lamina propia terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan
limfoid yang membentuk tonsila faringea. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan
rongga hidung dan telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. Disekelilingnya banyak
kelompok jaringan limfoid disebut tonsila tuba faringea.

2.2.2

Orofaring
Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan
paatum keras tulang. Uvula adalah prossesus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian
tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior. 2
Epitel penyusun orofaring adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Osofaring
terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan ke
bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesophagus. Disini terdapat tonsila
palatina yang sering meradang disebut tonsilitis.

2.2.3

Laringofaring
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem
respiratorik selanjutnya.2 Epitel pada laringofaring bervariasi, sebagain besar epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk. Laringofaring terletak di belakang larings.

2.3 Laring2
Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring tersusun atas epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis berlapis gepeng. Fungsi dari laring
adalah untuk membentuk suara (fonasi) dan mencegah benda asing memasuki jalan nafas dengan
adanya refleks batuk. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan
ditopang oleh sembilan katilago (tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan).
Kartilago tidak berpasangan terdiri dari kartolago tiroid, kartilago krikoid, dan epiglotis.
Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar
dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas. Kartilago krikoid
adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. Sementara
epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tidorid. Saat
menelan, eiglotis melekat pada tepian anterior menutupi laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan.
Kartilago berpasangan terdiri dari kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago
kuneiform. Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kertilago krikoid. Kartilagi aritenoid
melekat pada pita suara sejari, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.
Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid. Kartilago kuneiform berupa
batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.

2.4 Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12cm dan diameter 2,5cm serta terletak di atas
pemukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam
sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trachea
dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut
cincin diubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea
juga dilapisi oleh epithelium repiratorik yang mengandug banyak sel goblet. 3
Susunan demikian memberi trakea keleluasan gerak yang besar, sedangkan cincin-cincin
tulang rawabnnya memungkinkannya menahan tekanan dari luar yang dapat menutup jalan napas.

Di luar tulang wan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak serta elastin. Dinding posterior
trakea tidak dilengkapi tuang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin.
Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Seagai gantinya terdapat pita tebal dari
otot poloss yang terorientasi melintang, yang ujung-ujungnya berbaur dengan lapis jaringan ikat
padat di luar ruang rawan tadi.4
Dengan mikroskop elektron dapat dilihat 6 jenis sel. Yaitu sel bersilia, sel goblet, sel sikat, sel
basal, dan sel sekretorik/bergranula. Sel bersilia mempunyai silia yang panjang, aktif, motil yang
bergerak kearah faring. Sel goblet mensintesa dan mensekresi lendir, mempunyai apparatus golgi
dan retikulum endoplasma kasar di basal sel. Pada sel goblet ada mikrovili di apex dan
mengandung tetesan mukus yang kaya akan polisakarida.
Sel sikat mempunyai mikrovilli di apex yang berbentuk seperti sikat. Ada dua macam sel sikat,
yaitu sel sikat 1 (mempunyai mikrovili sangat panjang) dan sel sikat 2 (dapat berubah menjadi sel
pendek). Sel basal merupakan sel induk yang akan bermitosis dan beruba menjadi sel lain. Sel
sekretorik/bergranula memiliki diameter 100-300 milimikron.
2.5 Bronkus
Bronkus kanan dan kiri berjalan ke bawah dan ke luar dari bifurkasio trakea ke hilus maisngmasing paru.5 Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vintrikal letaknya daripada
yang kiri. Oleh karena itu benda asing yang terhirup lebih cenderung masuk ke bronki kanan dan
terus ke lobus kanan tengah dan lobus bawah bronki. Bronkus uatama kiri memasuki hilus dan
terbagi menjadi brokus lobus superior dan inferior. Bronkus utama kanan bercabang menjadi
bronkus ke lobus atas seelum memasuki hilus dan bergitu masuk hilus terbagi menjadi bronki lobus
medial dan inferior.6
Bronkus

