Você está na página 1de 26

ANALISIS PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM


GABUNGAN DI INDONESIA : STUDI EMPIRIS DI BEI PERIODE 2005-2015
Tugas Mata Kuliah
Teori Portofolio dan Analisis Investasi

Disusun Oleh

Oleh:
Adhita Setya Negara (F1315002)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI TRANSFER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ANALISIS PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL DAN


PENGARUHNYA TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM
GABUNGAN DI INDONESIA : STUDI EMPIRIS DI BEI PERIODE 2005-2015

Adhita Setya Negara


(adhita.negara@gmail.com)
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT
This research aim to describe the correlation of Global Index (Index NYSE, Index
Nikkei, Index SSE, Index Hangseng) to IHSG either through simultaneosly and partially in
BEI. The samples used in this research were Global index of during 2005 2015, total
sample used amount to 132 sample. Model analysis used in this research is Multiple
Regression Analysis. Simultan used to test the influence from entire / all variable Global
Index to IHSG with the rate of level significant 5%.
The research stated that, simultaneosly there was a significant correlation betwen
Global Index (NYSE, Nikkei, SSE, Hangseng) to IHSG the F hitung > F tabel (81,897>2,68).
Partially there was no significant correlation among Nikkei index and SSE index, but there
was a significant correlation among Global Index (NYSE and Hangseng) to the IHSG the
significancy in 5%.

Keryword: NYSE, Nikkei, SSE, Hangseng and IHSG

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fenomena

Bubble

effect

pada

pertengahan

tahun

2008

mengakibatkan

membengkaknya kasus kredit macet perumahan dan membawa dampaknya secara global.
Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah
lembaga keuangan AS. Raksasa keuangan sebesar Lehman Brothers pun bisa tumbang.
Bahkan pelaku bisnis raksasa lainnya juga mengalami nasib tragis yang sama, seperti

Washington Mutual Bank. Perusahaan asuransi terbesar di dunia American International


Group (AIG) dan perusahaan sekuritas raksasa Merrill Lynch, Morgan Stanley dan Goldman
Sachs mengalami permasalahan yang luar biasa akibat krisis tersebt. Pemerintah AS terpaksa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. Dampaknya, para investor mulai kehilangan
kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok, termasuk
Indonesia. Jatuhnya pasar financial dan moneter pada beberapa negara yang kuat memberika
imbas pada pasar Indonesia. Harga-harga saham yang tergabung dalam Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) mencapai dalam ambang batas tolerir penurunan indeks yaitu mencapai
10,38% pada Rabu 8 Oktober 2008.
Fenomena

tersebut

membuat

pemerintah

melakukan

kebijakan

perhentian

perdagangan sementara yang bertujuan untuk melindungi investor hingga kondisi kembali
normal. Namun hal itu tidak berdampak banyak karena masih banyak variabel atau hal lain
yang mempengaruhi pergerakan indeks. Berkaca pada krisis ekonomi periode 1997/1998,
penurunan indeks pasar di Indonesia (IHSG) seringkali bersamaan dengan krisis mata uang
terhadap dollar Amerika. Di Asia terdapat hubungan antara exchange rate dan stock price
sebelum terjadi krisis keuangan, namun setelah krisis nilai tukar mata uang mempengaruhi
harga saham (Azman, et.al, 2002). Hubungan antara peningkatan nilai tukar dan krisis pada
pasar modal inilah yang memberikan pertanyaan tentang hubungan potensial antara dua hal
tersebut.
Pada tahun 2015 fluktuasi IHSG diawarnai kejutan yang tak terduga. Pada tahun 2014
IHSG berhasil menembus rekor 5.200. Banyak pelaku pasar yang menganalisis IHSG akan
mencapai 6.000 sampai akhir tahun 2015, bahkan pada bulan April 2015 IHSG sudah
menembus 5.400. Namun yang terjadi justru sebaliknya pada periode september 2015 IHSG
turun pada level 4.033. IHSG sedang mengalami strong downtrend pada periode itu. Kurs
Rupiah saat itu mencapai 14.045 banyak yang khawatir Indonesia akan mengulang krisis

