Você está na página 1de 7

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS KESEMBUHAN PASIEN

TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMAKO, PUSKESMAS


MANGANITU DAN PUSKESMAS TAHUNA TIMUR DI KABUPATEN KEPULAUAN
SANGIHE
Refinia Anastasya Saharieng*, Billy J. Kepel**, Budi T. Ratag*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
**Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
ABSTRACT
Pulmonary Tuberculosis still remains one of the health problems in the community. Healing Pulmonary
Tuberculosis in district of sangihe islands is still low. The purpose of this research was to determine the factors
related to the patient's recovery status of Pulmonary Tuberculosis. This study was a quantitative research using a
control case approach (case control). The population in this study were all patients with pulmonary tuberculosis
in Tamako Health Center, Manganitu Health Center and Health Center of East Tahuna of Sangihe Islands. Case
group was the patients who had undergone treatment for 6-8 months with the results of sputum examination at
the end of a positive treatment. The control group was the patients who had undergone treatment for 6-8 months
with the results of the examination at the end of the negative treatment. Data were collected and interviewed
using questionnaire. The data have been analyzed using the chi square test (CI = 95%, = 0.05). The results
indicated that there is a relationship between adherence to treatment (p = 0.000), OR = 74.18, 95% CI (8.969 to
613.557), and the performance of the PMO (p = 0.000), OR = 42.66, 95% CI (10.064 -180.891) with Pulmonary
Tuberculosis patient's recovery status.
Keyword : Adherence to treatment, Performance PMO, Pulmonary Tuberculosis Patients Recovery Status

ABSTRAK
Tuberkulosis Paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan di masyarakat. Kesembuhan Tuberkulosis Paru
di kabupaten Kepulauan Sangihe masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan status kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan pendekatan kasus kontrol (case control). Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien
Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Tamako, Puskesmas Manganitu, dan Puskesmas Tahuna Timur
Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kelompok kasus adalah pasien Tuberkulosis yang telah menjalani pengobatan 68 bulan dengan hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan positif. Kelompok kontrol adalah pasien
Tuberkulosis yang telah menjalani pengobatan 6-8 bulan dengan hasil pemeriksaan pada pada akhir
pengobatan negatif. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data yang telah diperoleh
dianalisis dengan menggunakan uji chi square (CI=95%, =0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara kepatuhan berobat (p=0,000), OR=74,18, 95% CI (8,969-613,557), dan kinerja PMO
(p=0,000), OR= 42,66, 95%CI (10,064-180,891) dengan status kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru.
Kata Kunci : Kepatuhan Berobat, Kinerja PMO, Status Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru

besar

terhadap

proses

kesembuhan,

karena

PENDAHULUAN

merupakan

Pada tahun 2012, World Health Organization

berpengaruh

(WHO) memperkirakan sekitar 8,6 juta orang

2013). Pada tahun 2007 Angka Kesembuhan

menderita Tuberkulosis dan 1,3 juta meninggal

Tuberkulosis Paru Kabupaten Kepulauan Sangihe

karena Tuberkulosis (termasuk 320.000 kematian di

adalah 64,02%, Tahun 2008 Angka Kesembuhan

antara orang HIV-positif).

Indonesia merupakan

Tuberkulosis Paru Kabupaten Kepulauan Sangihe

negara ke-4 terbanyak penderita Tuberkulosis

adalah 54,26% dan pada Tahun 2012 Angka

setelah China, India, dan Afrika Selatan.

Kesembuhan

Salah satu indikator yang digunakan dalam


upaya pengendalian Tuberkulosis adalah Success

Kepulauan

salah

satu

terhadap

faktor

kesembuhan

Tuberkulosis
Sangihe

risiko

adalah

Paru
61

yang

(Muniroh,

Kabupaten

% (Database

Kesehatan Kemenkes RI).

Rate atau angka keberhasilan pengobatan dan

Angka Kesembuhan Tuberkulosis Paru di

Success Rate tahun 2010, 2011, 2012 masing-

wilayah kerja Puskesmas Tamako adalah 69%

masing adalah 91%, 90%, dan 80% dan target

sedangkan target Nasional adalah >85% (Profil

Nasional untuk Success Rate adalah 85% (Profil

Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sangihe,

Kesehatan Indonesia).

2012).

