Você está na página 1de 13

PENGOLAHAN LIMBAH DEVELOPER DENGAN MENGGUNAKAN AIR UNTUK MENCAPAI KADAR

pH MENDEKATI pH NETRAL DI RSUD dr. H. BOB BAZAR,SKM KALIANDA LAMPUNG SELATAN


ADI WIDIYANTO
NPM. 1101008001
KARYA TULIS ILMIAH
ATRO PATRIOT BANGSA BANDAR LAMPUNG
2014
ABSTRAK
Latar belakang : Aktivitas pengolaha film radiologi akan menghasilkan sejumlah hasil sampingan berupa
limbah, baik limbah padat , cair, dan gas yang mengandung zat-zat kimia yang pada umumnya bersifat berbahaya
dan beracun. Selama melakukan observasi ketika Praktek di beberapa rumah sakit di lampung, bahwa dalam
pengolahan limbah developer ada beberapa rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah sebelum di buang dan
ada juga yang membuang limbah secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
Metode penelitian : Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskritif eksperimental dengan jalan
melakukan perubahan langsung pengukuran pH limbah developer menggunakan alat berupa pH meter terhadap
perubahan pencampuran dengan menggunakan air.
Hasil : Rata-rata eksperimen yang dilakukan setiap penambahan menggunakan air 500 ml ke dalam limbah
developer 1 ml mengalami penurunan pH 1.
Kesimpulan : Pengolahan limbah developer menggunakan air guna mendapatkan kadar pH mendekati pH
netral, sehingga sudah ramah lingkungan membutuhkan air dengan perbandingan 1:1000-1500 dengan nilai pH
7,15-6,42.
Kata Kunci : Pengolahan air limbah developer dengan menggunakan air.
(5 sumber buku)
ABSTRACT
Background: Activity processing radiology films will result in a waste byproduct in the form of either solids,
liquids, and gases which contain chemicals that are generally harmful and toxic. During the observation when the
practice in some hospitals in Lampung, that the sewage treatment developer there are some hospitals that perform
the processing of waste before and there is also a waste dump waste directly without being processed first.
Method: The method used in this study is descriptive experimental way to change the pH of the waste developer
direct measurements using a pH meter to change the form of mixing with water.
Results: On average each additional experiments were performed using 500 ml of water into the waste
developer 1 ml decreased pH 1.
Conclusion: Treatment of waste water in order to get developers to use a pH closer to neutral pH levels, so it is
environmentally friendly and in need of water by comparison with pH values from 7.15 to 6.42 1:1000-1500.
Keywords: Waste water treatment developers using water.
(5 source book)

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam ilmu kedokteran radiodiagnostik
merupakan salah satu cabang ilmu
yang
bertujuan untuk membantu penegakan diagnose
suatu penyakit. Penegakan diagnose dilakukan
dengan memanfaatkan sinar X yang akan
menghasilkan gambaran bayangan radiografi
laten. Adapun untuk mengubah bayangan laten
menjadi gambaran nyata memerlukan proses
yang terdiri dari: pembangkitan (developing),
pembilasan
(rinsing), penetapan
(fixing),
pencucian (washing), pengeringan (driying).
Suatu proses pengolahan film radiografi
akan menghasilkan beberapa limbah yang pada
umumnya dapat mengganggu kesehatan tubuh
manusia yang bersifat berbahaya dan beracun,
yaitu terdiri baik dari limbah padat, cair, dan gas
yang mengandung zat-zat kimia.
Limbah merupakan suatu bahan yang
terbuang atau yang dibuang dari hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang tidak atau
belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat
mempunyai nilai negatif karena penanganan
untuk
membuang
atau
membersihkan
membutuhkan biaya yang cukup besar,
disamping itu juga dapat mencemari
lingkungan.
Menurut Nova Rahman, 2009. Developer
adalah cairan yang digunakan untuk proses
pembangkitan (developing).
Developer
tersusun dari :
Developing agent : Bahan di dalam
developer yang mampu merubah
perak halogen menja diperak logam.
Accelerator : Untuk mempercepat proses
pembangkitan.
Restainer : Untuk mengolah reduksi
yang berlebihan,terutama kristal
AgBr yang tidak terkena eksposi.
Preservative : Bahan di dalam
developer untuk mencegah atau
menangkal terjadinya oksidasi pada
developer agent.
Selvent : Sebagai pelarut, yang
biasanya menggunakan air.
Buffer : Terdapat di dalam
developer, berfungsi untuk
menjaga pH developer agar stabil
dan keaktifanya tetap konstan.

