Você está na página 1de 13

ACUTE KIDNEY INJURY PADA PENYAKIT WEIL

Laporan Kasus
Ahmad Muhar, Abdurrahim Rasyid Lubis
Div. Ginjal-Hipertensi
Dept. I.Penyakit Dalam FK USU Medan
Abstrak
Latar Belakang:
Penyakit Weil merupakan zoonosis yang paling tersebar luas di dunia.
Keterlibatan ginjal sering terjadi, ditandai dengan proteinuria ringan dan
perubahan sedimen urine hingga gagal ginjal berat. Mortalitas pada leptospirosis
terkait Acute Kidney Injury (AKI) cukup tinggi, maka sangat penting untuk
penanganan dan diagnosis secara dini.
Tujuan:
Untuk melaporkan kasus AKI pada Penyakit Weil serta pentingnya diagnosis dini
dan penanganan yang tepat.
Laporan Kasus:
Laki-laki, 25 tahun dengan gejala klinis febris, dijumpai gejala mialgia, nausea,
jaundice, oligouria. Status Praesens menunjukkan delirium, high blood pressure
dan hipertermia. Pemeriksaan fisik dijumpai sklera icteric, injeksi siliar, jaundice.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, penurunan GFR (ureum
318mg/dl, kreatinin 10.80mg/dl), peningkatan LFT, hiperbilirubinemia, IgG/IgM
anti leptospirosis positif, hiponatremia, hiperkalemia, proteinuria, bilirubinuria,
EKG menunjukan T-tall, USG abdomen menunjukan kolesistitis, dan nefritis akut
bilateral. Pasien didiagnosa Penyakit Weil disertai AKI
dan dilakukan
hemodialisis. Pasien juga diberikan antibiotik. Setelah dilakukan hemodialisis
sebanyak empat kali pasien menunjukkan perbaikan berupa peningkatan GFR
(ureum 87.15mg/dl, kreatinin 1,20mg/dl), kadar kalium normal, dan urine output
lebih dari 1000cc.
Kesimpulan:
Dilaporkan sebuah kasus Penyakit Weil dengan AKI pada seorang laki-laki.
Dilakukan hemodialisis dan pasien menunjukkan perbaikan secara klinis.
Kata Kunci:
Penyakit weil, acute kidney injury, hemodialisis.

PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti
manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia.
Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena
memang muncul dikarenakan banjir.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang terjadi di seluruh dunia
terutama

pada

iklim

tropis,

disebabkan

oleh

berbagai

serovar

dari

mikroorganisme spirochete yaitu Leptospira interrogans. Risiko tinggi tertular


penyakit ini berhubungan dengan pekerjaan tertentu seperti pertanian dan
pembuangan limbah yang mengakibatkan terjadinya kontak dengan urin hewan
yang terinfeksi. Hal itu dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui luka
terkelupas, mukosa, konjungtiva

atau dengan menelan makanan yang

terkontaminasi.
International Leptospirosis Society menyatakan indonesia sebagai negara
dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk
mortalitas. Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Bengkulu,
Riau, NTB, Bali, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Leptospirosis berat yang melibatkan berbagai organ seperti ginjal, hati,
paru-paru, jantung, sistem serebrovaskular, dan sistem hematologi disebut
sebagai penyakit Weil. Biasanya ditandai dengan gejala ikterus, perdarahan,
azotemia, anemia, gangguan kesadaran, dan demam.
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang paling serius dan merupakan
penyebab paling umum kematian. Kasus-kasus gejala biasanya hadir sebagai
2

gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury). Gagal ginjal akut adalah suatu kondisi
yang mengharuskan manajemen agresif terutama karena reversibilitas nya.
Terjadinya diuresis adalah pertanda baik yang menunjukkan awal dari pemulihan
ginjal.

