Você está na página 1de 9

Atropin

1.

Latar belakang

Atropin adalah senyawa berbentuk kristal putih,rasa sangat pahit,titik lebur 115 dan
terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin merupakan antagonis reseptor kolinergik
yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura stramonium L dan tanaman lain dari family
Solanaceae. (mursidi,1989)
Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau
parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek
asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat
reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau
pemberian antikolinesterase. (Achmad, 1986)
Mekanisme kerja Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara
reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat
diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini
menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada
reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil
siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya. (Jay dan Kirana,
2002)
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat,
merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang
respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi,
halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek
atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat
mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler
(jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan
darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran
pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung,
sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga
menyebabkan retensi urin (Hidayat, 2005)

Nama

&

Struktur

Kimia

(Sinonim)

atropin

adalah

Atropine

sulfate;

a-

(Hydroxymethyl)benzeneacetic acid 8-mehtyl-8-azabicyclo(3.2.1)oct-3-yl ester tropine


topate, d,l- hyosciamine. C17H23NO31/2H2O4S. Kelarutannya : 1 g larut dalam 400 ml
air,50 ml air panas,3 ml etanol,60 ml eter dan dalam 1 ml kloroform. Atropin sulfat mudah
larut dalam air.
(mursidi, 1989)
2.

Fitokimia

Atropin adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak di temukan pada famili solanaceae
salah satunya adalah kecubung (datura metel linn).Kecubung (Datura metel linn) merupakan
tumbuhan C3. Pada Datura metel, fiksasi karbon awal terjadi melalui rubisco, enzim siklus
Calvin yang menambahkan CO2 pada ribulosa bisfosfat. Disebut tumbuhan C3 karena produk
fiksasi karbon organik pertama adalah senyawa berkarbon tiga, 3-fosfogliserat. Pada tanaman
ini banyak mengandung alkaloid salah satunya adalah atropin. (Fahn, 1995)
Atropin yang di peroleh pada tanaman kecubung (datura metel,linn) termasuk dalam
metabolit sekunder jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang
terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu
sehingga metabolit sekunder ini banyak di gunakan sebagai obat.(robinson, 1991)
Pada umumnya alkaloid mengandung satu atom nitrogen, akan tetapi beberapa alkaloid
(misalnya ergometrin,fisostigmin,kafein) mempunyai lebih dari satu nitrogen dalam
molekulnya. Atom nitrogen dapat sebagai amin primer (RNH),amin sekunder (RNH),amin
tersier (R3N),senyawa amonium kuartener (R4NX). (Mursidy, 1989)
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol.
Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara
suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol.
Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur
poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid (Sovia, 2006).
Sedangkan biosintesis dari atropin adalah ornithine disatukan secara stereospesifik
membentuk cincin pyrrolidine. Sisa 3 atom C diperoleh dr asetat menghasilkan separuh

piperidine. Metilasi via transmetilasi S-adenosilmetionin menyempurnakan inti tropin


(Mannito, 1981). Fenilalanin merupakan prekursor tropic acid. Rantai samping fenilalanin
mengalami penataan ulang intramolekuler selama proses konversi. Esterifikasi tropic acid
dengan tropine menghasilkan atropin dan hyoscyamine. (harbert, 1995)
3.

botani

Senyawa atropin ini dihasilkan dari tanaman kecubung (datura metel,linn.) yang
mempunyai taksonomi tanaman sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Filum

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Solanales

Familia

: Solanaceae

Genus

: Datura

Spesies

: Datura metel

Sinonim

: Datura fastuosa, Linn. D. alba, Ness. D. fastuosa, Linn. Var alba C.B.Clarke.
Daturae folium, Hindu datura, Datura sauveolens, Datura stramonium,
Hyoscyamus niger,Black Henbane, Devil's Trumpet, Metel, Downy ThornApple.

