Você está na página 1de 14

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Pengertian Batubara


Batubara merupakan salah satu bahan bakar disamping minyak dan gas
bumi dan panas bumi. Batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang sudah
mati dengan komposisi utama terdiri dari cellulosa yang telah mengalami proses
pembatubaraan (coalification). Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan
mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit.
Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan (dari tingkatan
paling tinggi sampai tingkatan paling rendah) yaitu : antrachit, bituminous coal,
sub bituminous coal, lgnite dan peat. Namun ada juga yang mengklasifikasikan
batubara berdasarkan nilai kalornya menjadi 3 klasifikasi yaitu :
1. High rank, meliputi meta antrachite, antrachite, semi antrachite.
2. Moderate rank, meliputi low volatile, bituminous coal, high volatil coal.
3. Low rank, meliputi sub bituminous coal, lignite.
(Sukkandarrumidi, 2004 : 1 4)
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan
sesudah proses coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara.
Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam menghitung
cadangan dan merencanakan cara penambangannya. Dikenal beberapa bentuk
lapisan batubara yaitu: (Sukandarrumidi, 2004 : 18-24):
a) Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya
melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi.

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.1
Lapisan Batubara Bentuk Horse Back

3-1

b) Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah.

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.2
Lapisan Batubara Bentuk Pinch
c) Bentuk Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian deposit batubara terdapat urat
lempung.

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.3
Lapisan Batubara Bentuk Clay Vein
d) Bentuk Burried Hill
Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana batubara semula terbentuk
terdapat suatu kumulasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.4
Lapisan Batubara Bentuk Burried Hill

3-2

e) Bentuk Fault
Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami
beberapa seri patahan.

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.5
Lapisan Batubara Bentuk Fault
f) Bentuk Fold
Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami
perlipatan.

Sukandarrumidi, 2004

Gambar 3.6
Lapisan Batubara Bentuk Fold
3.2.

Pengertian Sumberdaya dan Cadangan Batubara


Sumberdaya batubara adalah bagian dari endapan batubara yang

diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumberdaya batubara ini dibagi dalam kelaskelas sumberdaya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara
kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh
jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila
setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara adalah bagian dari sumberdaya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat
pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.

3-3

3.3.

Permodelan Endapan Batubara


Secara umum, permodelan dan perhitungan Sumberdaya dan cadangan

batubara memerlukan data-data dasar sebagai berikut :


1) Peta Topografi
2) Data penyebaran singkapan batubara
3) Data dan sebaran titik bor
4) Peta geologi local (meliputi litologi, stratigrafi, dan struktur geologi)
5) Peta situasi dan data-data yang memuat batasan-batasan alamiah seperti
aliran sungai, jalan, perkampungan, dan lain-lain
Data penyebaran singkapan batubara berguna untuk mengetahui cropline
batubara, yang merupakan posisi dimana penambangan dimulai. Dari pemboran
diperoleh hasil berupa data elevasi roof dan floor batubara. Peta situasi dan datadata

yang

memuat

batasan-batasan

alamiah

(aliran

sungai,

jalan,

perkampungan, dan sebagainya) berguna untuk menentukan batas/boundary


perhitungan Sumberdaya dan cadangan. Endapan batubara yang tidak dapat
ditambang karena batasan-batasan alamiah tersebut tidak diperhitungkan dalam
perhitungan Sumberdaya.
Dari data-data dasar tersebut akan dihasilkan data olahan, yaitu data dasar
yang diolah untuk mendapatkan model endapan batubara secara tiga dimensi
untuk selanjutnya akan dilakukan penghitungan Sumberdaya endapan batubara.
Data olahan ini terdiri atas :
1) Peta isopach; merupakan peta yang menunjukkan kontur penyebaran
ketebalan batubara. Data ketebalan pada peta ini merupakan tebal
sebenarnya yang dapat diperoleh dari data bor, uji puritan, uji sumur, atau
dari singkapan. Peta ini juga dapat disusun dari kombinasi peta iso struktur.
Selain itu tujuan penyusunan peta ini adalah untuk menggambarkan variasi
ketebalan batubara di bawah permukaan.
2) Peta kontur struktur, menunjukkan kontur elevasi yang sama dari top atau
bottom batubara. Untuk elevasi top atau bottom batubara dapat diperoleh dari
data bor. Peta kontur struktur berguna untuk mengetahui arah umum/jurus
masing-masing seam batubara, sekaligus sebagai dasar untuk menyusun
peta isooverburden.
3) Peta Iso kualitas; menunjukkan kontur hasil analisis parameter kualitas.

