Você está na página 1de 8

MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE-GENERALIZED SPACE

TIME AUTOREGRESSIVE (VAR-GSTAR) DENGAN 2-MEANS


CLUSTERING PADA CURAH HUJAN
DI JAWA TENGAH
Muthaqin Dhamar Widhoro Jati, Dewi Retno Sari Saputro, dan P. Widyaningsih
Program Studi Matematika FMIPA UNS

Abstrak. Curah hujan bulanan antar wilayah di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah mempunyai keragaman yang besar sehingga diperlukan pengelompokkan curah
hujan. Metode pengelompokkan dilakukan dengan k-means clustering sehingga konstruksi model menjadi lebih sesuai daripada tanpa clustering. Data curah hujan merupakan data yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu sehingga dapat diterapkan dengan
model vector autoregressive-generalized space time autoregressive (VAR-GSTAR). Pada model VAR-GSTAR diperlukan nilai pembobot untuk mengukur keterkaitan antar ruang curah hujan. Pembobot yang digunakan adalah normalisasi korelasi silang.
Model VAR-GSTAR memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model
vector autoregressive (VAR) dan orde ruang yang diperoleh dari model generalized
space time autoregressive (GSTAR) sehingga membentuk model VAR-GSTAR (p1 ).
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model VAR-GSTAR dengan 2-means clustering pada curah hujan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah. Dari penelitian
ini diperoleh model VAR-GSTAR (11 ) dengan nilai root mean square error (RMSE )
173.312 untuk cluster 1 dan VAR-GSTAR (21 ) dengan nilai RMSE 203.272 untuk
cluster 2.
Kata Kunci: curah hujan, 2-means clustering, VAR-GSTAR.

1. PENDAHULUAN
Besarnya curah hujan memiliki keragaman yang tinggi dalam ruang dan
waktu. Keragaman curah hujan menurut ruang dipengaruhi oleh letak geografis (letak terhadap daratan dan lautan) (Bruce dan Clark [4]) dan keragaman
curah hujan menurut waktu dipengaruhi oleh musim. Penyebaran curah hujan
yang tidak merata secara lokal menyebabkan keragaman. Demikian juga curah
hujan di Provinsi Jawa Tengah, memiliki keragaman yang berbeda pada setiap
wilayah sesuai keadaan geografisnya. Hal tersebut yang menyebabkan diperlukan
clustering data curah hujan untuk meminimalkan keragaman.
K-means clustering yang diperkenalkan oleh MacQueen [6] merupakan metode cluster dengan k banyaknya cluster dan means sebagai pusat cluster. Kmeans clustering merupakan suatu metode clustering yang mempartisi objek ke
dalam k cluster berdasarkan kemiripan karakteristiknya. Objek yang mempunyai
karakteristik sama dikelompokkan ke dalam satu cluster yang sama dan objek
yang mempunyai karakteristik berbeda dikelompokkan ke dalam cluster yang lain
(Agusta [1]).
1