moneter. Ketakutan telihat jelas dari pelaku pasar yang terus menjual sahamnya, sampai
IHSG jatuh ke level 4.200.
Banyak penelitian dan pendapat dari para ahli yang mengatakan bahwa perekonomian
suatu negara banyak dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian negara lain. Ekonomi
negara yang lebih kuat mempunyai kecenderungan untuk mendominasi negara yang
perekonomiannya lebih lemah. Berdasarkan kajian ini maka diperkirakan negara yang kuat
selalu menang dalam persaingan, sehingga negara yang lemah akan cenderung mengalami
kerugian. Hal ini dapat diartikan juga bahwa ketergantungan negara yang lemah terhadap
negara yang kuat akan semakin nyata. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa IHSG
adalah salah satu variabel ekonomi makro, sehingga IHSG suatu negara yang kuat akan
berpengaruh terhadap IHSG dari negara yang lemah.
Investor dalam melakukan investasi dana yang mereka miliki tujuan untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dengan meminimalkan risiko yang ada yaitu dengan
membentuk investasi portofolio yang optimum. Pasar modal di Indonesia merupakan bagian
dari kegiatan pasar modal global oleh karena itu perubahan pada satu bursa akan
ditransmisikan ke bursa negara lain. Biasanya negara yang memiliki lokasi berdekat memiliki
kecenderungan investor yang sama. Suatu kejadaian atau shock dari bursa lain, apabila terjadi
shock di Amerika Serika maka bursa-bursa regional tidak akan terlalu meresponya.
Sebaliknya, jika shock terjadi di Singapura, Australia, atau Hong Kong, maka bursa saham di
Asia Pasifik akan langsung meresponya termasuk BEI (Noer, 2000). Sebuah pasar modal
dikatakan efisien bila perubahan harga saham bersifat random walk atau tidak bisa diprediksi.
Hal tersebut merupakan reaksi investor yang saling berkompetisi untuk mendapatkan
informasi terbaru sebelum memutuskan membeli atau menjual saham di pasar modal. Jika
harga saham ditentukan secara rasional maka hanya informasi yang baru saja, yang
menyebabkan harga saham berubah. Informasi lama telah terefleksikan pada harga saham,

bila harga saham di masa datang dapat diprediksi dengan informasi terdahulu, maka dapat
dikatakan bahwa pasar modal tersebut tidak efisien.
Penulisan paper ini bertujuan untuk melihat pengaruh negara-negara kuat tersebut
terhadap kondisi pasar modal di Indonesia yang tercermin dalam IHSG. Berdasarkan
penjelasan tersebut diatas maka penulis mencoba menganalisa dampak dari IHSG negara lain
yang penulis percaya dapat mempengaruhi IHSG pada Bursa Efek Jakarta (BEJ). Penulis
menggunakan analisis dari pergerakan empat bursa didunia yang mungkin dapat
mempengaruhi IHSG Bursa Efek Jakarta, seperti IHSG dari New York Stock Exchange
NYSE, Tokyo Stock Exchange NIKKEI, Hongkong HANG SENG, dan Shanghai Stock
Exchange SSE.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah indeks harga saham global (NYSE, NIKKEI, HANGSENG, SSE)
berpengaruh secara simultan terhadap pergerakan IHSG?
2. Apakah indeks harga saham global (NYSE, NIKKEI, HANGSENG, SSE)
berpengaruh secara parsial terhadap pergerakan IHSG?
3. Berapa besar kontribusi pengaruh indeks harga saham global (NYSE, NIKKEI,
HANGSENG, SSE) berpengaruh secara parsial terhadap pergerakan IHSG?

Originalitas
Penelitian ini adalah bentuk replikasi dari penelitia sebelumnya yang dilakukan
Mansur (2004), Noer (2000), serta Ali dan Taufik (2011) yang melakukan penelitian dengan
variabel yang sama namun karena penelitian sebelumnya dilukakan pada waktu yang sudah
cukup lama dan perkembangan perekenomian dunia yang semakin mengglobal, maka peneliti
mencoba untuk meneliti kembali dengan jangka waktu data yang lebih panjang yaitu dari

periode 2005 sampai dengan 2015. Batasan pada penelitian ini adalah mencari korelasi antara
variabel dependen yaitu IHSG terhadap variabel independen yang terdiri dari variabel indeks
harga saham global yaitu indeks NYSE (X1) yang mewakili indeks saham Amerika yang
merupakan negara super power pengendali perekonomian dunia. Indeks NIKKEI (X2), SSE
(X3), HANGSENG (X4) yang mewakili indeks saham global dari Asia yang secara geografis
dekat dengan IHSG (Y) sehingga pergerakan informasi lebih cepat karena persamaan waktu
perdagangan.
LANDASAN TEORI
Pasar Modal
Secara teoritis Marzuki Usman dalam Silvani (2006) mendefinisikan pasar modal (capital
market) adalah: Perdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam
bentuk modal sendiri (stocks) maupun hutang (bonds) baik yang diterbitkan oleh pemerintah
(public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sector). Pengertian yang lebih
operasional seperti tertuang dalam Kepres No. 60 tahun 1988 dalam Silvani (2006), bahwa
pasar modal dipahami sebagai bursa yang merupakan sarana mempertemukan penawar dan
yang membutuhkan dana jangka panjang (lebih dari satu tahun) dalam bentuk efek. Nur
Azalina (2009) dalam penelitianya mendefinsikan pasar modal sebagai pasar untuk
mempertemukan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun seperti saham
dan obligasi. Sedangkan tempat terjadinya proses transaksi jual beli sekuritas tersebut adalah
bursa efek. Oleh karena itu bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik. Pada
bursa efek Jakarta dikenal beberapa jenis pasar, yaitu : Pasar Perdana (Primary Market),
Pasar Sekunder (Secondary Market), Pasar Ketiga (Third Market). Jogiyanto (2015)
menjelaskan pasar sekunder adalah tempat perdagangan surat berharga yang sudah beredar
dan pasa ketiga adalah pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup.

