Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Gagal napas akut dengan disertai retensi CO2 atau tanpa disertai retensi O2.
2.
3.
4.
Keracunan sianida
5.
Kebutuhan meningkat
6.
7.
1.
Untuk melakukan koreksi terhadap gangguan hipoksemia atau hipoksia dan mencegah terjadinya hipoksia
dan hipoksemia.
2.
Mengobati keracunan
3.
4.
Tujuan terapi oksigen adalah untuk meningkatkan tekanan partial oksigen dalam alveoli, mengurangi beban
kerja sistem pernafasan dan mengurangi beban kerja jantung.
5.
Memperbaiki tingkat oksigenasi pada penderita yang oxygen carrying capacitynya rendah, seperti pada
penderita anemia.
6.
Mendorong reabsorbsi udara dalam rongga-rongga tubuh ( pada penderita dengan pneumocephalus atau
pneumotoraks)
Analisanya
Pemberian oksigen pada pasien Wyn Mekar Rupini bertujuan untuk mencegah terjadinya hipoksia dan
hipoksemia pasca operasi, mengurangi beban kerja sistem pernafasan dan mengurangi beban kerja jantung
serta memperbaiki tingkat oksigenasi pada penderita yang oxygen carrying capacitynya rendah karena
pasien pasca operasi.
Konsep dasar terapi oksigen
Dengan meningkatkan pasokan oksigen dalam tubuh diharapkan dapat meningkatkan fraksi oksigen (FiO2)
pada pasien dengan tanpa menggunakan ventilator dan meningkatkan ventilasi alveolar pada pasien yang
menggunakan ventilator.
Dengan meningkatnya edaran oksigen dalam tubuh maka akan meningkatkan isi O2 dalam darah arteri
serta akan dapat meningkatkan / mempertahankan curah jantung normal.
Dengan terapi oksigen maka dapat meningkatkan pelepasan O2 ke jaringan. Untuk memenuhi keutuhan
oksigen tersebut maka terapi harus dilakukan secara kontinyu.
Analisanya
Pada pasien Wyn Mekar Rupini diberikan oksigen dapat meningkatkan pasokan oksigen dalam tubuh
diharapkan dapat meningkatkan fraksi oksigen (FiO2) dalam tubuh. Disamping itu Dengan meningkatnya
edaran oksigen dalam tubuh maka akan dapat meningkatkan isi O2 dalam darah arteri serta akan dapat
meningkatkan / mempertahankan curah jantung normal dan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan
pelepasan oksigen kedalam seluruh jaringan tubuh.
Jenis terapi oksigen
Terapi oksigen yang lazim dilakukan
1.
Normobarik
Terapi ini mempergunakan O2 dengan tekanan 1 atmosfir dan lazim di lakukan pada pasien pada umumnya
dengan kebutuhan normal.
2.
Hiperbarik
Terapi oksigen ini mempergunakan O2 tekanan tinggi (> 1 atm) dalam ruangan khusus. Terapi ini dilakukan
untuk pasien pada kasus khusus.
Analisanya
Pada pasien Wyn Mekar Rupini, diberikan terapi oksigen dengan jenis normobarik karena hanya diperlukan
O2 dengan tekanan 1 atmosfir saja, bila dilakukan terapi oksigen hiperbarik dapat menyebabkan gangguan
peningkatan tekanan intrakranial. Sedangkan pada pasien ini tekanan intra kranial tidak boleh tinggi.
Metode / alat terapi oksigen
Kriteria alat yang dipergunakan untuk terapi oksigen adalah
1.
2.
3.
4.
Efisien
5.
1.
a.
Kanula nasal
Terbuat dari selang plastik yang sangat ringan dan mudah menggunakannya. Berdasarkan besarnya aliran
gas oksigen, maka dengan alat ini dapat dihasilkan udara inspirasi dengan FiO2 dengan rentang dari 0,24
0,44. Aliran gas maksimal dengan alat ini adalah 6 L/mnt, karena aliran gas yang lebih besar dari 6
L/mnt ini, tidak akan menghasilkan FiO2 yang lebih besar, dapat menimbulkan krusta dari sekrit hidung,
menyebabkan mukosa hidung menjadi kering, dan epistaksis.
Keuntungan pemberian oksigen dengan alat ini :
Murah
Ditolerir dengan baik oleh penderita
b.
c.
Dapat menghasilkan FiO2 > 0,60 (untuk penderita dengan hipoksia moderat sampai berat).
Oksigen dari ruang rugi anatomi dimanfaatkan kembali
Kerugiannya
d.
2.
1.
Terhadap respirasi
Narkosis CO2, dapat terjadi pada pasien dengan kendali napasnya bergantung pada hipoksemia, misalnya
pada eksaserbasi akut bronkitis kronis. Pasien mengalami koma karena depresi napas yang berakibat pasien
meninggal. Pada pasien tersebut harus segera diatasi dengan ventilasi mekanik.
2.
Keracunan O2
Terjadi akibat pemberian oksigen dengan FiO2 > 60% dalam jangka waktu lama (> 150 jam). Kelainan yang
timbul berupa kongesti kapiler, penebalan membran, edema interstitiel / alveolar, konsolidasi dan atelektasis
yang menyebabkan displasia bronko pulmoner. Makin tinggi FiO2 dan makin lama pemberian O2 maka
displasia yang diderita makin berat. Sehingga kejadian sulit dibedakan dengan masalah primer paru.
Analisanya
Pada pasien Wyn Mekar Rupini tidak ditemukan terjadinya komplikasi karena saat pemberian oksigen telah
dilakukan pengawasan yang optimal dan pemberian oksigen sesuai dengan instruksi dan kebutuhan pasien
denganpasca operasi.
Referensi
Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume III, EGC, Jakarta
Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan,Alih bahasa Yayasan
ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung
Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian
Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Barry A Shapiro & William T Peruzzi : Clinical Application of Blood Gases
Lynelle N B Pierce