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

Curah hujan yang telah dikelompokkan dapat diterapkan ke dalam model vector autoregressive (VAR). Selanjutnya curah hujan merupakan data ruang
waktu sehingga diterapkan ke dalam model ruang waktu. Model ruang waktu antara lain yaitu space time autoregressive (STAR) yang diperkenalkan oleh
Pfeifer dan Deutsch [8]. Model STAR mensyaratkan nilai-nilai parameter pada
masing-masing lokasi harus sama. Perluasan model STAR adalah model generalized space time autoregressive GSTAR yang dikembangkan oleh Borovkova et
al. [3]. Model GSTAR lebih fleksibel daripada model STAR, hal ini dikarenakan model GSTAR tidak mensyaratkan nilai parameter-parameter yang sama
untuk setiap lokasi. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model VAR-GSTAR
merupakan model VAR yang direpresentasikan ke dalam model GSTAR. Model
VAR-GSTAR memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model
VAR dan orde ruang yang diperoleh dari model GSTAR. Model VAR-GSTAR
mengasumsikan data stasioner dan sisaan bersifat white noise.
Karena model ruang waktu memiliki keterkaitan antar ruang, ditunjukkan dengan pembobot. Pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah
normalisasi korelasi silang. Menurut Suhartono dan Subanar [12], pembobot
normalisasi korelasi silang diperoleh dari nilai korelasi antar ruang.
Sementara itu model VAR diterapkan pada bidang ekonomi oleh Soemartini
[10]. Diani dkk. [5] menerapkan model VAR-neural network dan GSTAR-neural
network pada curah hujan di Kabupaten Malang. Ruchjana [9] menerapkan model GSTAR pada data produksi minyak bumi dan Nurhayati et al. [7] menerapkan GSTAR pada bidang ekonomi. Wutsqa dan Suhartono [15] menerapkan
model VAR-GSTAR pada data wisatawan di Yogyakarta dan Bali. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, penerapan model VAR-GSTAR
menunjukkan hasil yang baik.
Pada penelitian ini, model VAR-GSTAR diterapkan pada data curah hujan
di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah dengan 2-means clustering.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Data Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang menggunakan data curah hujan bulanan 29 kabupaten/kotamadya di Jawa Tengah.
Data diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas
I Semarang. Data curah hujan dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan
September 2014 digunakan untuk penerapan model, sedangkan data curah hujan
bulan Oktober, November, dan Desember 2014 digunakan untuk validasi model.
2

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

2.2. Langkah-Langkah Penelitian. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan penelitian adalah melakukan pengelompokkan data curah hujan 29 kabupaten/kotamadya di Jawa Tengah menggunakan 2-means clustering. Setelah memperoleh hasil clustering, memeriksa kestasioneran data pada masing-masing cluster. Setelah data stasioner, menentukan orde waktu model VAR-GSTAR dengan
model VAR melalui nilai Akaikes information criterion (AIC ) terkecil. Kemudian menghitung bobot normalisasi korelasi silang setiap lokasi. Setelah itu,
melakukan pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil (MKT) untuk
pembobot lokasi normalisasi korelasi silang. Pada tahapan tersebut terbentuk
model VAR-GSTAR pada masing-masing cluster. Kemudian melakukan uji sisaan white noise dan validasi model berdasarkan root mean square error (RMSE ).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Data Curah Hujan dan Clustering. Data curah hujan
bulanan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah memiliki keragaman tinggi
sehingga diperlukan clustering untuk mendapatkan keragaman rendah. Metode
yang dipergunakan untuk clustering adalah k-means (MacQueen, [6]), dengan
jarak euclidean sebagai ukuran kesamaan objek. Menurut Anderberg [2], jarak
euclidean dirumuskan sebagai

d (xij , xic ) = (x1j x1c )2 + (x2j x2c )2 + . . . + (x29j x29c )2


dengan xij adalah data curah hujan pada lokasi ke-i dan bulan ke-j serta xic
adalah data curah hujan bulanan pada lokasi ke-i dan centroid ke-c. Dengan
mempertimbangkan ukuran yang dapat merepresentasikan karakteristik pengelompokkan, digunakan ukuran tinggi dan rendah. Oleh karena itu, ditentukan k
sebanyak 2 cluster. Cluster 1 menerangkan wilayah dengan curah hujan rendah
dan cluster 2 untuk curah hujan tinggi yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Wilayah curah hujan dengan 2-means untuk masing-masing cluster

Cluster
Wilayah
1
Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Demak,
Jepara, Kudus, Pati, Grobogan, Rembang, Blora
Sragen, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Kota Semarang
2
Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Pekalongan,
Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Purworejo,
Temanggung, Magelang, Kabupaten Semarang, Boyolali
Hasil pewilayahan dengan 2-means clustering pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa cluster 1 terdiri atas 17 kabupaten/kotamadya dan cluster 2 terdiri atas 12
3

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

kabupaten/kotamadya. Setelah terbentuk dua cluster, curah hujan pada masingmasing cluster dapat diterapkan ke dalam model VAR-GSTAR. Dalam menerapkan data curah hujan pada model VAR-GSTAR, kestasioneran data harus
dipenuhi.

