Você está na página 1de 13

ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN PANTAI GEJUGAN SEBAGAI

LAHAN BUDIDAYA PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla sp.) DI


KECAMATAN PAJARAKAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA
TIMUR
Rois Muslim
ABSTRAK
Penentuan kesesuaian wilayah diperlukan dalam proses penempatan lahan
budidaya. Salah satu komuditi unggulan budidaya saat ini adalah kepiting bakau
(Scylla sp.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2014 di Perairan
Pantai Gejugan Kab. Probolinggo Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan (a).
mengetahui tingkat kesesuaian perairan sebagai lahan budidaya dan (b).
menganalisis tingkat kualitas peraiaran terhadap kesesuaian budidaya pembesaran
kepiting bakau (Scylla sp.). Metode penelitian ini merupakan pembobotan dan
skoring kesesuaian parameter kualitas perairan dan interpolasi pola sebaran
menggunakan software surfer 10.1. Hasil penelitian ini memperlihatkan kisaran
nilai suhu 28.16 - 29.70C SD 0.58, oksigen terlarut 6.6 - 8.33 ppm SD 0.79, pH
7.35 - 7.85 SD 0.18, salinitas 24.66 - 28.66 ppt SD 1.42, kecerahan 22.16 33.83 cm SD 4.83, tinggi gelombang 10.44 - 14.76 cm SD 1.8, kedalaman 35 82 cm SD 20.33, kelimpahan plankton 5.553 15.007 ind/l, indeks
keanekaragaman plankton 1.92 - 2.16 SD 0.08 dan pasang surut ganda. Hasil
evaluasi kesesuaian perairan berdasarkan skoring dan faktor pembobot didapatkan
stasiun 1, 2, 3 dan 5 dalam katagori sangat sesuai (S1), sedangkan stasiun 4 dan 6
berada dalam katagori cukup sesuai (S2) sebagai lahan budidaya pembesaran
kepiting bakau (Scylla sp.). Secara keseluruhan hasil skoring kesesuaian perairan
dilokasi penelitian berkisar antara 69 82 (65% - 84%) dengan rata-rata 76.67
(75.87%) sehingga dalam katagori sangat sesuai (S1) sebagai lahan budidaya
pembesaran kepiting bakau (Scylla sp.).
Kata kunci : Scylla, kualitas perairan, skoring dan pembobotan

SITE SUITABILITY ANALYSIS GEJUGAN BEACH FOR CRABS CULTURE


ACTIVITY AREA IN PAJARAKAN SUBDISTRICT, PROBOLINGGO DISTRICT,
EAST JAVA
ABSTRAK
Site suitability analysis for crabs culture is important factor for placing culture
activity area. Mud crabs is one of most important role on aquaculture commodity.
This research conduct on April up to May 2014 in Gejugan beach, Probolinggo
district, east java province. The purpose of this research are (a). to analyze site
suitability level area as aquaculture and (b). to analyze water quality parameter
research level of site suitability as aquaculture of mud crabs (Scylla sp.). Site
selection method of this research conducted by arranging the matrix of suitability
using scoring and standardlization formula and interpolation suitability area by
surfer 10.1 software. The result of the research shows that the range skor of
waters temperature; 28.16 - 29.70C SD 0.58, DO 6.6 - 8.33 ppm SD 0.79, pH
7.35 - 7.85 SD 0.18, salinity 24.66 - 28.66 ppt SD 1.42, brightness 22.16 - 33.83
cm SD 4.83, wave heights 10.44 - 14.76 cm SD 1.8, depth 35 - 82 cm SD
20.33, density plankton 5.553 15.007 ind/l, plankton deversity index 1.92 - 2.16

SD 0.08 and type of semi diurnal tides. The evaluation result on the values of site
suitability for the development aquaculture indicates station 1, 2, 3 and 5 very
suitable (S1). Station 4 and 6 is moderately suitable (S2). The result site suitability
level area on research station range between 69 to 83 (65 84%). According to
evaluation result totality is 76.67 (75.87%) which categorize as S1 (very suitable)
for mud crabs (Scylla sp.) culture activity.
Key words : scylla, water quality, scoring and standardlization formula
1. PENDAHULUAN
Perhatian pemerintah dalam

pasar, keamanan dan dan sumberdaya


manusia.

program Peningkatan Export produk

Salah satu kesalahan dalam

Hasil Perikanan (PPEHP) tahun 2013

pengembangan budidaya adalah

adalah usaha mengembangkan

lingkungan perairan yang tidak cocok.

budidaya laut (sea farming).

Kenyataan bahwa, penentuan lokasi

Produktivitas yang tinggi dari budidaya

pengembangan budidaya, lebih

diharapkan dapat mengambil alih

berdasarkan feeling atau trial and error

produksi perikanan tangkap melalui

(Hartoko dan Helmi. 2004). Padahal

optimalisasi sumberdaya dan aplikasi

data atau informasi tentang kelayakan

sains. Sejalan dengan semagat otonomi

lahan (site suitability) sangatlah

daerah. Salah satu komuditi unggulan

diperlukan untuk memecahkan dalam

Export adalah kepiting baik secara

kompetisi pemanfaatan pesisir.

sistem budidaya maupun tangkap.