Selama penulis melakukan observasi


ketika Praktek di beberapa rumah sakit di
Lampung, bahwa dalam pengolahan limbah
developer,
limbah tidak di proses
sebagaimana mestinya yang harus sesuai
dengan standar yang sudah diterapkan di
rumah sakit.
Dari wacana diatas penulis ingin
melakukan
penelitian
dengan
judul
Pengolahan Limbah Developer dengan
menggunakan Air untuk mencapai Kadar
pH mendekati pH Netral. di RSUD dr. H.
Bob Bazar, SKM Kalianda
Lampung Selatan ?
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang
telah di uraikan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian adalah :
Bagaimanakah pengolahan limbah
developer di instalasi radiologi RSUD
dr.H.Bob Bazar kalianda Lampung Selatan
dengan menggunakan
Air ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berkaitan dengan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian yang saya lakukan
adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengolahan limbah
developer di instalasi radiologi RSUD
dr.H.Bob Bazar SKM kalianda Lampung
Selatan dengan menggunakan Air.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui komponen input
pengolahan limbah developer dengan
menggunakan Air.
2. Untuk
mengetahui
peroses
dari
pengolahan
limbah
dan
pencampuran air
hingga pH dapat
diterima di lingkungan.
3. Untuk mengetahui berapa nilai
penurunan pH limbah developer
setelah dicampur dengan air.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1

Bagi Mahasiswa Atro Patriot Bangsa

3
Menambah wawasan
dan
pengetahuan bagi mahasiswa tentang
pengolahan limbah developer dan dapat
lebih banyak menyediakan
referensi-referensi
buku
tentang
pengolahan limbah radiologi.
1.4.2

Bagi Instalasi Radiologi Rumah


Sakit
Dalam proses pengolahan limbah
developer dengan Air di harapkan
bermanfaat dan menambah wawasan
bagi radiographer yang bekerja di
instalasi radiologi RSUD dr. H. Bob
Bazar , SKM Kalianda,
Lampung Selatan.

1.4.3

Bagi Peneliti
Mampu menambah wawasan dan
pengetahuan tentang proses
pengolahan limbah radiologi.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Untuk mempermudah pemahaman bagi
pembaca dalam karya tulis ilmiah ini,
sistematika penulisan di susun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAAN PUSTAKA
Dalam bab ini terdapat beberapa referensireferensi yang mendukung topik masalah yang di
angkat, kerangka konsep, definisi operasional.
BAB III METODE PENELITIIAN
Dalam bab ini di jelaskan metodelogi
penelitian, alat dan bahan, langkah kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Secara Umum
Limbah bahan berbahaya dan beracun,
disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun yang karena sifat, konsentrasinya,dan
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup, dan dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.
(Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999)
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan
oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik
limbah.Berdasarkan
karakteristiknya, limbah dapat digolongkan 4
bagian meliputi, limbah cair, limbah padat,
limbah gas dan partikel, dan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun).
Ciri-ciri limbah yang termasuk B3 adalah:
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun,
menyebabkan
infeksi,
bersifat
korosif.Adapun faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah diantaranya,volume limbah,
kandungan bahan pencemar, dan frekuensi
pembuangan limbah.
Secara garis besar zatzat yang terdapat
didalam air limbah secara detail (kandungan
dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat yang
dibedakan menjadi tiga bagian besar antara lain
sifat fisik,kimia dan biologis. Cara pengukuran
yang dilakukan untuk mengetahui sifat tersebut
dilaksanakan secara berbedabeda sesuai dengan
keadaannya.Analisa jumlah dan satuan biasanya
diterapkan untuk penelaahan bahan kimia,
sedangkan analisa dengan menggunakan
penggolongan banyak diterapkan apabila
menganalisa kandungan biologisnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini menerangkan tentang
pembahasan hasil dan saran tingkat lanjut.

a.

BAB V PENUTUP

b.

Dalam bab ini menerangkan tentang


kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

c.

Sifat fisik air limbah, sangat dipengaruhi


kandungan zat padat sebagai kejernihan,
bau, warna dan temperatur.
Sifat kimia air limbah, berpengaruh negatif
pada lingkungan, terutama apabila ada zat
yang terlarut didalam limbah, seperti bahan
beracun dan unsur-unsur logam berat.
Sifat biologis air limbah. Pada dasarnya
pemeriksaan biologis di dalam air limbah
dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah
ada bakteri-bakteri patogen berada didalam

4
air limbah. Sifat biologis ini diperlukan
untuk mengukur kualitas air terutama bagi
air yang dipergunakan sebagai air minum
serta untuk keperluan lainnya.
Limbah adalah zat sisa yang dihasilkn
sebagai akibat dari aktivitas manusia, aktivitas
alam, perkembangan industri dan modernisasi.
Limbah dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis, yaitu : sampah yang mudah membusuk
(Garbage), sampah yang tidak membusuk
(Rubbish), sejenis abu hasil dari proses
pembakaran (Ashes), bangkai hewan (Dead
animal), sampah atau kotoran yang berserakan di
jalan (Street sweeping), benda padat dan benda
cair yang sudah
tidak terpakai dari sisa industry.
2.2 Dampak limbah bagi kesehatan
Timbunan sampah dapat menjadi tempat
pembiakan lalat yang dapat mendorong
penularan infeksi, timbunan sampah dapat
menimbulkan penyakit yang terkait dengan
tikus,.Penyakit diare, kolera, tifus menyebar
dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum.Penyakit demam berdarah
(haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan
sampahnya kurang memadai, Penyakit jamur
dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit),
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai
makanan.Salah satu contohnya adalah suatu
penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam
pencernaaan
binatang
ternak
melalui
makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
2.3 Limbah Radiologi
Limbah radiologi adalah Sisa dari hasil
kegiatan radiologi yang menghasilkan limbah
yang berupa cair, padat, dan gas di antaranya
limbah cair yang berdampak bagi kesehatan
maupun lingkungan yang meliputi :
2.4 Pengertian Developer
Menurut Nova Rahman, 2009. Developer
adalah cairan yang digunakan untuk
proses pembangkitan (developing). Developer
tersusun dari :