Contagion Effect Theory


Para ahli berpendapat bahwa kondisi perekonomian suatu negara akan berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian negara. Kondisi krisis negara-negara Asia tahun 1997
menurut penelitian Bank Dunia terutama disebabkan oleh adanya contagion effect (domino
effect) dari negara lain (Tan, Jose Antonio, 1998). Belajar dari krisis tahun 1997, Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang ternyata hingga saat ini masih sangat tergantung pada
kondisi perekonomian luar negri terutama yang berkaitan dengan investasi. Akibatnya,
kondisi pasar modal di Indonesia diduga dipengaruhi oleh kondisi luar negeri terutama
kondisi pasar modal yang ada pada negara-negara maju.
Teori Pasar Kuat Terhadap Pasar yang Lebih Lemah
Menurut
menguntungkan

para

ahli,

perekonomian

liberalisasi
negara

dalam
maju

dan

bidang

perekonomian

berdampak

merugikan

cenderung
terhadap

perekonomian negara yang sedang berkembang akibat lemahnya pondasi perekonomian yang
dimilikinya. Pola pengembangan perekonomian antara negara-negara maju (developed
countries) ternyata memiliki perbedaan dengan negara-negara yang sedang berkembang
(developing countries). Dalam perekonomian dunia saat ini, suatu negara yang memiliki
capital yang kuat pasti unggul dalam setiap transaksi perekonomian (Hatten, Marry Louise,
1986).
Pengaruh Indeks Bursa Global Terhadap IHSG
Pengaruh keterkaitan pasar modal Indonesia dengan pasar modal asing dimulai saat
diperbolehkanya investor asing memiliki saham di Bursa Efek Indonesia. Investor asing
berfungsi sebagai katalis yang mendorong investasi lokal. Peranan dari investor asing
berperan sangat penting di pasar modal manapun (Mobius, 1998).

Investor asing memiliki peran lain yaitu sebagai patokan perilaku dari investor
domestik. Kebiasaan yang dilakukan oleh investor asing akan diikuti oleh investor domestik
sehingga saat investor asing melepas sahamnya, investor domestik pun akan ikut melepas
sahamnya. Akibatnya, indeks dapat turun semakin tajam.
Investor asing menanamkan modalnya pada bursa seluruh dunia sehingga antara
bursa-bursa didunia mempunyari koefisen korelasi. Kejadian dan dinamika harga saham antar
satu bursa dengan bursa yang lain akan saling mempengaruhi terutama pada negara yang
saling berdekatan yang cenderung memiliki koefisien korelasi yang tinggi.
Pengembangan Hipotesis
H1 = Indeks harga saham global (NYSE, NIKKEI, HANGSENG, SSE) secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG
H2 = Indeks harga saham global (NYSE, NIKKEI, HANGSENG, SSE) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kausal yaitu penelitian yang bertujuan
menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel Independen dalam
penelitian ini adalah Indeks saham global NYSE (X1), NIKKEI (X2), HANGSENG (X3),
SSE (X4). Kemudian untuk variabel dependen adalah IHSG (Y).
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah Indeks harga saham gabungan dari tahun awal 2005
sampai dengan akhir tahun 2015 sehingga didapatkan data 132 bulan. Sampel dari penelitian

ini adalah IHSG yang dikeluarkan BEI dalam periode 2005 s/d 2015 dimana IHSG yang
berfluktuasi pada periode tahun 2008 dan sempat berfluktuasi juga pada tahun 2015.
Sampel indeks harga saham global yang terdiri dari Indeks NYSE, NIKKEI, SSE, dan
HANG SENG. Data tersebut diambil dari yahoo finance dimana NYSE mewakili bursa
saham Amerika, NIKKEI mewakili bursa saham Jepang, SSE mewakili bursa saham China,
dan HANG SENG mewakili bursa saham Hongkong.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini berupa daftar indeks
harga saham gabungan dari BEI dan data indeks harga saham global periode 2005 sampai
dengan 2015.
Metode dan Teknik Analisis Data
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda. Model analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
indeks bursa global yang terdiri dari beberapa indikator terhadap pergerakan IHSG secara
simultan dan parsial.
Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan program komputer untuk pengolah
data statistiknya yaitu menggunakan pengolahan data program IBM SPSS versi 21.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji distribusi normal pada variabel residual dalam
model regresi. Data yang baik yang bisa digunakan dalam suatu penelitian adalah data yang

telah terdistribusi normal. Pengujian normalitas data secara analisis dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian menggunakan KolmogorovSmirnov sebagai berikut:

Angka Siginifikansi (Sig) > 0,05 maka data terdistribusi normal

Angka Signifikansi (Sig) < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal

Uji Multikolinearitas
Uji ini ditujukan untuk lebih mengetahui adanya hubungan yang sempurna atau pasti
di antara beberapa atau semua variabel independen model regresi. Cara melakukan
pendekteksian jika multikolinearitas tinggi, mungkin memperoleh R kuadrat yang tinggi
tetapi tidak satu pun atau sangat sedikit koefisien yang ditaksir yang signifikan atau penting
secara statistik. Caranya dengan melihat tolerance valaue dari variance inflation fantor (VIF).
Bila nilai tolerance value dari variance inflation fantor (VIF) < 0,1 atau VIF untuk variabel
bebas >10, maka terjadi multikolonearitas. (Hair et al, 1992).
Uji Autokorelasi
Autokorelasi pada model regresi artinya ada korelasi antara anggota sampel yang
diurutkan berdasarkan waktu saling berkorelasi. Untuk mengetahui adanya autokorelasi
dalam suatu model regresi dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson (uji
DW).
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika

berbeda Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau
tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Uji Hipotesis
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda yang dirumuskan
sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2+b3X3+b4X4+e
Dimana:
Y = IHSG
X1 = Indeks NYSE
X2 = Indeks NIKKEI
X3 = Indeks SSE
X4 = Indeks HANGSENG
Kemudian untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel dependen secara
simultan penelitian ini menguji dengan Uji F. Perhitungan ini menggunakan software statistik
SPSS 21 setelah itu dilakukan perbandingan antara F hitung yang kemudian dibandingkan
dengan F tabel. Kriteria pengujianya adalah sebagai berikut:
F hitung > F tabel = H1 diterima
F hitung < F tabel = H1 ditolak
Selanjutnya untuk mendeskripsikan pengaruh secara parsial antara variabel-variabel
bebas terhadap variabel terikat dengan melihat hasil uji-t dengan asumsi bahwa variabel lain
dianggap konstan. Perhitungan ini menggunakan software statistik SPSS 21 setelah itu
dilakukan perbandingan antara t-hitung yang kemudian dibandingkan dengan t-tabel. Kriteria
pengujianya adalah sebagai berikut:

t-hitung > t-tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4 ; berpengaruh terhadap Y


t-hitung < t-tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4 ; tidak berpengaruh terhadap Y
Untuk melihat besar kontribusi pengaruh variabel Indeks Harga Saham Global
terhadap IHSG adalah dengan melihat nilai R2 atau coefficient of determination yang
menunjukkan persentase dari variasi-variabel IHSG yang mampu dijelaskan oleh model.
Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Penelitian
Pada tabel 1 dibawah ditunjukan statistik deskriptif dari dari setiap variabelnya.
Variabel dependennya adalah IHSG (Y), variabel independenya adalah NYSE (X1), NIKKEI
(X2), SSE (X3), dan HANGSENG (X4). Berikut adalah hasil tabelnya :
Tabel 1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

IHSG

132

1029.61

5518.67

3111.2959

1392.63891

NYSE

132

4617.03

11062.79

8502.2343

1513.51106

NIKKEI

132

7568.42

20585.24

13133.3027

3542.88768

SSE

132

1060.74

5954.77

2597.2695

972.58642

HANGSENG

132

12811.57

31352.58

20686.8242

3728.58532

Valid N
(listwise)

132

Sumber: Data Olahan 2016


Indeks harga saham gabungan atau IHSG (Y) merupakan indikator pergerakan saham
di BEI, Indeks ini menggambarkan semua pergerakan saham yang ada di Indonesia. Dari

