Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dokter Pembimbing :
dr. Uud Saputro, Sp.An
Disusun Oleh :
Wila Fajariyantika
(20110310129)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: Ny. N
Umur
: 60 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Sucen Gemawang
No. CM
: 211371
Tanggal Masuk RS
: 3 April 2016 pukul 22.30
Tanggal Operasi
: 5 April 2016
II.
KEADAAN UMUM
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi
:
:
:
:
:
III.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri Perut, tidak bisa BAB
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan mengeluhkan nyeri perut dan tidak bisa BAB 3 hari SMRS. Pas
ien juga tidak dapat kentut. 1 hari SMRS, pasien mengalami diare. Pusing (-), De
mam (-), mual (+), muntah (+), penurunan kesadaran (-), buang air kecil tidak ad
a perubahan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi disangkal
Riwayat mondok di rumah sakit disangkal
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat asma atau sesak nafas disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Pasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonsu
msi obat-obatan apapun.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus atau kencing manis disangkal
Riwayat penyakit hipertensi atau darah tinggi disangkal
IV.
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor 3 mm,
Hidung
: Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga
: Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal, sekret (-/-)
Mulut
: Bibir kering (+), pucat (-), pecah-pecah (-).
Leher
: Deformitas (-), tanda inflamasi (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Thorak
: Inspeksi
: dinding dada simetris (+), sikatrik (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-), fremitus normal kanan kiri,
krepitasi (-)
Auskutasi
: vesikuler +/+, ronki basah halus -/-, ronki basah kasa
r -/-, suara jantung S1 dan S2 normal.
Perkusi
: sonor, batas jantung normal
Abdomen : Inspeksi
: distensi abdomen (+), Darm contour (-), Darm steifung
(-)
Auskultasi
: Bising Usus (+) meningkat
Palpasi
: Nyeri Tekan (+)
Perkusi
: Hipertimpani
Ekstremitas
:
Status Lokalis : deformitas -/PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HB
: 9,9 %
HT
: 30
AT
: 464 ribu
AL
: 6,1 ribu/ mmk
Netrofil
: 78,6
Limfosit
: 7,7
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Abdomen 3 posisi : Kesan : tampak adanya obstruksi letak tinggi
VI.
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium, maka:
Diagnosa pre-operatif : Ileus Obstruktif
VII.
TINDAKAN ANESTESI
Keadaan pre-operarif
: Pasien sudah terpasang NGT sejak tanggal 3 April 2016.
Keadaan pasien tampak kesakitan, kooperatif, tensi 160/ 100 mmHg, nadi 85 x/ me
nit
Jenis Anestesi : anestesi umum, semi closed, general endotracheal anestesi deng
an ET oral no: 6,5 respirasi kontrol.
Premedikasi yang diberikan : 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, dib
erikan premedikasi berupa Sulfas Atropine 0,25mg, Sedakum 2,5 mg, fentanyl 100 m
cg
Anestesi yang diberikan
:
Induksi anestesi ( jam 8.00)
Untuk induksi digunakan recofol 100 mg. Setelah itu pasien diberi O2 murni selam
a 1 menit, disusul pemberian tramus setelah terjadi relaksasi kemudian dilakukan
intubasi melalui oral dengan ET no. 6,5. Setelah di cek pengembangan paru dan s
uara nafas paru kanan dan kiri sama, ET di fiksasi dan dihubungkan dengan sistem
apparatus anestesi. Pernafasan pasien dibantu sampai terjadi nafas spontan.
Maintenance
Untuk mempertahankan status anestesi digunakan kombinasi O2 3 L/ menit, N2O 3 L/
menit, Sevoflurene. Selain itu juga diberikan ondansetron 8 mg. Selama tindakan
anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa di kotrol setiap 5 meni
t. Tekanan darah sistolik berkisar antara 94-120 mmHg, dan 47-80 mmHg untuk dias
tolik, nadi berkisar antara 80-95 x/ menit. Infus RL dan diberikan pada penderit
PEMBAHASAN
Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai h
ilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Tindakan anesthes
ia yang memadai, meliputi 3 komponen:
1.
Hipnotik
2.
Analgesik
3.
Relaksasi
Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah sebelumnya adalah dilakukan premedi
kasi yaitu tindakan awaln anesthesia dengan memberikan obat-obat pendahuluan yan
g terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik, sedatif, dan analgetik. Tujua
n dari pemberian obat-obatan premedikasi adalah:
1.
Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa takut
, tegang, dan khawatir: bebas nyeri dan mencegah mual muntah.
2.
Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus.
3.
Memudahkan/memperlancar induksi.
4.
Mengurangi dosis obat anesthesia.
5.
Mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah.
A.
Premedikasi
Sulfas Atropin 0,25 mg sebagai Antikolinergik
Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat menekan/mengham
bat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.
Tujuan utama pemberian obat golongan antikholinergik untuk premedikasi adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
Mekanisme kerja
Menghambat mekanisme kerja asetilkholin pada organ yang diinervasi oleh serabut
saraf otonom parasimpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter ase
tilkholin.
Sulfas Atropin merupakan obat golongan alkaloid belladonna. Obat ini menghambat
muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh asetilkholin pada sel efektor
organ terutama pada kelenjar eksokrin, otot polos dan otot jantung. Sulfas Atro
pin lebih dominan pada otot jantung, usus, dan bronkus.
Efek terhadap susunan saraf pusat
Sulfas Atropin tidak menimbulkan depresi susunan saraf pusat .
Efek terhadap respirasi
Menghambat sekresi kelenjar pada hidung,mulut, faring, trakea, dan bronkus, meny
ebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, menyebabkan relaksasi otot polos bronkus
dan bronkiolus.
Efek terhadap kardiovaskular
Menghambat aktivitas vagus pada jantung, sehingga denyut jantung meningkatm teta
pi tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah. Pada hipotensi karena refleks
vagal, pemberian obat ini meningkatkan tekanan darah.
Efek terhadap saluran cerna
Menghambat sekresi kelenjar liur sehingga mulut terasa kering dan sulit menelan,
mengurangi sekresi getah lambung sehingga keasamanlambung bisa dikurangi. Mengu
rangi tonus otot polos sehingga motilitas usus menurun.
Efek terhadap kelenjar keringat
Menghambat sekresi kelenjar keringat, sehingga menyebabkankulit kering dan badan
terasa panas akibat pelepasan panas tubuhterhalang melalui proses evaporasi.
Cara pemberian dan dosis
1.
Intamuskular, dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum induksi.
2.
Intravena, dengan dosis 0,005 mg/kgBB, diberikan 5-10 menit sebelum indu
ksi.
Kontra Indikasi:
Demam, takikardi, glaucoma, tirotoksikasis.
Kemasan dan sifat fisik
Dikemas dalam bentuk ampul 1 ml mengandung 0,25 dan 0,50 mg. Tidak berwarna dan
larut dalam air.
Sedakum 2,5 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, ind
uksi dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja
cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pas
ien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan per
nafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit
setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan
keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisny
a 0,025-0,05 mg/kgBB.
Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit
Fentanyl
Fentanyl adalah opioid sintetik yang secara struktur mirip dengan meperidin. Pot
ensial analgesiknya 75-125 kali lebih besar daripada morfin. Mempunyai onset dan
durasi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan morfin hal ini dikarenakan kel
arutan lemak fentanyl yang tinggi. Fentanyl dimetabolisme dengan cara metilasi m
enjadi norfentanyl, hydroksipropionil-fentanyl dan hidroksinorpropionil-fentanyl
. Diekskresi melalui urin dan dapat dideteksi 72 jam setelah pemberian iv. Namun
<10% tetap tidak termetabolisme dan diekskresikan melalui urin. Setelah pemberi
an bolus iv, fentanyl tersebar terutama pada organ yang kaya vaskularisasi seper
ti otak, paru-paru dan jantung. Dosis fentanyl 2-20 g/kgBB seringkali diberikan s
ebagai adjuvant anestesi inhalasi pada saat operasi. Pemberian intratekal juga m
emberikan respon yang memuaskan terutama pada dosis 25 g. Terdapat juga sediaan o
ral transmukosa fentanyl 15-20 g/kgBB untuk anak-anak 2-8 tahun yang diberikan 45
menit sebelum induksi anestesi. Fentanyl juga diberikan transdermal dengan sedi
aan 12,5-100 g yang ditujukan terutama pasien postoperatif serta pasien dengan ny
eri kanker. Jika dibandingkan dengan morfin, fentanyl kurang menyebabkan pelepas
an histamin namun lebih sering mencetuskan bradikardi. Pemberian fentanyl iv sec
ara cepat dapat mencetuskan otot rigid, batuk bahkan kejang. Fentanyl juga dapat
meningkatkan tekanan intrakranial hingga 6-9 mmHg oleh karena efek vasodilatasi
.