2.4.1 Developer Agent


Banyak sekali bahan yang di ketahui dapat
mereduksi perak bromide menjadi perak
metalik,
diantaranya
yaitu
sodium
hydrosulfide ( Na2HS2O3). Tetapi bahan ini
tidak dapat memilih antara Kristal yang
terkena eksposi dengan yang tidak. Bahanbahan lainnya adalah hydrogen peroksida,
formal dehida dan vitamin C .bahan bahan
tersebut dapat membedakan antara kristal yang
terkena eksposi dan yang tidak, tetapi
bekerjanya ada yang lamban dan ada yang
terlalu aktif. Fungsi utama dari developing
agent adalah reducing agent. Peranan dari
reducing agent adalah mengambil Br dari
Ag+Br yang telah terurai dan tidak pengaruh
terhadap AgBr yang belum terurai. Reducing
agent bersifat basa lemah.
Reaksi kimia yang terjadi antara bahan
pembangkit dengan film dapat dilihat sebagai
berikut:
Ag Br + Bahan pembangkit
Ag + Oksida
bahan pembangkit + Br - + H+
Zat-zat yang umum dipakai sebagai reducing
agent adalah Methol dan Hydroquinon
(disebut MQ (Methol quinon) Developer)
(Nova Rahman, 2009).
Alasan penggunaan MQ developer pada
manual prosesing adalah :
Hydroquinon : bekerja baik pada suhu 13 0
200 C. bekerja sampai masuk ke dalam poripori emulsi (vertical), dengan kontras tinggi.
Menthol
: bekerja pada suhu 180
0
20
C,
bekerja
hanya
dipermukaan emulsi saja
2.4.2 Bahan pemercepat (accelerator).
Fungsi dari accelerator adalah
untuk
mempercepat
proses
pembangkitan. Cara kerjanya adalah
membengkakan emulsi film sehingga
mudah di tembus oleh reducing agent.
Bahan ini terbuat dari alkali (basa)
kuat.
Bahan yang biasa di gunakan
sebagai accelerator :
Na2CO3 (Natrium Carbonat)

5
Bahan ini biasanya
digunakan pada perosesing
manual.bahan
ini
juga
mempunyai sifat dapat breaksi
dengan
air
sehingga
menghasilkan NaOH sebagai
cadangan. Fungsi NaOH selain
sebagai
accelerator
juga
berfungsi sebagai penetralisir
asam sebagai hasil reaksi oleh
developer yaitu HBr.
NaOH (Natrium Hidroksida)
Bersifat sangat mudah
menarik CO2 dari udara, oleh
karena itu bahan dan jenis ini
harus selalu di simpan dengan
wadah yang tertutup rapat
karena jika tidak akan mudah
terjadi oksidasi yang bias
memperpendek
umur
dari
developer .
2.4.3 Bahan penahan (restrainer).
Fungsi bahan penahan adalah untuk
mengendalikan aksi reduksi bahan
pembangkit terhadap kristal yang tidak
tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut
(fog) pada bayangan film. Bahan yang
sering digunakan adalah kalium
bromida.

2.4.4 bahan penangkal (preservatif).


Bahan penangkal berfungsi untuk
mengontrol laju oksidasi bahan
pembangkit.Bahan pembangkit mudah
teroksidasi
karena
mengabsorbsi
oksigen dari udara. Namun bahan
penangkal ini tidak menghentikan
sepenuhnya proses oksidasi, hanya
mengurangi
laju
oksidasi
dan
meminimalkan
efek
yang
ditimbulkannya.
2.4.5 Bahan pelarut (Solvent )
Berfungsi sebagai pelarut, biasanya
menggunakan air. Air adalah pelarut

