Você está na página 1de 9

ADAB KETIKA SESEORANG WAFAT

a. Mengucapkan Kalimat Istirja (inna lillah wa inna ilaihi raji'un)


'Yaitu orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh sesuatu musibah.
Mereka berkata ; Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada
Allah jualah kami kembali. Mereka adalah orang-orang yang diberikan
sanjungan dan rahmat dari Tuhan mereka (di dunia dan akhirat) dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS al-Baqarah 156-157)
b. Menutupkan Mata Jenazah
Dari Umu Salamah, ia berkata : Rasulullah saw melayat jenazah Abu
Salamah dalam keadaan matanya terbuka, lalu Rasulullah saw
memejamkannya dan bersabda, "Sesungguhnya ruh apabila dicabut diikuti
oleh mata." (HR. Ahmad 27078, Muslim 920, Abu Daud 3118, Ibnu Majah
1454, Al-Baihaqi 1039)
Dari Syadad bin Aus, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Apabila kalian
menghadiri jenazah, maka pejamkanlah matanya, kerena mata itu
mengikuti ruh." (HR Ahmad 17266, Ibnu Majah 1455, Al-Hakim 1332)
c. Menutup Jenazah Dengan Kain Dan Mengiblatkannya
Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah saw ketika wafatnya ditutupi dengan
kain hibarah. (HR Mutafaq Alaih)
Dari Salma ibunya Abu Rafi', bahwasanya Fatimah putri Rasulullah saw
ketika wafatnya dihadapkan ke kiblat dan berlunjur ke sebelah kanannya.
(HR. Ahmad, Nailul Authar 4/47)
Dibaringkannya jenazah hendaklah ke sebelah kanan dengan wajahnya
dihadapkan ke arah kiblat. Caranya bisa diganjal dengan bantal kecil.
d. Memberitahukan Atau Mengumumkan Kematian Jenazah
Dari Hudzaifah, bahwasanya ia berkata ; Apabila aku mati, maka janganlah
kalian mengabarkannya pada seorangpun, karena sesungguhnya aku
khawatir akan termasuk kepada an-na'yu, sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah saw melarang an-na'yu itu. (HR Ahmad, Ibnu Majah Dan Tirmidzi)
Dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi saw, beliau bersabda ; Jauhilah an-na'yu karena
sesungguhnya an-na'yu itu amal jahiliyah. (HR Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw mengumumkan kematian
Najasyi pada hari kematiannya, maka beliau membawa mereka ke mushala
(tempat terbuka untuk shalat), lalu mengimami mereka dan bertakbir empat
kali takbir. (HR al-jama'ah)
Berdasarkan keterangan tersebut, mengumumkan atau memberitahukan
kematian seseorang agar dapat bersombong diri dengan banyaknya yang
melayat dan turut berduka cita adalah haram. Sedangkan memberitahukan

kematian
seseorang
dengan
tujuan
terlaksananya
pengurusan jenazah yang disyariatkan adalah wajib kifayah.
e. Menyegerakan Pengurusan Jenazah

hukum-hukum

Dari Ali, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Tiga perkara wahai Ali
yang tidak boleh ditunda-tunda ; shalat apabila tiba waktunya, jenazah
apabila telah hadir, janda apabila sudah ada yang menanggungnya. (HR
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Hiban)
Sesungguhnya tidak layak bagi jasad seorang muslim untuk tertahan di
tengah keluarganya. (HR Abu Daud dan al-Baihaqi)
f. Membayar Utang Dan Menunaikan Wasiat Sebelum Dibagikan
Warisnya
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda ; jiwa seorang mukmin itu
terikat dengan utangnya sehingga dibayarkan. (HR Ibnu Majah, Ahmad,
Tirmidzi)
Dari Ibnu Umar, utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati dan ia
berniat membayar utangnya, maka akulah (nabi) walinya. Dan barangsiapa
mati dan tidak berniat membayar utangnya, maka itulah orang yang diambil
kebaikan-kebaikannya, pada hari yang tidak ada dinar ataupun dirham
(akhirat). (HR Thabrani)
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk
dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS an-Nisa 11)

