Você está na página 1de 23

ASUHAN KEBIDANAN II FISIOLOGI

KALA IV
14 Desember 2009 | hapsari266
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau
dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (Mochtar, 2002).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus
melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir
dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak
melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Wiknjosastro, 2002). Jadi persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup
bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan. Macam-macam
persalinan, yaitu :

Persalinan spontan : Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan sendiri dan melalui
jalan lahir

Persalinan buatan

: Persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya forcep

o Persalinan anjuran : Persalinan yang tidak dimulai sendiri, tetapi baru


berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocyn / prostaglandin.
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 1-2 jam setelah itu. Pemantauan
pada kala IV: kelengkapan plasenta dan selaput ketuban perkiraan pengeluaran darah, laserasi
atau luka episiotomi pada perineum dengan perdarahan aktif. Keadan umum dan tanda-tanda
vital ibu.Untuk mencegah perdarahan lebih lanjut.
1. Rumusan Masalah

Asuhan Kala IV ?

Pemantauan Kala IV ?

Tanda Bahaya Kala IV ?

1. Tujuan

Tujuan Umum

Mampu memahami secara menyeluruh tentang fisiologi kala IV dalam persalinan dan asuhan
kebidanan yang diberikan pada Kala IV persalinan.

Tujuan Khusus

a. Dapat mengetahui batasan fisiologi Kala IV.


b. Dapat menjelaskan penyebab terjadinya Kala IV.
c. Dapat mengetahui yang dapat dilakukan pada pemantauan persalinan Kala IV.
d. Dapat mengetahui tanda bahaya Kala IV
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Kala I adalah Pembukaan Servik 10 cm (lengkap), Kala II adalah Pengeluaran janin Kala III
adalah Pengeluaran & pelepasan plasenta, Kala IVdari lahirnya uri selama 1 2 jam. Dan yang
dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri atau plasenta atau bisa juga
disebut dengan Fase 1-2 jam post partum unuk memantau keadaan ibu.
1. ETIOLOGI
Sebab sebab mulainya persalinan belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang memegang
peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai
penyebab persalinan ialah :
1. Penurunan kadar progesterone. Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim,
sebaliknya estrogen meninggikan kerenggangan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his.
2. Teori oxytocin. Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
3. Ketegangan otot-otot. Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya
terenggang oleh karena isinya.

4. Pengaruh janin / fetal cortisol. Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga
memegang peranan, oleh karena itu pada anenchepalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5. Teori prostaglandin. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, disangka menjadi salah satu
penyebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau
E2 yang diberikan secara intravena, intra dan ekstra amnial menimbulkan kontraksi myometrium
pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang
tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau
selama persalinan.
Kala IV adalah terjadi sejak plasenta lahir 1-2 jam sesudahnya,hal-hal ini yang perlu
diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali kebentuk normal.Hal itu dapat
dilakukan dengan melakukan rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi
baik dan kuat.perlu juga diperhatikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang
tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut.
1. PATOFISIOLOGI
Plasenta Lahir dan 1-2 jam sesudahnya
Fisiologi Kala IV

Pemantauan dan Evaluasi lanjut

a. Evaluasi uetrus; konsistensi,atonia

a. Tanda Vital

b. Pemeriksaan Servik, Vagina, Periniun

b. Kontraksi Uterus

c. Lochea
d. Kandung Kemih
e. Perinium
f. Perkiraan darah yg hilang
Keadaan ibu dan bayi
Evaluasi Uterus
Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya
perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan
ibu.Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk
diperhatikan.
Untuk membantu membantu uterus berkontraksi dapat dilakukan dengan dengan masase agar
uterus tidak menjadi lembek dan mampu berkontraksi dengan kuat. Setelah kelahiran plasenta,
periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput

ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan
perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri.
Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu
dilakukan Kompresi Bimanual. Dapat diberikan obat oksitosin dan harus diawasi sekurangkurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya perdarahan post partum.
Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum,
vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan
edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa
berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Segera setelah kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk
mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan.
Servik, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta karena
tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan pandangan ketika itu.
Pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam waktu 5-10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus
seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak anjurkan karena dapat
meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran
plasenta, perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat berasal dari tempat
implantasi plasenta
Kontraksi uterus yang meengurangi perdarahan ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan
penggunaan oksitosin. Kalau pasien menghadapi perdarahan nifas ( misalnya karena anemia,
pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar, atau hidramnion)
dapat diperlukan pembuangan plasenta secara manual.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan
rectal toucher. Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu
dijahit).
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.
Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi/ Laserasi Perineum Indikasi Episiotomi