B.
Induksi
Tramus (Atracurium)
Tramus merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Pelumpuh otot non depolari
sasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-koli
nergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin men
empatinya sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. Mula kerja dan lamanya terga
ntung pada dosis yang diberikan. Pada dosis untuk intubai endotrakea, mula kerja
nya 2-3 menit setelah suntikan tunggal intravena, sedangkan lama kerjanya berkis
ar 15-35menit.
Atrakurium mengalami metabolism didalam darah atau plasma melalui reaksi kimia y
ang unik yang disebut dengan reksi Hoffman yang tidak tergantung pada fungsi hat
i atau ginjal, sehingga penggunaannya pada penyakit ginjal atau hati tidak memer
lukan perhatian khusus. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang,
sehingga masa kerjanya singkat. Tidak mempengaruhi fungsi kardiovaskular, sehing
ga merupakan pilihan pada pasien yang menderita kelainan fungsi kardiovaskular.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan sesudah masa kerjanya b
erakhir, atau apabila diperlukan dapat diberikan obat antikholinesterase.
Dosis dan cara pemberiannya:
1.
Untuk intubasi endotrakea, dosisnya 0,5
0,6 mg/kgBB, diberikan secara in
travena.
2.
Untuk relaksasi otot pada saat pembedahan, dosisnya 0,5
0,6 mg/kgBB,dibe
rikan secara intravena.
3.
Pada keadaan tertentu, dapat diberikan secara infus tetes kontinyu.
Recofol 100 mg (Profofol)
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakt
er recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupa
kan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan k
epekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmi
si neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang be
kerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis
sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosi
s untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang dibe
rikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara sunt
ikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberia
n harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55
tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesa
n juga lebih lambat
Maintanance
a.
N2O (Nitrous Oksida)
Kemasan dan sifat fisik
N2O diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 250C (NH4 NO3?2H2O + N2O).
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terba
kar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Absorpsi, distribusi dan eliminasi
Berdasarkan saturasinya di dalam darah, absorpsi N2O dalam darah bertahap; Pada
5 menit pertama absorpsinya mencapai saturasi 100% dicapai stelah 5 jam. Pada ti
ngkat saturasi 100% tidak ada lagi absorpsi dari alveoli dan dalam darah. Pada k
eadaan ini konsentrasi N2O dalam darah sebanyak 47 ml N2O dalam 100 ml darah.
Di dalam darah, N2O tidak terikat dengan hemoglobin tetapilarut dalam plasma den
gan kelarutan 15 kali lebih besar dari kelarutan oksigen. N2O mampu berdifusi ke
dalam semua rongga-rongga dalam tubuh, sehingga bisa menimbulkan hipoksia-difus
i apabila diberikan tanpa kombinasi dengan oksigen, oleh karena itu setiap mempe
rgunakan N2O harus selalu dikombinasikan dengan oksigen.
Terhadap sistem saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai efek hipnotik. Khasiat analgesianya rel
atif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Efeknya terhadap tekanan intracra
nial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anesthesia yang lain. Terhadap s
usunan saraf otonom, N2O merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan
perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.
Terhadap sistem organ yang lain
Pada pemakaian yang lazim dalam praktek anesthesia, N2O tidak mempunyai pengaruh
negatif terhadap sistem kardiovaskular, hanya sedikit menimbulkan dilatasi pada
jantung. Terhadap system respirasi, ginjal, system reproduksi, endokrin dan met
abolism serta system otot rangka tidak mengalami perubahan, tonus otot tetap tid
ak berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.
Efek Samping
?
N2O akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton terutama se
telah diberikan premedikasi narkotik.
?
Kehilangan pendengaran pasca anesthesia, hal ini disebabkan oleh karena
adanya perbedaan solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekana
n pada rongga telinga kanan.
?
Pemanjangan proses pemulihan anastesia akibat difusinya ke tubuh seperti
misalnya pneumothoraks.
?
Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga bisa
menyebabkan anemia aplastik.
?
Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur embrio 8 hari
6 minggu, yang dianggap periode kritis.
?
Hipoksia difusi pasca anesthesia.Hal ini terjadi sebagai akibat dari sif
at difusinya yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pa
da akhir anesthesia, oksigenasi harus diperhatikan.