Nama Lokal : Kecubung (Jawa, Sunda), Kacobhung (Madura), Bemebe (Madura), Bulutube
(Gorontalo),

Taruapalo

(Seram),

(Halmahera,

Ternate),

Padura

Tampong-tampong
(Tidore),

(Bugis),

Karontungan,

Kecubu

Tahuntungan

(Minahasa).
Nama Melayu: Kechubung, Terung pengar, Terung pungak. (steenis, 1982)
Salah satu genus dari famili solanaceae yaitu datura yang juga dikenal dengan
kecubung merupakan salah satu genus yang tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah

yang beriklim kering, biasanya sebagai tumbuhan liar di tempat terbuka pada tanah berpasir
yang tidak begitu lembab, dari dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan laut (Steenis,
1985). Tumbuhan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena tumbuhan ini
menghasilkan berbagai jenis senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologi di antaranya
adalah Mengandung 0,3-0,43% alkaloid, 85% saopolamine, dan 15% hyosciamine dan
atropin, tergantung dari varietas, lokasi dan musim. Isolasi dari alkaloidnya terdapat senyawa
metil kristalin yang mempunyai efek relaksan pada otot lurik (otot gerak). Perbanyakan
tanaman ini dengan melalui biji dan stek. (Anonim, 1985)

Ciri ciri dari tanaman ini adalah sebagai berikut :


Cabang

: Cabangnya banyak dan mengembang ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk


ruang yang lebar. Tinggi dari tumbuhan kecubung 0,5-2 m.

Daun

: Berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, dan pada bagian tepinya berlekuk lekuk
tajam dan letaknya berhadap-hadapan. Serta ujung dan pangkal meruncing dan
pertulangannya menyirip. Daun Kecubung berwarna hijau.

Bunga

: Bunga Kecubung tunggal menyerupai terompet dan berwarna putih atau


lembayung. Mahkotanya berwarna ungu. Panjang bunga lebih kurang 12-18 cm.
Bunga bergerigi 5-6 dan pendek. Tangkai bunga sekitar 1-3 cm. Kelopak bunga
bertaju 5 dengan taju runcing. Tabung mahkota berbentuk corong, rusuk kuat,
dan tepian bertaju 5. Taju dimahkotai oleh suatu runcingan. Benang sari
tertancap pada ujung dari tabung mahkota dan sebagai bingkai berambut
mengecil ke bawah. Bunga mekar di malam hari. Bunga membuka mnjelang
matahari tenggelam dan menutup sore berikutnya.

Buah

: Buah Kecubung hampir bulat yang salah satu ujungnya didukung oleh tangkai
tandan yang pendek dan melekat kuat. Buah Kecubung bagian luarnya dihiasi
duri-duri pendek dan dalamnya berisi biji-biji kecil warna kuning kecoklatan.
Diameter buah ini sekitar 4-5 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau,
sedangkan yang sudah tua berwarna hijau tua. Bakal buah dalam paroan bawah
beruang 4 dan pada puncak beruang 2. Buah duduk pada dasar bunga yang

menebal dan melebar ditambah sisa-sisa dari kelopak. Buah berbentuk bola,
dinding pada waktu masak terpecah kecil-kecil dan tidak teratur.
Biji

: Berwarna kuning cokelat, gepeng berbentuk telinga, berbintik atau bersaluran


(tidak terang).

Akar

: Akar Kecubung adalah sistem perakaran tunggang. (Fahn, 1995)

