Você está na página 1de 16

Bab 1

Pendahuluan
Salah satu teknik laser yang sering digunakan dalam bidang oftalmologi adalah
fotokoagulasi. Fotokoagulasi adalah teknik terapi retina dimana laser yang digunakan adalah
sinar/cahaya kuat untuk menggumpalkan jaringan. Energi cahaya diabsobsi oleh jaringan target
dan diubah ke dalam energi panas. Ketika temperatur jaringan itu meningkat di atas 65 oC, maka
akan terjadi denaturasi protein dan nekrosis koagulasi jaringan.1
Laser merupakan singkatan dari kata Light Amplification Stimulated Emission Radiation.
Teori mengenai sinar ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli fisika terkenal, Dr. Albert Einstein
pada tahun 1920 dan baru setelah 40 tahun kemudian teori tersebut dipraktikkan. Dr. Mainamm
dari Jerman yang akhirnya dikatakan berhasil untuk pertama kalinya mengarahkan sinar tersebut
dalam sebuah lingkup garis menggunakan batu delima (ruby). Oleh sebab itu laser yang pertama
kali itu disebut laser ruby.2
Setelah penemuan konsentrasi laser ruby tersebut, maka sinar ini mulai diarahkan untuk
berbagai kegunaan, termasuk untuk kesehatan. Laser untuk pengobatan sebenarnya baru dimulai
semenjak awal tahun 90-an. Termasuk di dalamnya untuk pengobatan mata, selain juga untuk
pengobatan penyakit kulit, perut, gigi dan pembedahan. Khusus untuk pembedahan, sinar laser
lebih disukai karena tidak menimbulkan luka dalam, dan berarti meminimalkan pendarahan.
Meskipun harus diakui hingga kini, paramedis yang ingin memakai peralatan ini haruslah
memiliki tingkat keahlian tinggi.2
Sejarah teknologi laser untuk retina bermula dari konsep laser fotokoagulasi yang
diperkenalkan oleh Meyer dan Schwickerath pada tahun 1950. Kelemahan laser fotokoagulasi
pada saat itu terletak pada ukuran fisiknya yang terlalu besar. Sinar yang digunakan bersifat
polikromatik sehingga efek panas laser koagulasi tidak hanya mengenai target melainkan juga
mengenai bagian lain mata yang sebenarnya tidak memerlukan, misalnya kornea, lensa, vitreous,
dan sebagainya. Berbagai alasan ini membuat laser fotokoagulasi pada saat itu dianggap kurang
efesien dan sulit dioperasikan.2
Kebanyakan ahli bedah menggunakan fotokoagulasi dengan sinar laser yang panjang
gelombangnya 400 700 nm dan menggunakan inframerah. Laser segmen posterior yang
digunakan saat ini termasuk sinar hijau, merah, kuning dan inframerah. Sistem penyampaian
sinar dilakukan melewati pupil
dengan aplikasi slit lamp, oftalmoskop indirek,
endofotokoagulasi sewaktu pembedahan vitreus, atau dengan aplikasi kontak probe melalui
transscleral.1
Kebaikan penggunaan fotokoagulator tergantung dari bagaimana sinar laser berpenetrasi
terhadap media okuli dan bagaimana sinar tersebut diabsorbsi oleh pigmen pada jaringan target.

Pada prisipnya sinar diabsorbsi di jaringan okular yang mengandung melanin, xantopil, atau
hemoglobin.1
Melanin adalah media yang baik bagi penyerapan sinar hijau, kuning, merah dan
infrared. Xantophyll makula baik bagi penyerapan sinar biru namun kurang baik bagi panjang
gelombang sinar merah atau kuning. Hemoglobin mudah menyerap sinar biru, hijau, kuning
tetapi minimal penyerapan untuk sinar merah.1
Teknologi laser juga telah digunakan pada terapi retinopati diabetika. Rasionalisasinya
tindakan laser pada penyakit ini adalah untuk memperbaiki oksigenasi, menurunkan aktivitas
metabolik, menghambat faktor angiogenik, meningkatkan produksi angioinhibitory factor dan
occidative stress. Kini kita mengenal medium threshold laser untuk terapi retinopati diabetik,
salah satunya adalah PASCAL (Pattern Scanning Laser) yang tergolong baru di dunia kedokteran
mata.2,3
Dalam bidang kedokteran fotokoagulasi laser merupakan terapi yang paling sering
digunakan untuk membantu pasien yang mengalami perdarahan retina, fotokoagulasi laser juga
dilakukan sebagai upaya preventif, mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius pada
pasien tersebut. Fotokoagulasi laser menggunakan laser argon sebagai bahan utamanya. Laser
argon adalah laser dengan cahaya hijau, yang difokuskan untuk pembakaran mikroskopis.
Tujuan pembakaran ini adalah untuk memperbaiki jaringan mata yang sakit atau rusak sehingga
bisa mencegah komplikasi yang akan disebabkan oleh jaringan sakit atau rusak yang menetap.
Secara keseluruhan, pengobatan terapi laser ini sering dinyatakan berhasil dengan lebih dari satu
kali pengobatan.2,3
Meningkatnya minat dalam penggunaan laser untuk tujuan pengobatan, membawa
dampak kemajuan dalam bidang kedokteran. Pada beberapa penyakit mata, sinar laser digunakan
secara rutin untuk koagulasi darah dan memblokir pembuluh darah vena. Dan laser argon adalah
laser yang sering digunakan untuk fotokoagulasi.2

Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Vitreus
Badan vitreus adalah suatu badan matrix yang jernih, mengisi 80% volume mata
dan komposisinya terdiri dari kolagen, asam hialuronat dan air. Badan vitreus dibagi atas
dua bagian : bagian central atau core vitreous dan cortical vitreous, bagian terluar dari
vitreus. Permukaan vitreus bagian depan diikat oleh membran hialoid anterior, yang
merupakan serat protein yang terkondensasi dimana membran ini memiliki lekukan
retrolental yang disebut dengan patellar fossa. Pada dasar vitreus, serat-serat kolagen
biasanya padat; serat-serat ini tertanam di dalam suatu area yang memanjang 2 mm ke
anterior dan 3 mm ke posterior di ora serrata. Serat-serat ini sangat sulit ditembus pada
saat pembedahan. Serat-serat ini terbentang secara radial ke arah gel vitreus untuk
beberapa milimeter. Gel vitreus ini mengandung serat-serat kolagen yang melengkung ke
arah posterior. Di antara serat-serat kolagen tersebut, terdapat molekul-molekul
hialuronat yang mengikat molekul-molekul air. Molekul-molekul hialuronat yang terikat
dengan molekul-molekul air ini berfungsi sebagai pengisi dan pemisah diantara seratserat kolagen tersebut. Serat-serat kolagen yang berada pada bagian kortikal adalah
bagian yang lebih padat, dalam suatu feltlike network; serat-serat ini berjalan sejajar
dengan permukaan dalam retina. Walaupun dasar vitreus melekat erat terhadap retina,
dasar ini juga melekat erat terhadap pembuluh darah retina, nervus optikus dan makula.
Perlekatan antara vitreus dan makula tersusun dalam 3 zona melingkar yang terpusat di
foveola; susunan perlekatan yang spesifik ini mempengaruhi morfologi dari suatu traksi
pada makula (makulopati). Pencairan (liquefaction) dari vitreus dimulai pada umur 2
tahun pada zona atas kutub posterior dan menghasilkan suatu celah yang dikenal sebagai
bursa premakular, atau precortical vitreous pocket. Anatomi dari vitreus ini sulit
dideskripsikan secara invivo, tetapi vitreus mengandung bursa-bursa kecil yang terikat
baik satu sama lain.4,5
Sepanjang waktu rongga vitreus berkembang semakin besar dan semakin
banyaknya jumlah pockets of liquefactions. Serat-serat kolagen yang sifatnya enzimatik
dan non enzimatik yang saling cross-linking, kerusakan akibat radikal bebas, dan
berkurangnya kepadatan pada serat-serat kolagen vitreus menyebabkan berkurangnya
stabilitas gel vitreus. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan menyebabkan tractional
stress pada retina. Traksi fokal pada retina memungkinkan terjadinya suatu robekan atau
holes. Vitreus juga dapat menjadi penyebab traksi dari seluruh area retina, hal ini
disebabkan adanya resultant tensile force yang menyebar pada daerah retina tersebut;
3

karena adanya resultant tensile force ini, maka sangat memungkinkan terjadi robekan
pada retina. Salah satu contoh penyakit yang terjadi pada vitreomacular traction
syndrome, dimana pada sindrom ini terjadi pengaburan penglihatan dan adanya suatu
distorsi pada penglihatan sentral yang disebabkan adanya tarikan pada makula oleh
vitreus. Vektor paksaan (force vectors) yang terjadi pada makula tersebut mungkin
dicetuskan juga adanya bursa-bursa (bursae) pada vitreus. Vitreus posterior mulai lepas
(detach) dari retina dari tempat-tempat yang berlainan tetapi kemudian bisa lepas dari
daerah-daerah yang luas di kutub posterior. Hal ini sering mengakibatkan posterior
viterus detachment, dimana hampir terjadi kepada setiap orang yang hidupnya masih
panjang.4,5

Gambar :
1-1 :
Anatomi
Vitreus
diambil dari
American
Academy of
Ophthalmology
2012

2.1.2 Retina
Retina
adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata (Gambar 2.1). 1 Retina membentang
anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak
rata (Gambar 2.2). Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Scwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina
sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmmen retina sehingga juga berhubungan
dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.4,5,6,7
Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah sehingga
terbentuk ruang subretina pada ablasi retina dapat dibatasi.Hal ini berlawanan dengan
ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sclera, yang meluas ke taji
sclera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, di bawah
pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam corpus ciliare
dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke
anterior.4,5,6,7

Retina merupakan jaringan yang terdiri dari beberapa lapisan, sebagai berikut
(dari luar ke dalam)6 :
1.
2.
3.
4.