MEMANDIKAN JENAZAH
a. Hukum Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah hukumnya wajib kifayah (fardu kifayah), artinya wajib
dilaksanakan cukup oleh sebagian kaum muslimin dan mustahil dapat
dilakukan oleh seluruh kaum muslimin.
b. Fadhilah Memandikan Jenazah

--


Dari Siti Aisyah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang
memandikan jenazah lalu ia menunaikan amanat (melakukan syariat yang
benar) dan ia tidak menyebarkan apa yang ada (aib) pada si jenazah ketika
memandikannya, maka ia keluar (bersih) dari dosa-dosanya seperti pada
hari dilahirkan oleh ibunya. Beliau berkata : alangkah bagusnya (yang
memandikan itu) kerabatnya jika bisa, apabila dia tidak bisa maka boleh
siapa saja yang bisa dengan teliti dan bisa menjaga amanat. (HR. Ahmad)
c. Orang Yang Layak Memandikan Jenazah
Orang yang layak memandikan jenazah adalah muslim atau muslimah yang
baligh, mahram atau kerabat, dan orang yang memiliki ilmu tentang cara
memandikan jenazah yang sesuai dengan syariat dan mengerti adabadabnya.












:

-










Dari Siti Aisyah ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Kalau kamu mati
sebelumku, aku yang akan memandikanmu, mengkafanimu, menshalatimu,
dan menguburkanmu. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Ad Daraquthni)
Berdasarkan keterangan tersebut, lebih baik yang memandikan jenazah itu
adalah istrinya, suaminya, anak-anaknya, atau kerabat dekatnya, apabila
mereka semua mampu untuk melakukannya. Namun apabila tidak sanggup,
serahkanlah kepada ahlinya yang teliti dan bisa menjaga amanat.
Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Hendaklah yang
memandikan jenazah itu orang yang amanat.' (HR Ibnu Majah)

d. Adab Dan Cara Memandikan Jenazah

Dimulai dari bagian anggota badan sebelah kanan dan anggota wudunya












--


Dari Umu Athiyah r.a ia berkata, ketika kami memandikan jenazah Putri
Nabi saw (Jaenab), beliau berkata kepada kami : Mulailah oleh kalian
dari bagian kanannya dan anggota wudunya. (HR Bukhari, Muslim, Abu
Daud, At Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah)

Tidak boleh berlaku kasar pada jenazah


Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda ; Mematahkan tulang
mayit itu seperti mematahkan tulang yang masih hidup. (HR Ahmad, Abu
Daud, Ibnu Majah)

Tidak berbicara yang buruk apalagi tentang jenazah


Dari Aisyah, ia berkata ; Nabi saw bersabda ; Janganlah kalian mencaci
orang-orang yang sudah mati, karena mereka sudah sampai kepada apa
yang mereka kerjakan terdahulu. (HR Bukhari, An-Nasai. Al-Hakim)
Dari Umu Salamah, ia berakta : Rasulullah saw bersabda ; Apabila kalian
melawat orang yang sakit atau mati, maka ucapkanlah yang baik. Karena
malaikat mengaminkan apa yang kalian aucapkan. (HR Tirmidzi 3/307)

Memintal rambut jenazah perempuan yang panjang


Dari Umu Athiyah, ia berkata ; Rasulullah saw bersabda ; Mandikanlah ia
(jenazah Jaenab) dengan bilangan yang ganjil, 3x, 5x, 7x, atau lebih dari
itu jika kalian pandang perlu. Dan Umu Athiyah berkata, kami memintal
rambutnya sebanyak tiga pintalan dan kami menempatkannya di
belakang (punggungnya). (Mutafaq Alaih)

e. Mandi Setelah Memandikan Jenazah


Barangsiapa memandikan jenazah maka mandilah, dan barangsiapa
mengusung jenazah maka berwudulah. (HR Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu
Hiban, Ahmad)
Tidak terdapat kewajiban mandi atas kalian apabila menadikan jenazah,
karena sesungguhnya mayit itu bukan najis. Maka cukup bagi kalian
mencuci tangan kalian. (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi)
Dari Ibnu Umar, kami memandikan mayit, di antara kami ada yang mandi
dan ada pula yang tidak mandi. (HR Ad-Daraquthni)

