Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
REFERAT
PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA
PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA
Penulis :
David Sethia Perdana
Galang Bagaskara
Priskila Madelyn P.
030.11.064
030.11.111
030.11.233
Pembimbing :
dr. Faida Susantinah, Sp.Rad
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karena atas karunia-Nya referat dengan judul Perbedaan Gambaran Radiologis
pada Pneumonia dan Bronkopneumonia dapat selesai dengan semestinya.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Radiologi periode 11 April 2016
14 Mei 2016.
Diagnosis yang cermat dan komprehensif sangat diperlukan untuk
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Di samping dengan melakukan
pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, diagnosis pneumonia atau pun bronkopneumonia memerlukan
berbagai pemeriksaan penunjang, salah satu pemeriksaan utama adalah
pemeriksaan radiologi toraks. Pemeriksaan radiologi toraks. Pemeriksaan
radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan paru
tanpa pemeriksaan Roentgen saat ini dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru
belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologic
Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk membahas perbedaan gambaran
radiologis antara pneumonia dan bronkopneumonia. Pada bab awal akan dibahas
terlebih dahulu mengenai gambaran umum penyakit pneumonia dan
bronkopneumonia, kemudian pada bab berikutnya akan dibahas lebih spesifik
mengenai gambaran radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia.
Seperti pepatah tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa
tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, bahkan jauh dari sempurna. Kritik
dan saran sangat diharapkan penulis guna menyempurnakan tulisan ini pada
kesempatan-kesempatan berikutnya. Penulis menaruh harapan besar agar tulisan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membutuhkannya.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB 1
PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1
1.2
1.3
1.4
Latar Belakang.......................................................................................................1
Rumusan Masalah..............................................................................................2
Tujuan.................................................................................................................2
Manfaat...............................................................................................................2
BAB 2
BAB 3
BAB 4
RESUME.......................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................38
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Infeksi saluran pernafasan bawah menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas. ISNBA dapat di jumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.
Pneumonia
kemudian pada bab berikutnya akan dibahas lebih spesifik mengenai gambaran
radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah, maka diperoleh
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yakni meliputi :
radiologis
antara
pneumonia
dan
bronkopneumonia.
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat untuk ilmu pengetahuan
Tulisan ini diharapkan dapat melengkapi referensi kepustakaan dan
BAB 2
LANDASAN TEORETIS: PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA
2.1
Batasan definisi
Pneumonia merupakan adalah peradangan pada parenkim paru atau bagian
Epidemiologi
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di
masyarakat (Pneumonia Komuniti / PK) atau di dalam rumah sakit / pusat
perawatan (Pneumonia Nosokomial / PN).(2)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12
kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia
hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.(2)
2.3
Sistem Respirasi
Fokus utama pneumonia yakni pada jaringan paru-paru, sedangkan
cm. Dinding dalamnya dilapisi selaput lendir dan bersilia. Silia berfungsi untuk
menolak debu dan benda asing yang masuk bersama udara. Akibat tolakkan secara
paksa tersebut kita akan batuk atau bersin. Bronkus merupakan batang yang
menghubungkan paru-paru dekstra dan sinistra dengan trakea. Udara dari trakea
akan di bawa ke paru-paru melewati saluran ini. Bronkus dibagi menjadi bronkus
principalis dekstra dan sinistra, bronkus principalis dekstra lebih tegak, lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus principalis sinistra yang
memiliki panjang 5 cm, masing masing percabangan bronkus principalis
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris. Bronkus lobaris adalah bronkus
intrapulmonal dan akan bercabang lagi menjadi bronkus segmentalis. Bronkus
segmentalis dekstra berjumlah 10, jumlah ini lebih banyak dibandingkan bronkus
segmentalis sinistra yaitu 9. Bronkiolus (jamak : bronkioli) merupakan cabangcabang dari bronkus segmentalis berupa tabung-tabung kecil yang jumlahnya
sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru. Bronkiolus ini akan membawa oksigen
lebih jauh ke dalam paru-paru. Alveolus (jamak: alveoli) merupakan ujung dari
bronkiolus yang berjumlah sekitar 600 juta pada paru-paru manusia dewasa. Pada
alveolus, oksigen akan berdifusi ke dalam darah dan terjadi pertukaran dengan
karbon dioksida.