yang baik karna mempunyai pH yang


netral dan tidak mengandung garamgaram mineral lainnya.
2.4.6 Bahan-bahan tambahan.
Selain dari bahan-bahan dasar,
cairan pembangkit mengandung pula
bahan-bahan tambahan seperti bahan
penyangga (buffer) dan bahan
pengeras (hardening agent). Fungsi
dari bahan penyangga adalah untuk
mempertahankan pH cairan sehingga
aktivitas cairan pembangkit relatif
konstan.Sedangkan fungsi dari bahan
pengeras adalah untuk mengeraskan
emulsi film yang diproses.
Developer mempunyai pH yang
bersifat basa, sifat-sifat basa antara
lain :
a). Rasanya pahit
b). Licin seperti sabun
c). Nilai pH lebih dari 7
d). Mengubah warna lakmus
merah menjadi biru
e). Menetralkan asam
2.5 Pengertian Fixer
Larutan fixer adalah larutan bersifat asam
yang digunakan untuk menetapkan bayangan
yang dibangkitkan /terbentuk setelah proses
developing dengan cara membuang kristal
perak halida (AgBr) yang tidak terkena
eksposi.
selain itu kandungan perak halida (AgBr) di
dalam emulsi film tidak larut di dalam air dan
untuk menghilangkannya diperlukan cara
khusus. Untuk itu diperlukan proses fixing
yang memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
Menetapkan dan membuat gambaran
tampak menjadi permanen dengan
menghilangkan kandungan perak
halida (AgBr) di dalam emulsi film
dengan cara mengubahnya menjadi
materi yang dapat larut di dalam air
(misalnya sodium sulfat dari asam
monoargento
dithiosulfat Na3Ag(S2O3)2)
dan
amonium sulfat dari asam monoargento
dithiosulfat ((NH4)3Ag(S2O3)2).
2.
Menghentikan kerja dari larutan
developer dalam proses pembangkitan.
3.
Mengeraskan emulsi film agar tidak
mudah
rusak
dan

6
mengendalikan pembengkakan
penyerapan uap air.

akibat

2.6 Fixing
Merupakan tahap ke tiga dari pengolahan film,
yang memiliki tujuan sebagai berikut :
a) Menghentikan
proses
pembangkitan
sehingga tidak ada lagi perubahan
bayangan pada film.
b) Untuk melarutkan perak bromide yang
tidak terkena eksposi, sehingga bagian dari
film yang tidak terkena eksposi tersebut
akan bening (tidak berwarna). Ini akan
memudahkan kita untuk menganalisa film
tersebut.
Larutan fixing memiliki komponen
sebagai berikut :
2.6.1 Fixing agent (agen fiksasi)
Fixing agen adalah bahan yang mampu
mengkonversi senyawa perak halida
(AgBr) menjadi senyawa yang larut
dalam air. Beberapa tugas/ fungsi dari
fixing agen adalah :
a) bereaksi dengan perak halida
menjadi senyawa yang larut
dalam air.
b) tidak merusak gelatin (lapisan
film).
c) tidak meninggalkan efek yang
berarti pada
gambaran
tampak yang terbentuk.
Bahan yang digunakan sebagai
fixing agent diantaranya adalah :
a. Sodium Thiosulfat (Na2S2O3)
Sodium thiosulfat adalah fixing
agen yang paling umum digunakan,
biasa dikenal dengan nama hypo.
Reaksi antara hypo dengan perak
halida menghasilkan zat polysillabic
(banyak/ bersuku-suku) yang larut
dalam air
Na2S2O3 + AgBr
Na3Ag(S2O3)2 + NaBr

sodium
thiosulfat +
perak
halida menjadi sodium sulfat dari
asam
mono argento
dithiosulfat + sodium bromide.
Dibuat dengan melarutkan
sodium thiosulfat bubuk dalam air,
namun
dapat
juga
dengan
mencampurkan sodium thiosulfat cair
dengan air.Efek yang terjadi pada
saat berhadapan langsung dengan zat
ini adalah rasa tajam di belakang
mulut.

b.

Amonium Thiosulfat
Fixing agen lain yang digunakan
adalah
Amonuim
thiosulfat
((NH4)2S2O3), umumnya
zat
ini
digunakan dalam bentuk cairan pekat.
Reaksi antara amonium thiosulfat
dengan perak halida adalah :

(NH4)2S2O3) + AgBr -> (NH4)3Ag(S2O3)2 + (NH4)Br


+ perak halida ---> amonium sulfat dari
amonium bromide

Hasil reaksinya sama dengan reaksi


antara sodium thiosulfat dengan perak
halida, yaitu senyawa kopleks yang dapat
larut dalam air. Jika dibandingkan
dengan senyawa kompleks yang di
bentuk oleh amomium kurang stabil
daripada yang senyawa kompleks yang
dibentuk oleh natrium. Hal ini akan
mempengaruhi hasil pencucian film,
apabila film tidak cukup mengalami
pembilasan maka akan menimbulkan
noda dan akan cepat rusak. Namun
dalam proses Rapid Fixer senyawa
amonium lebih banyak digunakan,
karena reaksinya cenderung lebih cepat
jika
dibandingkan dengan senyawa natrium.
2.6.2 Acid sebagai accelerator.
Larutan yang digunakan dalam
proses developer adalah larutan yang
berifat basa, oleh karena itu digunakan
acid (asam) untuk mempercepat proses
penghentian
reaksi
oleh
larutan
developer. Proses ini dilakukan pada saat
memasukan film dalam larutan fixer
dengan ditambah larutan yang bersifat
asam lemah (CH3COOH). Asam lemah
dipilih karena reaksi asam dengan agen
fiksasi (hypo) akan menyebabkan
pengendapan sulfur yang akan merusak
larutan fixer itu sendiri, sehingga apabila
digunakan asam kuat (H2SO4) akan
menimbulkan reaksi pengendapan sulfur
yang lebih besar dan kerusakan pada
larutan fixer akan lebih besar pula.
H2SO4 + Na2S2O3 --> Na2SO4 +
H2S2O3
H2S2O3 --> H2SO3 + S (mengendap)
Ag + S --> AgS (merusak gambar)
Meskipun menggunakan larutan asam
lemah,pada larutan fixer tetap terjadi
pengendapan sulfur, oleh karena itu perlu
ditambahkan bahan untuk penstabil

7
(stabilizer)
dan
(preservative).

bahan

penangkal

Solvent yaitu bahan pelarut, bahan pelarut


yang digunakan adalah air bersih.