3-4

3.4.

Perencanaan Tambang
Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran

kegiatan serta urutan teknis pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan
yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan.
Perencanaan tambang berhubungan dengan waktu. Perencanaan tambang
meliputi pekerjaan membuat rancangan tambang dalam jangka waktu tertentu
secara aman dan menguntungkan serta menentukan tahapan penambangan
(Nurhakim, 2008 : 1).
Terdapat 3 faktor utama dalam proses perencanaan.
a. Faktor geologi dan alam : kondisi geologi, bentuk endapan, kondisi hidrologi,
topografi, dan karateristik metalurgi.
b. Faktor ekonomi : kadar, tonnase, nisbah pengupasan, kadar batas, biaya
operasi, biaya investasi, keuntungan yang diharapkan, tingkat produksi, dan
kondisi pasar.
c. Faktor teknologi : peralatan, kemiringan lereng penambangan, tinggi jenjang,
kemiringan jalan, batas kuasa pertambangan, dan batas penambangan.
Fungsi perencanaan secara umum antara lain :
a. Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam
mencapai tujuan.
b. Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan,
dan kegagalan yang mungkin terjadi.
c. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian.
d. Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik.
e. Penyusunan urutan kepentingan tujuan.
f.

Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian.

g. Cara penggunaan dan penempatan sumber daya secara berdaya guna dan
berhasil guna (Nurhakim, 2008 : 3).
Tujuan dari pekerjaan perencanaan adalah :
a. Melaksanakan penambangan yang secara teknis sesuai dengan metode
kerja yang sitematis, ramah lingkungan, dan sesuai dengan kaidah-kaidah
kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Mencapai sasaran produksi yang telah ditetapkan dengan efisiensi kerja yang
tinggi dan ongkos produksi yang semurah mungkin (Prodjosoemarto, 2004 :
13).

3-5

3.5.

Perancangan Tambang Terbuka


Istilah perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari

proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah


geometri. Perancangan tidak berhubungan dengan waktu (Nurhakim, 2008 : 1).
Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi, dan
kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan
serta urutan teknis pelaksanaannya. Di industri pertambangan dikenal istilah
rancangan tambang (mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan
seperti yang ada pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan
informasinya sudah rinci.
Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu :
a. Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau titik
tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis
besar atau baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian
akan dikembangkan agar sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
b. Rancangan rekayasa (engineering design), adalah suatu rancangan lanjutan
dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan lengkap berdasarkan
data dan informasi hasil penelitian laboratorium serta literatur dilengkapi
dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.
Rancangan konsep umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan
penentuan urutan kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study),
sedangkan rancangan rekayasa dipakai sebagai dasar acuan atau pegangan
dari pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan
batas akhir tambang, tahapan penambangan (mining stages/ mining phases
pushback),

penjadwalan

produksi

dan

material

buangan

(waste)

(Prodjosoemarto, 2004 : 2).


Ada empat ketentuan dalam merancang tambang, yaitu :
a. Membuat rancangan jalan masuk alat untuk mencapai setiap jenjang kerja.
Jalan di dalam pit biasanya bersifat sementara, berubah-ubah sesuai
kemajuan tambang.
b. Memenuhi persyaratan geoteknik, berupa rekomendasi kemiringan lereng
penambangan.
c. Menyesuaikan keadaan endapan, dalam menentukan wilayah dan tahap
penambangan, menentukan penempatan jalan, atau menentukan lokasi
endapan akan tersingkap.

