Você está na página 1de 14

Apa itu Demensia?

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Ianya satu
terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan,
pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua
orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.

Symptoms of Dementia
Setiap orang akan mengalami demensia dalam cara yang tersendiri. Gejala-gejala termasuklah:

Terlupa tarikh-tarikh

Selalu tersalah simpan barang-barang

Mengulangi soalan

Kerap lupa untuk tutup dapur gas atau paip air

Susah memikirkan perkataan-perkataan yang sesuai bila menerangkan


sesuatu

Sukar melakukan kerja-kerja yang sebelum ini dianggap rutin biasa

Sesat dalam persekitaran yang dikenali dahulunya

Menghadapi masalah memandu

Menghadapi masalah membuat keputusan kewangan

Perubahan angin (perasaan) termasuk keresahan dan kemurungan

Perubahan personaliti seperti peradaban yang kurang sesuai dalam situasi-situasi sosial

Pada peringkat awal, adalah sukar untuk memastikan sama ada terdapat sesuatu yang tidak kena. Adalah
satu kebiasaan bagi orang-orang yang terjejas oleh penyakit Alzheimer (salah satu daripada sebab-sebab
demensia) untuk menafikan yang mereka sedang menghadapi masalah. Ahli-ahli keluarga mungkin akan
mengesyaki ada sesuatu yang tidak kena. Adalah penting untuk mendapatkan bantuan secepat yang
mungkin kerana perubatan boleh membawa kesan yang lebih baik sekiranya dapat dilaksanakan pada
peringkat awal.
Pada peringkat pertengahan, penyeliaan ke atas aktiviti harian yang tertentu diperlukan. Perubahan angin
personaliti mungkin akan menjadi lebih ketara dan bermasalah. Sebagai contohn, mereka mungkin akan
menjadi lebih resah di tengah malam atau akan merayau-rayau dan sesat. Atau mereka akan kehilangan
rasa malu mereka, akan berani menanggalkan pakaian di khalayak ramai atau cuba menjalin hubungan
seks sumbang.
Pada peringkat yang lanjut, penyakit ini disusuli dengan kemerosotan kognitif yang teruk. Orang yang
terjejas akan menjadi acuh tak acuh, keliru dan tidak dapat mengemudi diri dalam rumah sendiri. Orang
tersebut juga akan susah mengawal hawa nafsu dan kehilangan pertuturan yang boleh difahami. Akhirnya
pada peringkat lanjut ini, mereka yang terjejas tidak dapat menjaga diri sendiri dan akan perlu bantuan
dalam semua aspek aktiviti harian.

Apakah sebab-sebab Demensia?


Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkangejala-gejala
demensia. Kesemuanya menyebabkan kematian sel otak. Terdapat
banyak faktor yang mungkin menyebabkan kesan terhadap risiko
pembentukan demensia. Ini termasuk faktor umur, gen, alkohol dan
kecederaan di kepala. Dua jenis sebab utama yang menyebabkan
demensia adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

Artikel Iptek

Demensia pada Usia Muda


dan Produktif
Oleh Dwi Nurviyandari Kusuma Wati

Sudah menjadi pendapat umum


bahwa demensia hanya terjadi
pada lanjut usia (Lansia), namun
kenyataannya demensia dapat terjadi pada
siapa saja dan pada berbagai tingkat usia.
Menjadi pikun dan renta bisa dikatakan
sebagai bagian dari proses penuaan yang
menjadi siklus hidup setiap manusia.
Fenomena pikun dan renta yang dialami

oleh orang lanjut usia menjadi hal yang


dimaklumi dan biasa bagi kita semua.
Walaupun dapat kita temui Lansia yang
tidak mengalami gangguan
memori, fenomena pikun ini sangat luas
terjadi pada Lansia.
Fenomena pikun pada usia muda dan
produktif merupakan hal yang sangat
menakutkan bagi kita semua. Proses ini
berawal dari hal-hal kecil yang terlupakan
dari jadwal harian yang berantakan, kondisi
fisik yang menurun sampai akhirnya tidak
sanggup lagi bekerja dan harus
menghabiskan waktu dirumah.
Pengertian