Jadi, mandi setelah memandikan jenazah hukumnya sunat, demikian pula


berwudu setelah mengusung jenazah. Tetapi bagi yang tidak mandi, paling
tidak mencuci tangan.
MENGAFANI JENAZAH
Mengafani jenazah adalah ibadah. Artinya harus berdasarkan aturan yang
disyariatkan. Setelah selesai pemandian jenazah, maka wajib hukumnya
mengafani jenazah, dan tentu saja wajib kifayah karena tidak bisa dilakukan
bersama-sama oleh semua orang.
Dari Khabab bin Al-Arat, bahwa Mus'ab bin Umair terbunuh dalam perang uhud.
Dia tidak meninggalkan apa-apa kecuali sepotong baju. Bila kami membungkus
kepalanya, terlihat kakinya, dan bila kakinya terbungkus, kepalanya terlihat.
Kemudian Rasulullah saw memerintah kami agar menutupi kepalanya (dengan
baju itu), serta memerintah (kami) menutupi kakinya dengan rumput hijau
yang harum baunya (idkhir). (HR. Al-Jamaah, kecuali Ibnu Majah)
Dengan keterangan ini, jelas bahwa mengafani jenazah itu hukumnya wajib.
Sehingga apabila tidak ada (darurat), apapun dapat digunakan, seperti rumput
dan yang lainnya.
a. Sifat Dan Jenis Kain
Kain kafan sebaiknya berwarna putih, tetapi tidak dilarang menggunakan
kain-kain yang berwarna selain itu. Kemudian tidak mewah dan tidak
merendahkan dalam kain kafan, termasuk tidak berlebihan dan tidak kurang
(sempit) dalam ukuran.
Dari Ibnu Abas, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Pakailah pakaianmu
yang putih, sebab itu sebaik-baik pakaianmu. Dan kafanilah jenazah kalian
dengan kain itu." (HR Tirmidzi 994, An-Nasai 4/34)
Dari Ali, ia berkata ; Janganlah kamu berlbihan tentang kain kafan, karena
sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda ; Janganlah kalian
saling berlebih-lebihan dalam kain kafan, karena itu pakaian yang akan
cepat rusak. (HR Abu Daud)
b. Adab Ketika Mengafani Jenazah
Pada dasarnya mengafani jenazah sama dengan memandikannya, yaitu
dalam hal berlaku halus, santun, tidak kasar, dan tidak menyakiti. Baik
dalam perbuatan ataupun dalam perkataan, harus amanah, serta berilmu
tentang mengafani jenazah.
Dari Abu Qatadah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Jika kamu diserahi
mengurus jenazah saudaramu, maka hendaklah memilih kafan yang paling
baik." (HR. Ibnu Majah 1487, At-Tirmidzi 995)
c. Ukuran Kafan Untuk Jenazah Laki-Laki Dan Perempuan