2.6.3 Stabilizer
Stabilizer adalah bahan yang digunakan
untuk mencegah mengendapnya unsur S.
biasanya digunakan sulfit, bisulfit atau
metasulfit.Apabila menggunakan asam cuka
(CH3COOH) maka preservativenya adalah
natrium
sulfit (Na2SO3).

2.6.7 Bahan tambahan lain


Bahan tambahan lain yang diberikan
misalnya adalah bahan anti endapan.
Endapan ini akan terjadi apabila pH larutan
fixer terlalu tinggi.
2.7 pH
Kadar Keasaman atau kebasahan suatu
larutan disebut dengan pH (pangkat hidrogen
atau power of hydrogen) , menurut D,N
Cheasney, (1995) pH developer yang
digunakan adalah diatas 10 dan harusnya di
pertahankan secara konstan antara 0,10,2
kenaikannya. Pada fixersecara otomatis akan
mengalami penurunan kadar keasaman karena
cairan developer yang terbawa oleh film ke
fixer.

2.6.4 Buffer
Buffer memiliki fungsi untuk menjaga
kestabilan pH dari larutan fixer dikisaran 4,05,0. Perubahan pH ini disebabkan karena ikut
terbawanya larutan developer yang bersifat
basa, sehingga menaikan pH larutan fixer.
Larutan buffer yang umunya digunakan adalah
pasangan asam asetat (CH3COOH) dan
natrium asetat (CH3COONa) atau
natrium sulfite (Na2SO3) dan natrium
bisulfit.

Sebuah larutan dengan pH 7 disebut


netral, larutan dengan pH lebih besar dari 7
disebut basa, dan pH lebih kecil dari 7 disebut
asam. Untuk mengetahui nilai pH dari sebuah
larutan dapat di lakukan pengukuran dengan
pH meter atau dengan menggunakan kertas
Lakmus.

2.6.5 Hardener
Lapisan emulsi akan mengalami
pembengkakan selama processing, hal ini
dikarenakan film menyerap uap air.
Pembengkakan ini akan terlihat jelas pada
proses rinsing dan washing, sebenarnya
pembengkakan telah terjadi sejak film
memasuki proses developing dan fixing, akan
tetapi karena larutan yang digunakan pada
proses developing dan fixing memiliki
konsentrasi garam yang tinggi maka
pengembangan yang terjadi pada film hanya
sedikit dan tidak terlihat jelas.
Peranan dari proses hardener yaitu :
a). suhu pada processing dapat
lebih tinggi (terutama pada proses
otomatis).
b). emulsi (gelatin) menyerap air lebih
sedikit, sehingga akan lebih cepat
kering.
c). film tidak mudah rusak akibat
tekanan, goresan dan gangguan fisik
lainya.
Bahan hardener yang digunakan adalah :
a. Chrome potassium alum
(K2SO4Cr2(SO4)24 H2O)
b. Potassium alum (K2SO4Al2(SO4)324
H2O)
c. Aluminium klorida (Al2Cl)
2.6.6 Solvent

Gambar 2.1.Skala pH ( Ball dan Prince, 1995 )


14
A
L

13

aaaaaas
12

11

10

Alkali

Larutan
Air Laut
Darah

8
2.7 PROSES
PENGOLAHAN LIMBAH SECARA
KIMIA
7

NETRAL 7,0
Susu

Air

6
A

2
1
0

Larutan Fixer (4,0


- 5,0)

Jus

Getah
Asam

Proses pengolahan kimia digunakan dalam


instalasi air bersih dan IPAL. Pengolahan secara
kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk
netralisasi limbah asam maupun basa,
mengurangi konsentrasi minyak dan lemak,
meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan
filtrasi, serta mengoksidasi warna dan
racun.Beberapa kelebihan proses pengolahan
kimia antara lain dapat menangani hampir
seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh
oleh polutan yang beracun atau toksik,dan tidak
tergantung pada perubahan konsentrasi. Namun,
pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah
garam pada effluent dan meningkatkan jumlah
lumpur.