Makna inti dari demensia pada usia muda


(young onset dementia) dan demensia pada
usia produktif (working onset dementia)
adalah timbulnya gejala demensia berupa
penurunan kognitif dan memori pada orang
dengan usia dibawah 65 tahun.
Pemerintah Inggris menyatakan bahwa saat
ini di Inggris terdapat kurang lebih 18.000
penderita demensia dengan usia di bawah
65 tahun. Data menunjukan adanya
peningkatan angka demensia pada usia
muda. Ditemukan kasus demensia pada
usia 30-an, 40-an, dan 50 tahun bahkan
beberapa pada usia di bawah 10 tahun.
Satu pertiga dari total penyebab demensia
ini adalah penyakit Alzheimer. Penyebab
lain di antaranya adalah penyakit vaskuler,
penyakit Parkinson, penyakit Pick's, sindrom
korsakoff (karena konsumsi alkohol yang
berlebihan), penyakit Huntington, dan
penyakit multiple sclerosis. Pada anak-anak
demensia terjadi karena penyakit genetik
yang salah satu gejala utamanya adalah
kerusakan kognitif, contohnya sindrom
down.
Karakteristik Penderita
Berikut ini adalah karakteristik khusus dari
penderita demensia pada usia muda dan
produktif. Pada umumnya mereka masih
aktif bekerja saat diagnosis dinyatakan dan
masih memiliki tanggung jawab atas anak
dan keluarga. Secara fisik mereka adalah
orang yang fit dan aktif. Jarangnya kasus
demensia pada tingkat usia ini membuat
mereka tidak bisa menerima mengapa
demensia harus mereka derita.
Renta bukanlah karakteristik penderita
demensia pada usia muda, justru
kebalikannya, pada beberapa orang,
demensia terjadi saat mereka merasa pada
puncak kehidupannya. Pada saat itu
pekerjaan dan penghasilan mereka sangat
besar dibandingkan tahapan usia
sebelumnya. Di kantor mereka berada pada
posisi middle bahkan top manager yang
dipandang oleh semua orang. Di lingkungan
keluarga pun mereka menjadi figur yang
dibanggakan oleh istri dan anak-anaknya.
Karakteristik inilah yang menjadikan
demensia pada usia muda dan produktif

menjadi lebih berat dan membutuhkan


perawatan yang lebih kompleks.
Tanda dan Gejala
Menurunnya daya ingat adalah tanda
penting dari demensia. Pada kondisi normal
kita terkadang lupa meletakkan kunci
ataupun kacamata, namun segera dapat kita
temukan kembali tanpa respon yang
berlebihan. Pada penderita demensia, kasus
"lupa" ini menjadi bagian keseharian yang
tidak bisa lepas. Ketika seorang demensia
kehilangan kunci, kacamata atau dompet
maka respon yang muncul dapat berupa
panik berlebihan, menyalahkan orang lain
telah mengambilnya atau memindahkan
barang tersebut. Ketika benda-benda yang
dicari dapat ditemukan, mungkin saja
respon yang muncul berikutnya adalah
mereka tidak mengerti apa kegunaan kunci,
kacamata dan dompet itu, mereka kadang
terlupa untuk apa mereka memerlukan
benda-benda itu.
Penderita demensia pada usia muda yang
masih aktif bekerja seringkali melakukan
kesalahan dalam jadwal kerja. Sekalipun
tertulis dalam agenda, mereka dapat saja
tidak hadir pada sebuah meeting karena
terlupa akan jadwal tersebut. Hal ini sangat
mempengaruhi performance kerja, dan
bahan pembicaraan teman sekantor.
Gangguan orientasi waktu dan tempat
seringkali dialami oleh penderita demensia.
Penderita demensia pada usia muda
merasa mereka masih mampu melakukan
segala hal, didukung fisik yang kuat, mereka
sering kali tidak menghiraukan gejala
demensia ini. Mengemudi mobil adalah
sebuah kebiasaan yang telah mereka
lakukan selama bertahun-tahun, mereka
tidak pernah mengalami kecelakaan
ataupun hal-hal lain yang membahayakan.
Ketika demensia terjadi mereka dapat
dengan tiba-tiba terlupa kemana mereka
akan pergi dan sedang berada dimana saat
itu, terkadang mereka tersesat di jalan yang
setiap harinya mereka lalui. Hal ini tentu
sangat berbahaya mengingat mereka
sedang mengemudi mobil di jalan raya yang
ramai.
Ketidakmampuan menyusun kata menjadi
kalimat yang benar, menggunakan kata

yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,


mengulang kata atau cerita yang sama
berkali-kali juga adalah tanda dari
demensia. Penurunan kemampuan
berbahasa ini sangat berpengaruh pada
pekerjaan yang banyak menuntut
komunikasi dengan orang lain, salah paham
sering kali terjadi akibat penggunaan kata
yang kurang tepat.
Ekspresi yang berlebihan juga ditunjukkan
oleh orang dengan demensia. Mereka akan
menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, begitu pula akan marah
besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain. Penderitapun kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul seperti: rasa takut dan
gugup yang tidak jelas penyebabnya.
Demikian berat apa yang dialami oleh
penderita demensia, terutama pada usia
yang masih muda dan produktif untuk
bekerja. Perjalanan penyakit ini sangatlah
lambat dan kadang tidak dirasakan baik oleh
penderita maupun orang-orang di
sekitarnya. Dampak demensia tidak hanya
akan mengenai pada penderita seorang
saja, melainkan keluarga dan orang-orang
terdekat juga akan merasakannya. Kenalilah
tanda dan gejala demensia sejak awal dan
jangan ragu untuk melakukan pemeriksaan
ke Rumah Sakit (RS). Serangkaian test
akan dilakukan untuk mendiagnosa anda.
Berat sekali menerima kenyataan bahwa
kita atau orang yang kita kenal dan sayangi
terkena penyakit ini. Namun menyerah
begitu saja bukan pula menjadi sebuah
solusi. Sedari dini mengetahui penyakit dan
melakukan perawatan yang tepat dapat
memperlambat proses kerusakan otak yang
dialami oleh penderita demensia.
Berbagai hal masih dapat disiasati agar
kehidupan sosial para penderita demensia
ini tidak berhenti seiring dengan vonis
demensia yang diderita. Dimulai dengan
membuat catatan detail aktivitas sehari-hari,
meletakkan barang selalu pada tempatnya,
memberikan petunjuk penggunaan pada
setiap barang dan menggunakan tanda
pengenal ketika akan pergi jauh tanpa
teman. Hal-hal yang telah disebutkan tadi
dapat dilakukan dengan dukungan penuh
dari seluruh keluarga. Pengertian harus

diberikan sejak awal kepada keluarga


terutama anak-anak, sehingga
kebersamaan dalam menghadapai
kenyataan demensia akan lebih ringan bagi
penderita.
Keluarga sebagai support terpenting bagi
penderita demensia akan dapat lebih
berempati dengan mempelajari lebih dalam
tentang demensia. Berusaha untuk selalu
tetap tenang dan sabar dalam menghadapi
penderita, mencurahkan kasih sayang dan
berusaha memahami apa yang dirasakan
penderita dapat sangat membantu dalam
perawatan penderita demensia. Perlakukan
penderita demensia sebagaimana biasa,
tetap hormati dan usahakan untuk tidak
berdebat dengan penderita. Bantu mereka
dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
lambat laun akan mengalami penurunan.
Jelaskan kondisi penderita pada setiap tamu
atau teman yang datang agar mereka dapat
ikut mendukung perawatan penderita.
Pencegahan
Sampai dengan saat ini demensia belum
dapat disembuhkan, pengobatan dan
perawatan yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi tanda dan gejala serta
mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimiliki, hal ini diharapakan dapat
menurunkan laju kerusakan otak yang
dialami penderita demensia.
Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah dengan menjaga
ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak. Secara teknis
dua hal diatas dapat kita lakukan dengan
mencegah masuknya zat-zat yang dapat
merusak sel-sel otak seperti alcohol dan zat
adiktif yang berlebihan kedalam system
tubuh kita.
Mengoptimalkan fungsi otak dengan
membaca buku yang merangsang otak
untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari. Melakukan kegiatan yang dapat
membuat mental kita sehat dan aktif salah
satunya dapat dengan memperdalam ilmu
agama. Mengurangi stress dalam pekerjaan
dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak
kita tetap sehat.

Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai
gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada
tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson
(2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga
terjadi perubahan kepribadian dan tingkah
laku.
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa
penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah
tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar
tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab
utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen
penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana
sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan
membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir.
Gejala Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita
demensia adalah adannya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan
ini adalah Lansia dengan usia enam puluh
lima tahun keatas. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang
menonjol pada tahap awal, mereka
sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan

degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan


oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal
tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa
itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan
oleh orang-orang terdekat yang tinggal
bersama, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu
lebih banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar
di balik penurunan daya ingat yang dialami
oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul
biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan
dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa
Lansia penderita demensia ke rumah sakit
di mana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan
dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki
kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan
mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima
jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar
belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental
dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga
tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia


memunculkan perubahan tingkah laku
yang semakin mengkhawatirkan,
sehingga perlu sekali bagi keluarga
memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia

penderita demensia. Pemahaman


perubahan tingkah laku pada demensia
dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar
merawat mereka. Perubahan tingkah
laku (Behavioral symptom) yang dapat
terjadi pada Lansia penderita demensia
di antaranya adalah delusi, halusinasi,
depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998)
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat
penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup
bersama dengan penderita demensia bukan
hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus
baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan
dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat
secara teratur. Ini sangat membantu dalam
menekan laju kemunduran kognitif yang
akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu
semua kebutuhan harian Lansia, sehingga
Lansia cenderung diam dan bergantung
pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam
membantu Lansia agar dapat seoptimal
mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya
secara mandiri dengan aman. Melakukan
aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa
demensia dapat mengurangi depresi yang
dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia
memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam kita
mengurus mereka, mungkin mereka tidak
akan pernah mengenal dan mengingat siapa
kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih

setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.


Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa
yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan
gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota
keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan
bersosialisasi dengan teman-teman lain
dapat menghindarkan stress yang dapat
dialami oleh anggota keluarga yang
merawat Lansia dengan demensia.
Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia
dapat terbangun dari tidur malamnya dan
panik karena tidak mengetahui berada di
mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini
keluarga perlu membuat Lansia rileks dan
aman. Yakinkan bahwa mereka berada di
tempat yang aman dan bersama dengan
orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat,
genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap
dewasa dan menenangkan. Berikan
minuman hangat untuk menenangkan dan
bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan
sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak
memahaminya. Tindakan tersebut dapat
saja membahayakan dirinya sendiri maupun
orang lain. Mereka dapat saja menyalakan
kompor dan meninggalkannya begitu saja.
Mereka juga merasa mampu
mengemudikan kendaraan dan tersesat
atau mungkin mengalami kecelakaan.
Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi
atau menggunakan pakaian berlapis-lapis
pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang
Lansia dengan demensia bertanya sesuatu
yang sama berulang kali walaupun sudah
kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang
sama disampaikan. Menciptakan lingkungan
yang aman seperti tidak menaruh benda
tajam sembarang tempat, menaruh kunci
kendaraan ditempat yang tidak diketahui
oleh Lansia, memberikan pengaman

tambahan pada pintu dan jendela untuk


menghindari Lansia kabur adalah hal yang
dapat dilakukan keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia di rumahnya.
Kesimpulan
Demensia adalah kumpulan gejala yang
ditandai dengan penurunan kognitif,
perubahan mood dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas sehari-hari
penderitanya. Kondisi penderita demensia
secara perlahan mengalami kemunduran
yang tidak dapat dihindarkan. Memahami
kondisi penderita dan merawat dengan
sabar adalah peran penting keluarga yang
salah satu anggotanya menderita demensia.

Demensia, Bila Lupa


Menjadi Hal Yang Biasa

Namun demensia bukan merupakan bagian


dari proses penuaan yang normal. Sejalan
dengan bertambahnya umur, maka
perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan
(terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar.
Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi.
Demensia merupakan penurunan
kemampuan mental yang lebih serius,
yang makin lama makin parah. Pada
penuaan normal, seseorang bisa lupa akan
hal-hal yang detil, tetapi penderita
demensia bisa lupa akan keseluruhan
peristiwa yang baru saja terjadi.
Tanda dan Gejala Demensia
1.

