Você está na página 1de 11

ARTIKEL TENTANG JOURNAL

Arsyil Dwi Anugrah


142259
1c

Pengrtian jurnal dan fungsinya


Jurnal merupakan catatan akuntansi pertama setelah bukti transaksi
Fungsi jurnal adalah menyediakan catatan lengkap dan permanen dari
semua transaksi perusahaan yang disusun dalam urutan ronologis
kejadiannya sebagai referensi masa mendatang. Tujuan mencatat
transaksi kedalam jurnal adalah untuk menunjukkan pengaruh setiap
transaksi kedalam akn perusahaan.
Jurnal digunakan sebagai dasar untuk melakukan posting ke akun
ddi buku besar
A. Kriteria Jurnal Ilmiah Nasional :
- Memiliki ISSN
- Bertujuan menampung hasil-hasil penelitian ilmiah dan atau konsep
ilmiah dalam disiplin ilmu tertentu
- Ditujukan kepada masyarakat ilmiah/peneliti yang memiliki disiplin
keilmuan yang releban
- Substansi satu masalah dalam satu bidang ilmu
- Memenuhi kaidah penulisan ilmiah yang utuh ( rumusan masalah,
pemecahan masalah, dukungan teori mutakhiran, kesimpulan dan daftar
isi)
- Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/Organisasi/Perguruan Tinggi dengan unitunitnya
- Memakai Bahasa Indonesia dan atau bahasa Inggris dengan absrak
dalam bahasa Indonesia
- Memiliki Dewan Redaksi yang terdiri dari para ahli dama bidangnya
- Diedarkan secara nasional
Sumber: Pedoman operasional penilaian AK Dosen
B. Jurnal Ilmiah adalah Portal Jurnal yang hanya memenuhi beberapa
kriteria Jurna Ilmiah Nasional misalnya portal jurnal kampus yang tidak
diedarkan secara nasional.
C. Jurnal Ilmiah Nasional TERAKREDITASI harus mengacu pada :
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Terbitan Berkala Ilmiah dan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 49/DIKTI/Kep/2011 tentang
Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala
Silakan baca :
- Permendiknas no. 22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah

- SK Dirjen Dikti no. 49/Dikti/Kep/2011 tentang Pedoman Akreditasi


Terbitan Berkala Ilmiah
- Surat Edaran Direktur Diktendik No. 1313/E5.4/LL/2011tentang
Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Tahun 2011
- Surat Edaran Direktur Diktendik Tanggal 10 January 2012 tentang
Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Tahun 2012
- Surat Edaran 212/E/T/2012: Pedoman Pengelolaan Jurnal Terbitan Berkala
Ilmiah Elektronik yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam
pengelolaan Jurnal Terbitan Berkala Ilmiah secara elektronik

Contoh jurnal nasional

PROFESI GURU SEBAGAI PROFESI YANG MENJANJIKAN


PASCA UU GURU DAN DOSEN

Abstrak : UU No 14/2005 tentang guru dan dosen pada hakekatnya untuk


mengangkat harkat dan martabat guru sebagai pendidik professional.
Sebagai guru professional guru wajib : (a) memiliki kualifikasi akademik
minimal sarjana/diploma empat, (b) memiliki kompetensi (pedagogik,
kepribadian, social dan professional) (c) memiliki sertifikat pendidik (d)
sehat jasmani dan rohani dan (e) memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimal dan jaminan kesejahteraan social, yang meliputi : (1) gaji
pokok, (2) tunjangan yang melekat pada gaji, serta (3) penghasilan lain
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan
maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi. Ke depan, profesi guru cukup
menjanjukan dan diharapkan menjadi pilihan pertama bagi generasi
muda atau setidak-tidaknya menjadi pilihan yang sama dengan profesi
lainnya, seperti dokter, akuntan, insinyur, advokat, notaries, dan lainnya.
Kata kunci : profesi guru dan UU guru dan dosen

Pengantar
Salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas hasil
pendidikan adalah guru. Sebagai pendidik professional, guru memiliki
peran yang strategis dalam pendidikan. Dengan diundangkannya UU No
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru diakui sebagai jabatan yang
professional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat dan martabat guru yang
sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi lainnya dikalangan
pegawai
negri
sipil.