2.7.1 Netralisasi
Netralisasi adalah reaksi antara asam dan
basa menghasilkan air dan garam. Dalam
pengolahan air limbah, pH diatur antara 6,0
9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah akan
bersifat racun bagi kehidupan air, termasuk
bakteri.
Jenis bahan kimia yang ditambahkan tergantung
pada jenis dan jumlah air limbah serta kondisi
lingkungan setempat. Netralisasi air limbah
yang bersifat asam dapat menambahkan
Ca(OH)2 atau NaOH, sedangkan bersifat basa
dapat menambahkan H2SO4, HCl, HNO3,
H3PO4, atau CO2 yang bersumber dari flue
gas.
Netralisasi dapat dilakukan dengan dua
system, yaitu: batch atau continue, tergantung
pada aliran air limbah. Netralsasi system batch
biasanya digunakan jika aliran sedikit dan
kualitas air buangan cukup tinggi. Netralisasi
system continue digunakan jika laju aliran besar
sehingga perlu dilengkapi dengan alat kontrol
otomatis.
2.7.2 Presipitasi
Presipitasi adalah pengurangan bahanbahan terlarut dengan cara penambahan bahan bahan kimia terlarut yang menyebabkan
terbentuknya
padatanpadatan.
Dalam
pengolahan air limbah, presipitasi digunakan
untuk menghilangkan logam berat, sufat,

fluoride, dan fosfat.Senyawa kimia yang biasa


digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan
kalsium
klorida,
magnesium
klorida,
alumunium klorida, dan garam-garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA
(Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan
presipitasi tidak dapat terjadi.Oleh karena itu,
kedua senyawa tersebut harus dihancurkan
sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh
aliran, dengan penambahan garam besi dan
polimer khusus atau gugus sulfida yang
memiliki karakteristik pengendapan yang baik
Pengendapan fosfat, terutama pada limbah
domestik,
dilakukan
untuk
mencegah
eutrophication dari permukaan.Presipitasi fosfat
dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu penambahan slaked lime, garam
besi, atau garam
alumunium.
2.8 Pengolahan secara kimia
Pengolahan secara kimia pada air limbah,
lazimnya di gunakan untuk menghilangkan
partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa phosphor dan
organic beracun.
Prinsip pengolahan secara kimia adalah
dengan membubukan bahan kimi tertentu pada
air limbah, sehingga terjadi perubahan sifat pada
air limbah tersebut.perubahan sifat yang di
maksud antara lain : berubah dari tak dapat
mengendap
menjadi
dapat
mengendap
(koagulasi dan flogulasi), dari beracun menjadi
tak beracun (netralisasi) dll.
2.9 Pengolahan Secara Biologi
Pengolahan air limbah secara biologi, dapat
diterapkan pada semua air limbah yang bersifat
biodegradable. Pengolahan limbah secara
biologi ini, lazimnya merupakan pengolahan
tahap ke-2 (sekunder) dari system pengolahan
air limbah. Dalam pengolahan secara biologi,
praktis tidak digunakan bahan kimia sama
sekali. Oleh karna itu pengolahan semacam ini
dipandang sebagai pengolahan air limbah yang
paling murah dan efesien.
Apabila dilihat dari jasat renik yang terlibat
dari pengolahan air limbah secara biologi, maka
pengolahan secara biologi dapat dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu :
Proses aerob dan proses anaerob. Proses
aerob yaitu proses pengolahan air limbah

9
Nam
a
Varia
bel

Definisi

1.Li
mba
h
devel
oper

pH pada
larutan
yang
bersifat
alkali
dengan
rentang
nilai 9,5
10,7
menurut
Ball dan
Prince
( 1995 )

2
Peng
olaha
n
limb
ah

Penamba
han air ke
dalam
limbah
developer
dengan
perbandin
gan 1:1,
1:2, 1:3,
1:4, 1:5
dan
seterusny
a hingga
pH
mendekat
i pH
netral.

Cara
Ukur

Dengan
mencelup
kan pH
mater ke
dalam
larutan
developer

Al
at
U
ku
r
p
H
m
ete
r

Skala
Ukur

Ratio

Ha
sil
U
ku
r
Ni
lai
p
H
814

Dengan
p
Ratio Ni
mencelup H
lai
kan pH
m
p
meter ke
ete
H
dalam
r
+7
larutan
developer
yang
sudah di
campur
air
dengan
perbandin
gan 1:1,
1:2, 1:3,
1:4, 1:5
cc dan
seterusny
a hingga
pH
mendekat
i pH
netral.
dengan melibat kan bakteri aerob. Yaitu
bakteri/jasad renik yang didalam aktivitas
kehidupan nya senantiasa membutuhkan
kehadiran oksigen. Proses anaerob adalah
sebaliknya, yaitu tidak membutuhkan kehadiran
oksigen dalam aktivitas kehidupannya. (Sugeng
Abdullah, 2000)

2.10 Kerangka Konsep


INPUT

Alat dan
bahan
yang di
butuhkan
pH meter
dan
limbah
developer

PROSES

Pengukura
n pH
limbah
developer
dan
pencampu
ran Air

2.11 Devinisi Operasional

OUTPUT

1. Pengukuran
1. Pengukuran
penurunan
pH
limbah
penurunan pH limbah
developer
developer mendekati
mendekati
pH NetralpH
Netral
2. limbah
2. limbah developer di
developer di uji
uji sebelum
sebelum
dan dan
sesudahdidi campur
sesudah
campur
dengandengan
air
air