Menjadi pikun dan renta adalah hal


pertama yang kita bayangkan saat kita
memasuki lanjut usia. Penurunan daya
ingat yang dialami oleh orang lanjut usia
menjadi hal yang dimaklumi dan biasa bagi
kita semua. Namun sudah tidak biasa lagi
bila penurunan daya ingatnya bersifat
progresif.

Menurunnya daya ingat yang terus


terjadi. Pada penderita demensia,
"lupa" menjadi bagian keseharian
yang tidak bisa lepas.

2.

Gangguan orientasi waktu dan


tempat, misalnya: lupa hari,
minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada

Pengertian Demensia

3.

Demensia adalah penurunan kemampuan


mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa
terjadi kemunduran kepribadian.

Penurunan dan ketidakmampuan


menyusun kata menjadi kalimat
yang benar, menggunakan kata
yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali

4.

Ekspresi yang berlebihan, misalnya


menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah
besar pada kesalahan kecil yang
dilakukan orang lain, rasa takut
dan gugup yang tak beralasan.
Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaanperasaan tersebut muncul.

5.

Adanya perubahan perilaku, seperti


: acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah

Sepertiga dari total penyebab demensia ini


adalah penyakit Alzheimer. Penyebab lain
di antaranya adalah penyakit vaskuler,
penyakit Parkinson, penyakit Pick's,
sindrom korsakoff (karena konsumsi
alkohol yang berlebihan), penyakit
Huntington, dan penyakit multiple
sclerosis..
Demensia biasanya terjadi secara perlahan
dan menyerang usia di atas 60 tahun,
namun bisa saja terjadi pada usia muda
dan produktif, jika cedera hebat, penyakit
atau zat-zat racun (misalnya karbon
monoksida) menyebabkan hancurnya selsel otak.

Pencegahan & Perawatan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman

daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan


fungsi otak,
seperti :
1.

2.

3.

4.

Mencegah masuknya zat-zat yang


dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang
berlebihan
Membaca buku yang merangsang
otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
Melakukan kegiatan yang dapat
membuat mental kita sehat dan
aktif
o

Kegiatan rohani &


memperdalam ilmu agama.

Tetap berinteraksi dengan


lingkungan, berkumpul
dengan teman yang
memiliki persamaan minat
atau hobi

1.

Pelajari lebih dalam tentang


demensia.

2.

Curahkan kasih sayang dan


berusaha untuk tenang dan sabar
dalam menghadapi penderita.

3.

Berusaha memahami apa yang


dirasakan penderita.

4.

Perlakukan penderita demensia


sebagaimana biasa, tetap hormati
dan usahakan untuk tidak berdebat
dengan penderita.

5.

Bantu penderita dalam melakukan


aktivitas sehari-hari yang lambat
laun akan mengalami penurunan.
Menjalani kegiatan mandi, makan,
tidur dan aktivitas lainnya secara
rutin, bisa memberikan rasa
keteraturan kepada penderita.

6.

Mempertahankan lingkungan yang


familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender
yang besar, cahaya yang terang,
jam dinding dengan angka-angka
yang besar atau radio juga bisa
membantu penderita tetap
memiliki orientasi.

7.

Menyembunyikan kunci mobil dan


memasang detektor pada pintu
bisa membantu mencegah
terjadinya kecelekaan pada
penderita yang senang berjalanjalan.

8.

Meminta bantuan organisasi yang


memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat
membantu.

Mengurangi stress dalam pekerjaan


dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat
membuat otak kita tetap sehat.

Kenalilah tanda dan gejala demensia sejak


dini! Segera periksakan ke dokter untuk
segera ditangani. Dampak demensia tidak
hanya terhadap penderita seorang saja,
melainkan keluarga dan orang-orang
terdekat juga.
Dukungan keluarga penting bagi penderita
demensia. Berikut dukungan yang bisa
Anda berikan untuk membantu penderita
Demensia:

Mengenal Penyakit Demensia (2)


Oct 30, 2008 at 08:46 AM

Mudah Lupa, Harus Diwaspadai


Oleh : Dr Nora Sondakh, MA
MENYERANG USIA MANULA: Bertambahnya usia, makin besar peluang menderita penyakit
Demensia.
PENINGKATAN angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia
seseorang. Dan menurut Dr Nora Sondakh, MA, lebih dari 50 % kasus demensia tergolong pada
demensia tipe Alzheimer (AD). Setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia Alzheimer
berlipat dua setiap kenaikan 5 tahun usia.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup suatu populasi diperkirakan akan meningkat pula
prevalensi demensia, ujar Dr Nora sambil menambahkan kalau di seluruh dunia, diperkirakan
lebih dari 30 juta penduduk menderita demensia dengan berbagai sebab. Di Indonesia sendiri,
menurut data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan tahun 1998, terdapat
7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun ke atas, memang belum ada data pasti tentang prevalensi
kasus demensia, imbuhnya lagi.