Namun demikian, untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak


sampai dengan sekolah menengah atas persyaratannya cukup kompleks,
yaitu : (a) memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana/diploma empat,
(b) memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, social dan professional
(c) memiliki sertifikat pendidik (d) sehat jasmani dan rohani dan (e)
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (UU
Nomor : 14/2005). Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen
pada prinsipnya memiliki dua komponen pokok, yaitu : pertama
meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik professional dan kedua
meningkatkan kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis dari
keprofesionalannya.
Permasalahan yang diduga terjadi adalah sejauh mana profesi guru
pasca UU No 14 tahun 2005 memiliki daya tarik yang menjanjikan bagi
generasi
mendatang,
khususnya
bagi
mereka
yang
memiliki
kecenderungan dan bakat istimewa. Mencermati berbagai penghasilan
guru sebagai pendidik
yang professional, calon mahasiswa yang
berprestasi dan atau mereka yang memiliki kecerdasan dan bakat
istimewa semestinya tertarik untuk menjadi guru. Jika demikian adanya,
maka patut di duga bahwa hasil pendidikan akan meningkat secara
signifikan.
Pengertia Profesi
Profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang
dilakukan seseorang sesuai dengan keahliannya. Ini berarti bahwa suatu
keahlian atau jabatan harus dikerjakan oleh orang yang sudah terlatih dan
disiapkan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dengan kata lain suatu
profesi erat kaitannya dengan pekerjaan yang spesifik, terstandart
mutunya dan dapat menjadi sumber penghasilan sesuai dengan
penghargaan keprofesionalannya. Para ahli professional di Indonesian
merumuskan cirri-ciri utama profesi sebagai berikut : (a) memiliki fungsi
dan signifikasi social yang crucial, (b) adanya tuntutan penguasaan
keahlian/ketrampilan sampai tingkatan tertentu, (c) memiliki perolehan
keahlian/ketrampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, tetapi
melalui pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis melaui
penggunaan metode ilmiah, (d) memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang
jelas, sistematis dan eksplisit serta (e) penguasaan profesi membutuhkan
pendidikan yang relative lama, pada jenjang perguruan tinggi.
Profesional Guru
Menurut Allison dalam Ki Supriyoko (2004), guru yang professional
adalah guru yang menyayangi peserta didiknya, membantu mencarikan
jalan keluar atas masalah yang dihadapi, murah senyum, membuat
kejutan-kejutan yang menyenangkan, sangat peduli dan memperhatikan
peserta didik, memiliki kecerdasan yang tinggi, selalu mencoba berbuat
yang terbaik, senang menyegarkan suasana, serta mau mendengarkan
kata hatinya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, secara formal guru
mempunyai peranan penting, disamping aspek lainnya seperti
sarana/prasarana, kurikulum, peserta didik dan manajemen. Guru
merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan
pendidikan adalah pembelajaran yang memerankan peran guru
didalamnya. Oleh karena itu, guru yang professional tidak hanya