sampel yang diambil dalam penelitian ini secara umum rata-rata tingkat IHSG tahun 2005
2015 adalah sebesar 3111,29 dengan tingkat IHSG tertinggi 5518,67 dan yang terendah
1029,61. Tingkat standar deviasi dari rata-rata sebesar 1392,63.
Indeks NYSE (X1) merupakan indeks saham amerika. Dalam kurun waktu 2005
2015 besarnya nilai indeks saham NYSE rata-rata adalah sebesar 8502,23 dengan tingkat
indeks saham NYSE tertinggi 11062,79 dan yang terendah 4617,03. Dengan standar deviasi
dari rata-rata indeks saham NYSE sebesar 1513,51.
Indeks NIKKEI (X2) merupakan indeks saham Jepang. Dalam kurun waktu 2005
2015 besarnya nilai indeks saham NIKKEI rata-rata adalah sebesar 13133,30 dengan tingkat
indeks saham NIKKEI tertinggi 20585,24 dan yang terendah 7568,42. Dengan standar
deviasi dari rata-rata indeks saham NIKKEI sebesar 7568,42.
Indeks SSE (X3) merupakan indeks saham Shanghai China. Dalam kurun waktu 2005
2015 besarnya nilai indeks saham SSE rata-rata adalah sebesar 2597,26 dengan tingkat
indeks saham SSE tertinggi 5954,77 dan yang terendah 1060,74. Dengan standar deviasi dari
rata-rata indeks saham SSE sebesar 7568,42.
Indeks HANGSENG (X4) merupakan indeks saham Hongkong. Dalam kurun waktu
2005 2015 besarnya rata-rata nilai indeks saham HANGSENG adalah sebesar 20686,82
dengan tingkat indeks saham HANGSENG tertinggi 31352,58 dan yang terendah 12811,57.
Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham HANGSENG sebesar 3728,58.
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Berdasarkan uji One Sample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan IBM SPSS versi
21 didapatkan hasil pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2
Hasil Pengujian One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N

132

Normal Parameters

a,b

Mean
Std. Deviation

Most Extreme Differences

.0000000
736.09217920

Absolute

.059

Positive

.059

Negative

-.047

Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)

.059
.200

c,d

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber: Data Olahan 2016


Dari hasil pengujian tersebut didapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,200 diatas
tingkat taraf signifikansi 0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa data residual dari seluruh
sampel berdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Uji ini ditujukan untuk lebih mengetahui adanya hubungan yang sempurna atau pasti
di antara beberapa atau semua variabel independen model regresi. Cara melakukan
pendekteksian jika multikolinearitas tinggi, mungkin memperoleh R kuadrat yang tinggi
tetapi tidak satu pun atau sangat sedikit koefisien yang ditaksir yang signifikan atau penting
secara statistik. Caranya dengan melihat tolerance valaue dari variance inflation fantor
(VIF). Bila nilai tolerance value dari variance inflation fantor (VIF) < 0,1 atau VIF untuk
variabel bebas >10, maka terjadi multikolonearitas. (Hair et al, 1992).

Tabel 3
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Standardize

Model
1

Unstandardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

B
(Constant)

Std. Error

-3306.581

419.552

NYSE

.862

.145

NIKKEI

-.263

SSE

Beta

Sig.

Tolerance

VIF

-7.881

.000

.936

5.939

.000

.089

11.298

.045

-.669

-5.824

.000

.167

6.004

-.322

.136

-.225

-2.365

.020

.244

4.104

.164

.053

.438

3.095

.002

.110

9.104

HANGSENG
a. Dependent Variable: IHSG

Sumber: Data Olahan 2016

Dari perhitungan pada tabel diatas, didapatkan hasil tolerance value di atas 0,1 dan
VIF di bawah 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas di antara
variabel bebas.
Uji Autokorelasi
Dalam penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson.
Cara mendeteksi apakah model yang digunakan mengalami gejala autokorelasi adalah dengan
melihat nilai statistik Durbin Watson. Hasil dari terhadap nilai uji Durbin Watson (Uji DW)
dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
Uji Autokorelasi
Model
1

R
.849

R Square
a

.721

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate
.712

a. Predictors: (Constant), HANGSENG, NIKKEI, SSE, NYSE


b. Dependent Variable: IHSG

Sumber: Data Olahan 2016

747.59432

Durbin-Watson
.164

Dari hasil pengujian tersebut diketahui nilai durbin watson sebesar 0,164 dan sesuai
dengan yang disampaikan oleh Santoso (2000) yang menjadi patokan terjadi tidaknya
autokorelasi adalah jika angka D-W di antara -2 sampai +2 yang berarti tida ada autokorelasi.
Dari hasil uji D-W tersebut bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar variabel
bebas yang diteliti.
Uji Heterokedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau
tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Gambar 1: Hasil Uji Heterokedastisitas


Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola tertentu. Hal ini bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang pertama adalah pengujian menggunakan uji F. Pengujian ini
berfungsi untuk melihat pengaruh dari ke empat variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SPSS 21, penelitian
ini mendapatkan hasil pengujian seperti tabel dibawah in:
Tabel 5
Hasil Uji F Statistik
Model
1