KASUS
Seorang laki-laki, Tuan R, 25 tahun, masuk ke RS dengan keluhan
demam yang dialami selama 1 minggu, demam bersifat naik turun, baik pagi
maupun malam hari. Keluhan disertai gejala konstitusional berupa nyeri otot
terutama pada paha dan betis, kuning pada mata dan kulit tubuh, mual,
mengigau,

buang air kecil pekat seperti teh dan volume sedikit.

sebagai petani dan daerah tempat tinggalnya terkena banjir.


Status presens saat masuk sensorium delirium,

Pekerjaan

tekanan

darah

180/90mmHg, frekuensi jantung 96x/menit, regular, frekuensi pernafasan


24x/menit, temperature 38,20C. Dari status gizi didapati IMT 19,23 kg/m2 dengan
kesan normoweight.
Pemeriksaan fisik dijumpai sklera icteric, injeksi siliar, jaundice, dan nyeri
gastrocnemius. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 11.20 g/dL,
hematokrit 31.2%, leukosit 23.050/mm3, trombosit 321.000/mm3, MCV 78.3/fL,
MCH 29.9/pg, MCHC 38.2g/dL, LED 12 mm/jam, KGD ad random 124 mg/dl,
ureum 318 mg/dl, kreatinin 10,80 mg/dl, creatinin clearance 4,6 mg/dl, natrium
128, kalium 7.1, cloride 98, bilirubin total/direct 37.28/34.52, SGOT/SGPT 79/98,
alkaliposfatase 187, albumin 3,4 g/dl, globulin 4.1g/dl, IgG/IgM anti toxoplasma
positif, Anti HAV IgM negatif, Anti HCV negatif. Urinalisis menunjukkan warna
urine coklat teh, protein (+), reduksi (-), bilirubin (+), urobilinogen (+), sedimen
eritrosit 0-1/lpb, leukosit 2-3/lpb, EKG kesan sinus ritme dengan T tall, foto thorax
dalam batas normal, USG abdomen menunjukan kolesistitis, dan nefritis akut
bilateral.
FAINES SCORE
KRITERIA

KLINIS

NILAI

Nyeri kepala

(-)

Demam

(+)

Temperature > 39 C

(+)

Injeksi Siliar

(+)

Meningismus

(+)

Nyeri otot

(+)

Jaundice

(+)

Albuminemia,
retensi

nitrogen (+)

Riwayat kontak dengan (+)


binatang atau air yang
terkontaminasi

10
Total score : 39

Pasien didiagnosa Penyakit Weil disertai AKI std failure, sindrom uremia,
hiperkalemia dan kolesistitis.
Pasien diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/menit, Diet Ginjal 2100
kkal dengan 26 gram protein, inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Inj metoclopramide 1
ampul/8 jam, sistenol 3x500 mg, dan pasien dilakukan hemodialisis sebanyak
tiga kali. Setelah menjalani 10 hari perawatan pasien menunjukkan perbaikan
secara klinis dan laboratorium berupa bebas demam, jaundice sudah berkurang,
keadaan

umum

baik,

peningkatan

GFR

(ureum

116.10mg/dl,

kreatinin

1,60mg/dl), kadar kalium normal (3.0), dan urine output lebih dari 1000cc, dan
pasien diperbolehkan pulang untuk berobat jalan.
PASIEN

FOTO THORAX AP

USG ABDOMEN

USG GINJAL DAN SALURAN KEMIH

DISKUSI
PATOFISIOLOGI
Gangguan ginjal merupakan komplikasi yang sering pada pasien dengan
leptospirosis berat, ini diakibatkan oleh karena kerusakan pada interstisial dan
tubular. Faktor utama yang terlibat dalam patogenesis AKI pada leptospirosis
adalah efek nefrotoksik langsung dari leptospira dan respon imun yang dipicu
oleh toksin. Perubahan hemodinamik, jaundice, dan rhabdomyolysis juga terkait
dengan terjadinya AKI pada leptospirosis.