Persoalan ini, dapat menyebabkan

Berdasarkan data Kementerian

kegiatan pemanfaatan space, pada zona

Kelautan dan Perikanan (2013), ekspor

tersebut menjadi tidak tepat.

kepiting dan produk olahannya sampai

Berdasarkan landasan diatas maka

mencapai 19.786 ton pada bulan

perlu dilakukan suatu penelitian dengan

Januari - Juni 2013. Volume ekspor ini

menganalisis tingkat kesesuaian

meningkat 25.76 persen dibandingkan

wilayah perairan sebagai lahan

periode tahun lalu, yakni 15.733 ton.

budidaya pembesaran kepiting bakau

Wilayah pesisir yang berpotensi

sebagai usaha dalam memanfaatkan

untuk dimanfaatkan baik perikanan

sumberdaya yang ada secara optimal

tangkap maupun budidaya adalah

dan berkelanjutan.

kawasan perairan pantai gejugan.

2. BAHAN DAN METODE

Pemilihan lokasi yang tepat merupakan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

faktor yang penting dalam menentukan

April - Mei 2014 di Perairan Pantai

kelayakan usaha budidaya (Milne,

Gejugan Kec. Pajarakan Kab.

1979), demi keberhasilan budidaya.

Probolinggo Jawa Timur. Penentuan

Beberapa pertimbangan yang yang

stasiun pengamatan ditentukan

perlu diperhatikan dalam penentuan

berdasarkan hasil survei yang menitik

lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri

beratkan pada karasteristik atau

dari parameter fisik, kimia dan biologi

kondisi lingkungan disekitar areal

dan non teknis yang berupa pangsa

budidaya dan ditetapkan sebanyak 6

stasiun pengamatan. Stasiun

Selanjutnya beberapa variabel,

pengamatan yang dipilih adalah lokasi

dilakukan analisis di laboraturium

sekitar tambak non-productive

seperti data kelimpahan dan

kemudian koordinat dari titik tersebut

keanekaragaman plankton dilakukan di

ditentukan dengan mengunakan GPS.

laboratorium Hidrobiologi. Sampel

2.1 Metode Pengambilan Sampel

plankton yang di dapatkan dari lapang

Metode penelitian ini merupakan

menggunakan plankton net no 25

pendekatan spatial dengan melakukan

kemudian dihitung di laboratorium

pengukuran langsung parameter fisika,

menggunakan sedgewick rafter

kimia dan biologi di lapangan yang di

counting dengan bantuan mikroskop.

sertai dengan uji laboratorium.

2.2 Analisa Pola Sebaran

Pengukuran variabel secara in situ

Analisis data dalam penelitian ini,

seperti suhu didapatkan dengan

terdiri dari tahapan pembuatan kontur

menggunakan Thermometer Hg, DO

dan pemodelan spatial, dengan

menggunakan DO meter Digital

penurunan parameter fisika, kimia dan

WalkLab, derajat keasaman (pH)

biologi yang didasari pada model geo-

didapatkan dengan menggunakan pH

statistik (Hartoko, 2000). Titik-titik

meter digital, salinitas didapatkan

pengamatan dari data lapangan yang

dengan menggunakan salinometer,

berupa suhu, oksigen terlarut (DO),

kedalaman dan tinggi gelombang

derajat keasaman (pH), salinitas,

dengan menggunakan tongkat skala,

kedalaman, kecerahan, pasang surut,

kecerahan menggunakan secchi disk,

tinggi elombang dan kelimpahan serta

pengumpulan data ini dilakukan dengan

keanekaragaman plankton dianalisis

3 kali pengulangan (pagi, siang dan

dengan analisis geosatistik, yaitu

sore), sedangkan pengukuran pasang

dengan menginterpolasi data titik

surut dilakukan di salah satu bagan

menjadi area (polygon) menggunakan

tancap milik warga sekitar dengan

Inverse Distance to Power dimana

pengambilan data selama 2 hari per

metode ini

jam.
merupakan metode grid yang cepat,

dikkontrol dengan membatasi titik

dan cenderung membentuk pola mata

titik masukan yang digunakan dalam

sapi pada kontur-kontur yang

proses interpolasi. Titik titik yang

konsientri melingkar pada titik-titik

digunakan dapat ditemukan secara

data. Selain itu metode ini umunya

langsung atau ditentukan berdasarkan

digunakan untuk memetakan kualitas

jarak yang ingin di interpolasi dalam

suatu perairan (Budiyanto, 2005).