Sum of Squares
Regression
Residual
Total

df

Mean Square

F
81.897

183087097.972

45771774.493

70979952.212

127

558897.262

254067050.184

131

Sig.
.000

a. Dependent Variable: IHSG


b. Predictors: (Constant), HANGSENG, NIKKEI, SSE, NYSE

Sumber: Data Olahan 2016

Dari tabel 5 diatas diperoleh F hitung sebesar 81,897 sedangkan nilai signifikansiya
adalah sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hasil ini memberikan
arti bahwa Indeks NYSE (X1), NIKKEI (X2), SSE (X3), dan HANGSENG (X4) secara
bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y). Dengan
demikian hopitesis yang menyatakan Indeks NYSE (X1), NIKKEI (X2), SSE (X3), dan
HANGSENG (X4) berpengaruh secara simultan terhadap IHSG dapat diterima. Hasil juga
memberikan bukti empiris bahwa indeks saham global yang diwakili variabel independen
tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y).
Pengujian berikutnya uji-t yaitu pengujian untuk melihat pengaruh variabel-variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil dari uji-t:

Tabel 6
Hasil Uji-t
Standardize

Model
1

Unstandardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

B
(Constant)

Std. Error

-3306.581

419.552

NYSE

.862

.145

NIKKEI

-.263

SSE

Beta

Sig.

Tolerance

VIF

-7.881

.000

.936

5.939

.000

.089

11.298

.045

-.669

-5.824

.000

.167

6.004

-.322

.136

-.225

-2.365

.020

.244

4.104

.164

.053

.438

3.095

.002

.110

9.104

HANGSENG
a. Dependent Variable: IHSG

Sumber: Data Olahan 2016


Hasil uji t dalam tabel diatas memberikan informasi sebagai berikut ini:
1. Variabel NYSE (X1) menujukan t-hitung sebesar 5,939 sedangkan t-tabel pada tingkat
keyakinan 95% adalah 1,978 (5,939 > 1,978). Karena t-hitung>t-tabel, maka artinya
indeks NYSE secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu
IHSG.
2. Variabel NIKKEI (X2) menujukan t-hitung sebesar -5,824 sedangkan t-tabel pada tingkat
keyakinan 95% adalah 1,978 (-5,824 < 1,978). Karena t-hitung<t-tabel, maka artinya
indeks NIKKEI secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
yaitu IHSG.
3. Variabel SSE (X3) menujukan t-hitung sebesar -2,365 sedangkan t-tabel pada tingkat
keyakinan 95% adalah 1,978 (-2,365 < 1,978). Karena t-hitung<t-tabel, maka artinya
indeks SSE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu
IHSG.
4. Variabel HANGSENG (X4) menujukan t-hitung sebesar 3,095 sedangkan t-tabel pada
tingkat keyakinan 95% adalah 1,978 (3,095 > 1,978). Karena t-hitung>t-tabel, maka

artinya indeks HANGSENG secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel


dependen yaitu IHSG.
Dengan demikian dari hasil uji-t terhadap masing-masing variabel bisa disimpulkan
bahwa secara parsial ada 2 (dua) variabel independen yang berpengaruh signifikan variabel
dependen yaitu indeks NYSE (X1) dan indeks HANGSENG (X4), sedangkan dua variabel
independen lainya yaitu indeks NIKKEI (X2) dan SSE (X3) tidak memiliki pengaruh
signifikan.
Model analisis regresi berganda antara variabel X terhadap variabel Y dapat
diformulasikan dalam model persamaan berikut ini:
Y= -3306,58 + 0,862 X1 - 0,263 X2 0,322 X3 + 0,164 X4
Dari hasil persamaan regresi berganda tersebut, masing-masing variabel bebas dapat
diintepretasikan pengaruhnya terhadap IHSG sebagai berikut:
1. Nilai konstanta sebesar -3306,58 artinya apabila nilai variabel independen Indeks
NYSE (X1), Indeks NIKKEI (X2), Indeks SSE (X3) dan Indeks HANGSENG (X4)
bernilai nol, maka nilai IHSG (Y) turun sebesar 3306,58 (-3306,58)
2. Koefisen regresi indeks NYSE (X1) sebesar 0,862 memberikan pengertian bahwa
perubahan indeks NYSE (X1) sebanyak 1 poin akan memberikan kenaikan nilai
IHSG (Y) sebesar 0,862 poin.
3. Koefisien regresi indeks NIKKEI (X2) sebesar -0,263 memberikan pengertian bahwa
perubahan indeks NIKKEI sebanyak 1 poin akan memberikan penurunan pada IHSG
sebesar 0,263 poin.