1. Gawat janin
2. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun forsep).
3. Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan.
Tujuan Penjahitan
1. Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
2. Mencegah kehilangan darah.
Keuntungan Teknik Jelujur
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan model jelujur.
Adapun keuntungannya adalah :
v Mudah dipelajari.
v Tidak nyeri.
v Sedikit jahitan.
Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang :
1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Menggunakan sedikit jahitan.
3. Menggunakan selalu teknik aseptik.
4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
Penggunaan Anestesi Lokal

Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).

Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.

Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).

Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).

Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %.

Tidak Dianjurkan Penggunaan Lidocain 2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan


nekrosis jaringan). Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan
memperpanjang efek kerjanya).
1. D. PENATALAKSANAAN
Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini
dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca
persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan
dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah
plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan. Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang
berupa :
1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
2. Evaluasi tinggi fundus uteri Caranya : letakkan jari tangan Anda secara melintang
antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah
pusat.
3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka episiotomi).
5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6. Pendokumentasian.
Penilaian Klinik Kala IV
NoPenilaian
Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya
Fundus dan
1
kontraksi uterus yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan
kontraksi uterus
tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus.
Pendarahan: Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi
Pengeluaran
normal atau tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-300 ml.
2
pervaginam
Lokhea: Jika kontraksi uterus kuat, maka lokea tidak lebih dari saat
haid
Plasenta dan
Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada tidaknya bagian yang
3
selaput ketuban tersisa dalam uterus.
Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu
4 Kandung kencing
involusio uteri
5 Perineum
Periksa ada tidaknya luka / robekan pada perineum dan vagina.
6 Kondisi ibu
Periksa vital sign, asupan makan dan minum.
7 Kondisi bayi baruApakah bernafas dengan baik?
lahir
Apakah bayi merasa hangat?

Bagaimana pemberian ASI?


Diagnosis
NoKategori

Keterangan
Tonus uterus tetap berkontraksi.
Posisi TFU sejajar atau dibawah pusat.
1 Involusi normal
Perdarahan dalam batas normal (100-300ml).
Cairan tidak berbau.
Sub involusi kontraksi uterus lemah, TFU diatas pusat.
2 Kala IV dengan penyulit
Perdarahan atonia, laserasi, sisa plasenta / selaput ketuban.
Bentuk Tindakan Dalam Kala IV
Tindakan Baik: 1) Mengikat tali pusat; 2) Memeriksa tinggi fundus uteri; 3) Menganjurkan ibu
untuk cukup nutrisi dan hidrasi; 4) Membersihkan ibu dari kotoran; 5) Memberikan cukup
istirahat; 6) Menyusui segera; 7) Membantu ibu ke kamar mandi; 8 ) Mengajari ibu dan keluarga
tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.
Tindakan Yang Tidak Bermanfaat: 1) Tampon vagina menyebabkan sumber infeksi. 2)
Pemakaian gurita menyulitkan memeriksa kontraksi. 3) Memisahkan ibu dan bayi. 4)
Menduduki sesuatu yang panas menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,
menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi.
Pemantauan Lanjut Kala IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
1. Vital sign Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/
menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau
perdarahan.
2. Suhu S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi
4. Pernafasan
5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek;
TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase
uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti
darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir,
kontraksi atau kandung kencing).
7. Kandung kencing Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.

Tanda Bahaya Kala IV


Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.
BAB III
PEMBAHASAN
Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari uterus, ditandai dengan
peningkatan aktifitas myometrium ( frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari vagina. Lebih dari
80% proses persalinan berjalan normal,15-20% terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan
WHO menyatakan bahwa hanya 5% -10% saja yang membutuhkan seksio sesarea.
Dari data WHO 1999, Terdapat 180-200 juta kehamilan setiap tahunnya dan 585 ribu kematian
wanita hamil berkaitan dengan komplikasi. 24.8% terjadi perdarahan,14.9 % infeksi, 12,9 %
eklampsia, 6,9 % distosia saat persalinan, 112,9 % aborsi yang tidak aman, 27 % berkaitan
dengan sebab lain. Sedangkan sebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, Infeksi,
eklampsia, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan adalah sebab utama yang sebagian
besar disebabkan perdarahan pasca salin. Hal ini menunjukan adanya managemen persalinan
kala III dan IV yang kurang adekuat.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 mengungkapkan bahwa partus
lama merupakan penyebab kesakitan maternal dan perinatal utama disusul oleh perdarahan,
panas tinggi, dan eklampsi. Pola morbiditas maternal menggambarkan pentingnya pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat
sekitar persalianan. 24,6 % persalianan dengan komplikasi harus ditolong dengan seksio sesarea,
sebagian besar dari kasus ini disebabkan oleh partus lama dan perdarahan. Oleh karena itu
diperlukan pemantauan pada proses persalinan setelah lahirnya plasenta 1-2 jam setelah itu
( Kala IV ).