Membran Bruch yang merupakan membrane basalis epitel pigmen retina


Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terdiri atas sel batang dan sel kerucut
Membran limitan eksterna, terletak antara sel fotoreseptor dan lapisan inti luar.
Lapisan inti luar, merupakan susunan lapisan sel nucleus kerucut dan batang. Ketiga
lapis di atas tidak berpembuluh darah dan mendapat metabolism dari kapiler koroid
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari saraf kranialis kedua yaitu
nervus opticus.
9. Lapisan serabut saraf, adalah serabut saraf optic dan merupakan akson dari sel
ganglion. Di lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina yang berasal
dari arteri retina sentral.
10. Membrane limitan interna, merupakan memmbran hialin antara retina dan vitreus
humor.
Retina menerima sumber darah dari dua sumber: korio kapilaris yang berada tepat
di luar membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta
cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina.
Fovea seluruhnya di darahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan
endotel yang tidak berlubang, yang mmembentuk sawar darah-retina.Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah
retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang.6,7

2.2 LASER
2.2.1 Defenisi
Laser adalah singkatan dari kata Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation, yang berarti menghasilkan sumber cahaya dengan intensitas yang besar dan
fase koheren. Laser memiliki intensitas sinar yang tinggi, dengan pulse energies sebesar
104 joule dan pulse durations 6 x 10 -15 detik. Beberapa jenis sinar laser yang
5

digunakan dalam pengobatan terapi, yaitu laser p-n junction, laser He-Ne, laser argon,
laser CO , dan laser solid state . Laser solid state terdiri atas laser ruby dan laser NdYAG (Neodymium in Yttrium Aluminium Garnet).
2.2.2 Prinsip Dasar Kerja Laser
Sistem kerja laser selalu dihubungkan dengan gelombang elektromagnetik yang
kita kenal dengan teori kuantum. Teori kuantum ini menyatakan bahwa elektron di dalam
suatu atom atau pun molekul berada dalam keadaan nonradiating di dalam suatu level
energi yang sfesifik. Energi tersebut berbeda pada tiap-tiap elemen elektron. Ketika
elektron tersebut berpindah dari suatu energi yang tinggi ke energi yang rendah maka
perbedaan energi tersebut teradiasi sebagai packet yang disebut foton dengan
karakteristik frekuensi (v) yang dapat dihitung dengan rumus E = hv dimana h adalah
konstanta planck (h = 6,675 x 10-31). 2,5,6
Sebuah elektron dapat dalam posisi stabil dari hitungan menit atau lebih lama.
Namun, foton dari sebuah frekuensi yang tepat dan melewati suatu elektron akan
merangsang elektron tersebut dengan segera ke level energi yang lebih rendah dan
memancarkan sebuah foton identik. Stimulasi ini adalah dasar kerja dari suatu sinar yang
teremisi.2,5,6
Meskipun total energi dalam cahaya laser mungkin sedikit, tetapi sinar tersebut
dapat difokuskan pada daerah yang sangat kecil untuk menghasilkan kepadatan energi
yang sangat tinggi (yaitu, energi per sentimeter persegi). Sinar laser juga sangat terarah
dan, tergantung pada desain resonator, dan dapat terpolarisasi.2,6
Laser dapat beroperasi secara terus menerus (misalnya, sebuah argon laser yang
berfungsi sebagai fotokoagulator) atau sebagai pulses (misalnya, laser YAG untuk
kapsulotomi). Mode locking dan Q-switching adalah 2 metode umum yang
menghasilkan pulse output.2,5,6
2.2.3 Mekanisme Sistem Kerja Laser
Laser adalah satu-satunya energi cahaya yang dihasilkan dari banyak sumber
energi. Properti unik dari sinar laser yang sifat sinarnya monokromatik, directionally,
koheren, polarisasi dan intensity membuat sinar ini banyak digunakan pada aplikasi
pengobatan. Semua laser ophthalmik pada umumnya memiliki tiga dasar elemen penting
yaitu :
1. Medium aktif untuk mengemisi radiasi koheren.
2. Energi input yang dikenal sebagai pumping.
3. Optical feedback, untuk merefleksikan dan menambah kekuatan panjang
gelombang sinar yang tepat/diinginkan.
6

Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology 2004 2005, Clinical Optics, page 22