3.2. Uji Stasioneritas Data. Asumsi yang digunakan pada model VAR-GSTAR
adalah stasioner data curah hujan pada masing-masing cluster. Oleh karena itu,
masing-masing cluster dilakukan uji kestasioneran data menggunakan Im Pesaran
Shin (IPS). Statistik uji IPS yaitu

1
ti
N
dengan t adalah nilai IPS, ti adalah nilai thitung wilayah ke-i. Hipotesis untuk
t=

cluster 1 atau cluster 2 yaitu H0 : data curah hujan tidak stasioner dan H1 :
data curah hujan stasioner. Daerah kritis uji IPS adalah |t| > t( 2 ;n) , dalam
hal ini digunakan = 0.05 dan diperoleh t(0.025;736) =1.96 untuk cluster 1 dan
t(0.025;502) =1.96 untuk cluster 2. Nilai uji IPS dengan = 0.05 ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai uji IPS untuk masing-masing cluster

Cluster
Cluster 1 Cluster 2
nilai IPS (t) 4.868
4.529
nilai t
1.96
1.96
Tabel 2 menunjukkan bahwa cluster 1 dan cluster 2 menghasilkan nilai
|t| > 1.96. Dengan demikian data curah hujan untuk cluster 1 dan cluster 2
menunjukkan bahwa H0 ditolak yang berarti data curah hujan masing-masing
cluster telah stasioner.
3.3. Vector Autoregressive (VAR). Setelah data curah hujan pada cluster 1
dan cluster 2 telah stasioner, ditentukan orde waktu model VAR-GSTAR. Orde
waktu model VAR-GSTAR diperoleh dari model VAR. Orde pada model VAR
ditentukan dengan panjang lag optimal. Kriteria menentukan lag optimal menggunakan nilai AIC terkecil. Menurut Tsay [13] nilai AIC dirumuskan sebagai
JKS
2k 2
)+
(3.1)
n
n

dengan JKS adalah jumlah kuadrat sisaan yakni nt=0 (Zt Zbt ), n banyaknya
observasi, k banyaknya parameter pada model, Zt nilai observasi waktu ke-t, Zbt
AIC = ln(

nilai prediksi waktu ke-t. Berdasarkan persamaan (3.1), cluster 1 memiliki nilai
AIC terkecil sebesar 195.272 pada lag ke-1 sehingga orde model VAR adalah 1.
Pada cluster 2 diperoleh nilai AIC terkecil sebesar 149.694 terdapat di lag ke-2
sehingga orde model VAR adalah 2.
4

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

3.4. Model Vector Autoregressive Generalized Space Time Autoregressive (VAR-GSTAR). Model VAR-GSTAR merupakan model VAR yang
direpresentasikan ke dalam model GSTAR. Model GSTAR merupakan bentuk
khusus dari model VAR. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15] model VAR-GSTAR
dinyatakan sebagai
s
Zi,t = pk=1 l=0
ni=1 ikl Wkl Zt,k + ei,t

(3.2)