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kala IV adalah dimulai sejak plasenta lahir 1-2 jam sesudahnya,hal-hal ini yang perlu
diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali kebentuk normal.Hal itu dapat
dilakukan dengan melakukan rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi
baik dan kuat.perlu juga diperhatikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang
tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut.
Perkiraan pengeluaran darah, laserasi atau luka episiotomi serta pemantauan dan evaluasi lanjut
juga perlu diperhatikan.
1. Saran
v Masyarakat
Bagi suami maupun keluarga diharapkan agar lebih aktif, turut serta dalam menjaga kesehatan
ibu. Dan dapat memberikan secara psikis maupun moril terhadap ibu yang mengalami masa post
partum.Mendukung kinerja pemerintah dalam menurunkan AKI.
Saran yang dapat diberikan pada ibu yang mengalami penjahitan pada daerah perinium, yaitu :

Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.

Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.

Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.

Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.

Menganjurkan banyak minum.

Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka jahitan.

v Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan agar berupaya meningkatkan pemberdayaan tenaga kesehatan
khususnya Bidan, agar persalinan dapat ditangani oleh tenaga ahli secara komprehensip untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi agar terlaksana dengan baik.
v Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan diharapakan agar meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan asuhan kebidanan, serta lebih peka untuk mengidentifikasi tanda bahaya dalam
persalinan agar dapat dengan segera ditangani.

ASUHAN PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR


ASUHAN PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR

Memberikan asuhan pada bayi segera setelah lahir pada masa:


1. Adaptasi fisiologis BBL terhadap kehidupan diluar uterus
Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan merupakan
perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan efektif oleh bayi,
guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar
kandungan meliputi :
a. Awal pernafasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat dilingkungan rahim ke dunia
luar tempat dilakukannya peran eksistensi mandiri. Bayi harus dapat melakukan transisi hebat
ini dengan tangkas. Untuk mencapai hal ini serangkaian fungsi adaptif dikembangkan untuk
mengakomodasi perubahan drastis dari lingkungan di dalam kandungan ke lingkungan diluar
kandungan (Myles, 2009).
b. Adaptasi paru

a.

Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah maternal melalui paru
maternal dan placenta. Setelah pelepasan placenta yang tiba-tiba setelah pelahiran, adaptasi
yang sangat cepat terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup. Sebelum lahir janin
melakukan pernapasan dan menyebabkan paru matang, menghasilkan surfaktan, dan
mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran gas. Sebelum lahir paru janin penuh
dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu sendiri. Selama kelahiran, cairan ini
meninggalkan paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan keluar dari mulut dan hidung,
atau karena bergerak melintasi dinding alveolar menuju pembuluh limve paru dan menuju
duktus toraksis (Myles, 2009).
Adaptasi kardiovaskular
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada placenta untuk semua pertukaran gas dan
ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan placenta pada saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus
melakukan penyesuaian mayor guna mengalihkan darah yang tidak mengandung oksigen
menuju paru untuk direoksigenasi. Hal ini melibatkan beberapa mekanisme, yang dipengaruhi
oleh penjepitan tali pusat dan juga oleh penurunan resistensi bantalan vaskular paru.

b.

2.

1.
a.

b.

c.

d.

Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung dialirkan menuju paru melalui
arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan penurunan resistensi vaskular paru, hampir
semua curah jantung dikirim menuju paru. Darah yang berisi oksigen menuju kejantung dari
paru meningkatkan tekanan di dalam atrium kiri. Pada saat yang hampir bersamaan, tekanan di
atrium kanan berkurang karena darah berhenti mengalir melewati tali pusat. Akibatnya, terjadi
penutupan fungsional foramen ovale. Selama beberapa hari pertama kehidupan, penutupan ini
bersifat reversibel , pembukaan dapat kembali terjadi bila resistensi vaskular paru tinggi,
misalnya saat menangis, yang menyebabkan serangan sianotik sementara pada bayi. Septum
biasanya menyatu pada tahun pertama kehidupan dengan membentuk septum intra atrial,
meskipun pada sebagian individu penutupan anatomi yang sempurna tidak pernah terjadi.
Adaptasi suhu
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran, dengan suhu kamar
bersalin 21C yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu 37,7C. Ini
menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat cairan amnion menguap dari kulit. Setiap mili
liter penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas. Perbandingan antara area permukaan
dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan kehilangan panas, khususnya dari kepala, yang
menyusun 25% masa tubuh. Lapisan lemak subkutan tipis dan memberikan insulasi tubuh yang
buruk, yang berakibat cepatnya perpindahan panas inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga
mempengaruhi pendinginan darah. Selain kehilangan panas melalui penguapan, kehilangan
panas melalui konduksi saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan melalui konveksi
yang disebabkan oleh aliran udara dingin pada permukaan tubuh.
Perlindungan termal (termoregulasi)
Perlindungan termal dapat dilakukan dengan pencegahan kehilangan panas. Mekanisme
pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir, belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu
jika tidak dilakukan upaya pencegahan kehilangna panas tubuh maka bayi baru lahir dapat
mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, sangat beresiko tinggi untuk mengalami
kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya
dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam
ruangan yang relatif hangat (Pusdiknakes, 2003).
Mekanisme kehilangan panas BBL ke lingkungannya menurut APN 2007.
Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena
penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri, karena
setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang
lahir terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti
Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah
dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apa bila bayi
diletakkan diatas benda-benda tersebut.
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang
lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat
mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi konveksi aliran udara
dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda
yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas

2.
a.

b.

c.

d.

e.

f.

dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun
tidak bersentuhan secara langsung).
Mencegah terjadinya kehilangan panas
keringkan bayi dengan seksama
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan
handuk atau kain yang telah disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan dengan cara menyeka
tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
Selimuti bayi dengan atau kain bersih dan hangat
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain
yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang
hangat dan bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh bayi melalui
proses radiasi. Ganti handuk, selimut atau kain yang baru.
Selimuti bagian kepala bayi
Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala bayi
memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika
bagian tersebut tidak tertutup.
Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan
panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI
harus dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran.
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak
berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti dengan kain atau selimut
bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat
berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan
(sedikitnya) enam jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah
lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir.
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat. Idealnya bayi baru lahir ditempatkan di tempat
tidur yang sama dengan ibunya ditempat tidur yang sama. Menempatkan bayi bersama ibunya
adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu segera
menyusukan bayinya dan mencegah paparan infeksi pada bayi.

3. Menjaga kehangatan bayi sangat penting karena:


a. penurunan suhu yang cepat pada bayi baru lahir disebabkan oleh ketidak mampuan bayi untuk
menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi kehilangan panas pada proses kelahiran.
b. Setiap bayi yang lahir memiliki sistem pengendalian suhu bang belum matang. Dan pada bayi
yang lahir dengan berat badan rendah (< 2500 gram) serta pada bayi yang premature tidak
terdapat lemak yang cukup untuk menghasilkan panas tubuh.

c. Bayi-bayi yang mengalami gawat dingin akan memerlukan gas oksigen yang lebih banyak serta
akan menghabiskan cadangan glycogennya untuk mempertahankan suhu tubuh yang kritis.
Walaupun demikian, bayi yang sehat pun bisa segera menjadi bayi yang sakit jika terjadi
kehilangan panas yang berlebihan.
4. Pemeliharaan pernapasan
Bila bayi tidak segera bernapas sebaiknya mengeringkan bayi dengan selimut atau handuk
yang hangat dan dengan lembut menggosok punggung bayi yang sudah dikeringkan. Kemudian
meletakkan bayi dalam posisi terlentang dengan leher sedikit ekstensi (dapat diletakkan
terlentang diatas perut ibunya jika hal itu tidak membuat lehernya mengalami hiperekstensi. Hal
ini juga akan membuatnya tetap hangat). Bayi hendaknya dibuat seakan ia sedang mencium
bau sesuatu. Hisap hidung dan mulut bayi dengan alat bantu. Akan tetapi jangan terlalu rutin
melakukan penghisapan, karena hal itu bisa menyebabkan bradycardia dan masalah-masalah
lain.