Acute interstitial nephritis (AIN)


Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa AKI berhubungan
dengan kehadiran leptospira dalam jaringan ginjal, yang memicu proses nefritis
interstitial akut (AIN), yang merupakan mekanisme yang menyebabkan AKI.
Beberapa studi telah menduga bahwa AIN terjadi setelah kerusakan tubular.
Pasien yang meninggal dalam minggu pertama penyakit memiliki nekrosis
tubular akut (ATN) dan edema sel, sementara mereka yang meninggal dalam
waktu dua sampai tiga minggu penyakit memiliki ATN dan edema interstitial, dan
orang-orang sekarat setelah tiga minggu memiliki nefritis interstitial parah dan
menyebar. Kedua lesi berhubungan dengan kehadiran leptospira antigen dalam
6

jaringan ginjal. Kehadiran bakteri dalam mesangium dan ginjal interstitium telah
diamati dalam studi eksperimental, tiga sampai enam jam setelah inokulasi L.
icterohaemorrhagiae.

Masuknya

leptospira

melalui

kapiler

glomerular

menyebabkan proliferasi ringan dan sementara dari mesangium tersebut.


Perubahan glomerulus sangat diskrit, terdiri dari proliferasi mesangial ringan.
Efek langsung leptospira
Studi ginjal setelah inokulasi leptospira pada tikus telah menunjukkan
bahwa masuknya mikroorganisme terjadi melalui penetrasi lumen kapiler pada
hari kedua, saat masuk dalam jaringan interstitial menyebabkan edema dan
infiltrasi sel terjadi antara hari keempat dan kedelapan. Leptospira dapat
diidentifikasi melekat pada permukaan heepithelial tubulus ginjal setelah minggu
pertama dan dalam lumen tubulus pada minggu kedua. Leptospira antigen
ditemukan dalam sel-sel tubulus proksimal dan lebih besar pada cluster
ekstraseluler dalam interstitium.
Membran luar leptospira mengandung komponen antigenik termasuk
lipoprotein,

lipopolisakarida

dan

peptidoglikan,

endotoksin

yang

dapat

menjelaskan proses terjadinya cedera ginjal, menyebabkan peradangan dan


disfungsi

tubular.

Beberapa

protein

membran

luar

(Outer

Membrane

Proteins/OMP) spesies patogen telah diidentifikasi dan terletak di tubulus


proksimal dan interstitium hewan yang terinfeksi. OMP Yang paling penting
dinyatakan selama infeksi adalah LipL32, yang mempengaruhi langsung sel-sel
tubulus proksimal, jauh meningkatkan ekspresi gen dan protein pro-inflamasi,
seperti induksi nitrat oksida sintase (iNOS), monosit chemotactic protein-1
(CCL2/MCP -1), sel T (RANTES), dan tumor necrosis factor (TNF-).
CCL2/MCP-1 kemokin merupakan salah satu faktor yang paling penting pada
awal infiltrasi monosit pada nefritis interstisial, sedangkan TNF-, sebuah sitokin
inflamasi, adalah mediator endotoksemia.
Stimulasi iNOS dan CCL2/MCP-1 oleh OMP, LipL32 khususnya,
tergantung pada kehadiran dalam sel tubulus proksimal dari toll-like receptor
(TLR), protein spesifik yang mengidentifikasi pola molekul patogen dan bertindak
sebagai baris pertama dari pertahanan imunitas bawaan, menghasilkan respon
inflamasi awal, dalam kasus khusus ini, TLR2. Secara singkat, OMP mengikat
TLR2 dalam sel tubulus proksimal, yang menyebabkan aktivasi faktor nuklir NFk, yang merangsang produksi CCL2/MCP-1 dan CXCL2/MIP-2 untuk merekrut
sel-sel inflamasi. NF-k juga berhubungan dengan peningkatan iNOS dan TNF-
pada sel tubulus proksimal.