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anastesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesi umum yan
g selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan antara N2O dan O2 =
70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjungan o
ksigen lebih banyak) atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Dosis unt
uk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%:80%, untuk induk
si 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.
b.
Sevoflurene
Sevofluran adalah suatu obat anestesi umum inhalasi derivat eter dengan kelaruta
n dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluran dan isofluran.
Rendahnya kelarutan serta tidak adanya bau yang menyengat menyebabkan induksi in
halasi berjalan dengan cepat dan mulus, juga kelarutan dalam darah yang rendah m
enyebabkan pemulihan berjalan dengan cepat.
Dibandingkan dengan Desfluran, Sevofluran mempunyai MAC yang lebih rendah (2,05)
.
Desfluran mempunyai kelarutan yang lebih rendah, akan tetapi, iritasi jalan nafa
s lebih besar dengan Desfluran, maka obat anestesi inhalasi yang paling cocok un
tuk teknik VIMA adalah Sevofluran.
Tidak ada iritasi saluran nafas, sehingga induksi berjalan lancar. Kejadian irit
asi saluran nafas serta kelarutan lebih rendah daripada halotan, sehingga induks
i inhalasi (baik untuk pediatrik atau dewasa) akan lebih cepat dengan sevofluran
daripada dengan halotan.
Pada induksi inhalasi kejadian batuk, menahan nafas, spasme laring, eksitasi leb
ih rendah daripada halotan, sehingga VIMA dengan Sevofluran akan lebih menyenang
kan daripada dengan halotan.
Sevoflurane merupakan suatu eter isopropil berflourinasi yang tidak menyala. Mem
punyai tekanan uap sekitar 162 mm Hg pada 20 C dan mendidih pada 56,5 C, dalam ha
l ini sevofluran serupa dengan anestertik volatil lainnya dan diberikan melaui v
aporisator standar.kurang poten dibanding isofluran dengan MAC dalam oksigen seb
esar 0,66 %.
Koefisian partisi darah / gas pada 37 C adalah 0,59, kelarutan yang menengah dal
am darah ini menimbulkan induksi anestesia yang cepat. Sevoflurane kurang bersif
at iritan terhadap saluran pernafasan bagian atas dibanding desfluran, pada indu
ksi menyebabkan lebih sedikit batuk dan laringospasme. Setelah pemberian 30 meni
t, ratio konsentrasi alveolar terhadap konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,85
dibandingkan dengan 0,99 untuk oksida nitrosa dan 0,73 untuk isoflurane.
Efek samping
?
Dapat menimbulkan depresi system cardiovaskuler dan respirasi seperti ob
at-obatan anestesi halogen yang lain.
?
Menimbulkan rasa mual dan muntah pada masa pasca bedah/anestesi sama sep
erti obat anestesi inhalasi lain.
?
Pada anak-anak sering terjadi hypotensi.
?
Pada orang tua dapat terjadi hypotensi dan bradikardi.
?
Dapat terjadi tetapi jarang: somnolen, menggigil, rasa pusing, bradikard
i, salivasi meningkat, gangguan respirasi, hypertensi tachycardia, laringismus,
demam, sakit kepala, hypothermia.
?
Terjadi kadang-kadang : arrhythmia, peningkatan LDH, peningkatan SGPT, h
ypoxia, apnoe, leukositosis, ventriculer extrasystole, supraventricular extrasys
tole, asthma, retensio urinae, peningkatan creatinin, glycosuria, atrial fibrila
si, AV Block, begeminus, leukopeni.
?
Dapat terjadi tetapi sangat jarang : kejang-kejang terutama pada anak-an
ak. Juga terjadinya melignant hyperthermia dan kegagalan fungsi ginjal akut.
D.
Intubasi Endotracheal
Tujuan dilakukan tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran
trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspiras
i, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pad
a dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal:
a.
Mempermudah pemberian anestesia.
b.
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelanca
ran pernafasan.
c.
Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d.
Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e.
Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f.
Mengatasi obstruksi laring akut.
g.
Obat.
- Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang mel
ibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi p
asien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipas
inya.
- Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahanyang ada di
antisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnyakomplikasi anestesi dap
at ditekan seminimal mungkin.
- Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti ba
ik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
- Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsungdengan baik
meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntens
if,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
:
:
:
:
Wila Fajariyantika
20110310129
Dr. Uud Saputro, Sp.An M.Sc
RSUD Temanggung