primer

atau

ekstrapulmonal

bercabang

dan

menghasilkan

sederetan

bronki

intrapulmonal yang lebih kecil. Bronki ini dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia,
lamina propia tipis jaringan ikat halus dengan banyak serat elastin dan sedikit limfosit. Duktus dari
kelenjar bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke dalam lumen bronkus. Di
antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa menyatu dengan adventisia yang tebal.
Pembuluh bronchial yang tampak pada jaringan ikat bronkus mencakup sebuah arteriol, sebuh
venul, dan kapiler.7
2.6 Bronkiolus
Ini adalah segmen intraloburalis dengan garis tengah 1 mm atau kuarang. Bronkiolus tidak
mempunyai rawan atau kelenjar pada mukosanya dan hanya menunjukkan sel-sel goblet yang
tersebar dalam epitel segmen permulaan. Pada bronkiolusyang lebih besar , epitelnya bertingkat
toraks tinggi bersilia dan kekomplekkannya berkurang dan menjadi epitel kubis bersilia pada
bronkiolus terminalis.selain sel-sel barsilia , bronkus terminalis juga mempunyai sel-sel cl;ara yang
permukaan apikalnya berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen. Pemeriksaan pada sel-sel
Clara manusia berkesimpulan bahwa meraka adalah sel-sel sekretoris akan tetapi hingga sekarang
fungsinya tidak diketahui.
Sebagian besar lamina propia adalah oto polos dan serabut-serabut elastin. Otot bronkus dan
bronkiolus dibawah pengawasan nervus vagus dan sistem simpatis. Perangsangan nervus vagus
mengurangi garis tengah susunan tersebut, sedangkan perangsangan simpatis menimbulkan efek
yang berlawanan.
2.7 Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil. Terdapat banyak lipatan mukosa yang menyolok
dan epitelnya bertingkat semua silindris rendah bersilia dan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus
terminal, epitelnya silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan otot polos yang berkembang baik
mengelilingi lamina propia tipis, yang pada gilirannya dikelilingi ole adventisia. Di dekat bronkiolus
terdapat sebuah cabang kecil yaitu arteri pulmonaris. Bronkiolus ini dikelilingi ole alveoli paru. 8
2.8 Bronkiolus Respiratorius
Tiap-tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus atau lebih yang berperanan
sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan respirasi sistem respirasi. Mukosa bronkiolus
respiratorius terminalis kecuali bahwa dindingnya diselilingi oleh banyak sakus alveolaris. Bagianbagian bronkiolus respiratorius dibatasi oleh epitel kubis bersilia, tetapi pada pinggir lubang-lubang
alveolaris, epitel bronkiolus dilanjutkan dengan epitel pembatas alveolus, selapis gepeng. Makin ke
distal bronkiolus , jumlah alveoli bertambah dgn nyata, dan jarak antara alveoli jelas makin dekat.
Antara alveoli, epitel bronkiolus terdiri atas epitel kubis bersilia: akan tetapi, pada bagian yg lebih
distal, silia mungkin tdk ada. Sepanjang dinding yg sangat banyak mengandung alveoli, sifat
bronkiolus hanya trdpt antara alveoli dan terdiri atas sekelompok kubis-kubis yg terletak siatas pita
otot poloss dan jaringan penyambung elastin. Karna alveoli merupakan tempat pertukaran gas
digunakan utk menggambarkan fungsi ganda segmen jalan pernapasan ini.
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada bagian proksimalnya
terdapat silia, namun hulang di bagian disatal bronkiolus respiratorius. Sebuah duktus alveolaris
muncul dari bronkiolus respiratorius dan banyak alveoli bermuara ke dalam duktus alveolaris. Pada
setiap pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapi gepeng. 8
2.9 Duktus Alveolaris
Duktus alveolaris dan alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis gepeng yg sangat tipis. Dalam
lamina propria sekitar pinggir alveoli merupakan suatu jala-jala sel-sel otot polos yg saling
menjalin. Berkas-berkas halus yg menyerupai sinkter ini tampak sbg tombol-tombol antara alveoli
yg berdekatan. Hanya matriks yg kaya akan serabut elastin dan kolagen yg menyokong duktus dan
alveolinya.
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, ruang yg menghubungkan sakus multilokularis
alveoli, dua sakus alvelolaris atau lbh terbentyuk dari tia-tiap atrium. Serabut elastin dan kolagen
yg banyak sekali trdpt membentuk jaringan kompleks yg melingkari lubang2 atria, sakus alveolaris,
dan alveoli. Serabut2 elastin memungkinkan alveoli mengembang wkt inspirasi dan secara pasif
berkontraksi waktu ekspirasi. Kolagen berperanan sbg penyokong yg mencegah peregangan
berlebihan dan kerusakanbkapiler2 halus dan septa alveoli yg tipis.
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris. Saluran ini
terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk ruangan serupa rotunda yang
disebut atrium. Alveolus paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang
sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang
tawaon.9
2.10

Alveoli
Secara struktural, alveoli menyerupai kantong kecil yg terbuka pd salah satu sisinya, mirip

sarang tawon. Dalam struktur yg menyerupai mangkok ini, oksigen CO2 mengadakan pertukaran
antara udara dan darah.

3.

Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara ototnatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otononi. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas, maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar
dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang
terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar
tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya apabila
tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.10

3.1 Inspirasi dan Ekspirasi


Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru
akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali
ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru
dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir
meninggalkan paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang ridak memerlukan kontraksi
otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot
inspirasi

masih

terjadi.

Kontraksi

ini

berfungsi

sebagai

peredam

daya

recoil

paru

dan

memperlambat ekspirasi. Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan
volume intratoraks.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi
otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot
inspirasi

masih

terjadi.

Kontraksi

ini

berfungsi

sebagai

peredam

daya

recoil

paru

dan

memperlambat ekspirasi. Pada ekspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mm Hg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan
volume intratoraks.
3.2 Transpor Oksigen10
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan O 2
menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O 2 yang masuk ke dalam paru, adanya
pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah
untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriktusijalinan vaskular di
jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut,
jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O 2.
Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu
pH suhu dan kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu atau penurunan pH mengakibatkan PO2 yang lebih

tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau
peningkatan pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O2. Suatu penurunan
pH akan menurunkan afinitas emoglobin terhadap O2, yang merupakan suatu pengaruh yang
disebut pergeseran Bohr. Karena CO2 berekasi dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka
jaringan aktif akan menurunkan pH di sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya
melepaskan lebih banyak oksigennya, sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.
3.3 Transpor Karbon Dioksida10
Selain perannya dalam transpor oksigen, hemoglobin juga membantu darah untuk mengangku
karbon dioksida dan membantu dalam penyanggan pH darah yaitu, mencegah perubahan pH yang
membahayakan. Sekitar 7% dari karbon dioksida yang dibebeaskan oleh sel-sel yang berespirasi
diangkut sebagai CO2 yang terlarut dalam pllasma darah. Sebanyak 23% karbon dioksida terikat
dengan banyak gugus amino hemoglobin.
Sebagain besar karbon dioksida, sekitar 70%, diangkut dalam darah dalam bentuk ion
bikaronat. Karbon dioksida yang dilepaskan oleh sel-sel yang berespirasi berdifusi masuk ke dalam
plasma darah dan kemudian masuk ke dalam sel darah merah, dimana CO2 tersebut diubah
menjadi bikarbonat.
Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang
kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Sebagian besar ion hydrogen
berikatan di berbagai tempat pada hemoglobin dan protein lain sehingga tidak mengubah pH
darah. Ion bikarbonat lalu berdifusi ke dalam plasma. Ketika darah mengalir melalui paru-paru,
proses tersebut dibalik. Difusi O2 keluar dari darah akan menggeser kesetibangan kimiawi di dalam
sel darah merah kearah perubahan bikarbonat menjadi CO2.
3.4 Otot-Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama inspirasi
tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah
di atas hepar dan bergerak kea rah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan
diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam.
Diafragma terdiri atas tiga bagian: bagian kostal, yang dibentuk oleh serabut otot yang
bermula dari iga-iga di sekeliling bagian dasar rongga toraks; bagian krural, yang dibentuk oleh
serabut otot yang bermula dari ligamentum disepanjang tulang belakang; dan tendon sentral,
tempat insersi serabut kostal dank rural. Tendon sentral juga mencakup bagian inferior
pericardium. Serabut krural berjalan di kedua sisi esophagus dan dapat menekan esofgus saat
berkontraksi. Bagian kostal dank rural diafragma dipersarafi oleh bagian-bagian yang berbeda dari
nervus phrenicus dan dapat perkontraksi secara terpisah. Contohnya, pada waktu muntah dan
bersendawa, tekanan intra-abdomen meningkat akibat kontraksi serabut kostal diafragma,
sedangkan serabut krural tetap lemas sehingga memungkinkan bergeraknya berbagai zat dari
lambung ke dalam esophagus.
Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga
ke iga secara miring kearah bawah dank e depan. Iga iga berputar seolah bersendi di bagian
punggung sehingga ketika muskulus interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga di bawahnya akan
terangkat.

Gerakan

ini

akan

mendorong

sternum

ke

luar

dan

memperbesar

diameter

anteroposteior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang
lebih kecil. baik muskulus interkostalis eksternus maupun diafragma dapat mempertahankan
ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.

Transeksi medulla spinalis di atas segmen servikalis ketiga dapat berakibat fatal bila tidak
diberikan pernafasan buatan, namun tidak demikian halnya bila dilakukan transeksi di bawah
segmen servikalis kelima karena nervus phrenicus yang mempersarafi diafragma tetap utuh;
nervus phrenicus berasal dari medulla spinalis setinggi segmen servikalis 3-5. Sebaliknya, pada
penderita dengan paralisis otot interkostal yang masih utuh, pernafasan otot interkostal yang
masih utuh, pernafasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup. Muskulus
skalenus dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut
membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Jika otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks akan berkurang dan terjadi ekspirasi paksa.
Efek ini dimiliki oleh muskulus interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring kea rah
bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga pada waktu berkontraksi, otot ini akan menarik
rongga dada ke bawah . kontrksi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses
ekspirasi dengan cara menarik iga-iga kebawah dank e dalam serta dengan meningkatkan tekanan
intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas.
4.

Sesak Napas Sebagai Gangguan Sistem Pernapasan yang Disebabkan Batuk-Pilek


Batuk pilek atau flu yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan sesak napas. Bronkitis dan
pneumonia adalah dua jenis penyakit yang memiliki gejala awal batuk-pilek hingga akhirnya
mengalami sesak napas. Bronkitis sendiri adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara
ke paru-paru. Bronkitis merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan
bawah, dan biasanya melibatkan trakea juga.13
Secara umum bronkitis sibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis.
Bronkitis akut timbul karena flu atau infeksi lain pada saluran napas dan dapat membaik dalam
beberapa hari atau beberapa pekan. Brunkitis akut biasanya didahului dengan infeksi pernapasan
atas. Infeksi bakteri sekonder dengan streptococcus pneumoniae atau H.influenzae dapat terjadi.
Khasnya, anak datang dengan batuk yang sering, pendek, dan kering. Infeksi yang dialami ini akan
membuat penderita mengalami kekurangan oksigen. Komplikasi pada penyakit ini dapat
menimbulkan pneumonia.13
Peneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak
bisa bekerja. Selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.
Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya merupakan gejala
batuk dan pilek, kemudian terasa sesak napas, ada baiknya anak segera dibawa ke dokter. 14
Kesimpulan
Manusia bernapas untuk mengambil oksigen (O 2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan
untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.
Sistem pernapasan sendiri terdiri dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus, bronkiolus,
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Masuk keluarnya
udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Batuk pilek
adalah gejala awal sebelum akhirnya menimbulkan sesak napas. Penyakit yang memiliki gejala
seperti itu adalah bronkitis dan juga pneumonia.

Hipotesis yang dibuat adala batuk pilek yang terus menerus dapat menyebabkan sesak napas
pada anak. Berdasarkan materi diatas, maka dapat dilihat bahwa ada dua jenis gangguan atau
penyakit pada saluran pernapasan yang memiliki gejala seperti itu. Maka dapat diambil kesimpulan
bahwa batuk pilek merupakan gejala awal yang dapat menyebabkan sesak napas pada anak.

Daftar Pustaka
1.

Pearce EC. Anatomi & fisiologi u.ps. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.

2.

Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.

3.

Santoso G. Anatomi sistem pernapasan. Edisi I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.

4.

Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktreran EGC; 2002.

5.

Gibson J. Fisiologi & anatomi modern untuk perawat. Jakarta: Penerbit Buku Keodkteran EGC;
2003.

6.

Moffat D, Faiz O. At glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.

7.

Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.

8.
9.

Arifin GF. Kumpulan foto mikroskopik histologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.
Cameron Jr. Grant RM, Skonfronick JG. Fisika tubuh manusia. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto;
2006.

10. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008.
11. Admin. Sesak nafas. Mei 2011. Diunduh dari:
http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031148/sesak-nafas, 22 Mei 2011.
12. Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 381-2.
13. Arvin BK. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol II. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.
14. Misnadiarly. Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak, oranng dewasa, usia lanjut,
penumonia atipik & penumonia atypik mycobacterium. Jakarta: Pustakan Obor Populer; 2008.

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Skenario
Carol, 20 tahun adalah mahasiswa yang akitf dalam olahraga. Carol berlatih rutin
dalam bola basket. Beberapa kali Carol ikut dalam kejuaraan antar perguruan tinggi. Bila
berlatih sangat berat, Carol dapat mengalami sesak, meskipun hal ini jarang terjadi pada
Carol saat ini. Sejak kecil Carol menderita asma. Seiring usia, penyakit asma pada Carol
semakin jarang terjadi. Hal ini dialami sejak Carol aktif berolahraga. Carol selalu menjalani
pemeriksaan faal paru sebelum pertandingan bola basket. Hasil pemeriksaan hingga saat ini
menunjukkan normal.

1.2. Kata Kunci


Mahasiswa
20 tahun
Aktif olahraga
Sesak nafas
Asma berangsur hilang
Pemeriksaan faal paru normal
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi sistem respirasi (traktus respiratorius)?
Bagaimana histologi sistem respirasi (traktus repiratorius)?
Apa pengertian dari volume paru, kapasitas paru, ruang rugi (dead space)?
Bagaimana mekanisme ventilasi dan difusi gas O2 dan CO2?
Bagaimana pengaruh olahraga pada sistem respirasi?
Apa pengertian asidosis respiratorik, alkolisis respiratorik, asidosis metabolik, alkolisis

metabolik?
Bagaimana mekanisme kompensasi asidosis respiratorik, alkolisis respiratorik, asidosis

metabolik, alkolisis metabolik?


Bagaimana perbedaan orang normal dengan orang yang mengalami kelainan pada sistem

respirasi dari segi anatomi, fisiologi, dan histologi?


Bagaimana cara pemeriksaan faal paru?
1.4. Hipotesis
Asma Carol berkurang karena bertambahnya usia dan aktif berolahraga.
BAB 2. PEMBAHASAN
Sistem respirasi berfungsi mengambil oksigen (O 2) dari atmosfer ke dalam sel-sel
tubuh untuk dan mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh ke
atmosfer (Sloane, 2003: 266).
2.1.

Anatomi

Sistem

Respirasi

A. Hidung atau Nasal


Hidung merupakan saluran udara yang pertama berfungsi sebagai penyaring udara
pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung, menghangatkan udara pernafasan oleh
mukosa, dan membunuh kuman-kuman yang masuk bersama udara pernafasan oleh leukosit
yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung. Hidung mempunyai dua lubang
(cavum nasi) dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalam terdapat bulu-bulu
yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam
lubang hidung. Bagian luar dinding terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan

tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri dari 3 tulang hidung atau turbinate bone yaitu konka
nasalis superior, konka nasalis medius, dan konka nasalis inferior.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas. Bagian atas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis (sinus maxillaris
pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sphenoidalis pada
rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus ethmoidalis,
keluar ujung-ujung saraf Nn. Olfactorii yang menuju ke konka nasalis. Konka nasalis terdapat
sel-sel penciuman terutama di bagian atas.
Di sebalah belakang konka bagian kiri-kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh darah yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva (Eustachii) yang menghubungka telinga
tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut
tuba lakrimalis.
B. Pharynx
Pharynx terbagi atas nasopharynx, oropharynx, dan larynopharynx. Nasopharynx
merupakan ruangan yang ada di belakang hidung dan mulut, oropharynx ada di bawah
nasopharynx dan di belakang cavum oris, sedangkan larynopharynx merupakan bagian
terbawah dari pharynx antara oropharynx di sebelah superior dan oesophagus di sebelah
inferior.
C. Larynx
Larynx merupakan bentuk pipa silindris dari pharynx dan pada superior trachea
terdapat A. Carotis communis, Mm. Sternocleidomastoideus, V. Jugularis, dan N. Vagus
berada di bagian sinistra dan dextranya. Larynx memiliki fungsi untuk jalan udara ke paru
dan sebaliknya, untuk mengeluarkan serta menghambat masuknya benda asing ke trachea.
Pada bagian inferior larynx terdapat lipatan pada bagian terbawah serta arpeturanya larynx
disebut plica ventrikularis, sedangkan di bawahnya terdapat plica vocalis yang akan bergetar
membentuk suara jika dilalui udara.
D. Trachea
Trachea merupakan cincin yang selalu terbuka dengan cincin tulang rawan hyalin
berbentuk C dengan panjang sekitar 12-14 cm dan diameter 2-3 cm. Trachea akan selalu
terbuka karena adanya cincin-cincin tulang rawan sehingga tidak dapat mengalami collaps.
Trachea berjalan ke cavum posterior thorax dari aorta dan terdapat percabangan (bifurcatio)
ke bagian kiri dan kanan kanansebagai bronchus primarius sinistra dan dextra. Tepat pada
bifurcatio bronchus terdapat tonjolan berbentuk setengah ligkaran yang disebut carina.
Diantara

cincin-cincin

cartilago

terdapat

otot

trachea

dan

jaringan

ikat

yang

mempertahankannya agar dapat tetap terbuka. Glandula thyroid tampak menutupi sebagian
anterior dan lateral trachea.
E. Bronchus
Bronchus primarius dextra lebih pendek dibandingkan bronchus primarius sisnistra,
tetapi sudut yang dibentuk lebih lebar daripada sinistra. Akibatnya bila ada corpus alienum
(benda asing) yang masuk maka akan lebih mudah memasuki bronchus primarius dextra.
Dinding bronchus primarius sama dengan trachea namun di dalam paru cincin cartilago
tersebut akan membentuk O yang lebih kecil. Bronchus akan menjadi semakin kecil hingga
terbentuk bronchiolus dengan diameter 1 mm.
F. Bonchiolus
Bronchiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang

membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
Bronchiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai

kelenjar lendir dan silia).