dengan ikl merupakan matriks diagonal ruang waktu dengan lag spasial ke-l
dan lag waktu ke-k pada lokasi ke-i, Wkl yaitu matriks pembobot ukuran (n n),
ei,t yaitu matriks sisaan berukuran (n 1) yang bersifat white noise pada lokasi
ke-i dan waktu ke-t, Zi,t yaitu nilai observasi pada lokasi ke-i dan waktu ke-t.
Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model VAR-GSTAR menggunakan
orde ruang (s ) = 1, karena orde ruang yang lebih tinggi sulit diinterpretasikan.
Orde ruang 1 menyatakan hubungan keterkaitan antar lokasi. Cluster 1 memiliki
orde model VAR (p) sebesar 1, s = 1, dan n = 17. Sementara itu, untuk cluster
2 memiliki orde model VAR (p) sebesar 2, s = 1, dan n = 12. Oleh karena itu,
diperoleh model VAR-GSTAR (11 ) untuk cluster 1 dan VAR-GSTAR (21 ) untuk
cluster 2 pada data curah hujan di Jawa Tengah.
3.5. Model VAR-GSTAR dengan Pembobot Normalisasi Korelasi Silang. Metode untuk menentukan pembobot antar ruang pada penelitian ini adalah bobot normalisasi korelasi silang. Menurut Wutsqa et al. [15], pembobot normalisasi korelasi silang memberikan semua kemungkinan hubungan antar ruang.
Suhartono dan Subanar [12] merumuskan pembobot normalisasi korelasi silang
sebagai
wij (k) =

rij (k)
k=i |rik (k)|

dengan i = j, k = 1,2,. . . ,p, dan nilai rij (k ) merupakan korelasi silang yang
dirumuskan
n
[Zi (t) Zi ][Zj (t k) Zj ]
.
rij (k) = t=k+1
(nt=1 [Zi (t) Zi ]2 )(nt=1 [Zj (t) Zj ]2 )
Pembobot normalisasi korelasi silang digunakan pada model VAR-GSTAR untuk data curah hujan di Jawa Tengah baik cluster 1 maupun cluster 2. Setelah
memperoleh nilai pembobot, ditentukan variabel independen untuk menentukan nilai parameter model VAR-GSTAR. Nilai duga parameter model diperoleh
dengan MKT. Kemudian dilakukan uji signifikansi terhadap parameter tersebut.
Uji signifikansi parameter memiliki hipotesis H0 : parameter-parameter ruang
waktu tidak signifikan dan H1 : parameter-parameter ruang waktu signifikan.
5

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

Daerah kritis uji sigifikansinya yaitu H0 ditolak apabila nilai |thitung | > t( 2 ;n)
dengan = 0.05.
Hasil pendugaan parameter-parameter ruang waktu pada cluster 1 dengan
daerah kritis t(0.025;736) = 1.96 diperoleh parameter-parameter yang signifikan
pada wilayah Batang, Blora, Grobogan, Rembang, Klaten, Wonogiri untuk lag
spasial 0 dan lag waktu 1, sedangkan Brebes, Tegal, Demak, Jepara, Kendal,
Kota Semarang, Kudus, Pemalang, Pati, Karanganyar, Sragen untuk lag spasial
1 dan lag waktu 1. Pada cluster 2 dengan daerah kritis t(0.025;302) = 1.96 diperoleh parameter-parameter yang signifikan pada wilayah Cilacap, Banyumas,
Kebumen, Temanggung, Boyolali, Magelang untuk lag spasial 0 dan lag waktu
1, Pekalongan untuk lag spasial 0 dan lag waktu 2, Purworejo, Banjarnegara,
Pekalongan, Wonosobo, Purbalingga, Kabupaten Semarang, Boyolali untuk lag
spasial 1 dan lag waktu 1, serta Purbalingga, Purworejo, dan Boyolali untuk lag
spasial 1 dan lag waktu 2.
Berdasarkan persamaan (3.2) diperoleh model VAR-GSTAR yang terdiri
atas 17 model untuk cluster 1 dan 12 model untuk cluster 2. Masing-masing
cluster diberikan contoh dua model. Cluster 1 diberikan model untuk lokasi
Klaten dan Sragen dan cluster 2 diberikan model untuk lokasi Banyumas dan
Purworejo yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dua model VAR-GSTAR pada masing-masing cluster