mengetahui apa yang menjadi tugas pokoknya, peranan, dan


kompetensinya, namun dituntut pula untuk mampu melaksanakan tugas
dan peranannya dalam rangka meningkatkan kompetensinya dan
optimalisasi proses pembelajaran secara efektif.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan profesionalisme guru
Bnyak factor yang diduga terkait dengan profesionalisme guru,
seperti kelayakan mengajar, kesejahteraan, pembinaan profesi,
perlindungan profesi, komitmen, serta kebijakan pemerintah. Factor lain
yang mempengaruhi profesionalisme guru adalah perlindungan profesi
guru yang mencakup (a) pengakuan terhadap ilmu pendpendidikan dan
keguruan yang saat ini masih setengah hati dari pengambil kebijakan dan
pihak-pihak yang terlibat, (b) PGRI belum berfungsi sebagai organisasi
profesi dalam meningkatkan profesionalisme anggotanya, (c) Pusat
Kegiatan Guru (PKG) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang memungkinkan
para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya, dan (d)
pengukuhan progam Akta Mengajar melalui peraturan perundangan
(Akadum dalam Hasan, 2003).
Profesi Guru paska UU Guru dan Dosen
Pasca UU Guru dan Dosen, profesi guru merupakan salah satu
profesi yang menjanjikan bagi generasi mendatang. Sebagaimana telah
dikemukakan dalam pendahuluan, mahwa untuk menjadi guru seseorang
wajib :
Kualifikasi Akademik
Kualifikasi akademik guru ditunjukkan dengan ijazah yang
merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk
melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan
pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai Standar Nasional
Pendidikan (PP Nomor 1912005). Kualifikasi akademik guru diperoleh
melalui pendidikan tinggi progam sarjana (S1) atau program diploma
empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan
tenaga kependidikan dari atau program pendidikan non
kependidikan. Kualifikasi, akademik guru bagi seseorang yang akan
menjadi guru harus dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat
menjadi guru.
Memiliki Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh
guru dalam melaksanakan tugas keprofesinalannya. Kompetensi guru
meliputi : (1) kompetensi pedagogic, yaitu kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik, (2) kompetensi kepribadian, yaitu
kemampuan kepribadian yang mantap, beraklak mulia, arif, dan beribawa
serta menjadi teladan bagi peserta didik, (3) kompetensi professional
yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam, (4) kompetensi social yaitu kemampuan untuk berinteraksi
dan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesame guru, orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Memiliki Sertifikat Pendidik


Sertifikat pendidik diperoleh melalui program pendidikan profesi
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang
diselenggar,akan oleh Pemerintah atau masyarakat dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Program pendidikan profesi hanya diikuti oleh peserta didik
yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat.
Sehat Jasmani dan Rohani
Sosok guru bagaikan public figure yang senantiasa menjadi pusat
perhatian masyarakat dari berbagai aspek, mulai dari penampilan,
ucapan, perilaku, keteladanan, ketrampilan, kepiawian, dan status social.
Oleh karena itu, seorang guru tidak bole memiliki cacad baik secara fisik
maupun jasmani.
Memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Setiap guru berkewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran
yang kondusif serta edukatif dalam upaya membentuk watak dan
kepribadian
sebagai
warga
negara
yang
mau
dan
mampu
menghargaisesama warga Indonesia secara demokratis dan bertanggung
jawab atas perilaku dalam setiap langkah perilaku, ucapan dan
tindakannya. Sesungguhpun demikian dalam upaya mewujudkan tujuan
pendidikan nasional tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan,
namun hal ini perlu proses yang panjang dan kesungguhan dan keiklasan
setiap gurudalam melakukan pembelajaransecra disiplin dan konsekuen
sesuai dengan kaidah-kaidah dikdatik-metodik.
Kesimpulan
Profesi guru pasca berlakunya Undang-Undang Guru dan Dosen
Nomor 14/2005 memiliki prospek yang menjanjikan, baik dari aspek
kualitasmaupun kesejahteraan. Sebagai tenaga professional, guru taman
kanak-kanak sampai guru sekolah menengah atas minimal disyaratkan
berpendidikan sarjana atau diploma empat. Kesejahteraan guru sebagai
tenaga kerja profesionalcukup menjanjikan yang berasal dari : (1) gaji
pokok, (2) tunjangan yang melekat pada gaji, (3) penghasilan lain berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjagan khusus, dan tunjangan
maslahat tambahan sebagai penghasilan tambahan yang terkait dengan
tugasnya dengan prinsip penghargaan atas dasar pestasi.
Mengacu pada simpulan, maka penulis menyarankan agar
Pemerintah segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Guru dan Dosen menjadi Peraturan Pemerintah sebagai acuan
bagi guru untuk memperoleh hak dan kewajibannya sebagai pendidik
profesional, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi Peraturan
Pemerintah tentang Guru ke seluruh jajaran pendidik, dinas pendidikan
tingkat provinsi/ kabupaten/kota, asosiasi profesi pendidik, Ikatan Sarjana
Pendidikan
Indonesia
(ISPI),
kantor
dinas
pendidikan
provinsi/kabupaten/kota kantor wilayah Departemen Agama, kantor
pemerintah daerah, LSM pendidikan, para pemangku kepentingan
pendidikan (stake holders) dan departemen lain yang menyelenggarakan
pendidikan.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional.2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.Depdiknas.Jakarta
Hasan, Ani, M.2003.Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pertengahan:
www.artikelpendidikan network/html.
Ki Supriyoko, 2004. Pendidikan Tanpa Guru Bermutu.www.kompas.com/kompascetak/0207/09/opini/pens04.htm