4. farmakologi dan kegunaan dalam klinik


Kecubung (Datura metel L.) sangat terkenal sebagai obat untuk berbagai penyakit. Selain
hampir semua bagian tanaman kecubung dapat diracik untuk obat , tapi yang banyak
digunakan adalah daunnya (widayati, 1992). Penelitian sebelumnya telah membuktikan
bahwa daun kecubung mengandung alkaloida atropina yang dapat di gunakan dalam
pengobatan dengan memanfaatkan senyawa-senyawa atropin yang dilaporkan memiliki
berbagai aktifitas biologis yang menarik, seperti di antaranya dapat di gunakan sebagai
antiasmatik (gibbs, 2000), antireumatik (anonim, 2006), antispasmodik, mydriasis dan
cyclopedia pada mata (jones, 1987),analgetik (anonim, 2004), antitusif dan antidote untuk
keracunan organophosphor.
Selain digunakan sebagai tanaman obat, kecubung ( datura metel.,linn) juga dapat di
gunakan untuk mengobati ketombe dengan cara mencampur 7 helai daun Kecubung (kering)
dan 5 sendok makan minyak kelapa, di masukkan dalam botol dan di tutup, kemudian di
panaskan di bawah sinar matahari selama 7 hari.
Atropin dan kebanyakan obat-obat antimuskarinik tersier diabsorbsi dengan baik dari
usus dan dapat menembus membrane konjuktiva. Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap,
seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit utuh
dan mata tidak mudah. (Jay dan Kirana, 2002)
Atropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah
penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1
jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek
perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.

Atropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam
kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam
urine kebanyakan sebagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi
parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot
siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih. Spesies tertentu, terutama kelinci memiliki
enzim khusus satropin esterase yang membuat proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine
dengan mempercepat metabolisme obat. Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam
keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam. (Betram, 2004)
5. farmasetik
Bentuk sediaan yang sering digunakan dalam pengobatan herbal adalah dalam bentuk
kapsul dan Jika digunakan dalam bentuk ekstrak maka ekstrak perlu diformulasi lebih dahulu
dengan menggunakan bahan tambahan yang sesuai untuk sediaan salep atau pil, dan dapat
juga digunakan dalam bentuk rebusan, yaitu daun kecubung direbus dengan menggunakan
air kemudian setelah mendidih disaring selagi panas, air hasil rebusan dapat digunakan
sebagai obat minum. (Ming, 1999)
Dengan injeksi intra vena 300 600 mcg , segera sebelum induksi anestesia, anak-anak
20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Pemberian injeksi subcutan atau intramuscular 300 600
mcg 30 60 menit sebelum induksi; anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Intraoperative bradicardia , pemberian injeksi intravena, 300 600 mcg (dosis yang lebih besar
pada kondisi emergensi); anak-anak (unlicensed indication) 1- 12 tahun 10 -20 mcg/kg Untuk
mengendalikan efek muskarinic pada penggunaan neostigmin dalam melawan penghambatan
neuromuskular kompetitif , pemberian injeksi intravena 0,6 1,2 mg ; anak-anak dibawah 12
tahun (tetapi jarang digunakan) 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg) dengan neostigmin 50
mcg/kg. (Anonim, 2000)

6.teknik fitokimia

Prosedur ekstraksi mengacu pada penelitian Guswenrivo et al. (2005) dan Prianto et al.
(2005) ), daun Kecubung dikeringkan lalu dihancurkan menjadi serbuk dengan ukuran 40
mesh. Selanjutnya ditimbang 250 gram serbuk daun serta 150 gram daun Kecubung lalu
diekstrak menggunakan n-Hexana selama 24 jam pada temperatur kamar. Banyaknya pelarut
organik yang dipergunakan adalah 6:1 terhadap berat contoh serbuk Kecubung. Residu dari
ekstrak dengan n-hexana, dipergunakan kembali untuk diekstrak dengan menggunakan
pelarut etil asetat, aseton, dan metanol secara bergantian dengan cara yang sama. Hasil
masing-masing ekstrak dievaporasi pada temperatur lebih kurang 40C sampai kering.

7.Metode analisis
analisis kualitatif
Analisis kualitatif ini di gunakan untuk mengidentifikasi atropin, metode yang di
gunakan dalam analisis kualitatif ini adalah sebagai berikut :
1.
2.

reaksi warna : dengan pereaksi vitali memberikan warna ungu


reaksi kristal : dengan asam pikrat memberikan kristal pipih, titik lebur 175-

3.
4.