Tuberkulosis Paru menduduki urutan ke-4 di


Rendahnya angka keberhasilan pengobatan
menandakan

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional

Tuberkulosis Paru yang belum sembuh, hal ini tidak

analitik dengan rancangan case control. Penelitian

hanya berpengaruh pada penularan yang akan

ini dilaksanakan di Puskesmas Tamako, Puskesmas

semakin banyak terjadi pada keluarga penderita

Manganitu, dan Puskesmas Tahuna Timur

maupun orang-orang di lingkungan penderita tetapi

Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi

ditakutkan akan terjadi kekebalan ganda terhadap

Utara.

Anti

masih

banyak

METODOLOGI PENELITIAN

penderita

Obat

bahwa

Tuberkulosis

sehingga

proses

kesembuhan akan semakin sulit.


Salah

satu

Keberhasilan

indikator
Pengobatan

di

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh


penderita Tuberkulosis Paru di wilayah kerja

dalam

menentukan

(Success

Rate)

Puskesmas Tamako, Puskesmas Manganitu, dan


Puskesmas Tahuna Timur tahun 2013 berjumlah 70

Tuberkulosis Paru adalah keberadaan atau peran

kasus.

dari Pengawas Menelan Obat (PMO). Pasien yang

pemeriksaan dahak pada bulan ke dua, bulan ke 5,

kurang mendapatkan pengawasan dari Pengawas

dan Akhir Pengobatan (AP) yang tercantum dalam

Menelan Obat (PMO) 1,83 kali berisiko untuk tidak

Kartu Pengobatan Pasien TB (TB 01).

sembuh dibanding dengan pasien yang diawasi

Sampel

Kelompok

diambil

Kasus

berdasarkan

adalah

hasil

penderita

dengan baik oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)

Tuberkulosis

(Zubaidah, 2013).

pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Indikator Keberhasilan Pengobatan (Success


Rate)

Paru,

selama 6-8 bulan dan

yang

telah

menjalani

belum berhasil sembuh,

lainnya adalah kepatuhan minum obat.

dengan hasil pemeriksaan laboratorium Basil Tahan

Kepatuhan minum obat memiliki pengaruh yang

Asam (BTA) Positif di wilayah kerja Puskesmas

Tamako 7 sampel, Puskesmas Manganitu 17

Tamako 5 sampel, Puskesmas Manganitu 4 sampel

sampel, dan Puskesmas Tahuna Timur 11 sampel,

dan Puskesmas Tahuna Timur 26 sampel sehingga

sehingga sampel untuk kelompok kasus berjumlah

untuk kelompok kontrol berjumlah 35 sampel.

35 sampel.

Kriteria Inklusi yaitu Penderita Tuberkulosis

Kelompok

adalah

penderita

yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tamako,

telah

menjalani

Puskesmas Manganitu, dan Puskesmas Tahuna

pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Timur, yang sudah menjalani pengobatan selama 6

selama 6-8 bulan, dan berhasil sembuh dengan hasil

bulan dan yang konversi pada akhir minggu bulan

pemeriksaan laboratorium Basil Tahan Asam

ke dua.

Tuberkulosis

Kontrol
Paru,

(BTA) Negatif,

yang

di wilayah kerja Puskesmas

HASIL PENELITIAN

dalam proses penyembuhan.

Analisis hubungan

Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru

antara kepatuhan berobat dengan status kesembuhan

Kepatuhan pengguna obat/pasien terhadap cara

Tuberkulosis Paru dapat dilihat dalam Tabel 1

menelan obat merupakan bagian paling penting

dibawah ini

untuk mengoptimalkan khasiat dan kegunan obat

Tabel 1 Analisis Hubungan Antara Kepatuhan Berobat dengan Status Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru

Kepatuhan Berobat
Tidak Patuh
Patuh
Jumlah

n
34
1
35

Kelompok
Kasus
Kontrol
%
n
%
97
11
31
3
24
69
100
35
100

Total
n
45
25
70

%
64
36
100

OR

95% CI

0,000

74,182

8,969613,557

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan

yang membentuk seseorang untuk patuh atau

dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang

tidak terhadap cara penggunaan obat yang sudah

patuh pada kelompok kasus sebanyak 34 responden

dianjurkan. Ketiga yaitu, proses menjalani

(97%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak

komunikasi Baik dan buruknya komunikasi

11 responden (31%). Selanjutnya, respoden yang

pengguna obat dengan tenaga kesehatan akan

patuh pada kelompok kasus sebanyak 1 responden

berdampak pesat terhadap kepatuhan maupun tidak

(3%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak

dalam penggunaan obat. Keempat yaitu kebosanan,

24 responden (69%).