proses gridding. Sedangkan kerugian

Metode Inverse Distance to Power (IDP)

metode Inverse Distance to Power (IDP)

ini memiliki beberapa keunggulan dan

adalah nilai hasil interpolasi terbatas

kelebihan tersendiri yang meliputi (1).

pada nilai yang ada, sehingga nilainya

Karakteristik interpolasi dapat

tidak bias lebih kecil dari minimum

ataupun lebih besar dari sampel.

parameter pembatas kegiatan budidaya

Sehingga, puncak tertinggi dan lembah

pembesaran kepiting bakau. Dalam

terdalam tidak dapat ditampilkan dari

penelitian ini setiap parameter dibagi

hasil interpolasi medel ini. Kemudian

dalam 3 kelas yaitu kelas sesuai, kurang

Hasil interpolasi masing-masing

sesuai, dan tidak sesuai. Kelas sesuai

kualitas perairan tersebut kemudian

diberi skor 5 (lima), kelas kurang sesuai

disusun dalam bentuk peta-peta tematik

diberi 3 (tiga), dan kelas tidak sesuai

pada setiap parameter penelitian.

diberi skor 1 (satu). Parameter yang

2.3 Analisis Kesesuaian Lahan

dapat memberikan pengaruh lebih kuat

Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan

diberi bobot lebih tinggi dari pada

dilakukan dengan menyusun matriks

parameter yang lebih lemah

kesesuaian untuk menilai kelayakan

pengaruhnya. Adapun kriteria

atas dasar pemberian skor pada

kesesuaian lahan budidaya rumput laut


dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut


N
o

Parameter

1.

Oksigen terlarut
(mg/l)

2.

Salinitas (ppt)

3.

pH Perairan

4.

Suhu (oC)

5.

Densitas plankton

6.

Deversitas
plankton

7.

Kecerahan (cm)

8.

Pasang Surut (cm)

9.

Gelombang (cm)

10
.

Kedalaman (cm)

Kelas
<3
34
>4
>35
10 - 15 & 25 - 35
15 - 25
<6 dan >9
6 - 7,5
7,3 8,5
<18 dan >32
18 25 & 30 32
25 30
<1.000 dan > 900.000
100.000 900.000
1.000 - 90.000 cel/l
<0,5
0,5-0,75
0,75 1
< 25
25 55
55 70
< 0,5 atau > 3,5
0.5 1 atau 3 3 3,5
13
> 50
26 50
0 25
> 300
200 300
0 200

Skor
(A)
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5
1
3
5

Bobot
(B)
3

Hasil
(AxB)
3
9
15
2
6
10
2
6
10
2
6
10
3
9
15
2
6
10
1
3
5
3
9
15
1
3
5
1
3
5

Sumber : William 2003, Ramelan 1994, Buwono 2008, Poernomo 1988, Gunarto
2005, Cholik 2005 dan Strin 1981.
Total skor dari hasil perkalian nilai

lahan pembesaran kepiting bakau

parameter dengan bobotnya tersebut

(Scylla sp.) dapat digunakan rumus

selanjutnya dipakai untuk menentukan

sebagai berikut:

kelas kesesuaian lahan budidaya

I=

pembesaran kepiting bakau


berdasarkan karakteristik kualitas

( ai . Xn ) max( ai . Xn ) min
k

Dimana :

perairan. Nilai maksimum kesesuaian


lahan budidaya kepiting bakau sebesar
95, nilai tersebut diperoleh dari skor

: Interval klas kelayakan

: Jumlah klas kelayakan yang

ditentukan

maksimum dikali bobot. Sedangkan


nilai minimum sebesar 19, nilai tersebut
diperoleh dari skor minimum dikali

ai

: Faktor pembobot

Xn

: Nilai tingkat dukungan

parameter

bobot.

Berdasarkan rumus dan perhitungan

Untuk menentukan interval kelas

diatas diperoleh interval kelas dan nilai

dan nilai kesesuaian wilayah sebagai

kesesuaian lahan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kesesuaian lahan (hasil analisis)


N
o
1
2
3
4

Kisaran Nilai
Skor
76 95
57 75.9
38 56.9
19 37.9

Tingkat Kesesuaian

Evaluasi / Kesimpulan

S1
S2
S3
N

Sangat Sesuai
Sesuai
Sesuai bersyarat
Tidak sesuai

Kemudian untuk mengetahui


Indeks keseuaian kawasan maka

: Persentase dalam 1 interval

nilai

dilakukan perhitungan dengan mencari

pembobotan

nilai N terlebih dahulu, Nilai N

ai

: Faktor pembobot

merupakan nilai 1 persentase dari hasil

Xn

: Nilai tingkat dukungan variable

pembobotan yang di dapatkan,

Berdasarkan metode persamaan

sehingga interval penilaian persentase

di atas sehingga diperoleh nilai

berada pada kisaran 0 sampai 100 %.

persentase dalam 1 interval kesesuaian

Untuk mencari nilai N dapat diketahui

kualitas perairan untuk budidaya

dengan menggunakan persamaan

kepiting bakau (Scylla sp.) dan di

berikut:

patkan bahwa nilai N adalah 0.76


sehingga dengan mengentahui nilai N

N=
Dimana :

( ai. Xn ) max( ai . Xn ) min


100

tersebut dapat dipergunakan untuk


menentukan nilai Indeks Kesesuaian
Wilayah (IKW) dengan menggunakan
persamaan berikut ini.

