Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh :
Claudia Susanto (406148133)
Natalia (406148134)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan bimbingan-Nya sehingga Makalah yang berjudul Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi TB ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas seminar Kepaniteraan Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Penyakit Infeksi Prof.Dr.Sulianti Saroso serta agar dapat menambah kemampuan dan
ilmu pengetahuan bagi para pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan serta
bimbingan dari para dokter pembimbing dan rekan-rekan di Rumah Sakit Penyakit
Infeksi Prof.Dr.Sulianti Saroso selama menjalani kepaniteraan penyakit dalam periode 5
Oktober 12 Desember 2015 ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat disempurnakan di
masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1
2.2
2.3
MANAJERIAL................................................................................6
2.4
PENGENDALIAN ADMINISTRATIF..................................................7
2.5
2.6
PENGENDALIAN LINGKUNGAN.....................................................9
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
2.13
2.14
BAB 3 KESIMPULAN.............................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Etika Batuk......................................................................................................9
Gambar 2.2 Cara pemeliharaan dan penyimpanan yang benar.........................................13
Gambar 2.3 Tempat pengumpulan dahak diluar gedung...................................................15
Gambar 2.4........................................................................................................................16
Gambar 2.5........................................................................................................................16
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Lima Langkah Penatalaksanaan Pasien...............................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih terus menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara
berkembang. Meskipun obat anti tuberculosis (TB) sudah ditemukan dan vaksinasi
Bacillus CalmetteGurin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas
habis.1
Insidens TB yang terus meningkat menjadi penyakit reemerging sehingga
Organisasi Kesehatan Sedunia/WHO pada tahun 1995 mendeklarasikan TB sebagai suatu
global health emergency. Laporan WHO (2008) memperkirakan ada 9,2 juta pasien TB
baru dan 4,1 juta diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif
dengan angka kematian 1,7 juta pasien pertahun di seluruh dunia. Kondisi ini diperparah
oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan
ganda kuman TB terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama atau disebut
Multidrug Resistance TB (MDR) bahkan Extensively atau Extremely Drug Resistance
(XDR), yaitu resistensi terhadap OAT lini kedua. 2 Keadaan ini akan memicu epidemi TB
yang sulit dan terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.
Upaya penanggulangan TB di Indonesia telah dijalankan mulai dari tahun 1969
dan sejak tahun 1999 telah memakai strategi Directly Observed Treatment, Shortcourse
chemotherapy (DOTS). Meskipun demikian segala upaya tersebut sampai saat ini belum
menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. 3
Petugas kesehatan (health care workers) yang menangani pasien TB merupakan
kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi TB. Penularan infeksi Rumah Sakit
Mycobacterium tuberculosis dari pasien tuberkulosis (TB) ke petugas kesehatan sudah
diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus meningkat. Pada saat ini TB seringkali
merupakan penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational disease untuk petugas
kesehatan. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena akan mempengaruhi
kinerja dan produktifitas petugas kesehatan. 1
Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi TB di Rumah Sakit (RS), penting
dilakukan upaya tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif. Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta, merekomendasikan tindakan
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor
risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.5
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian
imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk
nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard
Precautions (Kewaspadaan standar) dan Transmissionbased Precautions
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis / PEP)
terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan
agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang
sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan
HIV.
Kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien:3
3
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi
dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi
atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
1. Kewaspadaan transmisi Kontak1,3,5
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan Healthcareassociated infections (HAIs). Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi
mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung
atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau
kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan,
membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti
verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan,
instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan
belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu
dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi
pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati
dilingkungan pasien.
2. Kewaspadaan transmisi droplet 1,3,5
4
2.2
MANAJERIAL
1. Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi
terkait.
2. Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa
penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB meliputi:
3. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB yang merupakan bagian dari
program PPI Fasyankes dengan mengeluarkan SK penunjukkan Tim /
Penanggung jawab
4. Membuat kebijakan dan SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien
batuk, alur pelaporan dan surveilans
5. Memberi pelatihan PPI TB bagi petugas yang terlibat dalam program PPI TB
6. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
7. Membuat dan memastikan desain, konstruksi dan persyaratan bangunan serta
pemeliharaannya sesuai PPI TB
8. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB meliputi
tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan termasuk aspek
kesehatan kerja.
9. Monitoring dan Evaluasi
10. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB dengan menggunakan daftar
tilik, menganalisa dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
PENGENDALIAN ADMINISTRATIF
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian
Lingkungan
adalah
upaya
peningkatan
dan
pengaturan
aliran
Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di dalam
gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuklei menurun.
Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu:
1. Ventilasi Alamiah: adalah sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan
jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka)
untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya.Indonesia
sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara
silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak
membahayakan petugas atau pasien lain.
2. Ventilasi Mekanik: adalah sistem ventilasi yang menggunakan peralatan
mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara
paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi
tekanan udara positif dan negatif. Termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri
(standing fan) atau duduk.
3. Ventilasi campuran (hybrid): adalah sistem ventilasi alamiah ditambah
dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas
penyaluran udara.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan
setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi
lokal yaitu struktur bangunan, iklim cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan
kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara
periodik.
Pengaturan tata letak ruangan seperti antara ruangan infeksius dan non infeksius,
pembagian area (zoning) tempat pelayanan juga perlu memperoleh perhatian untuk PPI
TB.