Berdasarkan sifat keluarannya, ada dua jenis laser yakni laser kontinyu dan laser
pulsa. Laser kontinyu adalah laser yang memancarkan cahaya yang tetap selama medium
lasernya
dieksitasi,
sedangkan
laser
pulsa (pulse) adalah
laser
yang
memancarkan
cahaya dalam bentuk pulsa pada interval tertentu. Komponen
penting sebuah laser adalah laser resonator atau laser cavity. Laser cavity ini
terdiri dari 3 komponen penting yaitu:
1. An lasing medium or gain medium Laser (Medium Laser), biasanya terbuat dari
bahan padatan (seperti kristal, gelas), cairan (seperti pelarut organik), gas (seperti
Helium, CO ) atau semikonduktor (dioda).
2. An energy source or pump (Sumber energi atau pemompa energi), tempat terjadinya
proses pelepasan energi tinggi, reaksi kimia, dioda, lampu kilat.
3. An optical resonator or optical cavity (resonator optik atau rongga optik), terdiri dari
rongga yang berisi media penguat, dengan 2 cermin yang paralel di kedua sisinya.
Cermin pertama sebagai pemantul total dan cermin yang kedua sebagai pemantul
sebagian yang memungkinkan beberapa cahaya meninggalkan rongga untuk
menghasilkan keluaran sinar laser. Cermin kedua ini disebut the output coupler.5,7,8
Fungsi sinar laser terapetik berdasarkan interaksi antara sinar dan jaringan target
dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu : Fotokoagulasi, Fotodisrupsi, fotoablasi/
fotodekomposisi, fotoevaporasi.5,8
a.

Fotokoagulasi
Fotokoagulasi adalah sebuah proses dimana panas yang dihasilkan oleh
penyerapan sinar laser dan dapat memberikan efek denaturasi protein. Jaringan
berpigmen menyerap cahaya dan mengubahnya menjadi panas, yang menggumpalkan
jaringan dan jaringan yang berdekatan.2,8,9

Laser-laser utama yang digunakan dalam terapi oftalmologi adalah laser termal;
pigmen jaringan menyerap sinar laser dan mengubahnya menjadi panas sehingga terjadi
peningkatan suhu jaringan sasaran yang cukup untuk menyebabkan koagulasi dan
denaturasi komponen-komponen selular.8,9
Laser-laser ini digunakan untuk fotokoagulasi retina; untuk pengobatan retinopati
diabetik, oklusi vena-vena retina, dan retinopati prematuritas; untuk menutup lubanglubang retina; untuk fotokoagulasi anyaman-anyaman trabekular, iris dan corpus cillare
dalam terapi glaukoma; dan untuk tumor-tumor intraokular baik jinak, maupun ganas.5,8
Laser-laser fotokoagulator tersebut bekerja dalammode kontinu dan mode pulsasi
yang sangat cepat (termal). Laser argon hijau merupakan andalan golongan ini. lainnya
adalah laser kripton merah; laser dioda solid state, yang menghasilkan panjang
gelombang yang mendekati inframerah; tunable dye laser, yang menghasilkan panjang
gelombang dari hijau sampai merah; frequency-doubled Nd: YAG laser, yang
menghasilkan sinar hijau; dan termal mode Nd: YAG laser, yang menghasilkan sinar
inframerah. Karena sinar laser bersifat monokromatik, dapat terjadi penyerapan selektif
panjang gelombang tertentu oleh jaringan tertentu, sementara jaringan di sekitarnmya
tidak terganggu. Penyerapan sinar laser oleh jaringan tertentu dapat ditingkatkan dengan
penyuntikan intravena zat-zat warna penyerap, misalnya flouresein untuk laser
bergelombang pendek atau hijau indosianin untuk laser bergelombang panjang.5,8
b.

Fotodisrupsi
8

Laser fotodisrupsi melepaskan pulsasi beberapa nano detik. Apabila pulsasi ini
difokuskan ke titik berukuran 15-25m sehingga pulsasi sinar yang nyaris instan ini
melebihi titik kritis densitas energi, akan terjadi optical breakdown dengan suhu yang
meningkat sangat tinggi (sekitar 10.000 oK) sehingga elektron-elektron dilucuti dari
atom-atomnya dan terbentuk keadaan fisis yang dikenal sebagai plasma. Plasma ini
membesar dengan tekanan sesaat setinggi 10 kilobar, menghasilkan efek memotong pada
jaringan mata. Karena ukuran awalnya sangat kecil, plasma ini memiliki sedikit energi
total dan menimbulkan sedikit efek di luar titik fokus.5,8
Fotodisruptor digunakan untuk membuat insisi pada penebalan kapsul posterior
(kapsulotomi posterior) atau pada pengerutan kapsul anterior setelah bedah katarak,
iridotomi dengan laser, dan vitreolisis anterior dengan laser. Laser utama dalam golongan
ini adalah laser Q-switched neodymium: YAG.5,8
Durasi pulsasi suatu laser femtosecond bahkan lebih pendek lagi, dalam kisaran
10 detik. Dihasilkan oleh laser solid-state neodymium glass, intraLase tidak diserap
oleh jaringan-jaringan yang jernih secara optis. Oleh karena itu, IntraLase dapat
difokuskan, misalnya untuk membuat insisi yang akurat di dalam kornea, baik secara
bagian dari bedah refraksi kornea maupun saat membantu diseksi kornea pada
keratoplasti penetrans dan lamelar.5,8
- 15

c.

