Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
03:01
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
1.
Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar tentang Cedera Kepala Berat (CKB) diharapkan
mahasiswa mampu memahami secara kognitif, motorik dan afektif serta dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan klien dan memperpendek masa perawatan
klien di rumah sakit.
2.
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan seminar diharapkan:
a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi CKB
b. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi CKB
c. Mahasiswa mampu memahami tentang klasifikasi dari CKB
d. Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinik CKB
e. Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi dari CKB
f. Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan CKB
g. Mahasiswa mampu memahani tentang asuhan keperawatan dari CKB yang
meliputi pengkajian, Analisa data dan Diagnosa Keperawatan, Intervensi
keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi. (Sylvia & Price, 2006).
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai perdarahan
interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti continuitas otak (Sjamsuhidajat,
2002). Resiko utama yang terjadi pada pasien cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan TIK.
Cedera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 2002 ).
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio
(gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu
diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges,
2000:270).
Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:
1.
2.
3.
4.
:4
:3
:2
:2
:5
:4
:3
:2
:1
Respon Motorik
Mematuhi perintah
Menunjuk lokasi nyeri
Reaksi fleksi
Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi)
:6
:5
:4
:3
Ekstensi abnormal
Tidak ada respon, flacid
:2
:1
5.
Berdasarkan morfologi
a. Fraktur tengkorak
1) Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup.
2) Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa
kelumpuhan nervus VIII
b.
B.
Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas ( Mansjoer, 2000:3).
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh,
dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau
pisau (Corkrin, 2001:175).
C.
Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka
dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma
langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya
akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak
jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa
terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi
hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 2000:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya
penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi
dan penekanan pada batang otak. rauma pada kepala menyebabkan tengkorak
beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran
makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan
akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap
oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan
menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga
suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema
cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak,
karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan
TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah
dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and Wilson, 2006:1010).
D. Manifestasi Klinik
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f. Edema jaringan otak
g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan
periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan
penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
1) Kacau mental koma
2) Gerakan bertujuan tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3) Pupil isokhor anisokhor
b.
Hematoma subdural
1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura
3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5) Perluasan massa lesi
6) Peningkatan TIK
7) Sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8) Disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1) Nyeri kepala hebat
2) Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2.
jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak
dan Gallo, 2001:226)
E.
Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan
otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan,
perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap
struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak
irreversible, kematian.
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak
punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
c. Kebocoran cairan cerebrospinal,
dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 6 %
pasien dengan cidera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan
elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbai dapat
mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko meningitis yang
meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih
kontoversial. Otorea atau rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau
meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.
d. Fistel Karotis-Kavernosus,
ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi
diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling
efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
e. Diabetes Incipidus,
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan
sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.
Vasopresin arginin (pitressin) 5 10 unit intravena, intramuscular, atau subkutan
setiap 4 6 jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 4 mg setiap
12 jam, diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam,
dan volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung
pada berat ringannya hipernatremia.
f. Kejang Pascatrauma,
dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk
kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut,
dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan
epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala
tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan
intrakranial ayau fraktur depresi.
g. Pneumonia, radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolidasi.
h. Meningitis Ventrikulitis
i. Infeksi saluran kemih
j. Perdarahan gastrointestinal
k. Sepsis asam negatif
l. Kebocoran CSS
Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
2. Hemorarghi
3. Kegagalan nafas
4. Diseksi ekstrakranial
Komplikasi menurut
F.
G.
Pemeriksaan Diagnostik
1. X Ray tengkorak
Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
2. CT Scan
Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada
jaringan mati.
3. MRI (Magnetic Resonan Imaging)
Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang
elektomagnetik.
4.
5.
Pemeriksaan Laboratorium
Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.
Pemeriksaan analisa gas darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN CKB
A.
Pengkajian
Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status
kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului
anamnesis yang teliti.