Bronchiolus Respiratorius
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori
dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara

pertukaran gas.
Ductus Alveolaris dan Saccus Alveolaris
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus

alveolar kemudian menjadi alveoli.


G. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta
yang

jika

bersatu

membentuk

satu

lembar

akan

seluas

70

m2.

Terdiri atas 3 tipe, yaitu sel-sel alveolar tipe I : sel epitel yang membentuk dinding alveolus,
sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan (suatu
fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps), dan selsel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan.
H. Pulmo
Pulmo terletak di dalam didalam cavum thorax yang dibentuk oleh vertebra thracalis,
costa, dan manubrium sterni. Diapraghma berada sebagai batas bawah dan sebagai batas
antara cavum thorax dan cavum abdominalis. Mediastinum terletak dibagian medial berisi
jantung, aorta, vena cava, truncus pulmonaris, jaringan ikat dan jaringan lymph. Mediastinum
terbagi atas mediastinum superior berisi trachea, oesophagus, pembuluh darah aorta, truncus

pulmonaris, N. Vagus, N. Phrenicus, dan jaringan ikat sedangkan mediastinum inferior


terbagi atas anterior berisi jaringan ikat, lemak dam arteria.
Mediastinum medius berisi jantung dan pericardium. Mediastinum posterior berisi
oesophagus, N. Vagus. Aorta thorachalis dan pembuluh anteries dan vena cava. Di cavum
thorax terdapat dua pulmo kiri dan kanan, sifatnya spongious terletak di dalam cavum thorax.
Pulmo memiliki bagian apex dan basis, bagian costal, diaphragm, dan hilus tempat keluar
masuknya pembuluh darah yang memberikan nutrisi kepada paru. Di paru kanan dapat
ditemukan fissura oblique dan fissura horizontalis yang membedakan paru kanan menjadi
lobus superior medius dan inferior sedangkan pada bagian kiri hanya ditemukan fissura
oblique sehingga hanya terdapat 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Paru terbungkus dalam jaringan epithel yang disebut pleura yang menempel pada paru
disebut pleura viceralis dan yang menempel pada dinding thorax disebut pleura parietalis.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat cairan serous untuk mempermudah gesekan paru.
Selain dilapisi oleh pleura pulmo juga diindungi oleh thorax.
Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis dan saraf simpatis. Otot polos saluran
pernafasan diinervasi oleh nervus vagus aferen dan nervus vagus eferen (kolinergik
posganglionik). Pleura parietalis diinervasi oleh nervus intercostalis dan nervus phrenicus,
sedangkan bagian pleura visceralis tidak diinervasi oleh saraf apapun (Djojodibroto, 2009:
21).
2.2. Histologi Respirasi
Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Bagian konduksi (penyalur) terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakhea, dan
bronkiolus
2.

terminalis.

Bagian

konduksi

berfungsi

menyaring,

membasuh,

melembabkan dan menghangatkan udara.


Bagian Respirasi yang terdiri dari bronkiolus respiratorik sampai alveoli. Berfungsi

untuk pertukaran gas.


A. Rongga Hidung (Cavum Nasi)
Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi. Cavum nasi dibagi menjadi vestibulum
nasi/regio vestibularis yang memiliki vibrissae/rambut halus untuk menyaring udara
dan bagian respiratorik. Bagian respiratorik dari cavum nasi dibagi lagi menjadi
regio respiratoria yang dilapisi mukosa respiratoria
1.

dan regio olfaktoria yang

dilapisi mukosa olfaktoria. Kedua regio ini memiliki perbedaan sebagai berikut:
Regio respiratorik terdapat pada konka nasalis media-inferior,dilapisi oleh epitel
berderet silindris tipis dengan kinosilia dan sel goblet, membran basal jelas, jaringan
ikat kendor berisi sinus venosus, dan ada Schnederian membarane yaitu lamina
propia menyatu dengan periost (muko-periosteum) atau perikondrium (mukoperikondrium).