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian
ini adalah deskritif kuantitatif dengan pendekatan
eksperimental, dengan jalan melakukan percobaan
langsung pengukuran pH limbah developer
menggunakan alat berupa pH meterterhadap
penurunan pH limbah developer setelah dicampur
dengan menggunakan air.
3.2 Waktu dan Tempat
3.2.1 Waktu Penelitian
Pada tanggal 12 Juni 2014
3.2.2 Tempat Penelitian
Pengambilan sampel limbah developer
di lakukan di RSUD dr.H. Bob Bazar
SKM dan Dinas Kesehatan Kalianda
Lampung selatan.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
1. pH meter
2. Gelas Ukur
3. spuit
4. Pengaduk
5. Sarung tangan
6. Ember
3.3.2 Bahan
1. Limbah cairan developer
2. Air
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Prosedur oprasional pH meter

meter, gelas ukur, spuit, gayung, air,


dan limbah developer.
2.Gunakan pH meter yang sudah di
kalibrasi.
3. Masukan cairan Limbah developer
sebanyak 10 ml ke dalam gelas ukur.
4.Ukur pH limbah developer
menggunakan pH meter dan tunggu
beberapa menit sampai angka yang
ditunjukan pH meter tidak berubahubah dan catat angka yang di
tunjukan pH meter.
5. Masukan Air dengan perbandingan
1:10, 1:100, 1:500, 1:1000 ke dalam
gelas ukur yang berisi limbah
developer, kemudian ukur pH limbah
developer dan catat angka yang di
tunjukan oleh pH meter.
6. Lakukan percobaan prosedur kerja
poin ke-4 untuk pencampuran air,
dengan perbandingan 1:100, 1:500,
1:1000, dan seterusnya, hingga
dicapai nilai pH mendekati pH netral.
7. Catat semua nilai hasil pengukuran
pada pH meter setiap penambahan
air.
8. Sampel limbah developer yang
sudah mendekati netral di uji di
laboratorium.
3.5 Variabel Penelitian
a) Variabel terikat adalah cairan developer.
b) Variabel bebas yaitu variabel yang
berpengaruh atau menyebabkan berubahnya
variable terikat, yaitu pencampuran air
dengan perbandingan 1:10, 1:100, 1:500,
1:1000, dan seterusnya, hingga dicapai pH
mendekati pH netral.

1. Lepaskan tutup pelindung


2. Tekan tombol on/off pada posisi on.
3. Lihat angka yang tertera pada layar menuju sampai
angka nol.
4. Setelah angka pada layar sudah nol, maka alat pH 3.6 Cara Pengolahan Data
meter dapat digunakan untuk mengukur pH cairan
3.6.1 Pengolahan Data
yang akan diukur.
5. Setelah selesai digunakan tekan
Data yang di peroleh di olah dengan
kembali tombol off, cuci dengan air
menggunakan tahap-tahap sebagai berikut
bersih pada bagian gelas probe.
:
3.4.2 Proses pengukuran pH pada limbah
a) Editing : Pencampuran air
developer
yang digunakan
bersifat menetralkan
1.Siapkan pH meter, dan hidupkan pH
larutan developer

pH air

11
b) Coding

: Merubah data
sebelum dan sesudah
di campur air.
c) Tabulating : Keseluruhan data
yang di peroleh dari
editing dalam hal ini
tabel.
d) Finising : Mencatat hasil
penelitian dan
menarik kesimpulan
dari penelitian yang
telah di lakukan
3.6.2 Analisa Data
Analisa data di lakukan secara
deskritif
eksperimental
dengan
mengukur pH larutan limbah developer
yang di tambahkan air dengan
perbandingan 1:10, 1:100, 1:500,
1:1000,
dan
seterusnya
sampai
mencapai pH mendekati netral.
BAB IV

Gambar 4.3. Proses pengukuran pH limbah


developer

Gambar 4.4. Proses pengukuran pH setelah


pencampuran limbah developer dengan
perbandingan 1:10 (pH 8,52)

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Langkah pengukuran kadar pH dengan pelarut
(air), limbah developer dan pH limbah yang sudah
di campur dengan menggunakan pelarut (air),
dengan mengambil sampel cairan limbah
developer di RSUD dr. H. Bob Bazar SKM,
Kalianda Lampung Selatan, dengan pH air 6,23
dan limbah developer 8,99, sebagai berikut :

Gambar 4.5. Proses pengukuran pH setelah


pencampuran limbah developer dengan
perbandingan 1:100 (pH 8,43)
Gambar 4.3. Proses pengukuran pH limbah
developer

12
4

1:1000

7,19

1:1500

6,42

Gambar 4.6. Proses pengukuran pH setelah


pencampuran
limbah
developer
dengan
perbandingan 1:500 (pH 7,99)

Tabel 4.1. Pencampuran air dengan limbah developer


dan skala pH.