Paru diselimuti oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura parietalis (bagian
yang menempel dengan dinding toraks) dan viseralis (bagian yang menempel
pada dinding paru), di antara kedua lapisan ini terdapat cairan pelumas. Paru-paru
berbentuk kerucut dan memiliki 3 permukaan yaitu:
1. Facies diafragmatika, yang langsung berhubungan langsung dengan diafragma
dan ukuran facies sebelah kiri lebih kecil
2. Facies mediatinalis, yang bentuknya ditentukan oleh susunan mediastinum,
ditutupi oleh pleura mediastinalis. Bentuk facies paru dextra dan sinistra
berbeda.
3. Facies costalis, yang berhubungan langsung dengan dinding rangka ventralis,
lateralis, dan dorsalis melalui cavum pleura dan pleura costalis. Terdapat
cembungan sesuai tempat iga dan cekungan dangkal sesuai sela iga.
Paru terbagi menjadi paru dekstra (kanan) dan paru sinistra (kiri). Paru
dekstra terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Lobus superior dan lobus medius dipisahkan oleh fisura horizontalis, sedangkan
7
lobus medius dan lobus inferior dipisahkan oleh fisura obliqua. Paru sinistra
terdiri dari 2 lobus, yakni lobus superior dan lobus inferior. Lobus superior dan
lobus inferior dipisahkan oleh fisura obliqua
Setiap paru memiliki hilus, yakni hilus paru kanan dan hilus paru kiri.
Hilus paru kanan terdiri atas :
a. Bronkus principalis dekstra dan cabang bronkus principalis ke lobus
superior di hilus posterior dan hilus superior;
b. Arteri pulmonalis dan cabang arteri pulmonalis ke lobus superior di hilus
anterior dan hilus superior;
c. Dua vena pulmonalis kanan di anterior dan inferior hilus;
d. Arteri bronkialis
e. Nodulus limfatikus bronkopulmonalis
Hilus paru kiri terdiri atas :
a. Dua bronkus lobaris di posterior
b. Arteri pulmonalis di superior
c. Dua vena pulmonalis di anterior dan inferior
d. Arteri bronkhialis
e. Nodulus limfatikus bronkopulmonalis
Paru mendapat pasokan darah dari arteri pulmonalis, vena pulmonalis, arteri
bronkialis dan vena bronkialis. Arteri pulmonalis membawa darah dari ke paru
untuk oksigenisasi. Arteri pulmonalis masuk ke akar dari setiap paru dan
bercabang bersama percabangan bronkus. Arteri pulmonalis memasuki lobulus
paru, di mana percabangannya mengikuti bronkiolus. Vena pulmonalis berjalan
dalam jaringan ikat antara segmen pada lobulus paru. Setelah meninggal lobulus,
vena akan mendekat ke percabangan bronkus dan berjalan sejajar percabangan
arteri pulmonalis. Arteri dan vena bronkialis memberi nutrisi dan membawa sisa
metabolisme dari bagian paru nonrespiratorik (bronkus, bronkiolus, jaringan
intertisial dan pleura).
Paru dipersarafi oleh N. Vagus dan serabut simpatikus dari trunkus
simpatikus (Th. III, IV dan V) keduanya akan membentuk pleksus pulmonalis dan
serabut serabutnya masuk ke paru paru sesuai dengan bronkusnya sampai ke
alveoli. Rangsangan parasimpatis menyebabkan kontraksi otot polos paru,
sedangkan rangsangan simpatis menyebabkan relaksasi otot polos paru.
2.4
Etiologi
Bakteri
perubahan
karakteristik
kuman,
terjadilah
peningkatan
(RSV).
Pada bayi :
Virus: Parainfluenza virus, Influenza virus, Adenovirus, Respiratory
Sincytial Virus (RSV), Cytomegalovirus (CMV);
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis;
Bakteri: Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Haemophilus
influenza, Mycobacterium tuberculosis (pneumonia spesifik), B. pertusis.
Pada anak-anak
Virus: Parainfluenza virus, Influenza virus, Adenovirus, Respiratory
Sincytial Virus (RSV);
Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia;
Bakteri:
Pneumococcus,
Mycobacterium
tuberculosis
(pneumonia
spesifik).
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
pneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
2.5
Faktor risiko
A. Faktor host
10
Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena penyakit
bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan kekebalan tubuhnya
masih belum sempurna.
Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh
menurun
dan
virulensi
phatogen
lebih
kuat
sehingga
menyebabkan
keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi.
Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena
penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT
yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan
terjadinya bronkopneumonia.
B. Faktor Lingkungan
Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, di mana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia.
Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai
hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
11
2.6
Klasifikasi pneumonia
A. Pneumonia bakterial
Sering terjadi pada semua usia
Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal;
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca
influenza
B. Pneumonia Atipikal
Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
C. Pneumonia yang disebabkan virus
Sering pada bayi dan anak-anak
12
Patofisiologi
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
pneumonia
mencakup
interaksi
antara
mikroorganisme
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,
mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer :
13
14
Diagnosis
2.8.1
Gejala Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, meliputi:
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga
disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada anak, riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam
tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan
dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan
dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru
15
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil,
gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.8.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
16
cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, di mana kejadian
bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.
Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B.
Pemeriksaan radiologi
Secara umum pneumonia akan memberikan gambaran perselubungan atau
bercak kesuraman mengawan di lapang paru pada pemeriksaan foto toraks.
Pemeriksaan radiologi pneumonia akan dibahas secara terpisah pada bab
berikutnya. Akan dibahas pada bagian berikutnya.
2.9
Penatalaksanaan(2,4)
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
Pneumonia ringan
Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai
80-90 mg/kgBB.
Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
17
C. Penatalaksaan suportif
Pemberian oksigen 2-4 L/menit sampai
sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr;
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit;
18
interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada
penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah pemberian
antibiotik tidak efektif).
D. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
Efusi pleura;
Empiema;
Abses Paru;
Pneumotoraks;
Gagal napas;
Sepsis.
19
BAB 3
PEMBAHASAN : PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA
PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA
3.1
dengan
posisi supine.
Arah
sinar
proyeksi
dari posisi
20
Foto toraks harus dibuat dalam keadaan inspirasi maksimal, karena bila tidak
maka akan tampak pada foto :
Ukuran jantung dan mediastinum meningkat;
Corakan bronkovaskular meningkat.
Bila inspirasi cukup, maka akan tampak diafragma setinggi rawan costa VI
didepan atau setinggi Vertebra Th. X di bagian belakang.
Kondisi
Hal ini merupakan faktor yang menentukan kualitas sinar X pada saat
exposure. Pada kondisi kurang, foto toraks akan terlihat putih/samar, pada
kondisi cukup vertebra akan tampak seluruhnya mulai dari Vertebra Th 1 s/d
Th IV dan kondisi keras akan terlihat sampai Vertebra Th. XII.
Setelah hal-hal tersebut dievaluasi, kemudian dilakukan pembacaan foto, supaya
tidak ada yang terlewatkan bisa dilakukan dari medial ke lateral, atau dari superior
ke inferior, dsb. Hal yang dinilai dalam foto toraks yakni antara lain:
a) Corakan
bronkovaskular :
normalnya
semakin
ke
lateral
semakin
menghilang. Bila corakan makin tampak pada daerah lateral paru, berarti
corakan bronkovaskular meningkat;
b) Parenkim paru : normalnya tidak tampak gambaran kalsifikasi, fibrosis, atau
infiltrat di lapangan paru;
c) Keadaan hilus;
d) Sinus kostofrenikus : normalnya sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip dan
tidak tertutup apapun;
e) Diafragma : normalnya diafragma kanan-kiri licin, melengkung ke arah paru;
f) Cor (Jantung) : dinilai ukuran dan bentuknya. Pada dewasa normalnya
memiliki CTR (Cardio Thoracic Ratio) kurang dari 0,5 atau 50%.
Faktor-faktor penting yang lain dalam membaca sebuah foto yakni identitas yang
meliputi nama pasien, umur, tanggal dan waktu baca, dan marker.
3.2
3.2.1
21
22
Gambar 3. Gambaran pneumonia lobaris lobus medius dan superior paru kanan
Gambar 4. Gambaran pneumonia lobaris lobus superior paru kanan pada foto
toraks proyeksi PA dan lateral
23
24
25
Gambar 7. Gambaran pneumonia lobaris lobus superior dan inferior paru kiri
26
Gambar 8. Gambaran pneumonia lobaris lobus inferior paru kiri disertai penyulit
efusi pleura kiri (pleuropneumonia paru kiri)
3.2.2
dapat benda asing ataupun cairan seperti asam lambung. Gambaran radiologis dari
pneumonia aspirasi dapat berupa lesi opak pada suatu lobus dan dapat dipengaruhi
gravitasi. Pencitraan yang dapat digunakan pada pasien dengan pneumonia
aspirasi dapat menggunakan foto thorax baik PA atau AP dan CT scan.(5,6)
27
3.2.3
28
3.2.4
dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses
paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menggambarkan
gambaran opakdari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran
densitas homogen yangberbentuk
gambaran
radiolusen
dalam
bulat.
