Você está na página 1de 19

EPILEPSI

A. Pengkajian Keperawatan
1. Menggali riwayat kejang, termasuk tanda dan gejala prodormal, pola
kejang, status pasca kejang, riwayat status epilepsy
2. Mencatat kondisi saat kejang seperti:
kondisi sebelum serangan, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman
atau rangsang sentuh; gangguan emosi atau psikologis; tidur;
hiperventilasi atau nafas tersengal sengal
gambaran gerakan kejang seperti dimana gerakan kejang atau kekakuan
berawal; tipe gerakan dan bagian tubuh yang terlibat; progresifitas

gerakan; ketika permulaan serangan mulai terlihat.


posisi mata dan kepala, ukuran pupil
kehadiran otomatisasi seperti menggigit bibir atau menelan berulang
inkontinesia Urin atau feses
durasi setiap fase serangan
terdapatnya kondisi tidak sadar dan durasinya
perilaku setelah serangan, termasuk ketidakmampuan berbicara, adanya

kelemahan atau kelumpuhan (Todd's paralisis), tidur\


3. Penyelidikan efek psikososial dari kejang
4. Menggali riwayat penggunaan obat2an atau alcohol
5. Kaji kerjasama dan strategi pengobatan
B. Riwayat Terkait Obat
Nonadherence terhadap regimen pengobatan sama baiknya seperti toksisitas
obat antiepilepsi dapat meningkatkan frekuensi serangan. Gali tingkat obat
sebelumnya sebelum merubah pengobatan.
C. Diagnosis Keperawatan.
1. Pola bernafas yang

tidak

efektif

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan neuromuskular menyebabkan perpanjangan fase tonik


dari serangan atau selama periode pasca kejang sebagai bukti dari angka
respirasi yang abnormal, ritme nya dan atau dalam nya pernafasan.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan (otak) akibat aktivitas kejang
3. Risiko cidera akibat aktivitas kejang
4. Ketidakefektifan coping akibat konsekuensi psikososial dan ekonomi dari
epilepsy
D. Intervensi Keperawatan
1. Pola bernafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan
ketidakmampuan neuromuskular menyebabkan perpanjangan fase
tonik dari serangan atau selama periode pasca kejang sebagai bukti

dari angka respirasi yang abnormal, ritme nya dan atau dalam nya
pernafasan.
Tujuan Keperawatan : pola nasfas normal sehingga adekuat untuk
pengangkutan oksigen
Intervensi Keperawatan :
a. Managemen jalan nafas
Monitor pernafasan dan status oksigenasi untuk menentukan adanya
masalah berkelanjutan dan untuk memulai intervensi yang sesuai
Posisi pasien (berbaring miring) untuk memaksimalkan potensi
ventilasi
Mengidentifikasi kebutuhan nyata pasien akan oksigenasi sehingga
membutuhkan intubasi jika diperlukan
Melakuakn et atau nt suction untuk memelihara jalan nafas
b. Managemen kejang
Melonggarkan pakaian untuk mencegah pembatasan usaha nafas
Gunakan oksigen yang sesuai kondisi untuk memelihara oksigenasi
dan mencegah hipoksia
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan (otak) akibat aktivitas kejang
Tujuan keperawatan : memelihara perfusi jaringan otak
Intervensi keperawatan :
a. Memelihara jalan nafas pasien sampai pasien sadar penuh setelah
b.
c.
d.
e.
f.

serangan
Menyediakan oksigen selama serangan jika terjadi tanda2 sianosis
Tekankan pentingnya pengobatan yang teratur
Monitor kadar serum tetap dalam sesuai rentang pengobatan
Monitor pasien untuk efek samping pengobatan
Monitor trombosit dan fungsi hati untuk toksisitas pengobatan

3. Risiko cidera akibat aktivitas kejang


Tujuan keperawatan : mencegang perlukaan
Intervensi keperawatan :
a. Memberikan lingkungan yang aman dengan pembatas samping dan
memindahkan clutter yang mungkin bisa mencederai pasien
b. Monitor kerjasama pada pemberian obat antikejang untuk menetukan
risiko terhadap serangan
c. Sediakan suction, ambu bag, mouth piece di samping bed pasien untuk
d.
e.
f.
g.

