Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Cerebro Vaskuler Disease (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat
proses patologis pada sistem pembuluh darah otak. Stroke menurut World Health
Organization (WHO) adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.1 Proses yang terjadi bisa berupa penyumbatan lumen pembuluh darah
oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas
maupun kualitas darah sendiri.
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan
merupakan penyebab utama disabilitas serius jangka panjang.85% stroke adalah nonhemoragik yang terdiri dari 25% akibat small vessel disease (stroke lakunar), 25% akibat
emboli dari jantung (stroke tromboemboli) dan sisanya akibat large vessel disease.1 Riset
kesehatan dasar tahun 2007 mendapatkan prevalensi stroke nasional sebesar 0.8%.
Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15.9% pada
kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat jadi 26.8% pada kelompok umur 55
sampai 64 tahun.2
Pengobatan yang tepat dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dan
meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan. Peningkatan pengobatan dari
semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam tingkat kematian dalam
beberapa dekade terakhir. Rehabilitasi diperlukan untuk memperbaiki fungsi akibat
gangguan ini.3,4
Adanya permasalahan akibat gangguan motorik dan sensorik setelah penderita
stroke melewati masa kritis menyebabkan diperlukannya rehabilitasi medis agar
penderita dapat meningkatkan kemampuan fungsional yang dimilikinya semaksimal
mungkin.5
Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta memungkinkan
penyandang disabiliti dan atau handicap untuk berpartisipasi secara aktif dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.6
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medik, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rehabilitasi, pekerja sosial
1
medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi akan
menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan diadakan
pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan kendala tiap pasien
serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara penderita dan keluarganya dengan
personil medik.6
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih ke arah
meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau
mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi
kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis sinistra dan paresis
hemoragik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
Manado.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Stroke menurut WHO didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler
(pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral)
yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran
darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah. 1
2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi
masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke
sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.7,8
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwadi
seluruhdunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun2015
dan 7,8 jutapenderita pada tahun 2030.Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit
CiptoMangunkusumo tahun2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke
tahun2000 sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak
706 orangdan tahun2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan
penderitastrokeyang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat
penderitastrokesebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999
sebanyak 393orangdan tahun 2000 sebanyak 459.
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker.Setiap
tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke.Sebanyak 500.000 diantaranya kasus
serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.Sebanyak
75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Di Indonesia
penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5%
3
3. Klasifikasi Stroke
A. Berdasarkan Waktu
1. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak
oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
6. Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan
klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan penunjang.7
7. Diagnosis Topis
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara
membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia basalis,
thalamus), batang otak dan medula spinalis. 19
A. Gejala klinis pada topis di kortikal
1. Afasia
2. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
3. Kejang
4. Gangguan sensoris kortikal
5. Deviasi mata ke daerah lesi
B. Gejala klinis pada topis subkortikal
1. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
2. Gangguan sensorik
3. Sikap distonik
C. Gejala klinis pada topis di batang otak
1. Hemiplegi alternans
2. Nistagmus
3. Gangguan pendengaran
4. Tanda serebelar
5. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
D. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
1. Gangguan sensorik setinggi lesi
2. Gangguan miksi dan defekasi
3. Wajah tidak kelainan
4. Brown Sequard syndrome
8. Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien dengan
rehabilitasi yang intensif.Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab status
neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik
didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.12
Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu :
6
1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi.
2. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah komplikasi sarta
memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besar/kecil, aktivitas sehari-hari, transfer,
mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi dilakukan di bangsal
8. Ortotik prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah disesuaikan
guna memperbaiki aktivitas.
9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai mengenai
penyakit dan deficit neurologic adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang
sebenarnya.
A. Fase awal
7
kebawah).
b.
c.
Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
e.
f.
Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS
dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian
dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat
ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a.
mengucapkan kata-kata.
c.
mengucapkan kata-kata.
d.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali
ke fase yang telah lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai
untuk dapat menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta
keadaan rumah penderita.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
: Tn. T.J
Umur
: 60 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Amurang
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
10
11
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : Eye4 Motoric6 Verbal5
Tanda Vital
: Tekanan Darah
Nadi
: 78x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,8 0C
Kepala
: Normosefal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Cor
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
: Inspeksi
: pergerakan simetris
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Inspeksi
: datar
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
12
Status Neurologis
Nervus
I
II
Teknik Pemeriksaan
Hasil
Normal
tembakau,teh)
Pemeriksaan penglihatan sentral (Visual acuity),
penglihatan perifer (visual field), refleks pupil,
VIII
IX
X
XI
vestibuler
Inspeksi palatum untuk melihat pergeseran uvula
tes refleks muntah
Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu ke bawah
III
IV
V
VI
VII
kepala
pasien
melawan
tahanan
tangan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Parese
Normal
Parese
Parese
Normal
Normal
13
Status Neuromuskuler
Ekstremitas Superior
Status
Gerakan
Kekuatan otot
Tonus otot
Ekstremitas Inferior
Sinistra
Dekstra
Sinistra
Dekstra
Menurun
Normal
Menurun
Normal
4/4/4/4
5/5/5/5
4/4/4/4
5/5/5/5
Normal
Normal
Normal
Normal
Refleks fisiologis
Normal
Normal
Normal
Normal
Refleks patologis
(-)
(-)
(-)
(-)
Protopatik
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
Propioseptif
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
Sensibilitas :
Status Otonom : Buang air kecil biasa, buang air besar biasa
Pemeriksaan Antopometri
: 25 cm
: 24 cm
: 17 cm
Indeks Barthel
Aktivitas
Tingkat Kemandirian
Nilai
Bladder
10
5
0
10
10
5
0
10
10
Bowel/BAB
Toileting
14
Aktivitas
Tingkat Kemandirian
Kebersihan diri
Berpakaian
10
5
10
Makan
Tanpa dibantu.