176
kromatografi lapis tipis, rf = 0,18 (SI)
spektrum uv : dalam asam sulfat 0,1 N, serapan maksimum 252,258, dan 264

5.

nm
spektra infra merah : pelet KBr : bilangan gelombang : 1035, 1153, dan 1720
cm-1

Identifikasi umum Alkaloid


Pada identifikasi ini, daun kecubung ( sampel ) segar ditimbang sebanyak 4 gram,
dirajang halus dan digerus dalam lumpang dengan bantuan pasir. Digunakan pasir agar
sampel cepat halus, kemudian sampel ditambah kloroform dan digerus lagi sampai
membentuk pasta, lalu ditambah 10 mL larutan amonia kloroform 0,05 N dan sampel

digerus lagi. Kemudian campuran di saring ke dalam tabung reaksi kering, ditambah 5 mL
larutan H2SO4 2N dan dikocok kuat. Larutan didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan yaitu
lapisan atas merupakan lapisan asam sulfat dan lapisan bawah merupakan lapisan kloroform.
dengan menggunakan pipet tetes yang diberi kapas pada ujungnya, diambil lapisan asam
sulfat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil.
Filtrat ini dibagi tiga untuk melakukan uji dengan 3 pereaksi. Tabung reaksi pertama
diuji dengan pereaksi Mayer, Tabung reaksi kedua diuji dengan pereaksi Wagner, dan tabung
reaksi ketiga dengan pereaksi Dragendorf. Menurut teori, tes positif alkaloid dari ketiga
pereaksi tersebut adalah terbentuknya endapan putih / keruh untuk pereaksi Mayer,
terbentuknya endapan coklat untuk pereaksi Wagner dan terbentuknya endapan orange untuk
pereaksi Dragendorf. (Robinson, 1991)
analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif di gunakan untuk mengetahui kadar atropin, metode yang di
gunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah sebagai berikut :
1.

titrasi bebas air


atropin biasanya terdapat sebagai atropin sulfat yang dapat di titrasi
dalam lingkungan bebas air.
Prosedur :
Timbang seksama cuplikan yang mengandung lebih kurang 200 mg
atropin sulfat, larutkan dalam 10 ml air. Tambahkan 4 ml larutan natrium
karbonat, sari berurut-turut dengan 20, 10, 10, dan 10 ml kloroform. Saring
kumpulkan sari kloroform, uapkan di atas tangkas air hingga kering. Larutkan
sisa pengeringan dalam 40 ml asam asetat glasial, tambahkan 10 ml dioksan,
titrasi dengan larutan baku asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator
kristal violet. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 33,84 mg atropin

2.

sulfat.
gravimetri
atropin dapat di endapkan dengan asam silikowolframat memberikan
endapan SiO2.12WO2. 4 atropin. 2H2O, kalau endapan di keringkan pada 105.
Prosedur penetapan sama seperti pada koniin. Kadar atropin di hitung dengan

3.

menggunakan faktor 0,1936.


Argentometri

Selain cara titrasi dengan air, atropin dapat di tetapkan secara


argentometri tak langsung. Pada metode ini atropin di endapkan dengan garam
Reineckate, kemudian ion rodanit yang di bebaskan dari endapan, di titrasi
dengan larutan baku perak nitrat.
Prosedur :
Suatu cuplikan yang di timbang seksama mengandung lebih kurang 6 mg
atropin sulfat di larutkan dalam 2 ml HCL 0,1 N dan 3 ml air. Tambahkan 5 ml
larutan amoniak reineckate 2 %, biarkan dalam air es selama 30 menit.
Endapan di cuci dengan 20 ml air es kemudian di larutkan dalam aseton dan
kertas saring di cuci dengan 40 ml air. Ke dalam gabungan filtrat tambahkan 1
ml larutan fehling B, didihkan selama 10 menit, kemudian dinginkan.
Tambahkan 20 ml asam nitrat kemudian 5 ml 0,1 N larutan baku AgNo 3.
Setelah di aduk kelebihan baku AgNo 3 di titrasi dengan baku tiosianat
menggunakan indikator tawas besi. Tiap ml 0,1 N AgNo 3 setara dengan 8,46
mg atropin. (mursidi, 1989)

Você também pode gostar