Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
kematian
seseorang
dengan
tujuan
terlaksananya
pengurusan jenazah yang disyariatkan adalah wajib kifayah.
e. Menyegerakan Pengurusan Jenazah
hukum-hukum
Dari Ali, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Tiga perkara wahai Ali
yang tidak boleh ditunda-tunda ; shalat apabila tiba waktunya, jenazah
apabila telah hadir, janda apabila sudah ada yang menanggungnya. (HR
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Hiban)
Sesungguhnya tidak layak bagi jasad seorang muslim untuk tertahan di
tengah keluarganya. (HR Abu Daud dan al-Baihaqi)
f. Membayar Utang Dan Menunaikan Wasiat Sebelum Dibagikan
Warisnya
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda ; jiwa seorang mukmin itu
terikat dengan utangnya sehingga dibayarkan. (HR Ibnu Majah, Ahmad,
Tirmidzi)
Dari Ibnu Umar, utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati dan ia
berniat membayar utangnya, maka akulah (nabi) walinya. Dan barangsiapa
mati dan tidak berniat membayar utangnya, maka itulah orang yang diambil
kebaikan-kebaikannya, pada hari yang tidak ada dinar ataupun dirham
(akhirat). (HR Thabrani)
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk
dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS an-Nisa 11)
MEMANDIKAN JENAZAH
a. Hukum Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah hukumnya wajib kifayah (fardu kifayah), artinya wajib
dilaksanakan cukup oleh sebagian kaum muslimin dan mustahil dapat
dilakukan oleh seluruh kaum muslimin.
b. Fadhilah Memandikan Jenazah
--
Dari Siti Aisyah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang
memandikan jenazah lalu ia menunaikan amanat (melakukan syariat yang
benar) dan ia tidak menyebarkan apa yang ada (aib) pada si jenazah ketika
memandikannya, maka ia keluar (bersih) dari dosa-dosanya seperti pada
hari dilahirkan oleh ibunya. Beliau berkata : alangkah bagusnya (yang
memandikan itu) kerabatnya jika bisa, apabila dia tidak bisa maka boleh
siapa saja yang bisa dengan teliti dan bisa menjaga amanat. (HR. Ahmad)
c. Orang Yang Layak Memandikan Jenazah
Orang yang layak memandikan jenazah adalah muslim atau muslimah yang
baligh, mahram atau kerabat, dan orang yang memiliki ilmu tentang cara
memandikan jenazah yang sesuai dengan syariat dan mengerti adabadabnya.
:
-
Dari Siti Aisyah ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Kalau kamu mati
sebelumku, aku yang akan memandikanmu, mengkafanimu, menshalatimu,
dan menguburkanmu. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Ad Daraquthni)
Berdasarkan keterangan tersebut, lebih baik yang memandikan jenazah itu
adalah istrinya, suaminya, anak-anaknya, atau kerabat dekatnya, apabila
mereka semua mampu untuk melakukannya. Namun apabila tidak sanggup,
serahkanlah kepada ahlinya yang teliti dan bisa menjaga amanat.
Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Hendaklah yang
memandikan jenazah itu orang yang amanat.' (HR Ibnu Majah)
Dimulai dari bagian anggota badan sebelah kanan dan anggota wudunya
--
Dari Umu Athiyah r.a ia berkata, ketika kami memandikan jenazah Putri
Nabi saw (Jaenab), beliau berkata kepada kami : Mulailah oleh kalian
dari bagian kanannya dan anggota wudunya. (HR Bukhari, Muslim, Abu
Daud, At Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah)
Pada dasarnya kain kafan untuk laki-laki dan perempuan adalah sama, yakni
tiga lembar. Namun untuk perempuan diperbolehkan hanya dengan dua
lembar kain, tetapi ditambah dengan tiga macam pembungkus lainnya,
yaitu khimar (kerudung), izar (sarung), dir'un (baju kurung).
Dari Laila binti Qanif Ats-Tsaqafiyah, ia berkata ; saya adalah di antara orang
yang turut memandikan Umu Kultsum, putri Rasulullah saw di saat
wafatnya. Maka yang pertama disodorkan oleh Rasulullah saw kepada kami
adalah kain sarung, baju kurung, kerudung, kemudian selimut, lalu dikafani
dengan pakaian lain. Lalu ia (Umu Laila) berkata, sedangkan Rasulullah saw
duduk di dekat pintu membawa kain kafan dan menyodorkan kepada kami
lembar demi lembar. (HR Ahmad, Abu Daud)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ini menunjukkan bahwa pembicaraan yang
pertama adalah bahwasanya perempuan itu dikafani dengan lima potongan
pakaian dan kain.(Fathul Bari 3/375)
Kata-kata Umu Athiyah yang berujar, maka kami mengafaninya dengan lima
pakaian dan kain, serta kami mengerudunginya, sebagaimana kami
mengerudungi yang masih hidup (ibid 3/375)
Keterangan tentang lima potong pakaian dan kain bagi jenazah perempuan
ini tentulah tidak menunjukkan wajib. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa kedua cara yang telah diterangkan di atas, yaitu penggunaan tiga
lembar atau lima lembar berupa kain panjang dan lebar, dua lembar
ditambah dengan kerudung, baju kurung serta semacam sarung (maksi),
keduanya dapat dilakukan (jawazul amrain). Adapun kain kafan untuk
jenazah laki-laki cukup hanya dengan tiga lembar kain yang layak dan
memadai, baik panjang maupun lebarnya.
Jenazah dibaringkan di atas bangku atau batang pohon pisang yang telah
disediakan.