3-6

d. Memaksimalkan efisiensi kegiatan penambangan, misalnya dengan cara


menyediakan lebar jenjang kerja optimum yang diperlukan untuk keleluasaan
kerja alat (Lambert, 2005 : 3-4).
3.5.1. Penentuan Batas Penambangan
Penentuan batas penambangan bertujuan untuk menentukan batas-batas
penambangan pada suatu cebakan bahan galian (yakni jumlah cadangan dan
kadarnya), yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan tersebut
sebelum memasukkan faktor nilai waktu dari uang. Tidak diperhitungkannya nilai
waktu dari uang akan menghasilkan bentuk pit yang paling besar untuk suatu set
parameter ekonomis tertentu. Besar pit akan berkurang dengan menambah
faktor bunga (Arif dan Adisoma, 2002 : 2).
Bentuk, ukuran, posisi bahan galian, BESR yang sesuai dan kemantapan
lereng merupakan pertimbangan untuk menentukan batas akhir tambang. Batas
penambangan harus digambarkan pada peta (Prodjosoemarto, 2004 : 13).
Tahap-tahap penambangan terakhir pada kelayakan proyek jangka
panjang berpengaruh minimal terhadap rate of return. Oleh karena itu, kurang
bijak jika mencurahkan terlalu banyak waktu untuk perancangan batas
penambangan. Cara yang tidak terlalu memakan waktu untuk menentukan pit
limit

dan melakukan pengecekan awal adalah penerapan metode kerucut

terpancung (floating cone) atau 3-D Lerchs-Grossmann. Studi sensitivitas


dengan melakukan perubahan-perubahan kecil pada parameter pokok seperti
sudut lereng, harga komoditas, ongkos-ongkos, dan lain-lain akan membantu
dalam pemilihan skenario untuk dasar perancangan. Untuk proyek penambangan
dengan jangka waktu yang relatif singkat, misalnya kurang dari 15 tahun
diperlukan tenaga dan waktu yang lebih banyak untuk menentukan batas
penambangan, terutama bila lereng akhir dibuat pada tahap-tahap awal (Arif dan
Adisoma, 2002 : 2).
Cara lain yang lebih serius adalah dengan melakukan perancangan dua
geometri pit yang berbeda, lengkap dengan jalan angkutnya dan dengan lereng
akhir pada berbagai posisi yang berlainan, kemudian dipilih alternatif mana yang
terbaik. Pada tahap-tahap belakangan, khususnya ketika lereng akhir dengan
nisbah pengupasan yang relatif besar akan dibuat, tenaga yang besar perlu
dicurahkan untuk perancangan batas penambangan ini. Studi kelayakan yang
memakan waktu beberapa bulan dapat dilakukan. Beberapa alternatif rancangan

3-7

dapat dibuat untuk melihat detail dari penjadwalan produksi, kebutuhan alat serta
biaya (Arif dan Adisoma, 2002 : 3-4).
3.5.2. Dimensi Jenjang
Komponen dasar dalam penggalian di tambang terbuka adalah jenjang.
Bagian-bagian jenjang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Tiap-tiap jenjang memiliki
permukaan bagian atas dan bagian bawah yang dipisahkanolehjarak H yang
disebutsebagaitinggijenjang. Permukaan sub-vertikal yang tersingkap disebut
sebagai muka jenjang (bench face). Semuanya itu digambarkan dengan kaki
lereng (toe), puncak (crest) dan sudut muka jenjang (face angle). Sudut muka
jenjang ini dapat bervariasi tergantung pada karakteristik batuan, orientasi
jenjang dan peledakan. Pada batuan keras, sudut ini bervariasi antara 55o 80o.
Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut jenjang dasar
(bench floor). Lebar jenjang ini adalah jarak antara crest dan toe yang diukur
sepanjang permukaan jenjang bagian atas. Lebar bank adalah proyeksi
horizontal dari muka jenjang (gambar 3.8).

Sumber : Hustrulid,1998 : 254


Gambar 3.7.
Bagian- bagianJenjang
Ada beberapa tipe jenjang. Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana
dilakukan proses penambangan. Lebar yang digali dari jenjang kerja ini disebut
cut. Lebar jenjang kerja (W B) didefinisikan sebagai jarak dari crest pada jenjang
dasar ke posisi toe yang baru setelah cut digali (gambar 3.9)
Setelah cut dipindahkan, maka akan terlihat sisanya adalah sebagai
jenjang pengaman atau jenjang penangkap (catch bench) dengan lebar
SB.Tujuan pembuatan jenjang penangkap ini adalah :
-

untuk mengumpulkan material yang meluncur dari jenjang yang ada di


atasnya.