1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai
adalah:
Jalan nafas
Pernafasan
Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari
benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofuring,
diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada
riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury), Jamb dengan kepala dibawa
atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa:
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala
adalah sebagai berikut :
C.
Rencana Perawatan
No
1
Diagnosa
Keperawatan
Perfusi
jaringan tak
efektif
(spesifik
sere-bral) b.d
aliran arteri
dan atau
vena
terputus,
dengan
batasan
karakteristik :
- Perubahan
respon
motorik
- Perubahan
status mental
- Perubahan
Intervensi
NOC:
1.
1.
Catat perubahan respon
klien terhadap stimu-lus /
rangsangan
Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan
serebral
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama .x 24 jam,
klien mampu mencapai :
1. Status sirkulasi
dengan indikator:
Tekanan
darah sis-tolik dan
diastolik dalam
rentang yang
diharapkan
2.
Monitor TIK klien dan respon
neurologis terhadap aktivitas
3.
4.
5.
Monitor suhu dan angka
leukosit
6.
7.
8.
Berikan posisi dengan
kepala elevasi 30-40O dengan
leher dalam posisi netral
respon pupil
- - Amnesia
retrograde
(gang-guan
memori)
Tidak ada
ortostatik hipotensi
9.
Minimalkan stimulus dari
lingkungan
Tidak ada
tanda tan-da PTIK
Perfusi jaringan
serebral, dengan
indicator :
Klien mampu
berko-munikasi
dengan je-las dan
sesuai ke-mampuan
Monitoring Neurologis
Klien
menunjukkan
perhatian, konsentrasi, dan orientasi
Klien mampu
mem-proses
informasi
3.
Klien mampu
mem-buat
keputusan de-ngan
benar
Tingkat
kesadaran klien
membaik
Terapi Oksigen
1.
Bersihkan jalan nafas dari
secret
2.
Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3.
Berikan oksigen sesuai
instruksi
4.
Nyeri akut
b.d dengan
agen injuri
fisik, dengan
batasan
karakteristik:
Laporan nyeri
kepala secara
verbal atau
non verbal
Respon
autonom
(perubahan
vital sign,
dilatasi pupil)
Tingkah laku
NOC:
Manajemen nyeri
1. Nyeri terkontrol
1.
Kaji keluhan nyeri, lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya
nyeri.
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat
kenyamanan
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
selama . x 24
jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri,
dengan indikator:
Mengenal
faktor-faktor
penyebab
2.
Observasi respon
ketidaknyamanan secara verbal
dan non verbal.
3.
Pastikan klien menerima
perawatan analgetik dg tepat.
4.
Gunakan strategi
komunikasi yang efektif untuk
mengetahui respon penerimaan
klien terhadap nyeri.
5.
Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol nyeri
6.
eks-presif
(gelisah, menangis,
merintih)
Fakta
dari
observasi
Gangguan
tidur (mata
sayu, menyeringai, dll)
Mengenal
onset nyeri
Tindakan
pertolongan non
farmakologi
Menggunakan
analgetik
Melaporkan
gejala-gejala nyeri
kepada tim
kesehatan.
Nyeri
terkontrol
2. Menunjukkan
tingkat nyeri,
dengan indikator:
Melaporkan
nyeri
Frekuensi
nyeri
Manajemen pengobatan
Lamanya
episode nyeri
Ekspresi
nyeri; wajah
Perubahan
respirasi rate
Perubahan
tekanan darah
4.
Kehilangan
nafsu makan
3. Tingkat
kenyamanan,
dengan indicator :
Klien
melaporkan
kebutuhan tidur
dan istirahat
tercukupi
Pengelolaan analgetik
1.
Periksa perintah medis
tentang obat, dosis & frekuensi
obat analgetik.
2.
3.
Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
4.
Pilih cara pemberian IV atau
IM untuk pengobatan, jika
mungkin.
5.
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
6.
Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7.
Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda dan
gejala efek samping, misal
depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8.
Kolaborasi dgn dokter untuk
obat, dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9.
Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip
5 benar
11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan
3
Defisit self
care b.d
NOC :
dengan
kelelahan,
nyeri
Perawatan diri :
(mandi, Makan
Toiletting,
berpakaian)
Aktifitas:
Setelah diberi
motivasi perawatan
selama .x24 jam,
pasien mengerti
cara memenuhi
ADL secara
bertahap sesuai
kemampuan,
dengan kriteria :
Mengerti
secara seder-hana
cara mandi,
makan, toileting,
dan berpakaian
serta mau mencoba
se-cara aman tanpa
cemas
Klien mau
berpartisipasi
dengan senang hati
tanpa keluhan
dalam memenuhi
ADL
1.
Tempatkan alat-alat mandi
di tempat yang mudah dikenali
dan mudah dijangkau klien
2.
3.
Berikan bantuan selama
klien masih mampu mengerjakan
sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1.
Informasikan pada klien
dalam memilih pakaian selama
perawatan
2.
Sediakan pakaian di tempat
yang mudah dijangkau
3.
Bantu berpakaian yang
sesuai
4.
5.
Berikan pakaian pribadi yg
digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
1.
Anjurkan duduk dan berdoa
bersama teman
2.
3.
Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
4.
Beri rasa nyaman saat
makan
4
Peningkatan
tekan-an
intrakranial
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
1.
Pantau tanda dan gejala
peningkatan TIK
b.d pro-ses
desak ruang
akibat
penumpukan
cairan / darah
di dalam otak
(Carpenito,
2000)
2.
Kaji respon membuka mata,
respon motorik, dan verbal, (GCS)
Kesadaran
stabil (orientasi
baik)
Batasan
karakteristik :
Pupil isokor,
diameter 1mm
5.
Catat gejala dan tandatanda: muntah, sakit kepala,
lethargi, gelisah, nafas keras,
gerakan tak bertujuan, perubahan
mental
- Penurunan
kesadaran
(gelisah,
disorientasi)
Reflek baik
Tidak mual
Tidak muntah
3.
Kaji perubahan tanda-tanda
vital
4.
6.
Tinggikan kepala 30-40O
jika tidak ada kontra indikasi
7.
Hindarkan situasi atau
manuver sebagai berikut:
- Perubahan
motorik dan
persepsi
sensasi
8.
- Perubahan
tanda vital
(TD
meningkat,
nadi kuat dan
lambat)
Masase karotis
9.
Fleksi dan rotasi leher
berlebihan
- Pupil
melebar,
reflek pupil
menurun
- Muntah
- Klien
mengeluh
mual
- Klien
mengeluh
pandangan
kabur dan
diplopia
Resiko tinggi
terhadap
perubahan
nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Setelah dilakukan
tindak asuhan
keperawatan
selama .. x 24
jam diharapkan
nutrisi klien
seimbang dengan
berhubungan
dengan mual,
muntah.
KH :
dan vit C
Klien tidak
lemah
Nafsu makan
meningkat
Klien tidak
mual dan muntah
Resiko
kekurangan
volume
cairan
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
selama .. x 24
jam diharapkan
volume cairan klien
dapat terpenuhi
dengan KH.
1.
Klien tidak
lemas
5.
Kolaborasi pemberian
cairan/makanan
6.
Monitor hasil laboratorium
yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN, HMT, Osmolalitas Urin)
ND : normal
Mukosa tidak
kering
baik
PATHWAY
Klik disini => Pathway CKB
Turgor kulit
Kaji TTV
2.
Monitor menekan
makanan/cairan
3.
4.
Anjurkan untuk minum air
banyak
7.
Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Price A. S et al. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Smeltzer C. S & B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, W. A et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996, Hal. 443 450.
Hudak dan Gallo. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2002, Hal.206 208.
Soeparman. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC
dan NOC kriteria hasil NOC.