Contoh jurnal internasional


Effects of lnterference Fit Screw Length Tibial runnel
Fixation For Anterior ruciate Ligament Reconstruction
ABSTRACT

Graft-tunnel mismatch during Arthroscopically assisted anterigr cruciate


ligament reconstruction using the cen-tral-third patellar tendon results in
less than 20 mm of bone plug remaining in the tibialtunnel. We decided to
evaluate the strength of bone plug fixation using inter-ference fit screws
that were less than 20mm in iength. Biomechanical testing was performed
on 48 porcine hindquarters using 9-mm diameter interference fit screws
that measured 12.5, 15, and 20 mm in length. No significant difference
was noted between the different-length screws for insertion torque,
divergence, stitf-ness, displacement, or load to failure. We believe,
therefore, that comparable graft fixation can be achieved in the tibial
tunnel using 9-mm diameter interference fit screws that are less than 20
mm long, and that these shorter screws may be useful incases of grafttunnel mismatch.

Endoscopic single-incision ACL reconstruction using bone-patellar


tendon-bone autograft has become increasingly popular because of
proposed advantages of decreased surgical morbidity by a oiding a
second incision and easier postoperatiye posed rehabilitation. Despite
these proadvantages, several problems related to graft fixation have
been described, including inaccurate graft placement, divergent screw
fixation, autograft tendon injury, and suboptimal interference screw
fixation of the bone bloek in the tibial tuqnel After the bone plug into the
femoral tunael, mismatch between the length of the graft and the tibial
tunnel may leave the bone plug protruding from the tunnel,. Shortening
the effective length of the plug and potentially is secured compromising
strength of the initial fixation. Although Kenna et al and Lemos et al have
recommended that this problem
prevented
by understanding the
dimensions of the knee and graft preoperatively and planning the can be
an appropriate- length tibial tunnel, Shiffer et al reported a graft-tunnel
mismatch incidence of 26% in their series of 34 endo-scopic ACL
reconstructions. The incidence in other series is unpublished.

Options or c6rrecting this mismatch are limited. Further recession of


the femoral bone plug risks inaccurate femoral interferenee screw
placement and possible graft abrasion by the femoral tunnel. Shortening
the bone plug and using a standard interference screw risks tendon
laceration by the longer screw. Other options for fixation, including staples
or tying sutures in the tibial bone plug around a post, compromise the
initial strength of the construct in ssmparison with the relatively rigid
fixation of an interference screw. Use of a shorter interference fit screw
has not been described in the clinical literature as a solution to this
problem.

Several investigations have been performed to evalu-ate the


relationship between interference screw diame- ter or length and fixation
strength. Brown et al reported no significant effect of screw length on
fixation strength for 20- and 25-mm screws in human cadavers. To the
best of our knowledge, reports of biomechanical testing of shorter
interference fit screws, which may applicable in situations of graft-tunnel
not been published. The purpose mismatch, have ofthis study was
evaluate the failure of 12.5-, 15-, and 20-mm interfer-ence fit screws.

