Você está na página 1de 10

Agama Kunci Penanggulangan

HIV/AIDS
Upaya penanggulangan HIV/AIDS melalui sosialisasi penggunaan
kondom kepada pelajar, mahasiswa, serta masyarakat umum
hanya akan memicu tumbuhnya perilaku seks bebas.
Sebagai solusi, pemerintah dan seluruh masyarakat diminta untuk
bersama-sama mengupayakan ketahanan keluarga melalui
penguatan nilai-nilai moral dan agama agar bangsa Indonesia
lebih
bermoral
dan
bermartabat.
''Kami mendukung upaya penanggulangan AIDS di Indonesia yang
dilakukan oleh berbagai pihak, tentunya selama cara yang
digunakan itu sesuai dengan norma dan budaya bangsa Indonesia
serta syariat Islam,'' kata Ketua Pusat Komunikasi Nasional
(Puskomnas) Forum Silahturahim Lembaga Dakwah Kampus
(FSLDK)
Indonesia, Edy
Siswanto.
Perbincangan ini kian menghangat setelah munculnya rencana
penyebaran kondom secara gratis pada acara Pekan Kondom
Nasional(PKN)
awal
Desember
lalu.
Setelah munculnya reaksi penolakan, pembagian kondom pun
diurungkan. Pihak Kementerian Kesehatan sempat pula
menyampaikan bantahan keterlibatannya pada acara PKN
tersebut.
Edy mengatakan, cara terbaik untuk mencegah virus mematikan
itu menyebar hanyalah dengan cara memperkuat nilai moral dan
agama setiap individu serta keluarga.
Ia mengimbau dan mengajak agar semua mahasiswa beserta
pelajar dapat mengisi semua aktivitasnya dengan kegiatan yang

bermanfaat.
''Kami juga mengimbau kepada birokrat setiap kampus di
Indonesia untuk lebih memantau aktivitas para mahasiswanya
dengan cara mengendalikan jam kelembagaan di kampus,''
paparnya.
Hal senada disampaikan aktivis dari Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI). Dalam keterangan tertulisnya, Ketua
Bidang Humas KAMMI Tangerang Selatan, Yuli Patilata, menilai
pembagian kondom bukanlah solusi terbaik untuk mencegah
penyebaran
virus
HIV/AIDS.
''Kampanye pembagian kondom itu adalah tindakan irasional.
Sebab, pembagian dan penyuluhan terkait kondom bukanlah
solusi
utama
dalam
pencegahan
HIV/AIDS,''
katanya.
Setiap agama, kata Yuli, tentunya sangat melarang perilaku seks
bebas. Ia menilai kampanye pembagian kondom itu sangat
bertolak belakang dengan jati diri bangsa yang menjunjung nilai
moral
dan
agama.
''Niatnya menyelesaikan masalah, justru yang terjadi sebaliknya,
yakni taruhan moral bangsa akan semakin parah,'' kata Yuli
menjelaskan.
Aktivis dari LDK Nuansa Islam Mahasiswa (SALAM) UI, Muhammad
Iqbal, mengatakan, kampanye penolakan terhadap seks bebas
sudah sepatutnya menjadi misi utama yang harus digalang oleh
masyarakat.
Sejauh ini, kata dia, cukup banyak metode pendekatan yang
ditempuh, baik oleh dinas kesehatan seperti Layanan Konseling
Sukarela (KTS), Layanan Infeksi Menular Seksual (IMS), hingga
menjauhkan diri dari pola hidup bebas dengan cara berganti-ganti