Gambar 4.7. Proses pengukuran pH setelah


pencampuran
limbah
developer
dengan
perbandingan 1:1000 (pH 7,19)

Keterangan tabel 4.1, campuran limbah developer


dengan air 1:10 maksudnya adalah 1 ml limbah
developer di larutkan dengan 10 ml air dengan
menghasilkan pH 8,52, selanjutnya campuran limbah
developer dengan air 1:100, adalah 1 ml limbah
developer di larutkan dengan 100 ml air dengan
menghasilkan pH 8,43, campuran limbah developer
dengan air 1:500, adalah 1 ml limbah developer
dilarutkan dengan 500 ml air dan menghasilkan pH
7,99, campuran limbah developer dengan air 1:1000,
adalah 1 ml limbah developer dilarutkan dengan 1000
ml air dan menghasilkan pH 7,19, dan campuran
limbah developer dengan air 1:1500, adalah 1 ml
limbah developer dilarutkan dengan 1500 ml air dan
menghasilkan pH 6,42.
4.2 Pembahasan

Gambar 4.8. Proses pengukuran pH setelah


pencampuran
limbah
developer
dengan
perbandingan 1:1500 (pH 6,42)
Rekapitulasi limbah developer dicampur
dengan air dan diukur pH nya dengan hasil seperti
tabel dibawah ini:
No
1

Campuran limbah developer


dengan air
1:10

Skala
pH
8,52

1:100

8,43

1:500

7,99

Berdasarkan dari hasil pengukuran nilai pH


limbah developer 10 ml adalah 8,99, dalam
penelitian selanjutnya air ditambahkan ke dalam
limbah developer dengan perbandingan 1:10,
sehingga cairan mengalami penurunan 0,47
sehingga pH menjadi 8,52, setelah ditambahkan
air dengan perbandingan 1:100, cairan mengalami
penurunan 0,56 sehingga pH menjadi 8,43,
kemudian ditambahkan air dengan perbandingan
1:500, cairan mengalami penurunan 1 sehingga
pH menjadi 7,99, setelah ditambahkan air dengan
perbandingan
1:1000,
cairan
mengalami
penurunan 1,80, sehingga pH menjadi 7,19, dan
pada
percobaan
yang
terakhir
dengan
perbandingan penambahan air 1:1500, cairan
mengalami penurunan 2,57 sehingga pH menjadi
6,42.
Penurunan pH pada limbah developer ketika
di campur dengan air terjadi karena proses
pengenceran. Pengenceran adalah mencampur
larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume
akhir yang lebih besar. (Dwi WAhyuni, tahun
2011/2012)
Karena didalam limbah larutan developer
yang bersifat basa bila berkonsentrasi dengan air
yang mempunyai sifat asam maka kandungan
konsentrsi OH- mangalami penurunan.

13
Dalam setiap pergantian cairan limbah
developer yang sudah tidak terpakai dan 5 liter
liquid developer yang dilarutkan menjadi 20 liter.
Larutkan developer, jika sudah menjadi limbah
developer, sebelum dibuang ke lingkungan
sebaiknya, limbah dicampur dengan air dengan
perbandingan 1:1000 atau + 20 liter limbah
developer :20.000 liter air.
Limbah developer yang sudah dicampur air
dengan mendekati pH netral, maka limbah tersebut
sudah ramah lingkungan karna kandungan yang
terdapat di dalam limbah developer menggunakan
proses pengenceran dengan menambahkan air pada
limbah sehingga menurunkan kosentrasi kadar zat
beracun/tingkat berbahayanya turun. (Peraturan
Pemerintah No 18 tahun 1999)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari uraian hasil dan pembahasan pada
penulisan karya tulis ilmiah ini dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1). Pengolahan limbah developer dengan pH
awal 8,99 dan pH air 6,23, selanjutnya di
lakukan pelarutan limbah developer dengan
air menggunakan perbandingan 1:10, 1:100,
1:500, 1:1000, 1:1500.
2). Hasil pengukuran pH diperoleh pada
perbandingan 1:10 dengan nilai pH 8,52,
1:100 dengan nilai pH 8,43, 1:500 dengan
nilai pH 7,99, 1:1000 dengan nilai pH 7,19,
dan 1:1500 dengan nilai pH 6,42.
3).

Pengolahan limbah developer dengan


menggunakan air untuk mencapai kadar pH
mendekati pH netral dengan perbandingan
1:1000-1500 dengan nilai pH 7,19-6,42,
sehingga untuk melarutkan larutan limbah
developer 20 liter, sehingga membutuhkan
air sebanyak 20.000 liter.

5.2 Saran
1.

Dari hasil penelitian yang telah


dilakukan, penulis menyarankan setiap
limbah developer yang akan dibuang
sebaiknya
dicampur
air
dengan
perbandingan
1:1000-1:1500
untuk
mendapatkan kadar pH mendekati pH
netral, sehingga ketika dibuang sudah
ramah lingkungan.

2.

Percobaan pengambilan sampel limbah


developer tidak hanya di lakukan satu
rumah sakit tetapi dengan pengambilan
sampel dari beberapa rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Sugeng, 2000
Problem & Solusi IPAL (instalasi
pengolahan air limbah), Yayasan
Sanitarian Indonesia, Purwokerto
Ball Jhon dan Prince Tony, 1995
Chesneys Radiographic imaging 6th
Edition ; London
Dwi WAhyuni, 2011/2012
Praktikum Kimia pelarutan dan
pengenceran larutan, Sman 108 jakarta
selatan
Peraturan Pemerintah RI No 18 tahun
1999
Tentang pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun , Jakarta
Rahman Nova, 2009
Radiofotografi,Penerbit
Universitas
Baiturahman, padang

Você também pode gostar