pasien tidak mematuhi aturan atau tidak patuh

Beberapa faktor penyebab ketidakpatuhan yang

terhadap anjuran yang diberikan karena merasa

pertama adalah persepsi dalam hal ini konteks

bosan

pengguna obat atau pasien dalam proses menjalani

berkepanjangan. (Zeenot S, 2013)

pengobatan. Kedua, keluarga dan lingkungan


terdekat dimana keberadaan keluarga maupun
lingkungan merupakan bagian dari faktor terkuat

terhadap

proses

pengobatan

yang

Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO)

distribusi Frekuensi Kinerja PMO dapat dilihat

Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan

dalam Tabel 2 dibawah ini.

selama periode tertentu didalam melaksanakan


tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama. (Riani, 2011) .
Tabel 2 Analisis Hubungan Antara Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Status Kesembuhan pasien
Tuberkulosis Paru

Kinerja PMO
Kurang Baik
Baik
Jumlah

Kelompok
Kasus
Kontrol
n
%
n
%
28
80
3
9
7
20
32
91
35
100
35
100

Total
n
31
39
70

%
44
56
100

OR

95% CI

0,000

42,667

10,064180,891

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam

Hubungan Antara Kepatuhan berobat dengan

Tabel 2 diketahui bahwa Pengawas Menelan Obat

Status Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru

(PMO) yang kinerjanya kurang baik pada kelompok

Kepatuhan pengguna obat/pasien terhadap cara

kasus terdapat 28 orang (80%) sedangkan pada

menelan obat merupakan bagian paling penting

kelompok kontrol terdapat 3 orang (9%).

untuk mengoptimalkan khasiat dan kegunan obat

Selanjutnya Pengawas Menelan Obat (PMO) yang

dalam proses penyembuhan.

kinerjanya baik pada kelompok kasus terdapat 7


orang (20%) sedangkan pada kelompok kontrol
terdapat terdapat 32 orang (91%).

Kepatuhan menelan obat merupakan perilaku

McCormick dan Tiffin menjelaskan bahwa

pengguna obat atau pasien dalam menaati segala

terdapat 2 variabel yang mempengaruhi kinerja

bentuk nasihat dan petunjuk oleh tenaga medis

yaitu yang pertama variabel individu yang terdiri

mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan oleh

dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur,

Pengguna

motivasi, keadaan fisik, kepribadian dan sikap,

pengobatan yang optimal.

obat

untuk

mendapatkan

hasil

kedua yaitu variabel situasional yang menyangkut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

2 faktor yaitu faktor sosial dari organisasi, meliputi

hubungan antara kepatuhan berobat dengan status

kebijakan, jenis latihan dan pengalaman, sistem

kesembuhan pasien tuberkulosis paru. Hal ini

upah serta lingkungan sosial, dan faktor fisik dan

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

pekerjaan, meliputi metode kerja, pengaturan dan

Ningsih dan Wahyono pada tahun 2010 yang

kondisi, dan perlengkapan kerja.

menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara

kepatuhan berobat dengan kesembuhan. Peneliti


lain juga yaitu Muniroh (2013) menemukan hasil
yang

sama

yaitu

terdapat

hubungan

antara

kepatuhan berobat dengan kesembuhan karena

disembuhkan dan melakukan pengobatan dengan

kepatuhan memiliki pengaruh yang besar terhadap

teratur.

kesembuhan. Hal ini dibenarkan dengan adanya


teori yang dikemukakan oleh H.L Blum bahwa

Hubungan Antara Kinerja Pengawas Menelan

perilaku juga dapat mempengaruhi status kesehatan,

Obat (PMO) dengan Status Kesembuhan Pasien

maka kepatuhan sangat berpengaruh terhadap

Tuberkulosis Paru

keberhasilan pengobatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

Kepatuhan berobat sangat diperlukan untuk


menunjang

proses

kesembuhan.

Pengetahuan

hubungan antara kinerja Pengawas Menelan Obat


(PMO)

dengan

status

kesembuhan

pasien

seorang penderita Tuberkulsosis tentang proses

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas

pengobatannya akan membantu penderita tersebut

Tamako, Puskesmas Manganitu dan Puskesmas

untuk lebih patuh dalam berobat.

