Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
Aema Yunita Amir
030.10.010
Pembimbing:
dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan...........................................................................................1
BAB II : Status Pasien..........................................................................................3
BAB III : Analisis Kasus.......................................................................................12
BAB IV : Tinjauan Pustaka...................................................................................14
BAB V : Kesimpulan............................................................................................27
BAB VI : Daftar pustaka.......................................................................................28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
harus dibawa ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena
tindakan tersebut dapat memprovokasi perdarahan berlangsung cepat dan deras. 3
BAB II
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SOESELO SLAWI
Nama Mahasiswa
NIM
: 030.10.010
Dokter Penguji
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. H
Usia
: 36 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Sunter Agung RT 009/001, Tanjung Priok
II. ANAMNESIS
n. Riwayat Dirawat
Sebelumnya pasien pernah di rawat di RSUD dr. Soeselo Slawi pada
tanggal 1 Juli 2016 karena perdarahan dari jalan lahir berwarna merah
segar sebanyak 250 cc, tidak disertai nyeri.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 76x/menit
Frekuensi nafas : 18x/menit
Suhu
: 36 C
Status Antropometri
BB
: 54 kg
TB
: 155 cm
Status Generalisata
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata
Mata
: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, edema palpebra -/Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), concha eutrofi,
sekret -/Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-, nyeri tekan -/-, liang telinga
Mulut
lapang
: Bibir tidak kering, tidak pucat, uvula letak ditengah, tidak
Leher
hiperemis
: Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB- kelenjar tiroid. JVP
5+2 H2O
Thorax :
Inspeksi
: Kulit sawo matang, efloresensi bermakna (-), bentuk
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Jantung
- Paru
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Status Obstetrik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2016
1. Abdomen
Inspeksi: Tampak perut membesar disertai striae gravidarum.
Palpasi:
- Leopold I : TFU 29 cm. Teraba bagian bulat dan lunak, kesan bokong
- Leopold II :
o Kanan: teraba bagian-bagian kecil, kesan ekstremitas
o Kiri : teraba bagian yang rata dan memanjang, kesan punggung
- Leopold III
: Teraba bagian bulat, keras, melenting, kesan kepala
- Leopold IV
: Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul.
- His (-)
Auskultasi : DJJ: Terdengar 1 denyut jantung janin jelas dan teratur dibagian kiri
perut ibu dengan jumlah 137x/menit.
2. Genitalia
Vulva, vagina dalam keadaan tenang, oedem labia (-), lendir (-), darah (+) sedikit.
VT : tidak dilakukan
3. Inspekulo
Tampak darah yang keluar dari ostium uteri
4. Pemeriksaan Panggul
Tidak dilakukan pemeriksaan panggul
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium 29 Agustus 2016 jam 23:34 WIB
Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Leukosit
14.900 u/l
Eritrosit
3.100 juta/ul
Hemoglobin
10,1 g/dL
Hematokrit
29%
35 - 47%
300 u/l
1,10 %
2,00 4,00 %
0,20%
01%
Trombosit
Eosinofil
Basofil
Netrofil
79.80%
50 70 %
Limfosit
12.50%
25 40 %
Monosit
6.40%
28%
APTT TEST
31.8 detik
PT TEST
10.2 detik
Golongan darah
75 mg/dL
75 140 mg/dL
Ureum
19.1 mg/dL
Creatinin
0.84 mg/dL
10 U/L
13 33 U/L
SGPT
6 U/L
HbsAg
Non reaktif
Non reaktif
SGOT
keputihan, tidak ada rasa sakit didaerah kemaluan, tidak ada sakit kepala. BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Pasien mengaku terakhir berhubungan saat pasien hamil 2
bulan. Riwayat trauma disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, Nadi 76x/mnt,
Suhu 360 C, dan Pernafasan 18x/menit.
didapatkan TFU 29 cm, janin I intrauterine, kepala berada di bagian bawah, namun
belum masuk pintu atas panggul, DJJ 137x/menit regular, his (-) dan terdapat bercak
darah pada genitalia. Pada pemeriksaan inspekulo tampak darah yang keluar dari
ostium uteri eksternum.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tanggal 29 Agustus 2016 didapatkan
Leukosit 14.900, eritrosit 3.100, hemoglobin 10.1, hematokrit 29, HbsAg non
reaktif. Pada hasil ultrasonografi didapatkan UK 37 minggu, plasenta previa totalis,
presentasi janin letak kepala, dan volume cairan amnion yang berada dalam batas
normal..
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini maka diagnosis pasien
adalah G3P1A1 36 tahun hamil 37 minggu 5 hari, Janin tunggal hidup intrauterin
dengan plasenta previa totalis.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosa Masuk
G3P1A1 36 tahun hamil 37 minggu 5 hari, Janin tunggal hidup intrauterin dengan
plasenta previa totalis
Diagnosa Akhir
P2A1 36 th post SC + IUD a/i Plasenta previa totalis
VII. PENATALAKSANAAN
-
Rencana SC elektif
Inf. RL 20tpm
VIII. PROGNOSIS
-
Ibu:
o Ad vitam: ad bonam
o Ad fungsionam: ad bonam
o Ad sanationam: dubia ad bonam
9
Janin:
o Ad vitam: dubia ad bonam
BAB III
ANALISIS KASUS
Analisis Diagnosis
Plasenta previa menurut definisnya adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutup sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Pada kasus ini diagnosa plasenta previa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien berusia 36 tahun,
memiliki riwayat abortus, serta pasien mengeluh keluar bercak darah dari jalan lahir
berwarna merah segar dan tidak disertai nyeri. Keluhan sudah dialami oleh pasien semenjak
kehamilan pada bulan kelima kehamilannya. Pasien menyangkal adanya trauma.