2. Regio olfatorik lokasinya di atap cavum nasi, konka nasalis superior dan septum
nasi 1/3 atas, dilapisi oleh epitel berderet silindris tebal tanpa kinosilia dan sel
goblet, tapi punya sel pembau, sel basal, dan sel penyangga. Membran basal tidak
jelas. Jaringan ikat kendor berisi sinus venosus dan kelenjar serous murni (kelenjar
bowman) dan ada schnederian membran serta berkas-berkas saraf (fila olfactoria).
B. Farynx
Farynx adalah jalan udara dan makanan terdiri dari nasofarynx, orofarynx dan
larynxofaring.
C. Larynx
Larynx merupakan penghubung antara farynx dan trachea. Memiliki struktur
khusus yaitu plika ventrikularis (epitel berderet silindris, tidak memiliki muskulus
vokalis dan memiliki kelenjar di mukosanya) dan plika vokalis (epitel berlapis pipih,
punya muskulus vokalis, ligamentum vokalis dan bisa menghasilkan suara) serta
epiglotis yang dapat membuka dan menutup agar makanan dan udara tidak
bercampur.
D. Trachea
Trachea memilki dinding yang diperkuat tulang rawan hialin. Dihubungkan
oleh muskulus trakealis. Punya lapisan epitel dan lamina propia. Adapula tunika
mukosa, submukosa, tulang rawan hialin dan tunia adventitia.
E. Bronchus
Bronchus memiliki cabang-cabang yaitu bronchus primer, bronchus besar,
bronchus interlobaris, bronchus intralobaris, bronchiolus terminalis dan bronchiolus
respiratorius. Bronchus dan cabang-cabang ini terdiri dari tunika mukosa, tunika
submukosa, tulang rawan hialin, dan tunika adventitia kecuali bronkiolus terminalis
dan respiratorius yang tidak memiliki tulang rawan hyalin.
F. Pulmo
Alveoli punya sabut retikuler, sabut elastis dan dilapisi oleh septum
interalveolare/epitel selapis pipih). Septum interalveolare memiliki tipe-tipe sel yaitu
tipe I ( penutup pada permukaan alveoli, sel pipih dengan inti pipih dan sitoplasma
sedikit) dan sel tipe II (bentuk kuboid, dipojok dinding alveoli, inti vaskuler,
sitoplasma banyak dan bervakuola, serta mengandung sitosom yang menghasilkan
surfaktan yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan anti kolaps serta
memudahkan pengembungan alveoli. Ada sel tambahan berupa makrofag alveolar,
fibroblast da sel-sel darah (Amindariati, 2013: 109-117).
2.3. Volume Paru, Kapasitas Paru, dan Ruang Rugi (Dead Space)

Volume paru dibedakan jadi dua berdasarkan cara pengukurannya, yaitu volume paru
statis dan volume paru dinamis. Volume paru statis dibedakan lagi menjadi 4 macam volume :
1. Volume Tidal (VT): volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi setiap kali kita bernapas
2.

secara normal. Besarnya kirakira 500 ml.


Volume Cadangan Inspirasi (IRV): volume udara maksimal yang masih bisa kita hirup

setelah melakukan inspirasi secara normal/di atas volume tidal. Besarnya kirakira 3000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV): volume udara maksimal yang masih bisa kita
ekspirasikan setelah melakukan ekspirasi secara normal/dibwah volume tidal. Besarnya kira
kira 1100 ml.
4. Volume Residu (RV): volume udara yang masih tetap berada di dalam paru setelah ekspirasi
paling kuat. Besarnya kirakira 1200 ml.
Volume paru dinamis adalah volume paru yang pengukurannya dilakukan dengan
paksaan. Volume ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Force Vital Capacity (FVC): kapasitas udara di dalam paru yang dapat diekspirasikan secara
paksa setelah inspirasi maksimal. Force Vital Capacity ini biasanya digunakan untuk
mengetahui apakah ada gangguan nafas restriksi di dalam alat pernafasan seperti
Pneumothorax. Nilai FVC normal biasanya 80 % FVC standar.
2. Force Expiratory Capacity (FEV): kapasitas udara di dalam paru yang dapat diekspirasikan
secara paksa setelah inspirasi maksimal setiap detiknya. Sehingga penjumlahan dari FEV tiap
detiknya dalam suatu rentang waktu dapat disebut sebagai FVC. Nilai FEV sendiri yang
penting dan sering digunakan adalah FEV 1 (detik pertama). Sehingga bila nilai FEV 1 lebih
rendah dari 80%, maka orang tersebut mengalami gangguan nafas obstruktif di dalam alat
pernafasannya, seperti emfisema/ ashtma.
Kapasitas Paru adalah suatu kombinasi dari volumevolume paru dan berfungsi untuk
menguraikan peristiwaperistiwa dalam siklus paru. Kapasitas paru juga dibedakan menjadi 4
macam kapasitas :
1. Kapasitas Total Paru (TLC): penjumlahan volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume
cadangan ekspirasi dan volume residu. Sehingga kapasitas ini sama dengan volume
maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat
mungkin. Besarnya kirakira 5800 ml.
2. Kapasitas Inspirasi (IC): penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi.
Sehingga kapasitas ini sama dengan volume maksimal yang dapat dihirup seseorang.
Besarnya kirakira 3500 ml.
3. Kapasitas Vital Paru (VC): penjumlahan volume cadangan inspirasi, volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi. Sehingga merupakan volume udara maksimum yang dapat

dikeluarkan oleh paruparu setelah melakukan inspirasi maksimal. Besarnya kirakira 4600
ml.
4. Kapasitas Residu Fungsional (FRC): penjumlahan volume residu dengan volume cadangan
ekspirasi. Sehingga kapasitas ini adalah volume udara total di dalam paru setelah ekspirasi
normal. Besarnya kirakira 2300 ml.
Ruang rugi (dead space) adalah ruangan di dalam saluran nafas yang tidak berfungsi
sebagai tempat difusi gas. Sehingga udara yang berada di dalam ruangan ini hanya berfungsi
untuk mengisi saluran nafas. Ruang rugi ini meliputi daerah tanpa alat pertukaran/difusi gas
yaitu alveous. Pada umumnya volume ruang rugi hanya sebesar 150 ml. Ruang rugi
dibedakan menjadi 2, yaitu Ruang rugi anatomis dan fisiologis. Ruang rugi anatomis berawal
dari hidung hingga brochiolus terminalis sedangkan Ruang rugi fisiologis meliputi ruang rugi
anatomis dan alveolus yang tidak berfungsi secara normal. (Guyton & Hall, 2007: 499-503).
2.4. Mekanisme Ventilasi dan Difusi gas O2 dan CO2
Ventilasi adalah proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli terjadi karena
perubahan tekanan antara intrapulmonal dan atmosfer. Ventilasi dibagi menjadi 2, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi volume pulmo akan meningkat sehingga tekanan
intrapulmonal diafragma lebih rendah dari pada atmosfer, maka udara akan masuk ke dalam
tubuh. Sebaliknya, saat ekpirasi volume pulmo akan menurun sehingga udara akan terhembus
keluar. Pada pernafasan normal, inspirasi hampir sempurna dapat dicapai oleh kontraksi
diafragma saja dengan cara meningkatkan volume/penurunan

tekanan intra pulmonal.