MATERIALS AND METHODS


Hindquarters were obtained from 48 fresh-frozen pigs weighing
between 240 and 260 pounds. Bonepatellar ten-grafts-bone grafts were
harvested from each pig by removing 10 mm diameter tibial bone plugs,
leaving the patellar tendon attached to an intact patella. Each tibial bone
plug was noted to have an approximately 15-mm apophysis proximal to a
predominately cortical anterior tibial crest.The Tibial bone plugwas cut to
13, 15,or 20 mm lengths to correspond to the length of the cannulated
interference screw. The tibial plug was trimmed into a cylindrical shape to
snugly fitthrough a 10-mm sizer with less than 2mm of space between the
plug and the tunnel wall. The tibial plug was left securely attached to the
patellar tendon A No. 2 Ethibond suture (Ethicon, Somenrille, New Jersey)
was passed through the patellar tendon as a modKessler suture and was
used to pull the graft into the l. This was done to avoid the necessity of
creating drill holes in the bone plug and thus weakening it, as noted by
Resnick.
Anteroposterior and lateral radiographs were taken of each
specimen to evaluate angles of divergence and the number of threads
engaged. In those specimens in which the threads of the ssrew did not
fully contact the bone plug, the screw was further advanced and the
torque of insertion was
ing
again recorded. Repeat radiographs
confirmed firll seat- of the screw. The angle of divergence in both AP and
lateral planes was measured usrng the angle forned bylines tilong the
axis of the tunnel and the screw. The number of threads engaged into the
plugwas also recorded. The patella was mounted in a steel clamp through
which a 3-cm, partially enclosed hole had been made to permit passage
of the patellar tendon. A small, threaded Steinmann pin was passed
hrough the proximal aspect of the cannulated screw and locked onto the
screw with a emall nut. The distal load was applied, therefore, at the
proximal end of the screw.
DISSCUSION

Anterior cnrciate ligament reconstruetion has given many athletes


the opportunity to return to their prwious levels of activity with minimal
functional dficits. Great advances have been made in understanding the
biolory of placement and the technical pitfalls involved in successfirl
ligament reconstruction. It is generally agreed that the initial weak link'sf
the reconstnrcted knee is at the graft fixatioa site. Consequentfy, much
has been done to investigate tlre factors involved in initial fixation
strength: type of graft, nethod of fixation, interfenence screw width/core
diameter, screw divergence, and torque of insertion Methods of fixation of
insertion.Method of fixation the patellar tendon graft have varied.
Kurosnka et al. demonstrated the superiority 9.0-mm interference screws
compared with 6.5-dn screws, butbons, and staples. Pull-out strengths of
greater than 400 N have been found in cadaveric studies Using 9-rnm
Kurosoka bcrews by Black et al. and Matthews al.,lo and by Bmwn et aI.
when correctd to the bone density of a young adult. This shength is very
close to the 450 N that Noyes and Grmd stated the normal ACL was
exposed t0 during activities of daily living. Compromise of fixation may
occur by 1) changing screw specifications or 2) straying recognized
principles in technical insertion.
In conclusion, in this study there was a positive lation between
torque of interference screws insertion and pull-out strength. There was
no significant difference in torque of insertion, divergence, stiffrress,
displacement, or failure load between 12.5, 15,or 20 mm long cannulated
9mm interference into porcine bone. We believe,therefore, that shorter
interference corre and fit screws may be used clinically in the tibial tunnel
without compromise ing graft fixation.

Daftar Pustaka
Aerssens J, Boonen S, Lowet G, et all : Interspesies differences in bone
composition, density, and quality : Potential for in vivo bone research.
Endocrinology 139:663-670, 1998.
Kenna B, Simon TM, Jackson DW, et all ;Endoscopic ACL reconstruction : A
technical note on tunnel length for interference fixation. Arthroscopy 9 :
228-230, 1993
Noyes FR, Butler DR, Grood ES, et all : The strength of the anterior cruciate
ligament in humans and rhesus monkeys : Age related and spesies related
changes. J Bone Joint Surg 58A:1074-1082,1976
- See more at: http://nencyhardini4.blogspot.com/2013/01/contoh-jurnalnasional.html#sthash.AYZ7HUKF.dpuf

Você também pode gostar