Foto-Evaporasi
Laser foto-evaporasi menghasilkan suatu berkas panas inframerah bergelombang
panjang yang diserap oleh air sehingga tidak akan masuk ke bagian dalam mata. Laser
golongan ini meliputi laser karbon dioksida, laser erbium, dan laser holmium.8,9
Laser ini digunakan untuk menghilangkan lesi-lesi permukaan seperti tumor
palpebra, membuat insisi pada kulit atau sklera tanpa mengeluarkan darah, foto-insisi dan
fotokoagulasi kontak didalam mata yang disalurkan melalui probe khusus, bakaran
terkendali pada permukaan kulit yang dapat mengencangkan kulit palpebra untuk
perbaikan kosmetik, dan koreksi hiperopia dengan mengubah permukaan kornea.8,9

d.

Photodecomposition
Laser photodecompotition menghasilkan sinar ultraviolet bergelombang sangat
pendek yang berinteraksi dengan ikatan-ikatan kimia bahan biologis, memutus ikatanikatan tersebut dan mengubah polimer biologik menjadi molekul-molekul kecil yang
kemudian berdifusi. Laser jenis ini secara kolektif disebut excimer (exited dimer,
karena rongga / tabungnya mengandung dua gas, misalnya argon dan flourin, yang
bereaksi menjadi molekul-molekul yang tak stabil yang kemudian memancarkan sinar
laser. Laser ini digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi dengan menata kembali
kontur permukaan kornea secara seksama (fotorefraktif keratektomi).8,9
9

2.2.4

Aplikasi Terapi Sinar Laser Pada Penyakit Retina


Beberapa penyakit retina di bawah ini adalah penyakit retina yang sering
dilakukan aplikasi terapi sinar laser, penyakit-penyakit itu adalah sebagai berikut :

a. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah suatu kelainan vaskular yang didapatkan pada
penderita diabetes mellitus tipe 1 dan 2 setelah 10 15 tahun. Gambaran klinis awal
penyakit ini adalah mikroaneurisma dan perdarahan retina. Pada keadaan yang lebih
lanjut, kelainan ini dapat ditandai dengan pertumbuhan abnormal pembuluh darah
retina yang disebabkan oleh iskemia retina.8
Retinopati diabetik mengenai sebagian
besar pasien diabetes melitus.
Retinopati nonproliferatif terdiri dari perdarahan intraretina serta preretina, eksudasi,
edema, penebalan kapiler retina dan mikroaneurisma. Retinopati proliferative
merupakan proses neovaskularisasi dan fibrosis pada retina dengan kecenderungan yang
tinggi untuk menimbulkan kebutaan. 8
Pada retinopati diabetik nonproliferatif, penglihatan dapat terganggu oleh edema
makula dan eksudat yang terbentuk akibat rusaknya sawar retina-darah bagian dalam di
tingkat endotel kapiler retina. Banyak pasien yang telah mengidap diabetes melitus akan
mengalami obliterasi difus mikrosirkulasi retina secara bertahap, terutama kapiler,
sehingga terjadi iskemia retina generalisata. Keadaan iskemik ini mendorong terjadinya
neovaskularisasi retina dan iris, yang diperantarai sebagian oleh faktor-faktor
vasoproliferatif yang dikeluarkan oleh retina iskemik untuk berdifusi ke dalam cairan
mata. Neovaskularisasi retina yang tidak diterapi menyebabkan perdarahan vitreus dan
ablasio retina traksional.8
Fotokoagulasi laser kemungkinan bahaya pada mata dan kulit karena radiasi laser
bergantung pada panjang gelombang (wavelength), lama penyinaran (exposure duration),
dan kondisi yang nampak (viewing conditions).8
Makulopati diabetik (edema makula) diterapi dengan fotokoagulasi laser fokal
atau grid-pattern yang terutama bekerja dengan cara meningkatkan fungsi epitel pigmen
retina. Konsep dasar berupa penutupan langsung mikroaneurisma dengan sinar laser
kurang mendapat dukungan ilmiah. Dibuat bakaran berdiameter 50-100 m tanpa
mengenai daerah avaskular fovea yang berdiameter sekitar 500 m. Daerah-daerah
kebocoran yang akan diterapi dapat diidentifikasi dengan angiografi flouresein atau
melalui pemeriksaan klinis. Intensitas bakaran tergantung dari kekuatan laser yang
dipakai. Dengan laser yang gelombangnya lebih pendek (hijau atau kuning), dilakukan
hingga terjadi sedikit perubahan warna. Dengan laser yang gelombangnya lebih panjang
10