Ekspirasi hampir sempurna pun dapat dicapai dengan relksasi diafragma saja. Pada
pernafasan kuat, inspirasi dibantu oleh M. Intercostalis eksterna, M. Serratus anterior, M.
Sternochleidomasoideus, M. Pectoralis Manyor, M. Pectoralis Minor dan M. Scalanes yang
mengelevasi costa sehingga memperbesar volume thoraks dan secara bersamaan volume
pulmo ikut meningkat (tekanan intra pulmo berkurang). Ekspirasi juga dibantu oleh kontraksi
M. Abdominalis dan M. Intercostalis interna yang mengkomperasi pulmo (menurunkan
tekanan pulmo) (Guyton & Hall, 2007: 495-496).
Difusi merupakan proses petrukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru
dan terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis
dengen ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Proses pertukaran ini terjadi karena perbedaan tekanan
parsial O2 dan CO2 antara alveoli dan kapiler baru. Saat difusi, terjadi pertukaran gas antara
O2 dan CO2 secara simultan. Pada waktu inspirasi, oksigen akan masuk ke dalam kapiler
pulmo dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepas kapiler paru ke alveoli untuk dibuang
ke atmosfer. PO2 (tekanan parsial oksigen) pada alveoli sebesar 104 mmHg dan jauh lebih

besar dari PO2 pada kapiler ini. Hal ini disebabkan oleh O2 banyak dikeluarkan ke jaringan
perifer. Perbedaan tekanan parsial ini menyebabkan O2 berdifusi ke dalam kapiler dan <3%
larut dalam plasma darah dan sisanya terikat dengan Hb menjadi HbO 2. Kemudian sampai
pada jaringan yang membutuhkan O2, Hb melepas O2 sehingga dapat dipakai dalam
metabolisme karena PO2 di jaringan selalu lebih kecil daripada PO 2 di pembuluh arteri. CO2
yang dihasilkan setelah metabolisme akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah karena
PCO2 intrasel (46 mmHg) lebih besar dari pada PCO2 di pembuluh darah (45 mmHg).
Perbedaan tekanan yang kecil ini dapat ditutup dengan kemampuan difusi CO2 yang 20 kali
lebih cepat dari pada kemampuan O2. Sebanyak 7% CO2 telarut dalam plasma, 23% CO2 akan
langsung berikatan dengan Hb, dan sisanya (70%) akan berikatan dengan air membentuk
asam karbonat (H2CO3) dibantu oleh enzim karbonik anhidrase akan pecah menjadi H+ dan
HCO3-. H+ akan berikatan dengan Hb dan HCO3- keluar ke plasma dan digantikan oleh Clyang masuk ke sel darah merah. Sampai di kapiler alveoli, reaksi berkebalikan terjadi
sehingga CO2 dapat didifusikan balik ke alveoli karena PCO2 kapiler (46 mmHg) lebih besar
dari PCO2 alveoli (40 mmHg) sehingga dikeluarkan ke atmosfer (Guyton & Hall, 2007: 527529).
2.5. Sistem Respirasi saat Berolahraga
Saat olahraga, darah di vena mengalami penurunan PO 2 karena lebih banyak oksigen
yang dipakai oleh jaringan dan peningkatan PCO2 akibat kadar CO2 yang meningkat di dalam
jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan O2 dan menurunkan kadar CO2 di dalam
darah, tubuh akan meningkatkan frekuensi dan volume inspirasi O2, dan peningkatan
ekspirasi CO2. Pada olahraga ringan sampai sedang, ventilasi alveolar PO 2, PCO2, dan pH
arterial bertahan sampai nilai yang mendekati normal. Olahraga berat akan meningkatkan
metabolisme anaerobik sehingga meningkatkan produksi asam laktat yang mengakibatkan pH
arterial menurun. Hal ini akan memberikan stimulus ekstra terhadap pernafasan melalui
kemoreseptor yang berhubungan dengan ventilasi dan konsumsi O2 (Ward, 2008: 39).
2.6. Asidosis dan Alkalosis
Asidemia didefinisikan sebagai kondisi keasaman darah ditandai dengan pH darah
<7,35. Proses fisiolgis yang menyebabkan asidemia disebut asidosis. Asidosis dibagi menjadi
2, yaitu asidosis respiratori dan asidosis metabolik. Asidosis respiratori adalah keasaman
darah yang berlebihan karena penumpukan CO 2 dalam darah sebagai akibat dari fungsi paruparu yang buruk atau pernafasan yang lambat. Mekanisme kompensasinya melakukan
hiperventilasi dan eksresi CO2 dan ginjal meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat
yang mengembalikan pH ke normal. Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang

berlebihan yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Mekanisme
kompensasinya dengan meningkatkan ventilasi alveolar yang menurunkan PaCO 2 dan
meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat pada ginjal.
Alkalemia didefinisikan sebagai kondosi alkalin darah yang ditandai pH >7,45. Proses
fisiologis penyebab alkalemia disebut alkalosis. Alkalosis dibagi menjadi 2, yaitu alkalosis
respiratori dan alkalosis metabolik. Alkalosis respiratori adalah suatu keadaan dimana pH
darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
CO2 dalam darah menjadi rendah. Mekanisme kompensasinya terjadi hipoventilasi alveolar
dengan menahan CO2 dan ginjal menahan H+ dan mengeluarkan bikarbonat sehingga pH
darah kembali normal. Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Mekanisme kompensasinya hipoventilasi
alveolar dengan meningkatkan PaCO2 meningkatkan retensi H+ serta mengeluarkan
bikarbonat sehingga pH kembali normal (Tambayong, 2000: 41-46).
2.7. Perbedaan Orang Normal dengan Orang yang Mengalami Kelainan Pada
Sistem Respirasi
Pada orang yang mengalami kelainan pada sistem respirasi, seseorang menjadi sangat
dispnea akibat pembentukan CO2 yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, untuk
mencapai gas O2 dan CO2 dalam batas normal orang tersebut harus bernafas dengan kuat.
Aktivitas otot-otot pernafasan yang kuat sering kali memberi sensasi dispnea pada orang
tersebut. Fungsi pernafasan orang tersebut mungkin sudah normal kembali, tapi masih
mengalami dispnea karena perasaannya masih abnormal, ini yang disebut dispnea
neurogenik/dispnea emosional. Dispnea/ sesak nafas juga ditimbulkan oleh kolaps paru:
bronkus dan bronkiolus tersumbat lalu alveolus dibelakangnya diabsorbsi yang menyebabkan
kolaps, emfisema: adanya udara berlebih dalam paru dan pneumotoraks: udara masuk
kedalam pleura akibat robekan /lubang.

Volume Tidal
Frekuensi

Orang yang Normal


500 ml
12

Orang yang Dispnea


250 ml
30

Ket: Volume Tidal: volume udara yang diinspirasi/ diekspirasi tiap kali bernafas normal dan Frekuensi:
jumlah setiap kali bernafas dalam 1 menit.

2.8. Pemeriksaan Faal Paru


Bagi orang yang menderita gangguan pada sistem respirasi maka pemeriksaan rutin
sangatah penting karena melalui pemeriksaan ini kondisi sistem respirasi secara umum dapat
diketahui sehingga gangguan tersebut dapat segera diobati. Salah satu pemeriksaan faal pada

sistem respirasi adalah dengan menggunakan spirometri. Spirometri merupakan alat


sederhana yang digunakan untuk mengukur volume udara dalam paru. Pada pemeriksaan ini,
penderita bernafas ke sebuah mouthpiece yg terhubung dengan spirometer. Hasil dari
pemeriksaan spirometri ini disebut spirogram (Guyton & Hall, 2007: 499-503). Hal-hal yang
perlu disiapkan sebelum melakukan pemeriksaan antara lain alat, teknisi dan subjek. Seorang
teknisi perlu memenuhi kriteria yang diperlukan seperti: terlatih, mengerti tujuan diadakan
pemeriksaan ini dan dapat menilai hasil, sedangkan untuk menjadi seorang subjek
pemeriksaan perlu mengerti tujuan pemeriksaan spirometri, bebas rokok minimal 2 jam, tidak
boleh makan terlalu kenyang, dan berpakaian tidak ketat.
Indikasi diadakannya pemeriksaan ini adalah setiap keluhan sesak, penderita asma
stabil, penderita PPOK stabil, evaluasi penderita asma tiap tahun dan penderita PPOK tiap 6
bulan, penderita yang akan dianestesi umum, pemeriksaan berkala pekerja yang terpajan zat
dan pemeriksaan berkala pada perokok dan menilai status faal paru. Pemeriksaan VEP 1
menggunakan spirometri terlebih dulu diajarkan cara meniup yang benar dengan alat tersebut.
Sedangkan cara pengukuran VEP1 sebagai berikut: 1. Dilakukan dengan cara duduk alat
dipegang tangan sebelah kanan, 2. Pasang penjepit hidung, 3. Penderita disuruh menarik
nafas sedalam mungkin namun tidak dipaksa kemudian mouthpiece diletakkan ke dalam
mulut dengan gigi mengelilingi sekitarnya, 4. ditiup sekuat dan sekeras mungkin sekuat
tenaga dan mengeluarkan udara yang berasal dari paru-paru penderita, 5. Pemeriksaan
dilakukan 3 kali dan diambil hasil yang reproducible (Guyton & Hall, 2007: 552).
BAB 3. KESIMPULAN
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari hidung atau nasal, farinx, larinx, trachea,
bronchus, bronchiulus, bronchiolus terminalis, bronchios respiratorius, ductus alveolaris dan
saccus alveoaris dan pulmo yang memili ciri khas tersendiri.
Volume paru dibagi dua, yaitu volume paru statis dan volume paru dinamis. Kapasitas
Paru adalah suatu kombinasi dari volumevolume paru dan berfungsi untuk menguraikan
peristiwaperistiwa dalam siklus paru. Ruang rugi (dead space) adalah ruangan di dalam
saluran nafas yang tidak berfungsi sebagai tempat difusi gas.
Sesak nafas akan berangsur-angsur hilang bila penderita melakukan olahraga secara
rutin. Tubuh yang sedang berolahraga akan membutuhkan O2 lebih banyak, untuk itu sistem
respirasi akan mempercepat / memperkuat sistem ventilasi dan melatih saluran pernapasan
untuk terbiasa menyediakan O2 yang banyak bagi tubuh serta memperlebar saluran nafas.
Umur seseorang juga berperan penting dalam kematangan sistem respirasi untuk berfungsi

sebagaimana mestinya. Bagi orang yang menderita gangguan pada sistem respirasi maka
pemeriksaan rutin sangatah penting karena melalui pemeriksaan ini gangguan sistem respirasi
dapat langsung diobati.

Você também pode gostar