Langkah-langkah yang tidak boleh dianjurkan :


langkah-langkah

alasan tidak dianjurkan

menepuk pantat bayi

trauma dan cedera

menekan dada

patah

(fraktur),

pneumothorax,

gawat nafas, kematian


menekan

kaki

bayi

ke

bagian

merusak

pembuluh

darah

dan

perutnya

kelenjar pada hati/limpa, perdarahan

membuka spincter anusnya

merusak atau melukai spincterani

menggunakan
panas/dingin atau air

bungkusan membakar/menimbulkan
hipothermia

meniupkan

oksigen

atau

udara

hipothermia

dingin pada tubuh atau wajah bayi


memberi minuman air bawang

membuang waktu, karena tindakan


resusitasi yang tidak efektif pada
saat yang kritis
(Sumber : Pusdiknakes, 2003)

5. Pemotongan tali pusat


Tali pusat merupakan garis kehidupan janin dan bayi selama beberapa menit pertama
setelah kelahiran. Pemisahan bayi dari placenta dilakukan dengan cara menjepit tali pusat
diantara dua klem, dengan jarak sekitar 8-10 cm dari umbilikus. Kassa steril yang dilingkarkan
ke tali pusat saat memotongnya menghindari tumpahan darah ke daerah persalinan. Tali pusat
tidak boleh dipotong sebelum memastikan bahwa tali pusat telah diklem dengan baik.
Kegagalan tindakan tersebut dapat mengakibatkan pengeluaran darah berlebih dari bayi. Cara
perawatan tali pusat dan puntung tali pusat pada masa segera setelah persalinan berbedabeda, bergantung pada faktor sosial, budaya, dan geografis. Waktu optimal untuk penjepitan tali
pusat setelah persalinan masih belum jelas. Beberapa pusat persalinan menganjurkan
menunda pemotongan tali pusat hingga pernapasan bayi stabil dan pulsasi berhenti hingga
memastikan bahwa janin telah mendapatkan transfusi placenta sebanyak 70 ml darah.akan
tetapi pendapat ini dibantah oleh para ahli yang berpendapat bahwa transfusi placenta yang
didapat dengan cara demikian dapat mengakibatkan ikterus pada neonatus. Hal yang
disepakati bersama bahwa bayi aterm dapat diletakkan diatas perut ibu, tetapi tidak terlalu
tinggi dan bayi prematur dapat diletakkan setinggi placenta. Hal ini disebabkan jika bayi
prematur diangkat melebihi tingi placenta dapat menyebabkan anemia, dan jika bayi diposisikan

lebih rendah dari placenta dapat mengakibatkan bayi menerima transfusi darah (Pusdiknakes,
2003).
Langkah-langkah dalam menjaga kebersihan pada saat memotong tali

pusat menurut

Pusdiknakes (2003):
a.

Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, serta mengenakan sarung tangan sebelum
menolong persalinan

b. Pastikan bahwa sarung tangan masih bersih. Ganti sarung tangan bila ternyata sudah kotor
c. Letakkan bayi yang telah dibungkus tersebut diatas permukaan yang bersih dan hangat
d. memotong tali pusat dengan pisau silet, pisau atau gunting yang steril atau telah didesinfeksi
tingkat tinggi
e. pakailah hanya alat dan bahan yang steril
f.

jangan mengoleskan salep apapun, atau zat lain ke tampuk tali pusat

g. hindari pembungkusan tali pusat


6. evaluasi nilai APGAR
Segera setelah bayi lahir, bidan dapat melanjutkan proses perawatan dengan
mengeringkan kulit, yang dapat membantu meminimalkan kehilangan panas. Bidan harus
melakukan pengkajian kondisi umum bayi pada menit pertama dan ke-5 dengan menggunakan
nilai APGAR. Pengkajian pada 1 menit pertama penting untuk penatalaksanaan resusitasi
selanjutnya. Namun terbukti bahwa pengkajian pada menit ke-5 lebih dapat dipercaya sebagai
prediktor resiko kematian selama 28 hari pertama kehidupan, dan status neurologi anak serta
resiko disabilitas mayor pada usia 1 tahun. Semakin tinggi nilai yang dicapai, semakin baik pula
nilai bayi. Nilai APGAR harus didokumentasikan dengan lengkap di catatan bayi.