3-8

Untuk memberhentikan pergerakan boulder yang bergerak ke bawah.

Sumber : Hustrulid, 1998 : 255


Gambar 3.8.
Penampang Jenjang Kerja dan Fungsi Jenjang Penangkap
Secara umum, lebar dari jenjang penangkap adalah 2/3 dari tinggi
jenjang. Sedangkan pada akhir umur tambang lebar jenjang penangkap kadangkadang dikurangi sampai kira-kira 1/3 dari tinggi jenjang.
Tabel 3.1.
Dimensi Jenjang Penangkap
Bench Height
(m)
15
30
40

Impact zone
(m)
3.5
4.5
5.0

Berm Height
(m)
1.5
2
3

Berm Width
(m)
4
5.5
8

Minim. Bench
Width (m)
7.5
10
13

Sumber : Call,1986 ; dalam Hustrulid dan Kuchta,1995 : 256

3.6.

Tahapan Penambangan
Tahapan penambangan (pushback) adalah bentuk-bentuk penambangan

(mineable geometries) yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang,


dari titik masuk awal hingga ke bentuk akhir pit. Nama-nama lain adalah
phases,slices, stages. Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi
seluruh volume yang ada dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih
kecil sehingga lebih mudah ditangani. Dengan demikian, problem perancangan
tambang tiga dimensi yang amat kompleks dapat disederhanakan. Elemen waktu
dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan
tiap-tiap pushback merupakan pertimbangan penting.

3-9

Arah kemajuan penambangan adalah dari daerah singkapan ke arah


tegak lurus jurus lapisan batubara sampai lereng akhir penambangan, kemudian
bergerak maju ke daerah penambangan tahun berikutnya mengikuti penyebaran
lapisan batubara. Tahapan penambangan ini biasanya dirancang mengikuti
urutan penambangan dengan algoritma floating cone untuk berbagai skenario
harga komoditas. Bentuk tahapan penambangan ini tidak akan persis sama
dengan geometri yang dihasilkan floating cone karena kendala operasi seperti
lebar tahapan penambangan minimum. Tahapan-tahapan penambangan yang
dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah kerja dan
menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan yang efisien (Arif
dan Adisoma, 2002 : 6).
3.6.1. Kriteria Perancangan Tahapan Penambangan
Terdapat beberapa kriteria dalam melakukan perancangan tahapan
penambangan yaitu sebagai berikut :
a. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja baik. Untuk truk
dan eksavator besar, lebar pushback minimum adalah 100-130 meter. Untuk
loader dan truk berukuran sedang 60 meter sudah cukup lebar. Jumlah
eksavator yang yang diperkirakan akan bekerja bersama-sama pada sebuah
pushback juga mempengaruhi lebar minimum ini.
b. Tak kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak satu jalan angkut
untuk setiap pushback, untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat
dan memungkinkan akses ke luar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula
akses ke seluruh permuka kerja.
c. Perlu diperhatikan bahwa penambahan jalan pada suatu pushback akan
mengurangi lebar daerah kerja (sebanyak lebar jalan) di bawah lokasi jalan
tersebut. Jika beberapa jalan atau switchback akan dimasukkan ke suatu
pushback, lebar awal di sebelah atas harus ditambah untuk memberi ruangan
ekstra.
d. Perlu diperhatikan pula bahwa kondisi tambang tidak akan pernah sama
bentuknya dengan rancangan tahap-tahap penambangan (phase design). Ini
karena dalam kenyataannya, beberapa pushback akan aktif pada waktu yang
sama (dikerjakan secara bersamaan).
e. Suatu patokan pengukur jarak (template untuk lebar jalan, panjang segmen
jalan antar jenjang, jarak centerlines) yang sederhana amat berguna untuk
perancangan secara manual (Arif dan Adisoma, 2002 : 6-7).