4. Koefisien regresi indeks SSE (X3) sebesar -0,322 memberikan pengertian bahwa
perubahan indeks SSE sebanyak 1 poin akan memberikan penurunan pada IHSG
sebesar 0,322 poin.
5. Koefisen regresi indeks HANGSENG (X4) sebesar 0,164 memberikan pengertian
bahwa perubahan indeks HANGSENG (X4) sebanyak 1 poin akan memberikan
kenaikan nilai IHSG (Y) sebesar 0,164 poin.
Kemudian dari hasil uji R Square diperoleh nilai Adjusted R2 (koefisien determinasi)
dari persamaan regresi hipotesis adalah sebesar 71,2% yang artinya bahwa persamaan model
ini mampu memberikan kontribusi pengaruh indeks NYSE (X1), indeks NIKKEI (X2),
indeks SSE (X3), indeks HANGSENG (X4) terhadap IHSG (Y) sebesar 71,2% selebihnya
dijelaskan oleh faktor lainya.
Tabel 7
Model Summaryb

Model

.849

R Square
a

.721

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate
.712

747.59432

Durbin-Watson
.164

a. Predictors: (Constant), HANGSENG, NIKKEI, SSE, NYSE


b. Dependent Variable: IHSG

Sumber: Data Olahan 2016


Berdasarkan hasil uji tersebut, maka persamaan regresi berganda mampu memberikan
makna atas variabel yang diteliti sebesar 71,2%.
Pembahasan
Pengujian yang dilakukan terhadap model penelitian variabel secara signifikan
membuktikan adanya pengaruh simultan variabel nilai indeks saham global terhadap
pergerakan indeks saham gabungan (IHSG). Hasil dari penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya di pasar modal bahwa ada hubungan yang kuat antara Indeks Saham

Global, namun selain itu ada pula penelitan yang hasilnya tidak konsisten yang
menggambarkan bahwa tidak pola kuat terkait pengaruh dari indeks saham global dengan
pergerakan indeks harga saham gabungan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang
mempengaruhi investor dalam menanggapi informasi dari bursa asing.
Analisis terhadap variabel indeks NYSE memberikan kesimpulan yang mendukung
teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana NYSE sebagai
salah satu indeks saham Amerika yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan
dalam setiap transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi pergerakan pasar
saham di Amerika langsung berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien regresi Indeks NYSE (X1)
sebesar 0,862 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks NYSE (X1) sebesar 1 poin
akan memberikan dampak kenaikan nilai IHSG sebesar 0,862 poin dengan kenaikan yang
searah. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Amerika berakibat baik terhadap
bursa Indonesia. Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang
lebih dominan, karena dengan kekuatan pasar dan perekonomian yang menjadi tolak ukur
bagi negara lain maka setiap informasi dari bursa Amerika akan selalu direspons oleh
investor dari Indonesia, hal ini juga berarti bahwa tren masuknya investor asing khususnya
dari Amerika ke bursa Indonesia juga mempengaruhi pergerakan indeks. Dengan demikian
terlihat bahwa pengaruh kenaikan bursa Amerika bersifat menguntungkan terhadap bursa
Indonesia.
Analisis terhadap variabel Indeks Nikkei (X2) memberikan kesimpulan yang tidak
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana Indeks
Nikkei (X2) sebagai salah satu indeks saham Jepang yang merupakan suatu negara yang
memiliki keunggulan dalam transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi
pergerakan pasar saham di Jepang yang langsung berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien
regresi Indeks Nikkei (X2) sebesar -0,263 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks

Nikkei (X2) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak IHSG (Y) sebesar 0.263 kearah yang
berlawanan, hal ini berarti bila Indeks Nikkei mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka
IHSG akan turun sebesar 0,263 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di
Jepang berakibat buruk terhadap Indonesia. Keadaan ini dimungkinkan terjadi akibat
peralihan investasi dari Jakarta ke Jepang karena ketika investor yang sama menanamkan
investasinya di kedua pasar (Jepang dan Indonesia) melihat adanya pergerakan positif di
pasar jepang maka sang investor akan mengalihkan investasinya di Indonesia sehingga
menurunkan pasar Indonesia akibat aksi jual yang bersamaan, faktor lain karena banyak
perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan Jepang dari segi teknologi dan dari
ekonomi. Jepang merupakan negara dengan basis ekonomi yang kuat. Sebaliknya ketika
index di BEI menguat di Nikkei juga ikut menguat. Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya
menjadi follower dari pasar yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh
Indonesia terhadap Jepang bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan
merupakan ancaman bagi Jepang. Sebaliknya, pengaruh pasar Jepang terhadap Jakarta
bersifat merugikan, dimana Jepang mempunyai kemampuan untuk menekan pasar Indonesia.
Hasil penelitian ini sejalan penelitian Wondabio (2005) dan Mansur(2004).
Analisis terhadap variabel indeks Shanghai Stock Exchange (SSE) memberikan
kesimpulan yang juga tidak mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar
lemah. Yaitu dimana SSE sebagai indeks dari China memiliki koefisien regresi sebesar 0,322. Hal ini memberikan pengertian bahwa memberikan pengertian bahwa perubahan
Indeks SSE (X3) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak IHSG (Y) sebesar 0,322 kearah
yang berlawanan, hal ini berarti bila Indeks SSE mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka
IHSG akan turun sebesar 0,322 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di
China berakibat buruk terhadap Indonesia. Keadaan ini dimungkinkan terjadi akibat peralihan
investasi dari Jakarta ke China karena ketika investor yang sama menanamkan investasinya di