IKW=

Nb( ai. Xn ) min


N

Dimana :
IKW : Indek kesesuaian kawasan
ai

: Faktor pembobot

Xn : Nilai tingkat dukungan variable


Min : Nilai terendah
N

: Persentase dalam 1 interval

nilai
pembobotan (0.76)
Nb : Nilai hasil pembobotan

Stasiun
1

113.3440
36

7.76906
3
2
Stasiun 113.3422
2
09
7.76974
1
3
Stasiun 113.3396
3
18
7.76991
2
4
Stasiun 113.3408
4
89
7.77170
8
5
Stasiun 113.3426
5
39
7.77173
1
6
Stasiun 113.3441
6
34
7.77122
2
Prinsip penentuan stasiun ini

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

didasarkan pada keterwakilan lokasi

3.1 Lokasi Titik Pengamatan

dengan sifat dan karakteristik yang

Pengambilan data parameter kualitas

berbeda. Stasiun 1 mewakili daerah

perairan dilakukan pada 6 stasiun

perlintasan perahu nelayan, stasiun 2

berbeda dan posisi pengambilan data

merupakan daerah laut lepas yang

pada setiap parameternya dicatat

seringkali digunakan sebagai kawasan

dengan bantuan Global Positioning

mencari kerang-kerangan oleh warga.

System (GPS). Posisi pengambilan

stasiun 3 merupakan daerah yang

sampel kualitas perairan dilakukan

berada di laut lepas, stasiun 4

dengan format latitude dan longitude

merupakan daerah bekas muara

yang diperlihatkan pada Tabel 3 di

buangan pertambakan, stasiun 5

bawah ini

mewakili daerah bekas pertambakan

Tabel 3. Koordinat titik sampling pada


Global Positioning System (GPS)
Koordinat
N
Nama
Longitu
Latitud
o
Lokasi
de
e

non-productive sedangkan stasiun 6


berada pada daerah yang berdekatan
dengan pelabuhan dan sungai
pembuangan perumahan warga sekitar.

3.2 Kualitas Perairan


Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air pada masing-masing stasiun
Kualitas perairan
Oksigen terlarut
(DO)
Suhu
Derajat Keasaman
(pH)
Salinitas
Kecerahan
Kedalaman
Densitas Plankton

Satua
n
mg/l

Stasiun Pengamatan
3
4
5

6.8

8.3

8.1

6.7

6.7

6.6

C
-

28.6

28.2

28.4

29.1

29.2

29.7

7.8

7.7

7.8

7.6

7.7

7.3

ppt
cm
cm
Ind/l

24.7
34
82

25.33
31.6
70
10.68
6

25.3
27
67
13.95
9

26.7
24.5
38
15.00
7

26.3
22
40
12.93
5

26.7
23
35
5.55
4

7.743

Diversitas Plankton
Pasang Surut
Gelombang

cm
cm

2.0
14.8

Dari tabel di atas dapat dilihat rata-

1,9

2.0
1.9
2.0
Pasang surut ganda
13.1
12.3
14
10.4

2.2
10.4

15.007 cel/l dengan nilai rata-rata

rata suhu yang diperoleh pada semua

10.981. Indeks keanekaragaman (H)

stasiun pengamatan berkisar antara

plankton teramati selama berkisar

28,16 C 29,7 C dan dengan nilai rata


0

antara 1,921 sampai 2,166 SD 0,085.

rata 28,86 C SD 0,581. Kecerahan

Pengamatan pasang tertinggi mencapai

berkisaran 22.16 - 33.83 cm dengan

ketinggian 300 cm dan nilai terendah

rata-rata 26.94 m SD 4,834.

pada 70 cm. Tingkat kecepatan

Ketinggian gelombang 10.44 - 14.76

pergerakan pasang surut sebesar

cm, dengan rata-rata 12,51 SD 1,802.

adalah 30,42 cm/jam, dalam satu hari

Kedalaman perairan 35 - 82 cm, dengan

terjadi dua kali pasang dan dua kali

nilai rata-rata sebesar 55,165 cm SD

surut sehingga termasuk pasang surut

20,333. Kandungan oksigen terlarut

ganda.

(DO) 6.6 ppm - 8.33 ppm dengan nilai

3.4 Analisis Skoring dan Faktor

rata-rata sebesar 7.19 ppm SD 0,792.