3-10

3.6.2. Penampilan Rancangan Tahapan Penambangan dalam Laporan


Beberapa cara untuk menampilkan rancangan tahapan penambangan
dalam laporan yaitu sebagai berikut :
a. Peta penampang horizontal tampak atas (plan/level map) memperlihatkan
bentuk pit pada akhir tiap tahap. Bila mungkin ditandai setiap perubahan.
b. Peta penampang horizontal yang menunjukkan batas seluruh pushback pada
satu atau dua elevasi jenjang. Lihat gambar 3.3.
c. Peta penampang vertikal tampak samping (cross section) yang menunjukkan
geometri seluruh pushback (gambar 3.4).
d. Tabel jumlah ton bahan galian, kadarnya, jumlah material total dan nisbah
pengupasan untuk setiap pushback. Tabulasi jumlah dan kadar material per
jenjang untuk tiap pushback diperlukan untuk penjadwalan produksi (Arif dan
Adisoma, 2002 : 7).

Sumber :Martson, 2009 : 2


Gambar 3.9.
Penampang Horizontal TahapanPenambangan.

3-11

Sumber : McCarter, 2001 : 1368


Gambar 3.10.
ContohTahapanPenambanganTampakSamping
3.7.

Pengembangan Material
Yang dimaksud dengan pengembangan material adalah perubahan

berupa penambahan atau pengurangan material/tanah yang diganggu dari


bentuk aslinya. Dari faktor tersebut kondisi material dibagi dalam tiga bagian.
Seperti pada gambar berikut ini :

Sumber : Anonim, 2012 : 1


Gambar 3.11.
Pengembangan Material
1. Keadaan asli (Bank condition) Keadaan material yang masih alami dan belum
mengalami gangguan teknologi dinamakan keadaan asli (Bank). Dalam
keadaan seperti ini, butiran-butiran yang dikandungnya masih terkonsilidasi
dengan baik. Satian volume material dalam kondisi asli disebut meter kubik
dalam keadaan asli (Bank Cubic Meter atau BCM)
2. Keadaan gembur (loose condition) Material yang telah digali dari tempat
asalnya, akan mengalami perubahan volume, yaitu mengembang. Hal ini
disebabkan adanya penambahan rongga-rongga udara pada butiran-butiran

3-12

tanah. Dengan demikian volumenya bertambah besar. Satuan volume


material dalam kondisi gembur umumnya disebut meter kubik dalam keadaan
gembur (Loose Cubic Meter atau LCM)
3. Keadaan padat (Compact condition) Keadaan ini akan dialami oleh material
yang mengalami proses pemadatan (pemampatan). Perubahan volume
terjadi, karena adanya penyusutan rongga udara diantara partikel-partikel
material tersebut. Dengan demikian volumenya berkurang, sedangkan
beratnya tetap. Satuan material dalam kondisi padat disebu meter kubik
dalam keadaan padat (Compact Cubic Meter atau CCM). (Anonim, 2012 : 1).
3.8.

Disposal Secara Umum


Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup

untuk mengambil bahan galian yang berada di dalam bumi. Oleh karena itu,
diperlukan suatu area tertentu untuk membuang material tanah penutup tersebut
sehingga tidak menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang
ekonomis. Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste
dump/disposal dan stockpile. Waste dump/disposal adalah daerah pada suatu
operasi tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang material kadar
rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit demi
memperoleh bijih/material kadar tinggi, sedangkan stockpile digunakan untuk
menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang.
Stockpile juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan bijih kadar rendah
yang dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah penutup atau
tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.
Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan
menjauhi nama waste dumps. Istilah yang dipakai adalah disposal area, waste
rock storage area, rock piles, dan lain-lain.
Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan
ataupun bekas penambangan batubara, seperti yang terlihat pada gambar 3.12.
Ketika lubang tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan
ditutupi dengan lapisan tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah
penghijauan. Sudah menjadi tanggung jawab tiap perusahaan penambangan
untuk melakukan penghijauan kembali setelah area penambangan ditutup. Oleh
karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lereng bekas penambangan
harus disiapkan untuk menjadi disposal area.

3-13

Sumber : Sunarno, P. 2008


Gambar 3.12.
Pemindahan lapisan tanah penutup
Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk,
biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada
umumnya daerah yang diperlukan untuk disposal luasnya berkisar antara 23
kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan pertimbangan
diantaranya:

Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 45 %


dibandingkan dengan material in situ.

Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit.

Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.

(Sumber : Sunarno, P. 2008)

3-14

Você também pode gostar