(dioda), bakaran yang dihasilkan harus nyaris tak terlihat. Laser dioda dapat diprogram
untuk mengirimkan pulsasi energi laser yang sangat pendek. Setiap pulsasi terdiri atas
mode hidup (on) yang singkat, untuk menyalurkan energi; dan mode mati (off) yang
lebih lama sehingga memberikan kesempatan pada jaringan sasaran untuk mendingin.
Untuk makulopati diabetik, terapi mikropulsasi sama efektifnya dengan laser hijau. Pada
kebanyakan kasus tidak ada jaringan parut yang terlihat, membuat terapi ini semakin sulit
dikerjakan. Secara teori, daerah-daerah yang dirusak laser cenderung menurun
progresivitas perluasannya, tetapi hal ini masih harus dipastikan.8
Untuk kasus neovaskularisasi iris dan retina, terapi yang paling baik saat ini
adalah fotokoagulasi panretina (PRP), yang biasanya mencakup seluruh retina, kecuali
daerah di dalam jalur-jalur vaskular temporal, dengan bakaran berdiameter 200-500 m
terpisah sejarak 0,5-1 kali diameter bakaran. PRP memerlukan sedikitnya 2000-6000 kali
bakaran atau lebih, biasanya diberikan dalam dua sesi atau lebih dengan selang waktu 1-2
minggu. Kadang-kadang diperlukan anestesi retrobulbar, peribulbar, atau sub-Tenon,
terutama bila daerah-daerah retina harus dilaser ulang akibat neovaskularisasi yang
berulang atau sulit ditangani.8,9
Laser Panretinal Photokoagulation (PRP) pada Proliferative Diabetic Retinopathy
(PDR) membutuhkan 1200-1500 laser spot dan dapat dilakukan dalam dua hingga empat
sesi. Masing-masing sesi mempunyai waktu 10-20 menit dan masing sesi diulang 2-4
minggu sehingga terapi ini sangat memakan waktu dan menyebabkan rasa yang
permanen sehingga dapat menimbulkan skotoma dan menurunnya lapang pandang
perifer, gangguan penglihatan warna, dan gangguan penglihatan malam.8,9
Apabila terdapat edema makula yang cukup besar, biasanya dilakukan
fotokoagulasi makula fokal sebelum atau bersama dengan PRP untuk menghindari
bertambahnya edema. Penyuntikan steroid (Triamcinolone) intraviteral dapat mencegah
edema makula pantulan (rebound) setelah PRP.8,9
b. Oklusi Vena Retina Sentralis
Oklusi vena retina sentralis menimbulkan gambaran fundus klasik berupa edema
diskus, dilatasi vena yang mencolok, dan perdarahan retina yang hampir konfluens.
Walaupun perubahan-perubahan ini dapat berkembang menjadi neovaskularisasi retina,
perdarahan vitreus dan fibrosis, komplikasi yang lebih umum adalah terjadinya rubeosis
iridis dengan glaukoma neovaskular. Apabila angiografi flouresens memperlihatkan
iskemia retina yang parah, kemungkinan terjadinya komplikasi ini adalah sekitar 60%.
PRP profilaksis paling efektif dilakukan setelah ada neovaskularisasi iris, tetapi sebelum
glaukoma neovaskular terjadi.8
c. Oklusi Cabang Vena Retina Sentralis
11

Kelainan ini bervariasi dari daerah-daerah kongesti dan perdarahan vena lokal
yang kecil sampai kelainan hemiretina akibat trombosis bagian superior dan inferior vena
retina sentralis. Penyulit utama adalah edema makula kronik (dengan atau tanpa eksudat)
dan neovaskularisasi retina yang diikuti oleh perdarahan korpus vitreus dan pelepasan
retina akibat traksi. Fotokoagulasi profilaktik pada retina yang iskemik, apabila luasnya
melebihi lima kali garis tengah diskus berdasarkan angiografi floureseins, menurunkan
kemungkinan neovaskularisasi. Apabila telah terjadi neovaskularisasi yang cukup luas,
maka akan harus segera dilakukan terapi laser sebelum terjadi perdarahan vitreus yang
menghambat akses sinar laser ke pembuluh yang mengalami perdarahan. Laser kripton
merah lebih dianjurkan apabila terdapat perdarahan retina. Fotokoagulasi laser argon
fokal dan grid-pattern digunakan untuk mengobati edema makula dan eksudat dengan
mengobliterasi daerah-daerah kebocoran di retina seperti yang diperlihatkan oleh
angiografi floureseins.8
d. Degenerasi Makula
Membran Bruch membentuk suatu lapisan sawar antara epitel pigmen retina dan
koriokapilaris, yang merupakan lapisan kapiler koroid. Apabila membran Bruch
mengalami kerusakan, neovaskular koroid dapat tumbuh di sepanjang celah di bawah
epitel pigmen retina, mula-mula menyebabkan pelepasan epitel pigmen eksudatif disertai
distorsi dan edema retina di atasnya, dan kemudian menyebabkan perdarahan dan fibrosis
disertai destruksi fungsi retina di bagian tersebut. Makula sering cenderung mengalami
kerusakan di membran Bruch dan neovaskularisasi koroid walaupun kedua kejadian
tersebut dapat terjadi di daerah retina manapun. Penyebab tersering adalah terjadinya
degenerasi makula terkait usia, yang berawal dari endapan-endapan kuning asimtomatik
di makula (drusen). Seiring dengan bertambahnya usia, tampak atropi dan penggumpalan
epitel pigmen retina; akhirnya, timbul kerusakan membran Bruch, yang mendahului
terjadinya neovaskularisasi koroid, fibrosis, dan hilangnya penglihatan sentral.8
Apabila neovaskularisasi koroid terletak jauh dari fovea sentralis, jaringan
tersebut dapat dihancurkan dengan fotokoagulasi laser yang dilakukan secara berhati-hati
untuk mempertahankan penglihatan sentral. Xantofil di makula menyerap sinar biru
dengan kuat, menyerap sinar hijau dengan lemah dan tidak menyerap sinar kuning,
oranye, atau merah.8
Bila jaring neovaskular memiliki pigmen di dalamnya atau mengalami
perdarahan, sinar laser kripton merah dapat menembus jauh ke koriokapiler tanpa diserap
oleh hemoglobin atau xantofil. Bila jaring-jaring neovaskular tersebut tidak memiliki
melanin yang cukup dan tidak berdarah, laser argon hijau atau laser zat warna kuning
atau oranye akan diserap oleh hemoglobin untuk menimbulkan koagulasi pada jaring,
tetapi sinar yang berhamburan tidak akan diserap oleh xantofil. Seluruh daerah
neovaskularisasi koroid harus diterapi secara agresif.8,10
12