Perubahan Hemodinamik
Cedera ginjal akut pada leptospirosis juga dapat memiliki komponen
prerenal. Hipotensi dapat diamati, karena penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik dan dehidrasi. Dehidrasi adalah temuan sering, akibat dari demam,
muntah, dan diarrhea. Hypotension dapat diperburuk oleh penurunan reabsorpsi
natrium di tubulus proksimal, merupakan karakteristik leptospirosis. Setelah
penggantian

volume

darah,

biasanya

klinis

membaik.

Penelitian

telah

menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari pasien dengan leptospirosis dan AKI
respon terhadap vena hidrasi, memperbaiki keadaan uremia dan oliguria.
Fenomena perdarahan terutama disebabkan lesi endotel juga berkontribusi
terhadap hipovolemia. Trombositopenia dapat memperburuk kecenderungan
untuk perdarahan. Sebuah studi yang dilakukan di Thailand dengan pasien
dengan bentuk parah dari Leptospirosis telah mengidentifikasi tiga pola
perubahan hemodinamik.
Pola pertama, diamati pada 60% kasus, ditandai dengan
peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi pembuluh darah sistemik,
sehingga terjadi hipotensi (pola yang sama dengan yang terjadi pada sepsis dan
malaria). Perubahannya pola hemodinamik yang dimulai dengan vasodilatasi
perifer, yang disebabkan oleh sitokin dan mediator lainnya, oksida nitrat
terutama. Pola kedua, diamati pada 20% kasus, ditandai dengan normalnya
cardiac output, resistensi pembuluh darah sistemik, dan tekanan darah, namun

terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru. Peningkatan resistensi vaskuler


paru dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk edema perivaskular dan
faktor humoral, seperti leukotrien dan tromboksan A2. Pola ketiga ditandai
dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik, resistensi vaskuler paru
normal, dan relatif penurunan curah jantung, bila dibandingkan dengan orangorang dari pasien lain. Cardiac output relatif rendah dapat disebabkan oleh
hipovolemia

atau

miokarditis,

yang

digambarkan

dalam

bentuk

parah

leptospirosis.
Hiperbilirubinemia
Penyakit kuning hadir dalam hampir semua kasus leptospirosis berat, dan
juga berkontribusi terhadap AKI. Kadar bilirubin yang tinggi menyebabkan
perubahan dalam fungsi ginjal. Sitprija dkk, menganalisis pasien dengan ikterus
obstruktif karena cholangiocarcinoma, telah dielaporkan bahwa mereka dengan
jumlah bilirubin serum lebih besar dari 26 mg / dL mengalami penurunan filtrasi
glomerulus dan kemampuan untuk mengkonsentrasi urin. Kadar bilirubin tinggi
umum terjadi pada bentuk parah leptospirosis dan berkaitan dengan keberadaan
dan tingkat keparahan AKI.
Rhabdomiolisis
Mialgia telah diamati di hampir semua kasus leptospirosis, tetapi
rhabdomyolysis, terdeteksi melalui elevasi di creatine kinase (CK) tingkat, telah
dilaporkan pada 45% sampai 62% dari cases. Hubungan antara rhabdomyolysis
dan AKI telah terbukti. Mekanisme utama kegagalan ginjal sekunder untuk
rhabdomyolysis adalah vasokonstriksi ginjal, obstruksi tubulus, dan toksisitas
langsung myoglobin. Peran yang dimainkan oleh rhabdomyolysis dalam
terjadinya AKI leptospirosis tidak begitu jelas. Tingginya kadar CK lebih sering
ditemukan pada pasien dengan AKI parah dibandingkan pada mereka dengan
AKI ringan, menunjukkan rhabdomyolysis yang dapat berkontribusi pada
keparahan AKI.
Perubahan Tubulus
AKI pada leptospirosis ditandai dengan adanya oliguria, dan kadar serum
kalium normal atau berkurang, berbeda dengan AKI penyebab lain infeksi,
seperti malaria, difteri, dan studi meningococcemia. Pada beberapa penelitian
menunjukkan cedera pada tubulus proksimal dan resistensi dari medula tubulus
terhadap vasopresin. Cedera dari tubulus proksimal menyebabkan penurunan
reabsorpsi natrium proksimal. Resistensi medula tubulus terhadap vasopressin
menyebabkan gangguan dalam konsentrasi urin, menyebabkan poliuria.
Peningkatan sekresi kalium di tubulus distal tampaknya ditentukan oleh
9