kedua pasar (China dan Indonesia) melihat adanya pergerakan positif di pasar China maka
sang investor akan mengalihkan investasinya di Indonesia sehingga menurunkan pasar
Indonesia akibat aksi jual yang bersamaan, faktor lain karena banyak perusahaan Indonesia
bekerjasama dengan perusahaan China dari segi teknologi dan dari ekonomi. Jepang
merupakan negara dengan basis ekonomi yang kuat. Sebaliknya ketika index di BEI menguat
di China juga ikut menguat. Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari
pasar yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap
China bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan merupakan ancaman bagi
China. Sebaliknya, pengaruh pasar China terhadap Jakarta bersifat merugikan, dimana China
mempunyai kemampuan untuk menekan pasar Indonesia.
Analisis terhadap variabel Indeks Hangseng (X4) memberikan kesimpulan yang
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana
Hangseng sebagai salah satu indeks saham Hongkong yang merupakan suatu negara yang
memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi
pergerakan pasar saham di Hongkong langsung berpengaruh ke pasar Indonesia. Koefisien
regresi Indeks Hangseng (X4) sebesar 0,164 memberikan pengertian bahwa perubahan
variabel Indeks Hangseng (X4) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak kenaikan IHSG
(Y) sebesar 0,164 poin, hal ini berarti bila Indeks Hangseng mengalami kenaikan sebesar 1
poin maka IHSG akan naik sebesar 0,164 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
Index di Hongkong berakibat baik terhadap Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena
perekonomian Hongkong yang dalam beberapa tahun terakhir stabil sehingga fondasi pasar
modal juga kuat . Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang
lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap Hongkong
bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan merupakan ancaman bagi
Hongkong.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas, maka bisa ditarik kesimpulan
hal-hal berikut ini:
1. Secara simultan variabel indeks harga saham global (NYSE, Nikkei, SSE, Hangseng)
berpengaruh terhadap pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG).
2. Secara parsial variabel indeks harga saham global (NYSE dan Hangseng) berpengaruh
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara signifikan, sedangkan
variabel indeks Nikkei dan SSE berpengaruh tidak signifikan terhadap IHSG.
3. Kontribusi pengaruh variabel indeks harga saham global (NYSE, Nikkei, SSE, Hangseng)
berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebesar
71,2% selebihnya dijelaskan oleh variabel lain.
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat beberapa kelemahan yang ada dalam
penelitian ini, yaitu kelemahan penentuan sampel yang hanya merangkup 2005-2015 yang
sebagian besar rentang data berada pada kondisi pasar normal dan stabil. Selain itu indeks
pasar yang digunakan belum menggunakan indeks pasar dari Eropa selaku negara maju dan
juga indeks India yang saat ini sedang berkembang pesat.
Saran
Berdasarkan keterbatasn penelitian ini, penulis memberikan saran terhadap penelitian
berikutnya. Saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penambahan jumlah sampel penelitian yang mungkin bisa dimulai pada tahun 1997 yaitu
saat permulaan krisis ekonomi di Indonesia sehingga hubungan pola antar variabelnya
akan lebih jelas

2. Penambahan data indeks pasar yang digunakan. Mungkin dalam penelitian berikutnya
bisa menambahkan indeks pasar dari Eropa yang merupakan perwakilan dari negara
maju.

DAFTAR PUSATAKA

Azman, Muzafar, Syah H. M,Azali. (2004). Stock Price And Exchange Rate Interaction In
Indonesia : An Empirical Inquiry. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 1 Nomor
2002.
Mansur, Moh. (2004). Pengaruh Indeks Bursa Global terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) Periode Tahun 2000-2002. Jurnal
Sosio Ekonomi 7, Edisi November 2004.
Noer, Azam, Achsani. (2000). Mencermati Kejatuhan Indeks Dow Jones: Akankan Indeks
BEJ Ikut Terseret? Postdam : University of Postdam .
Wondabio, Ludovicus Sensi. (2005). Analis Hubungan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) Jakarta (JSX), London (FTSE), Tokyo (Nikkei) dan Singapura (Ssi). Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang K-AKPM7.
Jogiyanto. 2015. Teori Portofolio dan Ananlisis Investasi. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Ghozali, Imam. (2001). Ananlisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Penerbit
Undip.
Hasibun, Ali Fikri, Taufik. (2011). Pengaruh Indeks Saham Global Terhadap Pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Keuangan dan Bisnis Volume 3 Nomor 3,
Edisi November 2011.

Você também pode gostar