memelihara jalan nafas dan oksigenasi jika diperlukan


Tempatkan bed pada posisi rendah
Jangan menahan pasien selama serangan
Jangan menaruh apapun di mulut pasien selama serangan
Posisikan pasien miring selama serangan untuk mencegah aspirasi

h. Lindungi kepala pasien selama serangan. Jika serangan terjadi ketika


ambulasi atau dari kursi roda, tundukan kepala atau pakaikan bantalan
atau sandaran untuk perlindungan terhadap cidera kepala
i. Tetap bersama pasien ketika ambulasi atau pasien yang masih dalam
status kebingungan setelah serangan
j. Pakaikan helm pada pasien yang terjatuh selama serangan
k. Rawat pasien dalan kondisi status epilepsy
4. Ketidakefektifan coping akibat konsekuensi psikososial dan ekonomi
dari epilepsy
Tujuan keperawatan : memperkuat koping
Intervensi keperawatan :
a. Konsulkan dengan tenaga sosial untuk sumberdaya komunitas untuk
rehabilitasi, konsultasi, dan kelompok pendukung
b. Ajari teknik mengurangi stres yang dapat sesuai dengan gaya hidup
pasien
c. Konsultasi awal untuk tatalaksana perilaku yang berhubungan dengan
gangguan personalitas, kerusakan otak akibat epilepsi kronis
d. Jawab pertanyaan yang berhubungan dengan memonitor eeg dan
pembedahan untuk tatalaksana epilepsy
E. Edukasi Pasien Dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Berikan penjelasan ke pasien dengan kondisi serangan yang tidak terduga
apabila menyetir atau pekerjaan dengan alat berat
b. Kaji lingkungan rumah untuk keamanan jika pasien jatuh seperti
pengaturan furniture yang padat, ujung ato tepi yang tajan pada meja, kaca.
Lantai yang lunak dan furniture dan permukaan yang empuk mungkin
diperlukan
c. Dukung pasien dalam diskusi tentang serangan dengan pegawai, sekolah
dan ke masa depannya
d. Mendorong pasien untuk menentukan adanya faktor pencetus untuk
serangan (seperti melewatkan makan, kurang tidur, stress emosional, siklus
menstruasi)
e. Ingatkan pasien tentang pentingnya pengobatan. Tekankan pentingnya
minum obat secara teratur
f. Ajarkan pasien mengenai pemeriksa tes darah reguler, untuk memonitor
kadar serum tetap dalam rentang pengobatan, yang sangat penting untuk
mengontrol serangan
g. Ajarkan pasien mengenai gejala dan kebutuhan untuk memonitor efek
samping dari pengobatan
h. Jelaskan ke pasien untuk menghindari alkohol karena dapat mengganggu
metabolisme obat antiepilepsi

i. Mendorong pasien dan keluarga untuk berdiskusi tentang perasaan dan


tingkah laku pasien epilepsy
j. Menorong pasien untuk membawa kartu medis atau memakai gelang medis
k. Mendorong gaya hidup yang meliputi olahraga, aktivitas mental, dan
pengaturan makanan
l. Pembesaran gusi (efek samping obat antiepilepsi), ajari pasien mengenai
pentingnya menjaga kesehatan mulut
m. Untuk pasien yang kemungkinan dilakukan pembedahan, perkuat instruksi
yang berhubungan dengan hasil pendekatan operasi spesifik (temporal
lobectomy, corpus callostomy, hemisphreectomy, dan extratemporal
resection)

BAB I
PENDAHULUAN
I. Konsep Teoritis
A. Latar belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh
gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang
memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran,
gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat
episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering
terjadi pada pederita epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.
Pengguna

narkotik

mungkin

mendapat

seizure

pertama

karena

menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat


seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara
131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih

tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita


epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi
(1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya
telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World
Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia
mengidap.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teorirtis dari epilepsi pada usia anak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dari epilepsy pada usia anak ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui tentang konsep teoritis dan asuhan keperawatan epilepsy
pada usia anak-anak.

BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling
tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan
bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang
bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam
etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat
menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena

sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan


fisik.
Epilepsy adalah merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang
terjadi berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari
neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel
dengan berbagai etiologi.
B. Etiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kroni kejang berulang
yang muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan
listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh
bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak.
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor
fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap
penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak atau fungsi
sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang atau
serangan epilepsi. Diantara gejala lainnya adalah sebagai berikut:
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
Trauma lahir
trauma kepala
tumor otak
stroke
cerebral edema
hypoxia
keracunan
gangguan metabolik
infeks
C. Anatomi Fisiologi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf yang berfungsi
untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan
koordinasi kegiatan tubuh.
Sistem saraf terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel penyokong
(neuroglia dan sel schwann). Kedua jenis sel tersebut berkaitan erat satu
sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai suatu unit.

Susunan saraf pusat manusia terdiri atas sekitar 100 miliar neuron.
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomi dan
fungsional sistem persarafan.
Neuron terdiri dari:
a. Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang
didalamnya terdapat nukleolus. Disekelilingnya terdapat perikarion
yang

berisi

neurofilamen

yang

berkelompok

yang

disebut

neurofibril. Diluarnya terhubungkan dengan dendrit dan akson yang


memberikan dukungan terhadp proses-proses fisiologis.
b. Dendrit
Dendrit adalah tonjolon yang menghantarkan informasi menuju
badan sel. Dendrit merupakan bagian yang menjulur keluar dari
badan sel dan menjalar kesegala arah. Khususnya dikorteks serebri
dan serebellum, dendrit mempunyai tonjolan-tonjolan kecil bulat,
yang disebut tonjolan dendrit. Neuron tertentu juga mempunyai
akson fibrosa yang panjang yang berasal dari daerah yang agak tebal
dibadan sel yaitu akson hilok (bukit akson).
c. Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut
saraf

atau

tonjolan

saraf.

Kemampuan

untuk

menerima,

menyampaikan dan menerusakan pesan-pesan neural disebabkan


saraf khusus membran sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat
menghantarkan pesan elektrokimia.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron
abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan
dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang.
Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik
dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamaan.
D. Patofisiologi
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang
melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel
neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik
mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal
(parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui

jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau


daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik
berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di
medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik
berlebihan,

namun

posisi

mereka

menyebabkan

tidak

mampu

mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap


dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya
epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-aminobutiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi
dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya
listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini
aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neronneron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer

yang

mengalami

depolarisasi,

aktivitas

listrik

dapat

merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang


selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain
dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang
disertai penurunan kesadaran.
E.

Manisfestasi Klinis Dan Prilaku


a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran
atau gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus
epileptoge

d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang


epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar,
bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode
epileptikus tersebut lewat
i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba- tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang-menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
F. Klasifikasi Dan Gambaran Klinis
1. Bangkitan Parsial/fokal Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan
kesadaran)
a) Dengan gejala motorik.
b) Dengan gejala sensorik.
c) Dengan gejala otonomik.
d) Dengan gejala psikis.
2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran.
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.
3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan
umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan
umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
d) Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
4. Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik
pada mata, dagu dan bibir.
5. Bangkitan mioklonik

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat


umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih
ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.
6. Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas
menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah
menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat
bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan
pupil dilatasi.
7. Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya
kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh
sehingga pasien terjatuh.
8. Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang
kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak.
9. Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian
diikuti oleh gerakan klonik.
G. Penatalaksanaan
Setelah

diagnosa

ditetapkan

maka

tindakan

terapeutik

diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang


idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang
mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus
mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan
serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau
phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur
penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati
dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis
luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak
memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai
120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak
ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari.
Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat
dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15
mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan
frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati

dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun.


Pada kunjungan follow up dapat dilaporkan hasil yang baik, yang
buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena
frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih
kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang
sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap,
tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita
epileptik Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh
lebih ringan, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau
ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau
ditambah dengan antikonvulsan lain.
H. Komplikasi
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
I. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh
kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau
magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak
jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas

Elektroensefalogram(EEG)

untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan


b) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
c) menilai fungsi hati dan ginjal
d) menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
e) Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

BAB 3
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien


ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang.
Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
-

Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?


Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial?
Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?

Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
-

klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.


Apakah pasien menggigit lidah.
Apakah mulut berbuih.
Apakah ada inkontinen urin.
Apakah bibir atau muka berubah warna.
Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah

pada satu sisi atau keduanya.


2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
-

gangguan bicara
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi

sebelum, selama dan sesudah serangan.


Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau

frekuensi denyut jantung.


- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
-

berdebar.
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,

olfaktorik maupun visual.


4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
-

kurang tidur, keadaan emosional.


Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang

disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.


Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
Apakah makan obat-obat tertentu
Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat keluarga dengan kejang
b. Riwayat kejang demam
c. Tumor intrakranial
d. Trauma kepal terbuka, stroke
6. Riwayat Kejang
a. Berapa sering terjadi kejang
b. Gambaran kejang seperti apa
c. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat Penggunaan Obat
a. Nama obat yang dipakai
b. Dosis obat
c. Berapa kali penggunaan obat
d. Kapan putus obat
8. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Abnormal posisi mata
c. Perubahan pupil
d. Garakan motorik
e. Tingkah laku setelah kejang
f. Apnea
g. Cyanosis
h. Saliva banyak
9. Psikososial
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Peran dalam keluarga
e. Strategi koping yang digunakan
f. Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
a. Kondisi penyakit dan pengobatan
b. Kondisi kronik
c. Kemampuan membaca dan belajar
11. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
b. Radiologi
B. Diagnose
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk
penyakit epilepsi dalam masyarakat
4. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea
5. Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia
C. Intervensi
N

DIAGNOSE

NOC

NIC

O
1.

Resiko cedera b.d


aktivitas kejang
yang tidak terkontrol
(gangguan
keseimbangan).

Kejadian jatuh
- Jatuh ketika berdiri (1/3)
- Jatuh ketika berjalan(1/3)
- Jatuh ketika berdiri(1/3)
- Jatuh dari tempat tidur(1/3)
- Jatuh ketika melangkah
naik tangga(1/3)
- Jatuh ketika menurun
tangga(1/3)
- Jatuh saat kekamar
mandi(1/3)
Kekerasan cedera fisik
- Lecet pada kulit
- Luka memar
- Laserasi
- Luka bakar
- Keseleo pada ektremitas
- Patah pada ekstremitas
- Patah pada pelvis

Pencegahan jatuh
- Kenali defisit kognitif atau
fisik dari pasien yang bisa
meningkatkan potensial jatuh
di lingkungan
- Kenali sifat dan factor yang
menyebabkan resiko jatuh
- Tinjau pengalaman jatuh
pasien dan keluarga
- Kenali karakteristik
lingkungan yang bsa
meningkatkan potensi jatuh
- Monitor gaya berjalan,
keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan ambulansi
- Minta pasien untuk
menyeimbangkan persepsi
jika di perlukan
- Anjurkan mengubah gaya
jalan kepada pasien

2.

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
sumbatan lidah di
endotrakea,
peningkatan sekresi
saliva

Status respirasi : kepatenan jalan


nafas
1.
Kecepatan
respirasi(1/3)
2.
Irama pernapasan
(1/3)
3.
Dalamnya
pernapasan (1/3)
4.
Kemampuan
mengeluarkan secret(1/3)
5.
Batuk(1/3)

Manajemen jalan napas


1.
Membuka jalan
napas menggunakan teknik
dorongan dengan membuka
dagu atau rahang
2.
Mengeluarkan
secret dengan dorongan batuk
atau isapan
3.
Dorongan pelan,
pernapasan dalam dan batuk
4.
Ajarkan batuk
efektif
Peningkatan batuk
1. Dorong pasien untuk
melakukan bebrapa
pernapasan dalam
2. Bantu pasien untuk duduk
dengan posisi kepala
sedikit fleksi, bahu rilek,
dan lutut fleksi
3. Ajarkan pasien mengikuti
batuk dengan beberapa
tarikan napas maksimal
Memantau pernapasan
1. Pantau kecepatan,
kedalaman, dan usaha
pernapasan
2. Memantau suara
pernapasan seperti
dengkuraan

3.