Pada dasarnya kain kafan untuk laki-laki dan perempuan adalah sama, yakni
tiga lembar. Namun untuk perempuan diperbolehkan hanya dengan dua
lembar kain, tetapi ditambah dengan tiga macam pembungkus lainnya,
yaitu khimar (kerudung), izar (sarung), dir'un (baju kurung).
Dari Laila binti Qanif Ats-Tsaqafiyah, ia berkata ; saya adalah di antara orang
yang turut memandikan Umu Kultsum, putri Rasulullah saw di saat
wafatnya. Maka yang pertama disodorkan oleh Rasulullah saw kepada kami
adalah kain sarung, baju kurung, kerudung, kemudian selimut, lalu dikafani
dengan pakaian lain. Lalu ia (Umu Laila) berkata, sedangkan Rasulullah saw
duduk di dekat pintu membawa kain kafan dan menyodorkan kepada kami
lembar demi lembar. (HR Ahmad, Abu Daud)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ini menunjukkan bahwa pembicaraan yang
pertama adalah bahwasanya perempuan itu dikafani dengan lima potongan
pakaian dan kain.(Fathul Bari 3/375)
Kata-kata Umu Athiyah yang berujar, maka kami mengafaninya dengan lima
pakaian dan kain, serta kami mengerudunginya, sebagaimana kami
mengerudungi yang masih hidup (ibid 3/375)
Keterangan tentang lima potong pakaian dan kain bagi jenazah perempuan
ini tentulah tidak menunjukkan wajib. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa kedua cara yang telah diterangkan di atas, yaitu penggunaan tiga
lembar atau lima lembar berupa kain panjang dan lebar, dua lembar
ditambah dengan kerudung, baju kurung serta semacam sarung (maksi),
keduanya dapat dilakukan (jawazul amrain). Adapun kain kafan untuk
jenazah laki-laki cukup hanya dengan tiga lembar kain yang layak dan
memadai, baik panjang maupun lebarnya.

PRAKTIK MEMANDIKAN DAN MENGAFANI JENAZAH


a. Beberapa Persiapan

Bangku, batang pohon pisang atau yang yang lainnya untuk


membaringkan jenazah.
Ember, gayung/ slang, air, sabun mandi, handuk, kamper, dan kamper
yang sudah dihaluskan dan dicampur sedikit air.
Kain penutup aurat.
Kain kafan tiga lembar, panjang dan lebar dilebihkan dari ukuran dan
tinggi badan jenazah untuk diikat di bagian atas kepala dan kaki,
biasanya sepanjang 20 cm sampai 30 cm.
Untuk jenazah perempuan boleh ditambah kain kafan dalam bentuk
semacam kerudung, baju kurung/ padang dan kain sarung (maksi).
Siapkan pula empat utas tali yang panjangnya disesuaikan untuk
pengikat di bagian ujung kepala, ujung kaki, lutut dan badan di bagian
sikut.
Tikar atau karpet.
Minyak wangi.
Bantal kecil

b. Tatacara Memandikan Jenazah

Jenazah dibaringkan di atas bangku atau batang pohon pisang yang telah
disediakan.
Buka semua pakaiannya dengan hati-hati (tidak kasar), apabila susah
dibuka karena jenazah sudah sangat kaku, tidak mengapa membuka
pakaiannya pakai gunting.
Jaga dan pelihara auratnya (tutupi sehingga mencucinya di bawah kain
penutup).
Mulailah dengan mencuci bagian badan sebelah kanannya dan anggota
wudunya.
Mandikan dengan lembut (tidak kasar dan tidak ada tekanan-tekanan
yang menyakiti jenazah) seluruh badannya sampai bersih.
Setelah bersih (biasanya ditandai dengan kesatnya tubuh jenazah)
dihanduki sampai kering.
Bersihkan pula telinga dan hidungnya dengan hati-hati.
Lumuri atau olesi seluruh badannya dengan kamper halus yang sudah
dicampur air.
Untuk jenazah perempuan yang berambut panjang, kepanglah
rambutnya menjadi tiga pintalan, yaitu bagian atas, bagian kiri, dan
bagian kanannya, lalu geraikan ke belakang punggungnya.
Ketika dipindahkan ke tempat pengafanan hendaklah jenazah dalam
keadaan terjaga auratnya.

c. Tatacara Mengafani Jenazah

Hamparkan tikar atau karpet.