pasangan.
Jika pendekatan terhadap kasus HIV/AIDS ini ditelusuri dari sudut
pandang sosial, Iqbal mengatakan, tidak salah kiranya jika
mengusung kembali semangat berbudaya Timur.
''Budaya ini dikonotasikan sebagai budaya santun dan
berkarakter Indonesia,'' ujar Iqbal dalam keterangan tertulisnya.
Lantas mencermati gerakan pembagian kondom secara besarbesaran yang dianggap sebagai salah satu bentuk kampanye
penolakan seks bebas, Iqbal mengatakan, tak salah jika publik
mempertanyakan
maksud
di
balik
gerakan
tersebut.
Ada kekhawatiran, kata dia, pembagian kondom tersebut justru
hanya akan memprovokasi masyarakat untuk melakukan seks
bebas
dengan
cara
'aman'.
Iqbal mengatakan, pendekatan terbaik yang perlu ditekankan
dalam penyebaran HIV/AIDS adalah sejak awal menjauhkan diri
dari perilaku seks bebas.
Namun, SALAM UI juga mengajak masyarakat Indonesia untuk
terus memberi dukungan serta kepedulian kepada para penderita
AIDS
tanpa
harus
mengucilkannya
dari
masyarakat.
''Kami juga meminta kepada pemerintah dan masyarakat
Indonesia untuk berperan aktif mencegah HIV/AIDS tanpa harus
merusak moral bangsa Indonesia,'' katanya menjelaskan.

PENCEGAHAN BAHAYA HIV/AIDS DALAM


PERSPEKTIF ISLAM

Satu Desember sudah sejak tahun 1998 diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia.
Peringatan Hari AIDS Sedunia berawal dari Pertemuan Puncak Menteri-menteri
Kesehatan dari 148 negara yang tergabung dalam WHO untuk Program
Pencegahan AIDS pada 1 Desember 1988 di London, Inggris.
Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat keempat penyebab kematian
terbesar di dunia. Menurut WHO (2009) jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4
juta jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali
tahun 1986 di Bali.
Kementerian Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang pada 2010 berada pada
risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data Yayasan AIDS Indonesia (YAI),
jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai 23.632
orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun,
disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen.
Adapun berdasarkan cara penularan, 75 hingga 85 persen HIV/AIDS ditularkan
melalui hubungan seks, 5-10 persen melalui homoseksual, 5-10 persen akibat alat
suntik yang tercemar terutama pengguna narkoba jarum suntik dan 3-5 persen
tertular lewat transfusi darah.
Selama ini, penanggulangan HIV/AIDS di dunia maupun di Indonesia secara umum
mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Karena penyakit ini
hingga sekarang belum ada obat untuk menyembuhkannya, area pencegahan
adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan. Di antara program yang masuk
dalam area pencegahan pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah:
Kondomisasi ataupun dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan
HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada di bawah
koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir dari strategi nasional telah
ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Saat ini kampanye penggunaan
kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, dengan berbagai
macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk safe sex (seks yang
aman) dengan dual protection (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus
melindungi dari infeksi menular seksual). Kampanye kondom juga dilakukan dengan
membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti malmal dan supermarket. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan
kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di

apotik), telah lama diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom.
Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks
kondom dengan 3 rasa.
Bagaimana hasilnya? Kenyataan berbicara, kondomisasi ini bukan hanya terbukti
gagal mencegah penyebaran HIV/AIDS, namun malah menumbuhsuburkan wabah
penyakit HIV/AIDS. Di AS, kampanye kondomisasi yang dilaksanakan sejak tahun
1982 terbukti menjadi bumerang. Hal ini dikutip oleh Dadang Hawari (2006) dari
pernyataan H. Jaffe (1995), dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat
(USCDC: United State Center of Diseases Control). Evaluasi yang dilakukan pada
tahun 1995 amat mengejutkan, karena ternyata kematian akibat penyakit AIDS
malah menjadi peringkat no. 1 di AS, bukan lagi penyakit jantung dan kanker.
Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa
pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran
HIV/AIDS antara lain sebagai berikut:
1. Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993).
2. Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of
Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA).
Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan
latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak
meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali.
Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas
dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (Laporan dari Konferensi AIDS
Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995).
Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau
penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (V Cline [1995], profesor
psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat).
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa
kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang
menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002).
Adapun pemberian jarum suntik steril kepada pengguna narkoba jarum suntik agar
terhindar dari penularan HIV/AIDS juga merupakan strategi yang sangat tidak jelas.
Memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia narkoba

sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan


narkoba. Apalagi para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku
seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum
suntik steril.
UNAIDS (United Nations for Program HIV/AIDS) menyatakan populasi penduduk
Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia yang notebene berpenduduk muslim terbanyak
yang telah tertular HIV mencapai hampir 1 juta orang. Menurut seorang pakar
kesehatan muslim yang terkenal, Dr. Abdullah Hakim, cepat atau lambat umat Islam
akan menyadari bahwa AIDS yang awalnya berasal dari kalangan non-muslim
akan semakin berdampak pada umat Islam.
Mayoritas umat Islam menganggap AIDS sebagai penjara dosa yaitu konsekuensi
final dari perbuatan dosa, seperti penggunaan narkoba atau perzinaan. Padahal,
fakta menunjukkan bahwa 500.000 jiwa anak-anak terinfeksi penyakit AIDS di tahun
2005 menghapus anggapan bahwa HIV/AIDS bukanlah konsekuensi dosa. Hal ini
menunjukkan bahwa korban HIV/AIDS tidak hanya para pendosa tersebut, tetapi
juga anak-anak yang tidak berdosa.
Islam memiliki sistem kehidupan yang berprinsip pada amar maruf nahi munkar,
sehingga sistem ini dapat menjaga setiap individu, keluarga, dan masyarakat muslim
dari serangan penyakit sosial dan moral. Umat Islam tidak hanya diwajibkan
melakukan kebaikan untuk mereka sendiri, tetapi juga diwajibkan mengajak orang
lain untuk melakukan kebaikan.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-Imran: 104)
Dalam ajaran Islam, perilaku menyimpang misalnya perzinaan yang dapat
memberikan kontribusi pada penyebaran HIV/AIDS adalah perbuatan terkutuk.

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra: 32).

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Islam melarang segala jenis kegiatan yang
mengarah kepada perzinaan, termasuk diantaranya seks pranikah, prostitusi,
homoseks dan penggunaan narkoba. KH. Sahal Mahfudz menambahkan bahwa
dalam al-Quran, hukum dan larangan yang berkaitan tentang zina antara lain:
1. Larangan melakukannya
2. Larangan mendekatinya
3. Larangan menikahi wanita pezina kecuali bagi lelaki pezina atau musyrik
4. Diberlakukannya lian
5. Mendapat kemarahan Allah
6. Mendapat laknat Allah
7. Melakukan dosa besar
8. Dilipatgandakan azabnya
9. Mendapat had 100 kali
10. Diasingkan 1 (satu) tahun
11. Dianggap fakhisyah (perbuatan jijik)
Pencegahan adalah kontribusi terbesar agama Islam dalam menanggulangi
HIV/AIDS. Ajaran Islam telah membangun benteng yang kokoh dalam ajaran
moralitas, dan menganjurkan setia pada pasangan dan kesucian dalam perkawinan.
Pandangan seperti inilah harus disebarluaskan ke seluruh dunia.
Program penanggulangan HIV/AIDS dan pendidikan seks di sekolah umum yang
diperkenalkan kepada remaja merupakan upaya strategis yang mengarah pada
prilaku safe sex. Umat Islam mesti melaksanakan pendidikan seks dan informasi
seputar AIDS berdasarkan perspektif Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga semua
pesan moral tersebut diberikan masih dalam jalur-jalur keislaman.
Umat Islam mesti memahami dan memegang teguh ajaran-ajaran Islam,
mengajarkannya kepada anak-anak dan keluarga mereka, dan menyampaikannya
kepada masyarakat luas. Setiap keluarga muslim harus memotivasi remajanya

bahwa perkawinan adalah hubungan yang sehat, dan menutup semua celah yang
dapat mengakibatkan perbuatan dosa, seperti seks pranikah dan free sex. Selain itu,
bagi calon pasangan nikah perlu melakukan tes bebas HIV/AIDS sebelum
melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Dr. Mahmud Muhammad Syaban menawarkan beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam mencegah penularan HIV/ AIDS sesuai dengan al-Quran:
1. Pengharaman perilaku homoseksual (hubungan sejenis)
.

Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia
berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu,
yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui
batas.(Q.S. al-Araf: 80-81)
2. Pengharaman zina dan hukuman keras bagi yang melakukannya

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra: 32)
3. Anjuran menjaga kebersihan
Dalam hal ini kebersihan bukan hanya menyangkut kebersihan pakaian, dan tempat
saja, tetapi juga menghindari penggunaan segala hal yang menjadi bekas dipakai
orang. Yang menjadi contoh dalam hal ini adalah dilarangnya memakai jarum suntik
bekas yang telah dipakai orang. Karena berbagai macam kuman atau virus
termasuk HIV akan mudah tertular melalui darah yang menempel di jarum suntik
tersebut.
4. Mengharamkan minum minuman keras

Dalam hal ini minuman keras dikaitkan dengan pemakaian narkoba. Salah satu cara
yang sangat efektif dalam menularkan HIV adalah melalui narkoba yang berjenis
jarum suntik (putaw).

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.(Q.S. al-Baqarah: 219)
5. Menciptakan ketahanan keluarga sakinah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. (Q.S. ar-Rum: 21)
Hasil penelitian di berbagai negara, seperti Thailand, Filipina dan Amerika Serikat
(AS), menunjukkan bahwa sunat atau khitan, yakni tindakan memotong kulup yang
diwajibkan dalam ajaran Islam bagi pria Muslim, efektif sebagai salah satu cara
mencegah penularan wabah HIV/AIDS. Hasil penelitian ini direkomendasikan oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Kongres Internasional ke-9 tentang AIDS seAsia Pasifik (ICAAP) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 9-13 Agustus 2011.
Sebelum ini, beberapa kajian yang dilakukan pada tahun 2006 menunjukkan bukti
kuat bahwa khitan terhadap lelaki mampu menghalang terjangkitnya HIV (Dvora
Joseph, Kepala Departemen HIV di Population Services International USA). Tahun
2007, khitan dinyatakan dapat mengurangi risiko terjangkitnya AIDS sebesar 60
persen. Kesimpulan terbaru hasil pertemuan sekitar 380 ahli medis dari berbagai
negara.
Wahbah al-Zuhaily (1989: 642), ahli fiqih kontemporer dari Syiria dalam ensiklopedi
fiqihnya, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, mendeskripsikan perbedaan ulama mazhab
tentang hukum khitan sebagai berikut:
Khitan bagi laki-laki mengikuti madzhab Hanafi dan Maliki, adalah sunnah muakkah
(sunat yang dekat dengan wajib), dan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan yang
kalau dilaksanakan dianjurkan tidak berlebihan sehingga tidak terpotong bibir
vagina, agar ia tetap mudah merasakan kenikmatan jima. Menurut Imam Syafii,
khitan adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan Imam Ahmad berkata

bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan suatu kemuliaan bagi perempuan yang
biasanya dilakukan di daerah-daerah panas.
Bersikap kepada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA):
a. Memberikan tuntutan rohani (bertobat) agar mereka yakin bahwa tobatnya
diterima

Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. (Q.S. az-Zumar: 53)
b. Menghindari sikap stigma dan diskriminasi
Stigma dan diskriminasi kepada ODHA tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Bahkan akan menimbulkan efek psikologi yang berat tentang bagaimana ODHA
melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong, dalam beberapa kasus,
terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan.
c. Mendampingi dan memberi dukungan kepada ODHA yang menjelang ajal, agar
selalu berzikir, berdoa dan tetap istiqamah dalam keimanannya hingga akhir
hayatnya.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam. (Q.S. Ali Imran: 102).

Você também pode gostar