Tahuna Timur di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Hasil

perhitungan

Odds

Ratio

(OR)

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa penderita Tuberkulosis Paru di

dilakukan oleh Muniroh (2013) bahwa terdapat

wilayah kerja Puskesmas Tamako, Puskesmas

hubungan antara Pengawas Menelan Obat (PMO)

Manganitu, dan Puskesmas Tahuna Timur yang

dengan kesembuhan. Keteraturan pengobatan atau

tidak patuh berobat akan berisiko mengalami

kepatuhan pasien dalam menelan obat maka dapat

ketidaksembuhan 74 kali bila dibandingkan dengan

terjamin dengan seorang Pengawas Menelan Obat

penderita yang patuh berobat.

(PMO).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Firdous (2006)

Hasil

perhitungan

Odds

Ratio

(OR)

menyatakan bahwa penderita yang tidak patuh

menunjukkan bahwa kinerja Pengawas Menelan

berobat akan berisiko 6,8 kali untuk tidak sembuh

Obat (PMO) dari seorang penderita Tuberkulosis di

dibandingkan dengan yang patuh. Kedua penelitian

wilayah kerja Puskesmas Tamako, Puskesmas

ini

Manganitu, dan Puskesmas Tahuna Timur yang

sama-sama

hubungan

mendukung

antara

kepatuhan

bahwa

terdapat

berobat

dengan

kurang

baik

akan

berisiko

mengalami

kesembuhan Tuberkulosis paru. Penelitian lain juga

ketidaksembuhan 42 kali bila dibandingkan dengan

yang dilakukan oleh Sarwani (2012) menyatakan

kinerja

bahwa ketidakteraturan berobat merupakan faktor

Tuberkulosis Paru yang baik.

pengawas

menelan

obat

penderita

risiko terjadinya Multi Drug Resistant (MDR).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Zubaidah

Sarwani dalam penelitianya menyatakan bahwa Se-

(2013) menemukan bahwa kesembuhan penyakit

seorang

Anti

Tuberkulosis Paru pada responden yang kurang

Tuberkuloisis (OAT) tidak teratur mempunya risiko

mendapat pengawasan dari Pengawas Menelan

2,3 kali lebih besar untuk menderita MDR-TB,

Obat (PMO) berisiko 1,833 kali untuk tidak sembuh

dibandingkan yang mengkonsumsi obat secara

dibandingkan dengan kesembuhan Tuberkulosis

teratur sehingga, diperlukan berbagai dukungan

Paru pada responden dengan Pengawas Menelan

khususnya

Obat (PMO) yang baik.

yang

yang

mengkonsumsi

berasal

dari

Obat

keluarga

dan

lingkungan pasien agar dapat memotivasi penderita


Tuberkulosis

Paru

bahwa

penyakitnya

dapat

Pengawas Menelan Obat (PMO) dari penderita


Tuberkulosis Paru yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Tamako, Manganitu, dan Tahuna Timur

1.

Terdapat hubungan antara Kepatuhan Berobat

terdiri dari petugas kesehatan maupun keluarga

dengan Kesembuhan Tuberkulosis Paru di

penderita baik suami, istri, maupun anak. Penelitian

wilayah kerja Puskesmas Tamako, Puskesmas

yang dilakukan Sarwani (2012) menemukan bahwa

Manganitu dan Puskesmas Tahuna Timur.

diperlukan berbagai dukungan khususnya yang

Penderita Tuberkulosis Paru di wilayah kerja

berasal dari keluarga dan lingkungan pasien agar

Puskesmas Tamako, Puskesmas Manganitu,

dapat

memotivasi penderita Tuberkulosis Paru

dan Puskesmas Tahuna Timur, yang tidak

bahwa

penyakitnya

patuh

dapat

disembuhkan

dan

berobat

akan

berisiko

berisiko

melakukan pengobatan dengan teratur karena

mengalami ketidaksembuhan 74 kali bila

penderita yang tidak teratur berobat akan berisiko 2

dibandingkan dengan penderita yang patuh

kali untuk menderita MDR-TB dibandingkan yang

berobat.

mengkonsumsi obat secara teratur.

2.