GEJALA KLINIS DEMENSIA/PIKUN


Tipe demensia ini sendiri ada 2 yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro
degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan
gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness)
yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan
mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang
termudah. Hal ini menurut Dr Nora Sondakh, disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri
barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi,
gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.

Demensia Alzheimer ini terbagi atas 3 stadium, ujar Dr Nora, seraya menjelaskan kalau
stadium I, berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru
atau lupa hal baru yang dialami, ujar Sondakh, sambil meyakinkan kalau ini tidak mengganggu
aktivitas rutin dalam keluarga. Sedangkan stadium II, dijelaskan oleh Dr Nora, berlangsung
selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan
bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga
penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya
tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan

visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat


prevalensinya 15-20%, tutur Sondakh. Dan untuk Stadium III, menurut Dr Nora, stadium ini
dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak
dan membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan ornag lain dna kematian terjadi akibat infeksi atau trauma, jelas Dr Nora panjang lebar.
Untuk gejala klinisdemensia tipe Vaskuler, menurut Dr Nora, disebabkan oleh gangguan sirkulasi
darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia, ujarnya. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan
sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala
depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan
karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia
vaskuler, jelas Sondakh lagi.
Berikut rincian penyebab Demensia oleh Dr Nora Sondakh, MA :

A. Kelainan sebagai penyebab Demensia :


1. penyakit degenaratif
2. penyakit serebrovaskuler
3. keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
4. trauma otak
5. infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
6. Hidrosefaulus normotensif
7. Tumor primer atau metastasis
8. Autoimun, vaskulitis
9. Multiple sclerosis
10. Toksik
11. kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
B. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensia
1. Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
2. Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi

3.

Antikonvulsan
Digitalis
Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Defisiensi asam folat
Marchiava-bignami disease

4.

Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemi
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addisons disesse
Hippotituitaria
Efek remote penyakit kanker

demensia adalah sindrom klinik


penurunan fungsi intelektual akibat
penyakit di otak. Sindrom ini
ditandai oleh gangguan kognitif,
emosional dan psikomotor yang
menyebabkan penderita tak mampu
mengikuti aktifitas sosial dan
mengurus diri sendiri.Gangguan
kognitif pada demensia
menyebabkan perubahan tingkah
laku yang sederhana pada demensia
tingkat ringan, sampai perubahan
tingkah laku yang sangat
mengganggu dan melelahkan fisik
dan psikis bagi yang merawat.
Pada negara-negara maju terjadi
perubahan dramatik demografi
penduduknya, yaitu meningkatnya
populasi usia lanjut. Populasi usia
diatas 65 tahun di Amerika Serikat
diduga meningkat dari 33,5 juta
pada tahun 1995 menjadi 39,4 juta
pada tahun 2010 dan diperkirakan
menjadi lebih dari 69 juta pada
tahun 2030. Dengan peningkatan ini
muncul masalah-masalah penyakit
pada usia lanjut.
Laporan Departemen Kesehatan
tahun 1998, populasi usia lanjut

diatas 60 tahun adalah 7,2 %


(populasi usia lanjut kurang lebih 15
juta).
Peningkatan angka kejadian kasus
demensia berbanding lurus dengan
meningkatnya harapan hidup suatu
populasi .
Kira-kira 5 % usia lanjut 65 - 70
tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5
tahun mencapai lebih 45 % pada usia
diatas 85 tahun. Pada negara
industri kasus demensia 0.5 1.0 %
dan di Amerika jumlah demensia
pada usia lanjut 10 15% atau
sekitar 3 4 juta orang.
Pada tahun terkini banyak hasil
penelitian dan penemuan dibidang
genetika, patofisiologi dan riwayat
alamiah dari penyakit ini.
Demensia adalah sindrom gangguan
daya ingat disertai dua atau lebih
domain kognitif lainnya (atensi,
fungsi bahasa, fungsi visuospasial,
fungsi eksekutif, emosi) yang sudah
mengganggu aktivitas kehidupan
sehari hari dan tidak disebabkan

oleh gangguan pada fisik.