Isolasi sosial b.d

Kekerasan terhadap diri sendiri

Terapi aktivitas

rendah diri terhadap


keadaan penyakit
dan stigma buruk
penyakit epilepsi
dalam masyarakat

Perasaan takut
Perasaan putus asa
Perasaan lelah yang
berlebihan
- Perasaan kehilangan
harapan
- Perasaan isolasi social
- Perasaan tidak bias
mengerti
- Kesulitan dalam membuat
rencana
- Kesulitan menjalin kontak
dengan orang lain
- Fluktuasi suasana hati
- Gangguan tidur
Interaksi social
- Interaksi dengan teman
dekat
- Interaksi dengan tetangga
- Interaksi dengan keluarga

Menentukan kemampuan
pasien untuk berpartisipasi
dalam aktivitas perawat
khusus
Tentukan komitmen pasien
untuk meningkatkan
prekuensi dan jumlah
aktivitas
Bantu pasien untuk menggali
kepribadian dengan
membiasakan aktivitas dan
aktivitas favorit pada waktu
luang
Bantu pasien memilih
aktivitas dan tujuan akhir
dari kosistensi aktivitas
dengan fisik psikologis dan
social
Bantu pasien untuk
menyatukan focus jika
mengalami deficit
Bantu pasien untuk
mendapatkan aktivitas
transportasi jika dibutuhkan

4.

Ketidakefektifan
pola
napas b.d dispnea
dan
apnea

Status respirasi
1.
Frekuensi
respirasi (kondisi yang
dialami pasien /
peningkatan yang
diharapkan)
2.
Irama pernapasan
3.
Kedalaman
pernapasan
4.
Auskultasi suara
nafas
5.
Kepatenan jalan
nafas

Manajemen jalan napas


1. Auskultasi suara napas, tidak
ada peningkatan atau
penurunan ventilasi dan dan
keberadaan suara napas
2. Melakukan terapy fisik dada,
dengan tepat
3. Posisikan pasien dengan
potensi pernapasan maksimal
Memantau pernapasan
- Pantau kecepatan,
kedalaman, dan usaha
pernapasan
- Memantau suara pernapasan
seperti dengkuraan

5.

Intoleransi aktivitas
b.d penurunan
kardiac output,
takikardia

Toleransi aktivitas
Manajement energy
1. Kecepatan respirasi saat
1. Gunakan peralatan yang valid
beraktivitas (kondisi yang
untuk menentukan keletihan
dialami pasien /
jika terindikasi
peningkatan yang
2. Pilih perencanaan peningkatan
diharapkan)
keletihan dengan
2. Denyut nadi saat
berkolaborasi dengan
beraktivitas
pharmakologi atau
3. Tekanan sistol darah saat
nonpharmakologi dengan tepat
beraktivitas
3. Tntukan apa dan bagaimana
4. Tekanan diastole darah saat
banyaknya aktivitas yang
beraktivitas
diperlukan untuk membangun
daya tahan

4. Memantau intek nutrisi untuk


menjamin keadekuatan sumber
energy
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tetang bagaimana untuk
meningkatkan intek dengan
makanan tinggi energy
6. Bantu pasien untuk menetukan
pilihan aktivitas
7. Hindari aktivitas perawatan
selama jadwal priode tidur
8. Gunakan ROM aktif dan pasif
untuk mengurangi tekanan
otot
Terapi aktivitas
1. Tentukan kemamapuan pasien
dengan aktivitas latihan
spesifik
2. bantu pasien untuk
mengetahui pilihan aktivitas
yng tepat
3. bantu pasien dan kelurga
untuk mengenal penurunan
tingakat aktivitas
4.
D. Implementasi dan evaluasi
N
O
1

2.

DIAGNOSE

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Resiko cedera b.d


aktivitas kejang
yang tidak terkontrol
(gangguan
keseimbangan).

Pencegahan jatuh
S: pasien merasa seimbang dalam
- Kenali defisit kognitif atau
barjalan
fisik dari pasien yang bisa
O: pasien mengalami keseimbang
meningkatkan potensial
A: masalah teratasi, masalah
jatuh di lingkungan
teratasi
- Kenali sifat dan factor yang
sebagian atau masalah belum
menyebabkan resiko jatuh
teratasi
- Tinjau pengalaman jatuh
P: lanjutkan intervensi atau tidak
pasien dan keluarga
- Kenali karakteristik
lingkungan yang bsa
meningkatkan potensi jatuh
- Monitor gaya berjalan,
keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan ambulansi
- Minta pasien untuk
menyeimbangkan persepsi
jika di perlukan
- Anjurkan mengubah gaya
jalan kepada pasien

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan

Manajemen jalan napas


Membuka jalan
napas menggunakan teknik

S: pasien merasa tidak lagi


terhalangi jalan nafasnya
O: pasien tidak lagi terhalangi

3.