Pembobot

Derajat keasaman (pH) berada pada

Hasil kualitas perairan di Tabel 4,

kisaran nilai sebesar 7.35 - 7.85,

digunakan sebagai input penilaian

dengan nilai rata-rata 7.67 SD 0,177.

kesesuaian lahan budidaya pembesaran

Salinitas perairan mempunyai kisaran

kepiting bakau (Scylla sp.) dengan

24.66 ppt - 28.66 ppt dengan nilai rata-

metode skoring dan faktor pembobot

rata sebesar 26.16 ppt SD 1,425.

dari seluruh stasiun pengamatan, maka

Pengamatan kelimpahan fitoplankton

didapatkan hasil sebagaimana terlihat

dan zooplankton menunjukkan berada

pada Tabel 5 berikut ini.

pada kisaran antara 5.554 sampai


Tabel 5. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada
Stasi
un
1
2
3
4
5
6

Koordinat
Longitu Latitud
de
e
113.344
7.76906
036
3
113.342
7.76974
209
1
113.339
7.76991
618
2
113.340
7.77170
889
8
113.342
7.77173
639
1
113.344
-

Nilai

IKW
(%)

Tingkat
Kesesuai
an

Evaluasi /
Kesimpula
n

83

84.21

S1

Sangat
Sesuai

79

78.94

S1

Sangat
Sesuai

79

78.94

S1

Sangat
Sesuai

73

71.05

S2

Sesuai

77

76.31

S1

Sangat
Sesuai

69

65.79

S2

Sesuai

134

7.77122
2

Berdasarkan data di atas


ditemukan jika tingkat kesesuaian
wilayah berdasarkan hasil skoring dan

mengoptimalkan kegiatan budidaya


yang akan dilaksanaan.
Secara keseluruhan hasil

faktor pembobot pada stasiun 1, 2, 3

kesesuaian wilayah di lokasi penelitian

dan 5 berada pada kelas S1 Highly

menunjukan bahwa hasil nilai skoring

Suitable (Sangat sesuia) yang berarti

dan faktor pembobot berada pada

daerah ini tidak mempunyai pembatas

katagori S1 (Sangat sesuai) dengan

yang serius untuk menerapkan

hasil 76.67 yang berarti tidak perlunya

perlakuan yang diberikan atau hanya

perlakuan yang serius yang harus

mempunyai pembatas yang tidak

diberikan untuk lahan bididaya kepiting

berarti atau tidak berpengaruh secara

bakau. Hal ini juga di dukung dengan

nyata terhadap penggunaannya dan

nilai rata-rata indeks kesesuaian

tidak akan menaikan masukan atau

kawasan yang mencapai angaka 75,87

tingkat perlakukan yang diberikan.

%. Hal ini membuktikan jika kawasan

Sedangkan pada stasiun 4 dan

penelitian memiliki tingkat kesesuai

stasiun 6 berada pada kelas S2 yang

yang sangat mendukung guna dijadikan

berarti cukup sesuai (Moderately

lahan pembesaran kepiting bakau

Suitable) dimana daerah ini mempunyai

(Scylla sp.).

pembatas-pembatas yang agak serius

3.5 Analisis Pola Sebaran

untuk mempertahankan tingkat

Kesesuaian

perlakukan yang harus diterapkan.

Hasil pola sebaran kesesuaian

Pembatas ini akan meningkatkan

wilayah yang di dapatkan berdasarkan

masukan atau tingkat perlakuan yang

titik koordinat stasiun pengamatan

diperlukan. Terdapat 3 (tiga) pembatas

dimanfaatkan sebagai nilai garis

terhadap penentuan hasil kesesuaian

vertical dan horisontal yang saling

wilayah pada stasiun 4 dan 6 ini yang

berpotongan. Garis perpotongan ini

diantara adalah kecerahan, derajat

memiliki nilai yang berada di daerah

keasaman (pH) dan suhu, ketiga faktor

tertentu. Nilai tersebut merupakan

pembatas ini memerlukan perlakuan

hasil skoring dan pembobotan kualitas

khusus sebagai indikator turunya

perairan (Tabel 5). Interpolasi

tingkat kesesuaian wilayah sebagai

digunakan untuk mengisi nilai

lahan budidaya kepiting bakau (Scylla

kekosongan antar setiap sampel

sp.). Ketiga parameter ini memberikan

pengamtan yang didapatkan

nilai terenda terhadap penilaian

berdasarkan perhitungan estimasi dari

pembobotan dan scoring. Hal tersebut

proses gridding yang dilakaukan oleh

menjelaskan jika perlunya penanganan

surfer 10.1 untuk memetakan daerah

terhadap ketiga parameter ini guna

kesesuaian wilayah sebagai lahan


budidaya. Berdasarkan sistematika

tersebut maka didapatkan peta pola

sebasan kesesuaian sebagaimana dapat


dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Pola sebaran Kesesuaian wilayah