peningkatan aliran urin dan dengan peningkatan kebutuhan natrium di tubulus


distal, dan tampaknya terjadi karena tingginya tingkat aldosteron dan kortisol.
Temuan-temuan menunjukkan dominasi disfungsi tubulus proksimal dan
integritas relatif dari segmen distal nefron mengenai manipulasi tubular natrium
dan kalium. OMPs dari leptospira, seperti LipL32, mengaktifkan kaskade
tergantung pada TLR, yang mengarah pada aktivasi NF-k, kinase dan sitokin,
dengan cedera saluran berikutnya. Aktivasi mekanisme tersebut menjelaskan
disregulasi natrium transporter pada perubahan ginjal pada pasien terinfeksi
leptospira.
Tubular mendahului penurunan laju filtrasi glomerulus pada leptospirosis.
Sebuah studi eksperimental terbaru telah meneliti perubahan dalam natrium
transporter di ginjal dan paru-paru tikus dengan leptospirosis. Hewan yang
terinfeksi menunjukkan penurunan yang signifikan dalam ekspresi dari Na + / H +
exchanger isoform 3 (NHE3) di tubulus proksimal, peningkatan ekspresi dari Na
+ K +2 Cl cotransporter (NKCC2), dan penurunan ekspresi aquaporin 2 (AQP2)
di medula. Paru-paru hewan yang sama menunjukkan penurunan yang signifikan
dalam ekspresi subunit alpha saluran natrium epitel (-ENaC), menunjukkan
peran sentral perubahan bahwa dalam edema paru diamati pada leptospirosis,
karena transportasi natrium memainkan peran sentral dalam mengendalikan
edema

alveolar. Secara

klinis,

perubahan

tersebut

dijabarkan

sebagai

manifestasi dari gagal ginjal non-oliguri, dengan peningkatan natrium dan


ekskresi fraksional kalium, selain kongesti paru.
Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa, bahkan tanpa
adanya cedera ginjal, disfungsi tubular dapat terjadi pada leptospirosis. Sebuah
studi dengan babi Guinea leptospira yang terinfeksi telah menunjukkan tinggi
eksresi kalium dan osmolaritas urin rendah. Tubulus hewan-hewan terbukti
resisten terhadap tindakan vasopresin. Baru-baru ini, sebuah studi klinis dengan
20 pasien yang terinfeksi leptospirosis telah menunjukkan adanya proteinuria
pada semua kasus, hypermagnesuria di 75%, dikurangi tubular reabsorpsi di
50%, dan mengurangi reabsorpsi fosfat di 45% dari pasien.

Manifestasi klinis
Keterlibatan ginjal pada leptospirosis bisa diketahui secara klinis berupa
proteinuria ringan, abnormalitas sedimen urin, hingga AKI berat. Leukosit dan sel
darah merah dijumpai pada sedimen urin. Jika terdapat proteinuria, biasanya