sumbatan lidah di
endotrakea,
peningkatan sekresi
saliva

dorongan dengan membuka


jalan nafasnya
dagu atau rahang
A: masalah teratasi, masalah
Mengeluarkan
teratasi sebagian, masalah
secret dengan dorongan
belum teratasi.
batuk atau isapan
P: lanjutkan intervensi atau tidak
Dorongan pelan,
pernapasan dalam dan batuk
Ajarkan batuk
efektif
Peningkatan batuk
- Dorong pasien untuk
melakukan bebrapa
pernapasan dalam
- Bantu pasien untuk duduk
dengan posisi kepala sedikit
fleksi, bahu rilek, dan lutut
fleksi
- Ajarkan pasien mengikuti
batuk dengan beberapa
tarikan napas maksimal
Memantau pernapasan
- Pantau kecepatan,
kedalaman, dan usaha
pernapasan
Memantau suara pernapasan
seperti dengkuraan

Isolasi sosial b.d


rendah diri terhadap
keadaan penyakit
dan stigma buruk
penyakit epilepsi
dalam masyarakat

Terapi aktivitas
- Menentukan kemampuan
pasien untuk berpartisipasi
dalam aktivitas perawat
khusus
- Tentukan komitmen pasien
untuk meningkatkan
prekuensi dan jumlah
aktivitas
- Bantu pasien untuk
menggali kepribadian
dengan membiasakan
aktivitas dan aktivitas
favorit pada waktu luang
- Bantu pasien memilih
aktivitas dan tujuan akhir
dari kosistensi aktivitas
dengan fisik psikologis dan
social
- Bantu pasien untuk
menyatukan focus jika
mengalami deficit
- Bantu pasien untuk
mendapatkan aktivitas
transportasi jika dibutuhkan

S: pasien merasa kesepian


O: pasien mampu berinteraksi
dengan orang lain
A: masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian, masalah
belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak

4.

5.

Ketidakefektifan
pola napas b.d
dispnea dan apnea

Intoleransi aktivitas
b.d penurunan
kardiac output,
takikardia

Manajemen jalan napas


- Auskultasi suara napas,
tidak ada peningkatan atau
penurunan ventilasi dan dan
keberadaan suara napas
- Melakukan terapy fisik
dada, dengan tepat
- Posisikan pasien dengan
potensi pernapasan
maksimal
Memantau pernapasan
- Pantau kecepatan,
kedalaman, dan usaha
pernapasan
Memantau suara pernapasan
seperti dengkuraan

S: pasien tidak lagi merasa sesak


nafas
O: nafas pasien tidak lagi sesak
A: masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian, masalah
belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak

Manajement energy
- Gunakan peralatan yang
valid untuk menentukan
keletihan jika terindikasi
- Pilih perencanaan
peningkatan keletihan
dengan berkolaborasi
dengan pharmakologi atau
nonpharmakologi dengan
tepat
- Tntukan apa dan bagaimana
banyaknya aktivitas yang
diperlukan untuk
membangun daya tahan
- Memantau intek nutrisi
untuk menjamin
keadekuatan sumber energy
- Konsultasi dengan ahli gizi
tetang bagaimana untuk
meningkatkan intek dengan
makanan tinggi energy
- Bantu pasien untuk
menetukan pilihan aktivitas
- Hindari aktivitas perawatan
selama jadwal priode tidur
- Gunakan ROM aktif dan
pasif untuk mengurangi
tekanan otot
Terapi aktivitas
- Tentukan kemamapuan
pasien dengan aktivitas
latihan spesifik
- bantu pasien untuk
mengetahui pilihan aktivitas
yng tepat
- bantu pasien dan kelurga
untuk mengenal penurunan

S: pasien merasa tidak kelelahan


lagi
O: pasien sudah mampu
melakukan aktivitas seperti
biasa
A: masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian, masalah
belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi atau tidak

tingakat aktivitas

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,
Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta
Engram, Barbara.1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Vol 2 EdisiVI,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Herman, T. Heather. 2012.diagnosa keperawatan defenisi dan klasifikasi 2012 -2014.
Jakarta : EGC
Gloria M. Bulechek. 2013, Nursing Interventions Classification (NIC), Ed 6. Jakarta :
EGC
Sue Moorhead. 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC), Ed 5. Jakarta : EGC

Você também pode gostar