Berdasarkan gambar diatas dapat

perairan. Suhu berperan penting bagi

disimpulkan jika lokasi penelitian hanya

kehidupan dan perkembangan biota

memiliki 2 kelas berbeda, yakni cukup

laut. Suhu dilokasi penelitian berkisar

sesuai dan sangat sesuai, dengan

antara 28.2 29.70C. Kiasaran nilai

interval yang berbeda. Sangat sesuai

tersebut berada pada baku mutu

(S1) berada pada interval 76 95

kualitas air untuk biota laut

sedangkan sesuai (S2) berada pada

berdasarkan KEPMENLH No.5 Tahun

interval 57 75. Terdapat 4 stasiun

2004 Lampiran III. Suhu perairan yang

pengamatan dalam katagori sangat

dikehendaki kehidupan kepiting

sesuai yakni stasiun 1, 2, 3 dan 5,

berkisar antara 25 300C (Cholik,

sedangkan dalam katagori cukup sesuai

2005), sehingga perairan dilokasi

(S2) yakni stasiun 4 dan stasiun 6.

penelitian sesuai untuk budidaya

Secara keseluruhan lokasi penelitian

kepiting.

berada pada katagori sangat sesuai (S1)

Lokasi penelitian ini memiliki tingkat

dengan hasil 76,67 yang artinya

kecarahan antara 35 82 cm. Menurut

kawasan pantai gejugan sangat

KEPMENLH No. 51 Tahun 2004,

mendukung guna pemanfaatan lahan

kecerahan untuk kegiatan budidaya

budidaya pembesaran kepiting bakau

perikanan sebaiknya lebih dari >10%

(Scylla sp.)

dari kedalaman perairan. Kecerahan

3.6 Pembahasan

perairan dari hasil penelitian berkisar

Parameter kualitas air yang diamati

40 - 65% dari tingkat kedalaman

dalam penelitian ini terbagi menjadi

sehingga masih baik untuk budidaya.

parameter fisika, kima dan biologi

Kedalaman perairan dilokasi penelitian

perairan. Parameter fisika meliputi

berkisaran antara 35 82 cm, perairan

suhu, ketinggian gelombang, pasang

ini termasuk dalam katagori landai.

surut, kecerahan dan kedalaman

dengan nilai rata-rata sebesar 55 cm

SD 20.333. Menurut William (2003),

jenis pasang surut yang baik bagi

kedalaman perairan yang mendukung

pertumbuhan kepiting.

untuk budidaya dengan metode

Parameter kimia meliputi salinitas,

keramba hendaknya mewakili 10%

derajat keasaman (pH), dan oksigen

kedalaman kontruksi. Hal ini

terlarut (DO). Salinitas pada lokasi

dimaksudkan agar laju fotosintesi

penelitian berkisar antara 24 28.6 ppt.

terjadi secara optimal dan

Salinitas sangat berpengaruh terhadap

menyebabkan kandungan nutrient

fase kehidupan kepiting bakau. Kepiting

sebagai pakan secara alami dapat

bakau dapat bertahan pada salinitas

terpenuhi. Berdasarkan penelitian Agus

hingga 38 ppt (Agus, 2008). Sehingga

(2008), menyatakan jika kecerahan

lokasi penelitian cukup sesuai sebagai

berada pada tingkat >10% dari

lahan budidaya. Hal ini juga

kedalaman perairan maka perairan

disesuaikan berdasarkan penelitian

tersebut sesuai berdasarkan faktor

Gunarto (2005) yang menyatakan jika

fisika perairan, namun hal ini tidak

semakin rendah salinitas maka semakin

terlepas dari kondisi tinggi gelombang.

besar pertumbuhannya. Salinitas di

Tinggi gelombang hasil pengukuran

lokasi penelitian berada pada katagori

di perairan Pantai Gejugan berkisar

rendah sehingga sesuai guna lahan

antara 10,4 14,8 cm. Tinggi

budidaya. Hal ini didukung berdasarkan

gelombang yang dikehendaki bagi suatu

KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 nilai

kegiatan budidaya adalah lebih kecil

baku mutu sampai 34 ppt yang artinya

dari 50 cm (Balitbang SDL P3O LIPI,

diperbolehkan terjadi perubahan

2007) sehingga tidak akan merusak

sampai dengan < 5 ppt salinitas rata-

konstruksi budidaya. Sehingga

rata musiman.