No. Cluster
Model VAR-GSTAR
1.
Cluster 1 ZbKla (t)=0.679ZKla (t 1)
ZbSra (t)=0.021ZBat (t 1)+0.038ZBlo (t 1)
+0.041ZBre (t 1)+0.043ZDem (t 1)+0.037ZGro (t 1)
+0.033ZJep (t 1)+0.042ZKen (t 1)+0.053ZKla (t 1)
+0.036ZKotse (t 1)+0.061ZKra (t 1)+0.039ZKud (t 1)
+0.033ZP at (t 1)+0.037ZP em (t 1)+0.031ZRem (t 1)
+0.033ZT eg (t 1)+0.052ZW on (t 1)
2.
Cluster 2 ZbBys (t)=0.58ZBys (t 1)
ZbP wj (t)=0.134ZBan (t 1)+0.127ZBoy (t 1)
+0.119ZBys (t 1)+0.099ZCil (t 1)+0.155ZKase (t 1)
+0.108ZKeb (t 1)+0.163ZM ag (t 1)+0.165ZP ek (t 1)
+0.039ZP ur (t 1)+0.1192ZT em (t 1)+0.123ZW sb (t 1)
-0.136ZBan (t 2)-0.042ZBoy (t 2)+0.049ZBys (t 2)
-0.038ZCil (t 2)-0.055ZKase (t 2)-0.023ZKeb (t 2)
-0.043ZM ag (t 2)+0.095ZP ek (t 2)+0.000448ZP wj (t 2)
-0.030ZT em (t 2)-0.0385ZW sb (t 2)
Berdasarkan Tabel 3 model curah hujan dengan VAR-GSTAR pada cluster
1, wilayah Klaten dipengaruhi oleh curah hujan wilayahnya sendiri satu bulan
sebelumnya (lag 1), dan Sragen dipengaruhi oleh wilayah dalam cluster 1, yaitu
6

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

Batang, Blora, Brebes, Demak, Grobogan, Jepara, Kendal, Klaten, Kota Semarang, Karanganyar, Kudus, Pati, Pemalang, Rembang, Tegal, dan Wonogiri
satu bulan sebelumnya (lag 1). Sementara itu, pada cluster 2 untuk wilayah
Banyumas hanya dipengaruhi oleh curah hujan wilayahnya sendiri satu bulan
sebelumnya (lag 1) dan untuk Purworejo dipengaruhi oleh wilayah dalam cluster 2 yaitu, Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap, Kabupaten Semarang,
Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo satu
bulan sebelumnya (lag 1), serta Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap, Kabupaten Semarang, Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung,
dan Wonosobo dua bulan sebelumnya (lag 2).

3.6. Sisaan White Noise. Hasil sisaan yang diperoleh dari model VAR-GSTAR
untuk masing-masing cluster dilakukan pengujian sisaan white noise. Menurut
Wei [14], uji Ljung Box (LB ) digunakan untuk memeriksa sisaan yang bersifat
white noise. Berikut adalah statistik uji LB
2k
(3.3)
nk
dengan n adalah banyaknya pengamatan, k adalah banyaknya lag dan b adaLB = n(n + 2)nk=1

lah autokorelasi duga pada lag ke-k. Hasil uji LB sesuai persamaan (3.3) pada
masing-masing cluster memiliki sisaan white noise apabila nilai LB > 2 (0.95;k) .
Cluster 1 memiliki nilai LB untuk lag 1 sebesar 19.631, lag 2 sebesar 20.954, dan
lag 3 sebesar 23.347. Sedangkan pada cluster 2 memiliki nilai LB untuk lag 1
sebesar 1.227, lag 2 sebesar 2.541, dan lag 3 sebesar 2.554. Nilai LB dari masingmasing cluster lebih besar dari nilai 2(0.95;1) = 0.004 pada lag 1, 2(0.95;2) = 0.103
pada lag 2, dan 2(0.95;3) = 0.352 pada lag 3. Oleh karena itu, model dari masingmasing cluster memiliki sisaan white noise.