Kepanjangan nilai APGAR adalah :


A Appearance : penampilan(warna kulit)
P Pulse

: nadi (frekwensi jantung)

G Grimace

: meringis (respon terhadap rangsangan)

A Active

: aktif (tonus)

R Respiration

: pernapasan

Nilai dikaji pada 1 menit dan 5 menit setelah kelahiran. Bantuan medis diperlukan jika nilai
kurang dari 7. Nilai Apgar tanpa warna kulit menyingkirkan tanda ke 5, bantuan medis
diperlukan jika nilai kurang dari 6.
Tanda

frekwensi jantung

tidak ada

< 100x/mnt

upaya pernapasan

tidak ada

lambat,

tonus otot

lunglai

< 100x/mnt
tidak

baik

atau

teratur

menangis aktif

fleksi

aktif

ekstremitas
respons

reflek

tidak ada

terhadap mrangsang
Warna

meringis

batuk atau bersin

minimal
biru,

tubuh

pucat

muda,

merah

ekstremitas biru

7. resusitasi

seluruh
merak muda

tubuh

Pada asfiksia ringan, apnea merupakan gejala klinik utama. Pada kasus-kasus yang berat
bayi baru lahir tampak lunglai dan pucat dengan tekanan darah rendah dan denyut jantung
lambat.

Tujuan resusitasi menurut Myles (2009) yaitu :


1. menetapkan dan mempertahankan kebersihan jalan nafas, dengan ventilasi dan oksigenasi
2. memastikan sirkulasi efektif
3. mengoreksi asidosis
4. mencegah hipotermia, hipoglikemia dan perdarahan

BBL
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/asuhan-pada-bayi-segerasetelah-lahir_13.html#ixzz3sKl3FWEO

Pendokumentasian Hasil Asuhan


Dokumentasi asuhan kebidanan (askeb) pada ibu bersalin (intranatal) merupakan
bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu dalam masa
intranatal, yakni pada kala I sampai dengan kala IV meliputi pengkajian, pembuatan
diagnosis kebidanan, pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera dan
melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain serta menyusun
asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat
pada langkah sebelumnya.
Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu bersalin
(intranatal) antara lain sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan pada ibu bersalin adalah sebagai berikut: biodata, data
demografi, riwayat kesehatan termasuk faktor herediter, riwayat menstruasi,
riwayat obstetri dan ginekologi, termasuk masa nifas dan laktasi, riwayat

biopsikososiospiritual, pengetahuan, data pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus,


dan penunjang seperti laboratorium, radiologi, dan USG.

2. Melakukan interpretasi data dasar.


Tahap ini dilakukan dengan melakukan interpretasi data dasar terhadap
kemungkinan diagnosis yang akan ditegakkan dalam batas diagnosis kebidanan
intranatal.
Contoh:
Diagnosis G2PIA0 hamil 39 minggu. Inpartu kala I fase aktif Masalah: Wanita dengan
kehamilan tidak diinginkan (KTD) atau takut menghadapi persalinan
3. Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi
penanganannya.
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah kemudian merumuskan
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis masalah yang sudah teridentifikasi pada
masa intranatal.
Sebagai contoh: Ibu A MRS di ruang bersalin dengan pemuaian uterus yang
berlebihan, bidan harus mempertimbangkan kemunginan penyebab pemuaian
uterus yang berlebihan seperti adanya hidramnion, makrosomi, kehamilan ganda,
ibu diabetes atiat lainnya, sehingga beberapa diagnosis dan masalah potensial
dapat teridentifikasi sekaligus mempersiapkan penanganannya.
4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah potensial.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan konsultasi serta
kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien. Sebagai contoh:
ditemukan adanya perdarahan antepartum, adanya distosia bahu atau bayi dengan
APGAR score rendah. Maka tindakan segera yang dilakukan adalah tindakan sesuai
dengan standar profesi bidan dan apabila perht tindakan kolaboratif seperti adanya
preeklampsia berat maka harus segera dikolaborasi ke dokter spesialis obgin.
5. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh.
Rencana asuhan yang akan dilakukan secara menyeluruh adalah berdasarkan hasil
identifikasi masalah dan diagnosis serta dart kebutuhan pasien. Secara umum,
rencana asuhan yang menyeluruh pada tahap intranatal adalah sebagai berikut:
Kala I (dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan serviks menjadi
lengkap):
a. Bantulah ibu dalam masa persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan dan
kesakitan. Caranya dengan memberikan dukungan dan memberikan motivasi dan
berikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan dan dengarkan
keluhan-keluhannya, kemudian cobalah untuk lebih sensitif terhadap perasaannya.
b. Jika si ibu tampak merasa kesakitan, dukungan atau asuhan yang dapat diberikan
adalah dengan melakukan perubahan posisi, yaitu posisi yang sesuai dengan
keinginan ibu. Namun, jika ibu ingin beristirahat di tempat tidur, dianjurkan agar