Kemudian
akan
ditemukan
yang tidak
sempurna ke dalam bronkus, maka akan tampak kavitas irregular dengan batas
cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya. Kavitas ini berukuran
2 20 cm. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto
dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel
(soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru
sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen) lesinya bisa multipel.
29
Gambar 11. Gambaran abses paru lobus superior kanan disertai gambaran honeycomb appearance
30
Gambar 13. Gambaran abses paru lobus superior kiri dengan foto toraks
konvensional dan CT Scan thorax
31
Gambar 14. Gambaran abses paru multipel lobus superior kanan dengan penyulit
empyema (piotoraks)
3.2.5
32
Gambar 15. Gambaran pneumonia interstitial pada kedua paru, disertai gambaran
pneumatocele pada kedua apeks paru. Ditemukan pada
Pneumonitis Carinii Pneumonia (PCP)
3.2.6
33
3.3
34
35
BAB 4
RESUME
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan di negara-negara Eropa. Di
Indonesia sendiri pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit - penyakit kardiovaskular dan tuberkulosis. Diagnosis pneumonia yang
cermat dan komprehensif sangat diperlukan untuk menghambat angka morbiditas
dan mortalitas. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang
komprehensif meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, diagnosis
pneumonia memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang, salah satu pemeriksaan
utama adalah pemeriksaan radiologi toraks konvensional.
Pada pembacaan foto toraks, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
meliputi posisi, simetrisasi, inspirasi, dan kondisi. Setelah hal-hal tersebut
dievaluasi, kemudian dilakukan pembacaan foto, supaya tidak ada yang
terlewatkan bisa dilakukan dari medial ke lateral, atau dari superior ke inferior,
dsb. Hal yang dinilai dalam foto toraks yakni antara lain corakan bronkovaskular,
keadaan parenkim paru, keadaan hilus, sinus kostofrenikus, diafragma, dan
keadaan jantung.
Pneumonia memiliki berbagai macam jenis, yang memberikan gambaran
radiologis yang berbeda dari tiap-tiap jenis pneumonia. Namun, terdapat
gambaran umum yang dimiliki gambaran foto toraks pneumonia: terdapat bercak
kesuraman
atau
perselubungan
di
lapangan
paru.
Bronkopneumonia
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendigs Disorder of the Respiratory
Tract in Children: Bacterial Pneumoniasi, Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
2. Soeparman, Waspadji S. 1999. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
3. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712.
4. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
5. Khan AN. Aspiration Pneumonia Imaging. 2016. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/353329-overview#a2. Accesed on : 30
April 2016
6. Tatco V, Radswiki. Aspiration Pneumonia 2015. Available at
http://radiopaedia.org/articles/aspiration-pneumonia. accesed on : 30 April
2016
7. Herring
W. Gram
Positive
Pneumonia
2015. Available
at
http://www.learningradiology.com/archives06/COW%20183Pneumococcal
%20pneumonia/pneumococcalcorrect.htm Accesed on : 30 April 2016
8. Mansoura University. Staphylococcus pneumonia 2015. Available at
http://osp.mans.edu.eg/tmahdy/students/xray/CHEST/pages/STAPH
%20PNEUMONIA.htm Accesed on : 30 April 2016
9. Khan AN. Extrinsic Allergic Alveolitis Imaging 2015. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/356120-overview#a2. Accessed on : 30
April 2016.
10. Gunderman RB. The Respiratory System. In: Gunderman RB editors.
Essential Radiology, 2nd ed. Thieme.New York: 2006.p.93-97.
11. Tatco
V, Paks
M.
Bronchopneumonia
2015.
Available
at
http://radiopaedia.org/articles/bronchopneumonia. Accesed on : 30 April 2016.
12. Mansoura
University.
Bronchopneumonia
2015.
Available
at
http://osp.mans.edu.eg/tmahdy/Students/XRay/CHEST/pages/BRONCHOPNEUMONIA.htm. Accesed on : 30 April
2016W
37