Angiografi flouresein selanjutnya dapat digunakan untuk memperlihatkan


sirkulasi retina, termasuk daerah-daerah neovaskularisasi dan permeabilitas vaskular
yang abnormal. Terapi laser direk pada neovaskular koroid subfovea segera menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan sentral, tetapi dapat memberi hasil jangka panjang
yang lebih baik daripada tanpa pengobatan.8,10
Terapi fotodinamik klasik dapat digunakan pada neovaskularisasi koroid klasik
yang terutama ditemukan di daerah subfovea. Penyuntikan zat warna (verteportin), yang
diyakini terlokalisasi di dalam neovaskular koroid, diikuti dengan sinar laser yang
membantu mengaktifkan zat warna tersebut, akan menyebabkan trombosis pada
pembuluh-pembuluh darah yang abnormal.8,10
e. Robekan Retina (Rhematogenous Retinal Detachment)
Apabila terjadi robekan retina perifer biasanya akibat pelepasan vitreus
posterior yang menyebabkan traksi vitreus pasien sering mengeluh melihat bendabenda melayang (floaters) seperti titik-titik secara mendadak. Robekan ini dapat
menyebabkan ablasio retina, tetapi bila terdeteksi sebelum terjadi penimbunan cairan
subretina, kelainan ini dapat dibatasi dengan menempatkan bakaran laser berbentuk
cincin ganda di sekelilingnya sehingga terbentuk adhesi sekitarnya ke epitel pigmen
retina. Dengan lensa kontak modern, misalnya superquad 160, adhesi ini dapat dicapai
pada kebanyakan kasus dengan suatu sistem penyalur laser menggunakan slitlamp. Pada
sebagian kecil sisanya, perlu dipertimbangkan terapi laser yang indirek. Tindakan bedah
diperlukan bila telah terjadi ablasio retina. Dengan demikian, pemeriksaan retina melalui
pupil yang dilebarkan segera diindikasikan bagi mata yang mendadak melihat floaters
khususnya dot-like floaters yang mengisyaratkan sel-sel darah merah.8,11

f. Retinopathy of Premarturity (ROP)


Laser fotokoagulasi adalah terapi gold standard untuk mencegah progresifitas
ROP menjadi tractional retinal detachment. Pada tahun 2003, the early treatment for
retinopathy of prematurity (ETROP) menerapkan bahwa pada fase pretreshold ROP
sudah harus dilakukan indikasi terapi laser. ETROP menerapkan bahwa kriteria
pretreshold ROP yang harus segera diterapi adalah :12,13
a. Zona I, pada setiap stadium ROP dengan penyakit penyerta (plus disease)
b. Zona II, di stadium 3 ROP tanpa penyakit penyerta
c. Zona II, di stadium 2 atau 3 dengan penyakit penyerta
Namun pada tahun 2005, Committe for International Classification of ROP
menerapkan cara terbaru dalam penanganan terapi pada ROP. Cara ini disebut dengan
Aggresive Posterior ROP (APROP). ETROP dianggap sangat lamban dalam penanganan
13

kasus ROP dikarenakan ada 12 % dari kasus ROP dengan metode penatalaksanaan
ETROP menjadi tractional retinal detachment.12,13
Kriteria APROP secara prakteknya sangat sulit untuk diterapkan. Dibutuhkan
kejelian dari para dokter mata untuk mendeteksi adanya kelainan-kelainan dini pada
retina prematur, sehingga hal ini juga membuat sulit untuk mendeteksi kapan untuk
dilakukan terapi laser. Namun para ophthalmologist ditekankan jika menemukan tanda
ROP seperti brush-like brunches of vessels, pembuluh darah circumferential, pembuluh
darah shunting, perdarahan kecil retina, pembuluh darah dilatasi dan berkelok-kelok
(tortuosity), narrow demarcation line dan Argon green laser photocoagulation melalui
oftalmoskop indirek portabel dengan lensa 20 atau 28 diopter adalah alat yang paling
baik digunakan pada penatalaksanaan APROP ini.2,12,13
2.2.5