Memakai alat-alat makan dibantu sebagian.
Dibantu.
10
5
0
10
Transfer/
berpindah
15
10
5
0
Mobilitas
10
Tanpa dibantu.
Dibantu secara fisik / verbal.
Tidak dapat.
10
5
0
Tanpa dibantu.
Dibantu.
5
0
Total
100
90
Naik
tangga
turun
Mandi
Nilai Interpretasi
0-20
25-45
50-75
80-90
100
Nilai
15
Ketergantungan Total
Ketergantungan Berat
Ketergantungan Sedang
Ketergantungan Ringan
Mandiri
Pemeriksaan
Kognitif
5
5
5
5
Registrasi
Normal = Nilai
15
Perhatian
dan
kalkulasi
2
1
2
1
30
30
Mengenal
kembali
Bahasa
Total
Penilaian :
<24 dianggap terdapat gangguan kognitif
>24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
Resume
Laki-laki 60 tahun tahun datang dengan kelemahan sisi tubuh sebelah kiri sejak 10
bulan yang lalu. Tersedak saat minum. Riwayat penyakit dahulu adalah hipertensi tidak
terkontrol dan kolesterol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg dalam
keadaan rileks, mulut mencong ke kiri saat tersenyum. Pada pemeriksaan nervus
cranialis didapatkan kesan paresis N. VII sentral dengan paresis N.IX dan X . Pada
pemeriksaan motorik, kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4 dan inferior
sinistra 4/4/4/4, tonus otot dan refleks fisiologis ekstremitas superior dan inferior dextra
normal. Refleks patologis ekstremitas superior sinistra negatif. Indeks Barthel : 90
(ketergantungan ringan). Pemeriksaan MMSE : 30 ( tidak ada gangguan kognitif )
Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
: Kortikal
Diagnosis Etiologis
Diagnosis Fungsional :
Environment
Personal Factor
Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4
dan inferior sinistra 4/4/4/4)
Latihan lingkup gerak sendi (LGS) aktif untuk ekstremitas superior dan
inferior
17
Terapi Okupasi
Evaluasi :
Program :
Ortotik Prostetik
Evaluasi :
Program
Psikologi
Evaluasi :
Program :
Pasien dilatih untuk memiliki identitas diri, konsep diri, kontrol diri,
kemampuan diri ang realistis.
18
Sosial Medik
Evaluasi :
Program :
Terapi Wicara
Evaluasi :
Program :
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Karema W. Diagnosis dan klasifikasi stroke; simposium stroke up date 2001.
Bagian SMF Saraf FK UNSRAT/RSUP Manado. 2001: 10-5.
2.
Runtuwene Th. Faktor risiko dan pencegahan stroke; Simposium Stroke Up Date
2001. Bagian SMF Saraf FK UNSRAT/RSUP Manado. 2001: 20 - 9.
3. Van Gijn J. Main groups of cerebral and spinal vascular disease: overview. In:
Ginsberg MD, Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular disease: pathophysiology,
diagnosis, and management. 1 ed. Malden: Blackwell Science; 1998:1369-1372
4. Soendoro T, On behalf of RISKESDAS team. Report on result of National Basic
Health Research (RISKESDAS) 2007. Jakarta: The National Institute of Health
Research and Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008.
5. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat,
1995 ; 269-302.
6. Prawirosumarto K. Rehabilitasi fisik pada pasien stroke; REHABILTASI
MEDIK, Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik.Jakarta. 1987:
121-25.
7.
8. Sutrisno, Alfred. Stroke? you must know before you get it!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
9. Feigin, Valery. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
10. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A first large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in indonesia. Jakarta. 1996
11. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke
up date. Manado. Perdosi, 2001.
12. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.p.55-9
13. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF RSUP
Manado. Manado, 1995 ; 1-12.
14. Angliadi LS. Rehabilitasi medik pada stroke. Proceeding symposium stroke up
date. Manado. Perdosi, 2001.
20
15. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In : basic clinical rehabilitation
medicine. Philadelphia. Mosby, 1993 ; p. 87-8.
16. Kolb, Bryan , Whishaw, Ian Q. 1996. Fundamentals of Human Neuropsychology,
Fourth Edition. New York : W. H. Freeman and Company.
17. Harvey RL, et all. Stroke Syndromes. In: Braddom LR. Physical Medicine and
Rehabilitation. Second Volume. New York :Elsevier Saunders; 2011; p. 11801181.
18. Reding MJ, Potes E. Rehabilitation outcome following initial unilateral
hemispheric stroke. Life table analysis approach. Stroke 1988;19:1354-8
19. The Committee of National Institute of Neurological Disorder and Stroke.
National
Institute
of
Health,
Bethesda,
Maryand:
Classification
of
21