Hamparkan tiga rangkap kain kafan yang telah disediakan di atas tikar
atau karpet.
Empat utas tali dapat disiapkan di bawah kain kafan dengan posisi yang
disesuaikan dengan panjangnya jenazah, yaitu di atas kepala, di bawah
kaki, lutut, dan badan daerah sikut.
Dibubuhkan kamper halus atau kasar terutama di bagian-bagian lipatan
dan yang saling bersentuhan, dan boleh ditambah dengan wangiwangian.
Posisi tangan jenazah tidak mesti sidekap, lihatlah bagaimana baiknya.
Bungkuskan (balutkan) kain kafan ke seluruh badannya termasuk
mukanya dengan kencang (tidak longgar) agar tidak mudah lepas atau
melorot dan sebelum diikat tarik kedua ujung kain kafan itu.
Kemudian ikutilah dengan tali yang telah disediakan.
Silakan ditambah wewangian secukupnya.
Jika bagian muka dibuka untuk sementara, bila ada pihak keluarga yang
hendak melihatnya, maka tutupilah dengan kain.

d. Tambahan
Sebelum dimandikan, dikafani dan dishalati usahakan jenazah
menghadap kiblat, yaitu dengan melentangkan jenazah ; dengan kepala
di sebelah utara dan kaki ke sebelah selatan.
Pada waktu dishalati, jenazah diganjal bagian kiri badannya agar
menghadap kiblat.
Pada waktu dikafani sebaiknya begian-bagian lipatan dan yang sering
bersentuhan diberi kapas agar terhindar dari kelecetan.

MENYALATI JENAZAH
a. Hukum Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya wajib kifayah. Hal ini berdasarkan perintah
rasulullah saw kepada para sahabat, ketika ada sahabat yang wafat di
perang khaibar. Perintah dalam hadis tersebut tidak menunjukan wajib 'ain
karena sudah dibatasi oleh shalat yang lima waktu sehari semalam. Dan
cukup shalat jenazah ini dilakukan oleh sebagaian kaum muslimin.
b. Keutamaan Shalat Jenazah
Barangsiapa mengikuti pengurusan jenazah kemudian menyalatinya, maka
ia akan mendapat satu qirot. Dan barangsiapa mengikutinya sampai
dikuburkan maka baginya dua qirot. Ditanyakan, apakah dua qirot itu ?
Beliau menjawab, Seperti dua gunung yang besar. (HR Mutafaq Alaih)
c. Pengaruh Jumlah Yang Menyalati
Dari Ibnu Abas, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda
: "Tidak ada satupun seorang muslim yang wafat, kemudian dishalatkan
jenazah itu oleh sebanyak 40 orang laki-laki yang tidak musyrik kepada
Allah sedikitpun, pasti Allah akan mengabulkan permohonan mereka kepada
jenazah itu." (HR Ahmad 1/290, Abu Daud 3/675)
d. Melaksanakan Shalat Jenazah Di Mesjid
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, sesungguhnya ketika Saad bin Abi
Waqos wafat, Aisyah berkata, Masukkanlah jenazah itu ke mesjid sehingga
aku dapat menyalatinya. Tetapi ternyata perintah itu ditolak. Maka Aisyah
berkata, Demi Allah, Sesungguhnya Rasulullah saw menyalati jenazah dua
anak baidha, yaitu Suhail dan saudaranya di dalam mesjid. (HR Muslim
1/248)
Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis, baik ketika hidupnya ataupun
sesudah menjadi jenazahnya. (HR Bukhari, Al-Fath 3/161)
e. Shalat Jenazah Di Atas Kuburan
Dari Abu Hurairah, bahwasanya seorang perempuan berkulit hitam yang
biasa berada di mesjid, ia senantiasa menjaga kebersihan mesjid, ia
meninggal, sedangkan Rasulullah saw tidak mengetahuinya, lalu pada suatu
hari ia menyebutnya dan bertanya, apa yang dilakukan orang itu ? Maka
sahabat menjawab, Ia sudah wafat. Sabda Rasulullah saw, mengapakah
kalian tidak memberitahukan kepadaku ? Lalu Rasululah saw berkata,
Tunjukkanlah kuburannya kepadaku. Lalu mereka menunjukkannya, maka
Rasulullah saw mendatangi kuburannya dan melakukan shalat di atasnya.
(HR Bukhari dan Muslim)

Você também pode gostar