posisi tidur miring ke kiri. Sarankan agar ibu berjalan, ajaklah seseorang untuk
menemaninya (suaini atau ibunya) untuk memijat atau mengosok punggungnya
atau membasuh wajahnya di antara kontraksi. Ibu diperbolehkan untuk melakukan
aktivitas sesuai menahan napasnya sebentar, kemudian dilepaskan dengan cara
meniup udara keluar sewaktu terasa kontraksi.
c. Penolong tetap menjaga privasi ibu dalam persalinan dengan cara menggunakan
penutup atau tirai dan tidak menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan atau
seizin ibu.
d. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi secara prosedural
yang akan dilaksanakan dan hasil pemeriksaan.
e. Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya setelah
buang air besar atau air kecil.
f. Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak mengeluarkan keringat, maka
gunakan kipas angin atau AC dalam kamar atau menggunakan kipas biasa dan
menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
g. Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan mencegah dehidrasi, berikan
cukup minum.
h. Sarankan ibu untuk buang air keen sesering mungkin.
i. Lakukan pemantauan tekanan darah, suhu, denyut jantungjanin, kontraksi, dan
pembukaan serviks. Sedangkan pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan selama
empat jam sebelum kala I pada persalinan, dan kemudian dokumentasikan hasil
temuan pada partograf.
Kala II (dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi):
a. Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan mendampingi ibu agar
merasa nyaman dengan menawarkan minum atau memijat.
b. Menjaga kebersihan ibu agar terhindar dari infeksi. Bila terdapat darah lendir
atau cairan ketuban segera dibersihkan.
c. Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu
dengan cara menjaga privasi ibu, menjelaskan proses dan kemajuan persalinan,
menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan, dan keterlibatan ibu.
d. Mengatur posisi ibu dan membimbing mengejan dengan posisi berikut: jongkok,
menungging, tidur miring, dan setengah duduk.
e. Mengatur posisi agar rasa iveri berkurang, mudah mengejan, menjaga kandung
kemih tetap kosong, menganjurkan berkemih sesering mungkin, memberikan cukup
minum untuk memberi tenaga dan mencegah dehidrasi.
Kala III (dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya plasenta):
a. Melaksanakan manajemen aktif kala III meliputi pemberian oksitosin dengan
segera, pengendalian tarikan pada tali pusat, dan pemijatan uterus segera setelah
plasenta lahir.
b. Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir dalam waktu 15
menit, berikan oksitosin 10 unit (intramuskular).
c. Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir juga dalam waktu

30 menit, periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi, periksa adanya tanda
pelepasan plasenta, berikan oksitosin 10 unit (intramuskular) dosis ketiga, dan
periksa suhu dengan saksama dan jahit semua robekan pada servik dan vagina
kemudian perbaiki episiotomi.
Kala IV (dimulai plasenta lahir sampai satu jam):
a. Periksa fundus uteri setiap 15 menu pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, massase uterus sampai menjadi keras.
b. Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan pendarahan setiap 15 menit
pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua.
c. Anjurkan ibu untuk minum agar mencegah dehidrasi. Tawarkan si ibu makanan
dan minuman yang disukainya.
d. Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.
e. Biarkan ibu beristirahat, bantu ibu pada posisi nyaman. Biarkan bayi berada pada
ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi, sebagai permulaan dengan
menyusui bayi karena menyusui dapat membantu uterus berkontraksi.
(Sumber: Puscliknakes-WHO-JHPIEGO, 2003)
6. Melaksanakan perencanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan kebidanan menyeluruh
yang dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada masa intranatal.
7. Evaluasi
Evaluasi pada masa intratal dapat menggunakan bentuk SOAP sebagai berikut:
S : Data Subjektif
Berisi tentang data dari pasien anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan
langsung.
0 : Data Objektif
Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik selama masa
intranatal.
A : Analisis dan interpretasi
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan segera.
P : Perencanaan
Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri,
kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.
(Sumber: Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus, 2004)

Você também pode gostar