10

jumlahnya kurang dari 1 g/24 jam. Pigmen bilier dan granular casts bisa juga
terlihat pada sedimen urin.
AKI biasanya terjadi dengan ditandai peningkatan urea dan kreatinin
serum, dan bisa berhubungan dengan jaundice. AKI pada pasien dengan
hiperbilirubinemia biasanya berat dan disertai oliguria dan anuria.
Pada beberapa penelitian terakhir pada 58 pasien dengan leptospirosis
dan AKI memiliki keadaan penyerta berupa perdarahan diathesis (80%),
gangguan hati (72%), gangguan nafas (38%), gangguan sirkulasi (33%),
pankreatitis (25%) dan rhabdomiolisis (5%).
Hipokalemia biasanya dijumpai pada AKI karena leptospirosis, sekitar
45% sampai 74% dan memerlukan terapi pengganti potasium intravena pada
80% kasus. Pada AKI akibat leptospirosis walaupun oligouria jarang disertai
hiperkalemia. Hipokalemia merupakan karakteristik laboratorium yang paling
sering.
Tanda lain karakteristik yang dijumpai pada ultrasound yaitu terjadi
pembesaran ginjal dengan ekogenisitas parenkim yang normal, mengindikasikan
tubulointerstitial nephritis. Ginjal akan kembali ke ukuran normal setelah
mendapat terapi yang efektif.
Diagnosis
Diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan
meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, demam yang tidak diketahui
asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai
pankreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan
pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi.
Pada pemeriksaan darah rutin biasa dijumpai lekositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan cast. Bila organ hati
telibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum
dan

kreatinin

juga

bisa

meninggi

bila

terjadi

komplikasi

pada

ginjal.

Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi


leptospira dari cairan tubuh dan serologi. WHO juga menerapkan suatu kriteria
untuk mendiagnosis leptospirosis yang disebut dengan kriteria faines.

11

Keterangan tabel kriteria faines diatas leptospirosis dapat ditegakkan bila jumlah
A+B >25, atau A+B+C >25 disebut presumptive leptospirosis; dan bila A+B nilai
antara 20-25 disebut suggestive leptospirosis.

Terapi
Terapi pada leptospirosis disertai AKI terdiri dari terapi antibiotik, terapi
pengganti ginjal. Bagaimanapun studi klinis telah membuktikan terapi anti biotik
efisien pada fase awal atau akhir dari penyakit. Berdasarkan rekomendasi WHO
tahun 2003, leptospirosis berat harus diterapi dengan penisilin intravena
(1.500.000 U setiap 6 jam), Ceftriaxone (1 g/hari), atau cefotaxime (1 g/6jam),
semuanya efektif. Terapi Antibiotik di maintenance selama 7 hari. Oral antibiotik
seperti doksisiklin, amoksisilin, ampisilin, eritromisin, atau azitromisin efektif pada
beberapa pasien leptospirosis berat sebagai alternatif pada pasien tanpa
keterlibatan organ vital.
Beberapa penelitian terakhir menunjukan keuntungan dialisis awal pada
leptospirosis, dengan penurunan dari mortalitas. Belum ada konsensus khusus
mengenai modalitas dialisis yang terbaik untuk leptospirosis.
Kesimpulan
Dilaporkan satu kasus penyakit weil disertai AKI stadium failure, sindrom
uremia, hiperkalemia dan kolesistitis pada seorang laki-laki, berumur 25 tahun.
Kemudian dilakukan hemodialisis sebanyak tiga kali. Setelah rawatan 13 hari
pasien dipulangkan dengan perbaikan klinis.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. Leptospirosis. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, ed kelima jilid II. Interna Publishing. Jakarta ; November
2009.
2. Speelman P. Leptospirosis; in Kasper DL et al. Harrisons Principles of
Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005.
3. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, ed kelima jilid II. Interna Publishing. Jakarta ; November
2009.
4. Brady HR, Brenner BM. Acute Renal Failure; in Kasper DL et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005.
5. Cavoli LG, Tortorici C, Bono L et all. Acute Renal Failure in Weils
Disease.

Dialysis

Transplant

2012.

Available

from

www.elsevier.es/dialis.
6. Daher EDF, Abreu, Junior. Leptospirosis Associated Acute Kidney Injury.
Available from www.scielo.br/pdf.
7. Kennedy ND, Dusey CD, Rainford DJ, Higginson A. Leptospirosis and
Acute Renal Failure-Clinical Experiences and Review of The Literature.
Available from www.ncbi.nlm.nih.gov
8. Teano RO, Dimaano EM, Santiago E. Leptospirosis With Acute Renal
Failure: The Role of Conservative Management. Available

from

www.pdfio.com

13

Você também pode gostar