Buka semua pakaiannya dengan hati-hati (tidak kasar), apabila susah
dibuka karena jenazah sudah sangat kaku, tidak mengapa membuka
pakaiannya pakai gunting.
Jaga dan pelihara auratnya (tutupi sehingga mencucinya di bawah kain
penutup).
Mulailah dengan mencuci bagian badan sebelah kanannya dan anggota
wudunya.
Mandikan dengan lembut (tidak kasar dan tidak ada tekanan-tekanan
yang menyakiti jenazah) seluruh badannya sampai bersih.
Setelah bersih (biasanya ditandai dengan kesatnya tubuh jenazah)
dihanduki sampai kering.
Bersihkan pula telinga dan hidungnya dengan hati-hati.
Lumuri atau olesi seluruh badannya dengan kamper halus yang sudah
dicampur air.
Untuk jenazah perempuan yang berambut panjang, kepanglah
rambutnya menjadi tiga pintalan, yaitu bagian atas, bagian kiri, dan
bagian kanannya, lalu geraikan ke belakang punggungnya.
Ketika dipindahkan ke tempat pengafanan hendaklah jenazah dalam
keadaan terjaga auratnya.
Hamparkan tiga rangkap kain kafan yang telah disediakan di atas tikar
atau karpet.
Empat utas tali dapat disiapkan di bawah kain kafan dengan posisi yang
disesuaikan dengan panjangnya jenazah, yaitu di atas kepala, di bawah
kaki, lutut, dan badan daerah sikut.
Dibubuhkan kamper halus atau kasar terutama di bagian-bagian lipatan
dan yang saling bersentuhan, dan boleh ditambah dengan wangiwangian.
Posisi tangan jenazah tidak mesti sidekap, lihatlah bagaimana baiknya.
Bungkuskan (balutkan) kain kafan ke seluruh badannya termasuk
mukanya dengan kencang (tidak longgar) agar tidak mudah lepas atau
melorot dan sebelum diikat tarik kedua ujung kain kafan itu.
Kemudian ikutilah dengan tali yang telah disediakan.
Silakan ditambah wewangian secukupnya.
Jika bagian muka dibuka untuk sementara, bila ada pihak keluarga yang
hendak melihatnya, maka tutupilah dengan kain.
d. Tambahan
Sebelum dimandikan, dikafani dan dishalati usahakan jenazah
menghadap kiblat, yaitu dengan melentangkan jenazah ; dengan kepala
di sebelah utara dan kaki ke sebelah selatan.
Pada waktu dishalati, jenazah diganjal bagian kiri badannya agar
menghadap kiblat.
Pada waktu dikafani sebaiknya begian-bagian lipatan dan yang sering
bersentuhan diberi kapas agar terhindar dari kelecetan.
MENYALATI JENAZAH
a. Hukum Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya wajib kifayah. Hal ini berdasarkan perintah
rasulullah saw kepada para sahabat, ketika ada sahabat yang wafat di
perang khaibar. Perintah dalam hadis tersebut tidak menunjukan wajib 'ain
karena sudah dibatasi oleh shalat yang lima waktu sehari semalam. Dan
cukup shalat jenazah ini dilakukan oleh sebagaian kaum muslimin.
b. Keutamaan Shalat Jenazah
Barangsiapa mengikuti pengurusan jenazah kemudian menyalatinya, maka
ia akan mendapat satu qirot. Dan barangsiapa mengikutinya sampai
dikuburkan maka baginya dua qirot. Ditanyakan, apakah dua qirot itu ?
Beliau menjawab, Seperti dua gunung yang besar. (HR Mutafaq Alaih)
c. Pengaruh Jumlah Yang Menyalati
Dari Ibnu Abas, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda
: "Tidak ada satupun seorang muslim yang wafat, kemudian dishalatkan
jenazah itu oleh sebanyak 40 orang laki-laki yang tidak musyrik kepada
Allah sedikitpun, pasti Allah akan mengabulkan permohonan mereka kepada
jenazah itu." (HR Ahmad 1/290, Abu Daud 3/675)
d. Melaksanakan Shalat Jenazah Di Mesjid
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, sesungguhnya ketika Saad bin Abi
Waqos wafat, Aisyah berkata, Masukkanlah jenazah itu ke mesjid sehingga
aku dapat menyalatinya. Tetapi ternyata perintah itu ditolak. Maka Aisyah
berkata, Demi Allah, Sesungguhnya Rasulullah saw menyalati jenazah dua
anak baidha, yaitu Suhail dan saudaranya di dalam mesjid. (HR Muslim
1/248)
Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis, baik ketika hidupnya ataupun
sesudah menjadi jenazahnya. (HR Bukhari, Al-Fath 3/161)
e. Shalat Jenazah Di Atas Kuburan
Dari Abu Hurairah, bahwasanya seorang perempuan berkulit hitam yang
biasa berada di mesjid, ia senantiasa menjaga kebersihan mesjid, ia
meninggal, sedangkan Rasulullah saw tidak mengetahuinya, lalu pada suatu
hari ia menyebutnya dan bertanya, apa yang dilakukan orang itu ? Maka
sahabat menjawab, Ia sudah wafat. Sabda Rasulullah saw, mengapakah
kalian tidak memberitahukan kepadaku ? Lalu Rasululah saw berkata,
Tunjukkanlah kuburannya kepadaku. Lalu mereka menunjukkannya, maka
Rasulullah saw mendatangi kuburannya dan melakukan shalat di atasnya.
(HR Bukhari dan Muslim)