Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Hal inilah yang ditekankan Imam Hasan al-Banna dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang harus dijawab para peminat KB sebagai bentuk pengambilan
rukhsah (keringanan dari hukum prinsip/azimah) sebelum melaksanannya agar
tidak terjerumus kepada hawa nafsu dan madharat. Diantaranya: Masih adakah
daya dukung untuk memperbanyak keturunan? Sudahkan diusahakan dan
diberdayakan secara optimal? Apakah keputusan ber-KB telah dipertimbangkan
secara syarI? Dan apakah kita yakin betul bahwa banyaknya anak merupakan
?penyebab kesengsaraan sosial kita
Apakah masih mungkin menggunakan pilihan dan terapi lain yang lebih baik?
Apakah kita yakin bahwa KB ini tidak menimbulkan madharat yang lebih besar?
Apakah telah diambil tindakan preventif untuk mencegah dampak negatifnya?
Apakah kondisinya betul-betul darurat sehingga membolehkan pengambilan
rukhsah? Dan apakah tindakannya nanti sekedar dalam batas darurat, kebutuhan
atau terlenakan dari fungsi dan tujuan asasi? Karena itu, menurut pernyataan
Imam al-Banna dalam harian Ikhwanul Muslimun edisi 18 Dzulqadah 1325
sebagaimana yang dikutip Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam Al-Fatwa bainal Indhibath
wat Tasayyub, hal. 37, keringanan (rukhsah) untuk KB yang diberikan Islam
adalah karena pertimbangan dan kondisi tertentu. Kondisi khusus tidak boleh
dipukul rata dan tidak benar menggalakkan umat untuk melakukannya, melainkan
hal itu harus mengacu kepada kriteria yang bersifat kasuistik kondisional
individual. (Ath-Thuraiqi dalam Tandzim an-nasl wa mauqifusy syariah islamiyah
minhu). Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai pelaksanaan kontrasepsi
temporer dan bukan kontrasepsi permanen dengan alasan yang syari maka
sebaiknya dimusyawarahkan dan saling pengertian. Hendaklah tidak dilakukan
sepihak ataupun secara diam-diam agar tidak menyakiti hati dan perasaan
pasangannya. Namun bila terjadi praktek kezaliman (ketidakadilan) perlakuan
serta menyengsaraan hidup terutama kaum ibu maka dalam hal ini para istri
dapat mengambil hak reproduksinya artinya mencegah kehamilan untuk
sementara sampai memungkinkan kondisinya demi menjaga dan memelihara
kemaslahatan hidupnya meskipun tanpa izin dan sepeengetahuan suami.
Bukankah diantara hak istri dari kewajibannya mengandung dan melahirkan anak
adalah mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin serta tercukupinya kebutuhan
?materi dan spiritual secara lazim seagai bentuk tangung jawab qiwamah suami
Kedua : Masalah hukum Aborsi (pengguguran kandungan) dalam kondisi normal,
pada dasarnya dilarang dalam syariah Islam, karena bertentangan dengan prinsip
kemanusiaan, norma sosial dan risalah agama untuk menghargai hak hidup setiap
makhluk dan untuk memperbanyak keturunan yaitu terhitung semenjak
bertemunya sel sperma laki-laki dengan sel telur perempuan yang menghasilkan
makhluk baru dalam rahim seorang ibu. Makhluk baru ini harus dihormati,
meskipun ia hasil dari hubungan yang haram sekalipun seperti zina. Pendapat ini
merupakan pendapat mayoritas ulama (jumhur). Hal itu berdasarkan pada hadits
dimana Rasulullah saw memerintahkan kepada seorang wanita dari suku
Ghamidiyah yang mengaku berzina dan memohon beliau untuk mensucikannya
dengan hukuman rajam, agar menunggu sampai melahirkan anaknya, kemudian
setelah itu ia disuruh menunggu sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi baru
.kemudian dijatuhi hukuman rajam