10
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri adalah 29 cm dan tidak
dirasakan adanya his, sedangkan berdasarkan auskultasi didapatkan denyut jantung janin
137x/menit. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan darah (+) sedikit, serta pada pemeriksaan
inspekulo tampak darah yang kelua dari ostium uteri.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan
ultrasonografi dan didapatkan hasil yaitu: UK 37 minggu, plasenta previa totalis, presentasi
janin letak kepala, dan volume cairan amnion yang berada dalam batas normal.
Analisis Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
dengan pasti. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium
yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi
desidua. Pada kasus ini diduga penyebab plasenta previa adalah umur lanjut (diatas 35 tahun),
dimana pasien berusia 36 tahun serta memiliki riwayat abortus. Keadaan endometrium yang
kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan
janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum
Analisis Penatalaksanaan
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat
di rumah sakit tanpa periksa dalam.
Jika kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau
seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada
plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim
dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya
robekan serviks yang agak sering pada persalinan pervaginam.
Pada kasus dilakukan seksio sesaria, hal ini dipertimbangkan dengan tujuan untuk
melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan, menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri jika janin
dilahirkan pervaginam, tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu,
bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.3
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala
12
satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini
berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala
dalam asuhan antenatal maupun intranatal.3
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim.3
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada :2,4,5
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
13
Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap
tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun
tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.3,6
14
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1
1. Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
Pada keadaan malnutrisi
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena
15
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih
separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.3
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena
plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.3
16
Gejala Klinis
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh.
Hal ini disebabkan oleh:
Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus.
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa
lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa
lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,
robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2
Diagnosis
Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan
khusus, dan pemeriksaan penunjang.1
1. Anamnesa plasenta previa1
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.
2. Pada inspeksi dijumpai:1
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
3. Pemeriksaan fisik ibu1
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan.1
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
17
Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis
Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif
ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3
Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali
sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trimester ketiga. Namun dalam
perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah
tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di
situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2
Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan porte dentre yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2
Bahaya plasenta previa adalah : 2,3
1.
18
berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.
3.
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan caracara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
19
5.
6.
7.
8.
9.
Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trimester kedua atau
trimester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan
sehat dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah
atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak
keluarga agar dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang,
walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan
pasien untuk di rawat di rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu
diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat
jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali
diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.3
. Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi
dan takikardi pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat dari pada penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah. 3,7
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2
20
1. Terminasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa
maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan
janin mati (tidak selalu).
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka (tamponade pada plasenta).
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim
hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio
sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi pada persalinan pervaginam.
2. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di
dunia luar baginya kecil sekali.
Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat
kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakantindakan intrauterine. Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan
kapan melaksanakan tergantung pada:2
a. Perdarahan banyak atau sedikit
b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas
Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang
ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2
Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak
banyak. Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gram
atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk
menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum
ibu. Jika kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau
seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
21
yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada
plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim
dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya
robekan serviks yang agak sering pada persalinan pervaginam.2
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:8
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas
tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
dipecahkan.
Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
Diharapkan persalinan spontan.
Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.
22
Memecahkan ketuban
Melskuksn seksio sesarea
Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.
Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hamper semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria. Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.3,4,9
23
BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusi plasenta, perdarahan pada
plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum. Sejalan dengan bertambah
membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah
mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri
yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini maka diagnosis pasien
adalah Ny. H, G3P1A1 36 tahun hamil 37 minggu 5 hari dengan keluhan terdapat bercak darah
pada jalan lahir. Pasien mengatakan HPHT 9 Desember 2015. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, Nadi 76x/mnt, Suhu 360 C, dan Pernafasan
18x/menit. Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan TFU 29 cm, janin I intrauterine,
kepala berada di bagian bawah, namun belum masuk pintu atas panggul, DJJ 137x/menit
24
regular, his (-) dan terdapat bercak darah pada genitalia. Pada pemeriksaan inspekulo tampak
darah yang keluar dari ostium uteri eksternumDiagnosis awal masuk pada pasien ini adlah
G3P1A1 36 tahun Hamil 37 minggu 5 hari dengan plasenta previa totalis. Sedangkan diagnosis
akhir pada pasien ini adalah P2A1 36 tahun post SC + IUD atas indikasi plasenta previa
totalis.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1.
Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Previa.
Available
from
URL:http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/labordelivery/articles/placenta
previa.html. Accessed on August 30, 2016
25
9.
Winkjosastro, Hanifa, dkk, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 362-76 ; 606-22.
26