3.7. Validasi Model. Validasi model digunakan sebagai ukuran kebaikan model. Salah satu cara validasi model dengan menentukan nilai RMSE. Besarnya
nilai RMSE dihitung berdasarkan
RM SE =

nt=1 (Zt Zt )2
n

(3.4)

dengan Zt adalah data curah hujan, Zbt adalah data prediksi curah hujan, dan
n adalah banyaknya data. Data curah hujan di Jawa Tengah memiliki nilai
RMSE yaitu 173.312 untuk cluster 1 dan 203.272 untuk cluster 2. Karena nilai
RMSE bernilai ratusan sedangkan data curah hujan mencapai ribuan, nilai RMSE
7

2016

Model vector autoregressive . . .

M.D.W.Jati, D.R.S.Saputro, P.Widyaningsih

dikatakan kecil dalam merepresentasikan data curah hujan. Nilai RMSE yang
kecil menunjukkan bahwa model baik untuk digunakan.
4. KESIMPULAN
Penerapan model VAR-GSTAR pada curah hujan di Jawa Tengah dengan
2-means clustering diperoleh model VAR-GSTAR (11 ) untuk cluster 1 dengan
17 kabupaten/kotamadya dan VAR-GSTAR (21 ) untuk cluster 2 dengan 12 kabupaten/kotamadya. Model masing-masing cluster memiliki nilai RMSE yang
kecil sehingga model baik untuk digunakan.
Daftar Pustaka
[1] Agusta, Y., K-Means - Penerapan, Permasalahan dan Metode Terkait, Jurnal Sistem dan
Informatika 3(2007), 47-60.
[2] Anderberg, M. R., Cluster Analysis for Applications, Academic Press, New York, 1973.
[3] Borovkova, S.A., H. P. Lopuhaa, and B. N. Ruchjana, Generalized STAR Model with Experimental Weight, Proceedings of the 17th Internasional Workshop on Statistical Modeling
(2002), 139-147.
[4] Bruce, J. P. and Clark, R. H., Introduction to Hydrometereology, Pergamon Press, California, 1966.
[5] Diani, K. A. N., Setiawan, dan Suhartono, Pemodelan VAR-NN dan GSTAR-NN untuk
Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Malang, Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2013),
no.1, 2337-3520.
[6] MacQueen J. B., Some Methode for Classification and Analysis of Multivariate Observations, Proc. Symp. Math, Statist, and Probability, (1967), 281-297, University of California
Press, Berkeley.
[7] Nurhayati, N., U. S. Pasaribu, and O. Neswan, Application of Generalized Space Time
Autoregressive Model on GDP Data in West European Countries, Journal of Probability
and Statistics, 22(2012), 35-47.
[8] Pfeifer , P. E., and S. J. Deutsch, A Three Stage Iterative Procedure for Space Time
Modeling, Technometrics 22 (1980), no.1, 35-47.
[9] Ruchjana, B. N., Pemodelan Kurva Minyak Bumi Menggunakan Model Generalisasi STAR, Forum Statistika dan Komputasi, Institut Pertanian Bogor, 2002.
[10] Soemartini, Menentukan Model Ekonomi Berstruktur Melalui VAR dalam Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Periode 1996-2009, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, (2011).
[11] Suhartono dan Subanar, The Optimal Determination of Space Weight in GSTAR Model by
Using Cross-Correlation Inference, Journal of Quantitive Methods 2 (2006), no.2, 45-53.
[12] Suhartono and Subanar, Some Comments on the Theorem Providing Stationarity Condition for GSTAR Models in the Paper by Borovkova et al., Journal of The Indonesian
Mathematical Society 13(2007), no.1,44-52.
[13] Tsay, R.S.,Analysis of Financial Time Series, John Wiley dan Sons, New Jersey, 2005.
[14] Wei, W. W. S., Time Series Analysis, Addison Pearson, Wesley, 2006.
[15] Wutsqa, D.U., Suhartono, Peramalan Deret Waktu Multivariat Seasonal pada Data Pariwisata dengan Model VAR-GSTAR, Proceeding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, (2009), 933-949.

2016

Você também pode gostar