Você está na página 1de 4

Analisis

Berdasarkan data pengamatan, ditemukan 5 jenis hewan tanah, yaitu Gryllus assimilis,
Chelisoches morio, Dinoponera australis, Geotrupes pyrenaeus,

dan Odontamochus memerti. Pada

spesies Gryllus assimilis ditemukan pada ulangan 1, 2, 3, dan 4, dengan jumlah total 11 ekor. Pada

sepesies Chelisoches morio ditemukan di ulangan 1, 2, dan 4, dengan jumlah


total 3 ekor. Pada sepesies Dinoponera australis ditemukan di ulangan 2 dan 5.
Pada spesies Geotrupes pyrenaeus ditemukan hanya pada ulangan 5. Berdasarkan
data yang telah di peroleh, dapat dihitung indeks keanekaragaman (H),
indeks pemerataan (E), dan indeks kekayaan (R). Indeks-indeks tersebut
dapat diperoleh melalui rumus:
H ' =pi ln pi
E=

H'
ln S

R=

s1
ln N
pi=

n
N

Nilai pi didapat melalui rumus:

n = jumlah spesies
N= jumlah semua spesies yang ditemukan
'
Indeks keanekaragaman H =pi ln pi
= 1, 27

H'
Indeks pemerataan E= ln S

=0.79
s1
R=
Indeks kekayaan
ln N
= 1.19
Berdasarkan

hasil

analisis

data

menggunakan

teknik

analisis

didapatkan Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H) untuk hewan


tanah sebesar 1,27, indeks kemerataan atau E untuk hewan tanah sebesar
0.79, dan indeks kekayaan atau R untuk hewan tanah sebesar 1.19. Dari

hasil data faktor abiotik didapatkan suhu udara 27oC, suhu tanah 22oC,
kelembaban tanah 74 %, pH tanah 7, dan tingkat kesuburan little.
Kesimpulan
Shannon

dan

sementara

Wiener

(H)

yang

didapat

memiliki

tingkat

adalah

indeks

keragaman

keanekaragaman

rendah.

Sedangakan untuk indeks kemerataan atau E memiliki tingkat kemerataan


sedang untuk hewan tanah, dan indeks kekayaan atau R memiliki tingkat
kekayaan jenis rendah di daerah pengamatan yaitu belakang gedung biologi
FMIPA UM.
Pembahasan
Dari data yang dianalisis, indeks keragaman Shannon dan Wiener (H)

pengamatan epifauna di belakang gedung Biologi UM mempoeroleh nilai


1,27 sehingga memiliki tingkat keanekaragaman rendah. Hal ini sesuai dengan
yang dijelaskan oleh Maguran (1988), bahwa kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan
keanekaragaman Shannon-Wiener untuk nilai H < 1,5 termasuk ke dalam tingkat
keanekaragaman rendah. Sedangkan nilai H 1,5-3,5 termasuk tingkat keanekaragaman sedang,
dan nilai H > 3,5 masuk tingkat keanekaragaman tinggi.
Untuk penghitungan nilai indeks kemerataan jenis (E) mendapatkan nilai 0,79
sehingga termasuk kedalam tingkat kemerataan sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Maguran (1988) bahwa kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan kemerataan Evenness
yaitu E 0,3 0,6 termasuk dalam tingkat kemerataan sedang. Sedangkan untuk nilai E < 0,3
termasuk dalam tingkat kemerataan rendah, dan untuk E > 0,6 termasuk dalam kemerataan
tinggi.
Pada hasil analisis data untuk nilai indeks kekayaan atau R mendapatkan nilai 1.19 sehingga
termasuk dalam tingkat kekayaan rendah. Hasil ini sesuai dengan yang dikatan Maguran (1988)
menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan kekayaan Margalef yaitu
untuk nilai R < 3,5 maka kekayaan jenisnya rendah. Sedangkan jika nilai R 3,5 5 maka
kekayaan jenisnya sedang, dan jika nilai R > 5 maka kekayaan jenis tinggi.
Dari nilai-nilai di atas yang menyatakan keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan tentu
saja di pengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh adalah
suhu. Keberlangsungan hidup dari suatu organisme bergantung pada keadaan suhu sekitar,

sedangkan untuk organisme epifauna membutuhkan suhu yang relatif rendah untuk hidup
(Kamal, 2011). Pada pengukuran faktor abiotik di tempat praktikum mendapatkan nilai suhu 27OC untuk
udara dan suhu 22OC untuk tanah. Diperkirakan suhu udara yang relatif tinggi mengakibatkan
keanekaragaman dan kekayaan cukup rendah. Sedangkan untuk kemerataan jenis mendapatkan nilai
sedang, hal ini kemungkinan disebabkan beberapa jenis organisme terperangkap pada saat malam hari
atau saat suhu sedang turun.
Pada pengukuran pH tanah, didapatkan nilai 7. Pengukuran pH sangat di perlukan dalam melakukan
penelitian mengenai makro fauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada
tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi
keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme selain itu pH tanah juga mempengaruhi vegetasi sekitar
dimana organisme epifauna mendaptkan makan (Leksono, 2007). Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pH tanah seharusnya sudah sesuai untuk keadaan vegetasi, namun keanekaragaman
dan kekayaan masih relatif rendah. Kemungkinan yang terjadi adalah kesalahan ukur atau alat yang sudah
tidak valid.
Selain pH tanah, kesuburan dan kelembaban tanah juga akan mempengaruhi vegetasi sekitar sehingga
akan mempengaruhi epifauna di sekitar. Sesuai yang dikatakan Leksono (2007) bahwa Dalam sistem
tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu
jaring- jaring makanan dalam tanah. Dengan demikian keadaan lingkungan juga akan mempengaruhi
keragaman, kekayaan, dan kemerataan epifauna suatu tempat ( Hardjowigeno, 2007)
Pustaka

Anderson, 1994. Fungsional Attributes of Biodiversity in landuse System: In D.J.


Greenland and I. Szabolcs (eds). Soil Resiliense and Sustainable land Use.
CAB International. Oxon.

Maguran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton
University Press.
Kamal, Mustafa. 2011, Keanekaragaman Jenis Arthrophoda di Gua Putri dan Gua Selabe
Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. Vol
14 (1).
Leksono, A.Setyo.2007.Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif.Malang : Bayumedia.
Hardjowigeno, Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI-Press.
Jakarta
Suin, M. N. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekolgi dan Organisasi Ekosistem komunitas dan


Lingkungan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Suin. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Você também pode gostar