Terdapat hubungan antara Kinerja Pengawas

Petugas kesehatan yang juga bertindak sebagai

Menelan Obat (PMO) dengan Kesembuhan

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) memilik

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas

beban ganda terhadap tugas yang di emban selain

Tamako, Puskesmas Manganitu dan Puskesmas

itu, petugas kesehatan harus benar-benar teliti

Tahuna

dengan jadwal menelan obat penderita, jika

Sangihe. Kinerja Pengawas Menelan Obat

penderita tidak datang mengambil obat maka hal

(PMO) dari seorang penderita Tuberkulosis di

tersebut menjadi kewajiban petugas kesehatan yang

wilayah kerja Puskesmas Tamako, Puskesmas

juga bertindak sebagai Pengawas Menelan Obat

Manganitu, dan Puskesmas Tahuna Timur yang

(PMO)

untuk

penderita,

mengantarkan obat

berbeda

dengan

Timur

baik

di

akan

Kabupaten

ke

rumah

kurang

pernyataan

dalam

ketidaksembuhan 42 kali bila dibandingkan


kinerja

berisiko

Kepulauan

pengawas

mengalami

Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis bahwa

dengan

menelan

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) bukan

penderita Tuberkulosis Paru yang baik.

obat

penganti penderita dalam mengambil obat. Hal itu


dilakukan oleh petugas kesehatan yang ada di

SARAN

wilayah kerja Puskesmas Tamako, Manganitu, dan

1.

Bagi Puskesmas

Tahuna Timur agar penderita cepat sembuh dan

Memberikan dorongan kepada penderita agar

tidak menjadi sumber penularan walaupun tidak ada

patuh

dana yang disediakan oleh pemerintah untuk hal

memeriksakan dahak sesuai jadwal yang telah

tersebut, padahal mengingat paling banyak rumah-

ditentukan dan memberikan penyuluhan kepada

rumah penderita tuberkulosis paru yang ada di

keluarga penderita. Memberikan pendidikan

Kabupaten Sangihe khususnya di wilayah kerja

kepada setiap Pengawas Menelan Obat (PMO)

Puskesmas Tamako, Manganitu dan Tahuna Timur

yang berasal dari keluarga penderita.

berada jauh dari jalan raya.

2.

berobat

sesuai

petunjuk

petugas,

Bagi Penderita
Diharapkan agar patuh terhadap petunjuk

KESIMPULAN

petugas dalam berobat untuk proses


kesembuhan sehingga tidak terjadi resistensi

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011).
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Dirjen PP dan PL
Firdous U, Rahardjo E, Roselinda (2006). Faktorfaktor Penderita Tuberkulosis Paru Putus
Berobat. Media Litbang Kesehatan XVI(4)
Limbu R (2007). Peran Keluarga Sebagai
Pengawas Minum Obat dalam Mendukung
Proses Pengobatan Penderita TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Bautama Kecamatan
Taebenu Kabupaten Kupang. Media Kesehatan
Masyarakat vol 2 no 1

Muniroh
N
(2013).
Faktor-faktor
yang
Berhubungan dengan Kesembuhan
Penyakit Tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja
Puskesmas Mangkang Semarang Barat,
(Online). Semarang: Jurnal Keperawatan
Komunitas 1(1): 33-42
Murtatningsih.
(2010).
Faktor-faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kesembuhan
Tuberkulosis
Paru.
Semarang:
Jurnal
Kesehatan Masyarakat 6(1):44-50
Peta Kesehatan Indonesia. (2008). Jakarta : Pusat
Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian
Kesehatan RI
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan
Sangihe. (2012). Tahuna : Dinas Kesehatan
Kabupaten Kepulauan Sangihe
Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
(2011). Manado : Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara
Profil Kesehatan Indonesia. (2009). Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Profil Kesehatan Indonesia. (2010). Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Profil Kesehatan Indonesia. (2012). Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Profil Kesehatan Provinsi Per Kabupaten. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
diakses pada tanggal 3 mei 2014 pukul 20.00
wita

Riani, Asri Laksmi. (2011). Budaya Organisasi .


Yogyakarta : Graha Ilmu
Sarwani D (2012). Faktor Risiko MultiDrug
Resitant Tuberculosis. Purwekerto:
Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 8 (60-66)
Wahyuningsih (2004). Analisis Kinerja Pengawas
Menelan Obat Penderita Tuberkulosis oleh Tenaga
Medis di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004.
Tesis tidak diterbitkan. Jakarta : Universitas
Indonesia
Zeenot, S. (2013). Pengelolaan dan Penggunaan
Obat Wajib Apotek.. Jogjakarta :
D-Medika
Zubaidah T (2013). Faktor yang Mempengaruhi
Penurunan Angka Kesembuhan TB di Kabupaten
Banjar tahun 2013. Kalimantan Selatan: Poltekes
Kementrian Kesehatan. Jurnal Buski vol.4 (4) 192199

Você também pode gostar