10
Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat
dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan. 1,3
Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator pada saat melakukan prosedur
yang berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret
saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat
memberikan perawatan kepada pasien atau saat menghadapi/menangani pasien tersangka
MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik. 1,3
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada
bersama pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu
menggunakan respirator partikulat tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk
melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet. 1,3
11
2.9
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi
seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini
terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah
tanpa ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat.
Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum memakai masker ini, petugas
kesehatan perlu melakukan fit test. 3
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan fit test :
1. Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya
cacat atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat lapisan yang tidak
utuh, maka tidak dapat digunakan dan perlu diganti.
2. Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua
titik sambungan.
3. Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan bentuk
hidung petugas Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif dan aman bila
tidak menempel erat pada wajah.
Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan keadaan demikian, yaitu:
1. Adanya janggut atau rambut diwajah bagian bawah
2. Adanya gagang kacamata
3. Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi yang dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.
Langkah langkah melakukan fit test respirator
1. Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan bagian
hidung pada ujung jari-jari Anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai
bebas di bawah tangan Anda.
2. Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung berada di atas
3. Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di bawah
telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak
tinggi di belakang kepala Anda, di atas telinga
4. Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bagian hidung yang terbuat dari
12
logam. Tekan sisi logam, dengan dua jari untuk masing-masing tangan,
mengikuti bentuk hidung Anda. Jangan menekan dengan satu tangan karena
dapat mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif
5. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati agar posisi
respirator tidak berubah. Pemeriksaan Segel Positif
6. Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak
ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dan/ atau ketegangan tali.
Uji kembali kerapatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator
benar-benar tertutup rapat.
Pemeriksaan Segel Negatif
1. Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif di dalam
respirator akan membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan
menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara
masuk melalui celah-celah pada segelnya.
2. Lamanya penggunaan maksimal 1 minggu dengan pemeliharaan yang benar
3. Cara pemeliharaan dan penyimpanan yang benar (setelah dipakai diletakkan
di tempat yang kering dan dimasukkan dalam kantong berlubang)
Petugas harus mampu memberi edukasi yang adekuat mengenai pentingnya menjalankan
etika batuk kepada pasien untuk mengurangi penularan. Pasien yang batuk / bersin
diinstruksikan untuk memalingkan kepala dan menutup mulut / hidung dengan tisu.
Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan tangan atau pangkal
lengan. Sesudah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang
khusus disediakan untuk ini. 2
13
Petugas yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apabila tetap merawat
pasien, maka petugas harus mengenakan masker bedah. Apabila petugas bersin atau
batuk, maka etika batuk dan kebersihan tangan seperti di atas harus diterapkan.
2.11
benar. Udara dalam booth dialirkan ke udara bebas di tempat yang bebas lalu lintas
manusia. Apabila didampingi, pedamping harus menggunakan respirator partikulat.
Pasien harus tetap dalam ruangan sampai batuk mereda dan tidak batuk lagi. Ruangan
harus dibiarkan kosong sampai diperkirakan udara sudah bersih sebelum pasien
berikutnya diperbolehkan masuk. Untuk sarana dengan sumber daya terbatas, pasien
diminta mengumpulkan sputum di luar gedung, di tempat terbuka, bebas lalu lintas
manusia, jauh dari orang yang menemani atau orang lain, jendela atau aliran udara
masuk. Jangan menggunakan toilet atau WC sebagai tempat penampungan sputum. 3,6
Untuk pengumpulan sputum yang baik, pasien perlu mendapat penjelasan oleh
petugas. Pasien diminta menarik napas dalam sebanyak 3 x kemudian pada tarikan ke 3
menahan napas kemudian batuk dengan tekanan. Wadah sputum harus bermulut lebar dan
bertutup ulir. Wadah tidak perlu steril tetapi harus bersih dan kering. Selalu menggunakan
wadah yang disediakan khusus oleh laboratorium. Waktu pengumpulan dilakukan dengan
metode SPS yaitu sewaktu saat berobat ke fasyankes, pagi hari keesokannya di rumah
dan sewaktu saat kontrol dan membawa sputum pagi hari ke fasyankes . 3,5,6
15
2.13
Pasien perlu diberitahu untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum baik
dengan air mengalir dan sabun, atau dengan larutan handrubs. Fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyediakan sarana tersebut. 6
Gambar 2.4
2.14
Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, maka pasien harus
dipakaikan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar. 6
Gambar 2.5
16
BAB 3
KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui droplet maupun
udara. Upaya penanggulangan TB-HIV di tujukan agar tidak terjadinya transmisi antara
pasien TB dengan pasien TB, pasien HIV dengan pasien TB maupun pasien TB MDR,
dan juga dengan pasien HIV yang telah mengidap TB atau TB-MDR.
Keberhasilan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB di fasilitas pelayanan
kesehatan sangat bergantung pada kebijakan, dedikasi, kerja keras dan kemampuan para
penyelenggara pelayanan serta komitmen bersama untuk mencapai hasil maksimal yang
berkualitas. Termasuk tenaga kesehatan dengan cara penggunaan alat pelindung diri yang
sesuai dan benar.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di
Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI; 2010.
2. World Health Organization. WHO Policy on TB Infection Control in Health Care
Facilities, Congregate Settings and Households. Jeneva: WHO; 2009.
3. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis di Fasilias Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Bina Husada; 2012.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for Prevention the
Transmission of Mycobacterium Tuberculosis in Healthcare Settings. Atlanta: CDC;
2005.
5. Perhimpunan
Pengendalian
Infeksi
Indonesia.
Pedoman
Pencegahan
dan
18