berdasarkan data tersebut, tinggi

Pertumbuhan kepiting yang

gelombang dilokasi penelitian berada

maksimal sebaiknya dibudidayakan

pada katagori sesuai sebagai lahan

pada media dengan pH antara 7,5 dan

budidaya. Tipe pasang surut dilokasi

8,5 (Wahyuni dan Ismail, 1997)

penelitian adalah pasut ganda. dimana

pernyataan tersebut sesuai dengan

pasang tertinggi mencapai 300 cm dan

hasil penelitian antara 7,35 7,85. Hal

nilai terendah 70 cm dengan kecepatan

ini pun disesuai dengan KEPMENLH

pergerakan pasang surut 30,42 cm/jam,

No. 51 Tahun 2004 yang memiliki nilai

terjadi ketidaksimetrisan pasut saat

baku mutu kualitas air untuk biota laut

menuju pasang tertinggi dan menuju

sebesar 7 8,5 satuan pH dan

surut terendah dimana lebih cepat 1

diperbolehkan terjadi perubahan

jam untuk pasang dari pada waktu yang

sampai <0,2 satuan pH. Hal yang sama

dibutuhkan untuk surut. Tipe pasang

dinyatakan oleh Buwono (2008) dalam

surut sepert ini berdasakan hasil

penelitiannya jika nilai kisaran tersebut

penelitian Agus (2008), merupakan

sesuai untuk kepentingan budidaya.


Sedangkan oksigen terlarut dilokasi

10

penelitian kisaran 6.6 8.33 mg/l,

disimpulkan jika lokasi penelitian dapat

oksigen terlarut yang optimal untuk

dikatagorikan baik sebagai lahan

budidaya berkisar 5 8 mg/l (Wijaya,

budiaya.

2007). Sehingga DO dilokasi penelitian

Berdasarkan hasil evaluasi analisis

tergolong baik sebagai lahan budidaya.

matrik skor kesesuaian lokasi budidaya

Hal ini juga disesuaikan berdasarkan

pembesaran kepiting bakau (Scylla sp.)

KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 yang

berada pada kisaran 69 (65%) - 83

menunjukkan DO perairan yang baik

(84%). Terdapat dua hasil katagori

untuk biota laut adalah >5 ppm.

berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian

Sehingga lokasi penelitian memiliki

yaitu sangat sesuai (S1) dan cukup

tingkat oksigen terlarut yang baik guna

sesuai (S2). Katagori sangat sesuai (S1)

lahan budidaya.

berada pada stasiun 1, stasiun 2,

Parameter biologi perairan meliputi

stasiun 3, dan stasiun 5, sedangkan

kelimpahan dan keanekaragaman

pada katagori cukup sesuai (S2) berada

plankton. Berdasarkan hasil penelitian,

pada stasiun 4 dan stasiun 6. Tingkat

kelimpahan plankton berkisar antara

kesesuaian terendah berada pada

5.554 sampai 15.007 cel/l. Kelimpahan

koordinat 113,34226 BT dan -7,77092

plankton di lokasi penelitian tergolong

LS (stasiun 6), sedangkan tertinggi

sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat

berada pada koordinat 113,34363 BT

Effendi (2003), menyatakan bahwa

dan -7,76961 LS (stasiun 1). Secara

kelimpahan dengan nilai < 1.000 sel

keseluruhan lokasi penelitian berada

/liter tergolong rendah, kelimpahan

dalam katagori S1 (sangat sesuai)

antara 1.000-40.000 cel/l tergolong

dengan nilai hasil pembobotan 76.67

sedang dan kelimpahan > 40.000 sel/l

yang artinya daerah ini tidak

tergolong tinggi. Sedangkan

mempunyai pembatasan yang serius

keanekaragaman plankton berkisar

untuk menerapkan perlakuan yang

antara 1.92 2.16 dengan nilai rata-

diberikan atau hanya mempunyai

rata 2,01 sehingga berada pada antara

pembatasan yang tidak berarti atau

nilai 1H3. Menurut Shanon-Weiner

tidak berpengaruh secara nyata

(dalam Odum, 1998) Keanekaragaman

terhadap penggunaannya dan tidak

plankton pada daerah penelitian

akan menaikan masukan atau tingkat

dikategorikan stabilitas komunitas biota

perlakuan yang diberikan untuk

sedang dan kualitas air tercemar

keberhasilan usaha budidaya

ringan. Kepiting memiliki tingkat

pembesaran kepiting bakau (Scylla sp.).

ketergantungan yang kuat dengan

Kegiatan budidaya yang dapat

keberadaan plankton, dimana plankton

dilaksanakan pada lokasi penelitian

merupakan sumber pakan alami.

dapat dilakukan dengan metode

Berdasarkan tingkat kelimpahan dan

keramba. Metode ini merupakan teknik

keanekaragaman plankton yang ada

yang umum untuk budidaya kepiting

dilokasi penelitian sehingga dapat

yaitu dengan membuat kotak-kotak

11

yang dibuat dengan sekatan pagar

dapatkan kandungan oksigen

bambu di dalam petak dengan ukuran

terlarut 7.19 mg/L, suhu

panjang 3 m, lembar 2 m, dan tinggi 2

28.860C, pH 7.67, salinitas

m. Sekatan pagar bambu di dalam

26.16, kecerahan 26.94 cm,

metode ini mengharuskan dalam

kedalaman 55.16 cm, Kepadatan

kondisi rapat. Diperbolehkan adanya

plankton 10.980 ind/L,

celah tidak lebih dari 1 cm. Hal ini

keanekaragaman plankton

untuk meminimalisir peluang keluarnya

2.012, pasang surut ganda,

kepiting dari keramba budidaya. Selain

tinggi gelombang 12.51 cm.

itu perlu adanya penutup yangt dapat

Sehingga di dapatkan jumlah

dibuka tutup untuk memungkinkan

pembobotan secara 85 (86.84%)

perlakuan pemberian pakan dan adanya

sehingga termasuk dalam

penetrasi cahaya yang masuk.

katagori S1 (sangat sesuai).

Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dari penelitian ini maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Tingkat kesesuaian perairan
Pantai Gejugan berkisar antara
69 (65%) sampai 83 (84%).
Tingkat kesesuaian terendah
berada pada koordinat
113.34226 BT dan -7.77092 LS
(stasiun 6) dengan nilai bobot
69, sedangkan nilai bobot
tertinggi berada pada koordinat
113.34363 BT dan -7.76961 LS
(stasiun 1) dengan nilai 83
(84%), sedangkan secara
keseluruhan didapatkan nilai
sebesar 76,67 (75,87%) sehingga
menjadikan lokasi penelitian
berada pada katagori S1 (sangat
sesuai) untuk lahan budidaya
pembesaran kepiting bakau
(Scylla sp.).
2. Tingkat kesesuaian perairan di
lokasi penelitian berdasarakan
kualitas perairan ditemukan rata
rata di seluruh stasiun di

DAFTAR PUSTAKA
Agus M, 2008. Analisis Carryng
Capacity Tambak Pada Sentra
Budidaya Kepiting Bakau
(Scylla sp.) Di Kabupaten
Pemalang Jawa Tengah. Tesis.
Magister Manajemen
Sumberdaya Pantai (MSDP)
Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro
Balitbang Sumberdaya Laut Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi LIPI. 2007. Laporan
Survey Pengembangan Model
Prototipe Kelautan. Jakarta:
Puslitbang Oseanologi LIPI
Budiyanto. E. 2005. Pemetaan Kontur
dan Pemodelan Spatial 3
Dimensi Surfer. Penerbit Andi,
Yogyakarta
Buwono, I. D,. 2008. Tambak Udang
Windu Sistem Pengelolaan
Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Cholik, F. 2005. Review of Mud Crab
Culture Research in Indonesia,
Central Research Institute for
Fisheries. PO Box 6650 Slipi,
Jakarta, Indonesia, 310 CRA.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air
Bagi Pengelolaan Sumberdaya.
Dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta.
Gunarto. 2005. Budidaya Kepiting
Bakau (Scylla serrata Forskal)

12

di Tambak. Balai Penelitian


Budidaya Pantai. Maros.
Hartoko, A dan M. Helmi. 2004.
Development of Digital
Multilayer Ecological Model for
Padang Coastal Water (West
Sumatera). Journal of Coastal
Development. Vol 7.No 3 hal
129-136.
Kementrian Kelautan dan Perikanan,
2013. Data Eksport Kepiting
Bakau. Laporan Budidaya,
Jakarta
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, 2004. Baku mutu air
laut untuk biota laut. Lampiran
III.
Milne, P. H. 1979. Fish and Shellfish
Farming in Coastal Waters.
Fishing News Book Ltd,
Farnham Surrey.
Newell, G. E. and R. C. Newell. 1963.
Marine Plankton a Practical
Quide. 1st Edition. Hutchinson
Educational LTD, London.
Odum, E. P. 1979. Dasar-Dasar Ekologi.
Edisi Ketiga. Gadjah Mada
University Press. Oreginal
English Edition. Fundamental
of Ecology Thurd Edition,
Yokyakarta.

Pertanian. Badan Penelitian


dan Pengembangan Pertanian.
Balai Penelitian Perikanan
Budidaya Pantai. Maros.
Ramelan H.S. 1994. Pembenihan
Kepiting Bakau (Scylla serrata).
Direktorat Bina
Perbenihan.Direktorat jenderal
Perikanan. Jakarta
Strin, J. 1981. Manual Methods in
Aquatic Invironment Research.
Part 8 Ecological Assesment of
Pollution Effect. FAO, Rome, 70
pp.
Wahyuni, E. dan W. Ismail. 1997.
Beberapa Kondisi Lingkungan
Perairan Kepiting Bakau (Scylla
sp). LIPI Jakarta.
Wijaya N. 2007. Analisis Kesesuaian
Lahan dan Pengembangan
Kawasan Perikanan Budidaya di
Wilayah Pesisir Kabupaten
Kutai Timur. Tesis. (tidak
dipublikasikan) Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
William, A. W., 2003. Aquaculture Site
Selection. Kentucky State
University Coorporative
Extention Progam. Princeton.

Poernomo. 1988. Pembuatan Tambak di


Indonesia Seri Pengembangan
No. 7. 1988. Departemen

13

Você também pode gostar