Pelaksanaan Terapi Laser


Pasien dipersiapkan dengan pemberian tetes mata untuk melebarkan pupil mata
dan obat pengurang rasa sakit (pantokain 2 %). setelah pupil mata lebar maka pasien
diberi tetes mata penghilang rasa sakit, kemudian pasien duduk dengan nyaman di depan
alat laser dan mengikuti petunjuk dokter. Mata pasien akan ditempeli lensa kontak dan
dilanjutkan dengan penembakan sinar laser. Kerjasama yang baik antara pasien dan
dokter sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya e!ek samping. Untuk pasien yang
sulit bekerjasama dan tidak dapat menahan rasa sakit dapat dilakukan injeksi obat
anestesi pada mata.16,17

2.2.6

Efek Samping Sinar Laser


Terapi laser dapat memberikan efek samping terbakarnya makula, pembentukan
jaringan ikat pada retina, perdarahan pada retina dan cairan bola mata, pembengkakan
makula, pembentukan pembuluh darah koroid yang tidak normal, lepasnya retina dari
dasar (ablasio retina) yang bersifat serous. Hal ini semua dapat menurunkan tajam
penglihatan.17
Terapi fotokoagulasi laser dalam jumlah besar dapat memberikan efek samping
rasa sakit dan mual, penurunan tajam penglihatan, kesulitan memfokuskan mata,
penyempitan lapang pandang dan kesulitan melihat pada malam hari. Umumnya efek
samping ini akan berkurang setelah beberapa waktu.17

14

Daftar Pustaka
1. American Academy of Ophthalmology: Fundamental and Principles of Ophthalmology:
Retina and Vitreus. Laser Therapy for Posterior Segmen. Chapter 14. 2011-2012. Page
337-47.
2. Mugit MMK, Marcellino GR. Gray JCB, et al. Pain responses of PASCAL 20 ms multispot and 100 ms single-spot panretinal photocoagulation: Manchester PASCAL Study,
MAPASS Report 2, BR J Ophthalmol 2010; 94: 1493-8.
3. American Academy of Ophthalmology: Retina and Vitreus. Anatomy. Chapter 1. 20112012. Page 7-18.
4. Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB,. Retina and Vitreous. Basic and Clinical
Course.Section 12 . San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology.
2003-2004.
5. American Academy of Ophthalmology :Clinical Optics. Physical Optics. Chapter 1.
BCSC. 2004 - 2005. Page 3-24.

15

6. Riordan-Eva P, Whitcher J.P. Vaughan& Asburys General Ophthalmology 17th Ed. 2008.
USA. McGraw-Hill Companies Inc.
7. Victor Chong, N. H., in: Vaughan General Ophthalmology. Chapter 24. Laser dalam
Oftalmologi. Edisi 17. EGC. 2007. Page 423-28.
8. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Source: Retina and
Vitreous, Section 12. 2014. SA, California.
9. Boesoirie SF. Keberhasilan terapi fotokoagulasi laser pada pasien retinopati diabetik di
rumah
sakit
mata
cicendo
Bandung
periode
januari-desember
2004.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp/content/uploads/2009/10/keberhasilan_terapi_fotokoagulas
i_laser.pdf (accessed October 12, 2013).
10. Miller DW et al. In : Holz FG et al. Age Macular Degeneration. Spinger-Verlag. 2004.
11. Wu L. Rhegmatogenous Retinal Detachment. 2015. Medscape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1224737-overview.
12. An International Comittee for The Clasification of Retinopathy of Prematurity Revisited.
Arch Ophthalmol, 2005, 123:991-999. : Clinical Evaluation. Chapter 3. 2014-2015. Page
46-71.
13. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity Cooperative Group: Revised Indication
for The Treatment of Retinopathy of Prematurity. Arch Ophthalmol, 2003, 121:16841696.
14. Feltgen, N., Walter, P. Rhegmatogenous Retinal Detachmentan Ophthalmologic
Emergency. 2014. Germany. Deutsches rzteblatt International.
15. Sinaga, R.T., Rares, L., and Samual, V. Indikasi Vitrektomi Pada Kelainan Retina Di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (Bkmm) Propinsi Sulawesi Utara Periode Januari 2014-Desember
2014. Manado. Bagian Mata FK Sam Ratulangi.

16. Silfvast, William T. 2004. Laser Fundamentals. Second Edition. Cambridge University
Press, United Kingdom.
17. Simpson, Emily Dr. 2012. The Basic Principles of Laser Technology, Uses and Safety
Measures in Anaesthesia. Southend University Hospital NHS Foundation Trust, UK.

16

Você também pode gostar