Demensia terbagi menjadi dua yakni
Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer
merupakan kasus demensia
terbanyak di negara maju Amerika
dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia
vaskuler penyebab kedua sekitar 1520% sisanya 15- 35% disebabkan
demensia lainnya. Di Jepang dan
Cina demensia vaskuler 50 60 %
dan 30 40 % demensia akibat
penyakit Alzheimer.
Demensia Alzheimer berlangsung
progresif, gangguan yang tidak dapat
membaik yang menyerang otak dan
akibatnya kehilangan daya ingat,
kebingungan, gangguan penilaian
dan perubahan kepribadian.
Penyakit ini adalah penyebab yang
paling umum dari gangguan
intelektual yang berat pada orang
lanjut usia dan kenyataannya
merupakan suatu masalah dalam
perawatan orang usia lanjut di
rumah.
Harus dapat dibedakan apakah
penurunan daya ingat normal sesuai
usia (age associated memory
impairment disingkat AAMI) atau
menderita gangguan kognitif ringan
(Mild Cognitive Impairment
disingkat MCI), yang mana pada
hasil penelitian, 20
60 %

hidup sehari-hari normal, fungsi


kognitif umum normal, tidak ada
demensia serta penurunan fungsi
memori tidak normal sesuai usia dan
pendidikan.
Adapun gejala dari Demensia
Alzheimer adalah kehilangan daya
ingat secara perlahan-lahan dan
progresif, kesulitan dalam mengikuti
perintah dan melakukan kegiatan
sehari-hari, gangguan penilaian,
penalaran, konsentrasi dan orientasi,
kebingungan dan kegelisahan,
perubahan kepribadian an
kehilangan kemampuan untuk
mengurus diri sendiri.
Faktor resiko Demensia Alzheimer
(DA) terjadi pada usia lanjut, wanita,
trauma kapitis berat, pendidikan
rendah dan menyangkut faktor
genetik kasusnya 1- 5%.
Sementara, pembahasan mengenai
Demensia Vaskuler disampaikan Dr.
Hartono Prabowo, Sp.S dari RS
Honoris dan RS Usada Insani,
Tangerang serta Staf Pengajar FK
UPH dan FK Untar dengan judul
malakah "Management of Vascular
Dementia."

MCI akan ber lanjut setelah 3-4


tahun menjadi demensia. Gangguan
kognitif ringan merupakan
kontinuum dari demensia Alzheimer.

Menurut pria kelahiran Pekalongan,


Agutus 1957 ini, demensia vaskuler
diartikan sebagai demensia yang
disebabkan oleh gangguan
serebrovaskuler (iskemik /
perdarahan), anoksik atau hipoksik
otak dengan penurunan kognitip
ringan sampai berat dan meliputi
semua domain, tidak harus
gangguan gangguan memori yang
menonjol.

Kriteria MCI antara lain adanya


keluhan gangguan memori, aktifitas

Secara klinis, kemungkinan diagnosa


demensia vaskuler (probable,

possible atau definit demensia


vaskuler) ditegakkan apabila
didapatkan penderita dengan
demensia yang berkaitan dengan
latar belakang CVD (riwayat CVD,
klinis adanya deficit neurologis dan
diperkuat dengan pencitraan otak).
Oleh karenanya demensia vaskuler
sering disebut sebagai demensa
pasca stroke atau demensia multiinfark.
Sekitar 70% penderita stroke
mengalami gangguan kognitif
(ringan berat) dan sekitar 25-30%
diantaranya berkembang menjadi
demensia. Stroke kemungkinan
secara langsung menyebabkan
demensia atau stroke merupakan
factor presipitasi proses degeneratip
pada demensia seperti pada
demensia Alzheimer.

vaskuler ini kemungkinan akan


bertambah seiring dengan
meningkatnya kejadian CVD.
Demensia vaskuler dan demensia
Alzheimer merupakan penyebab
utama demensia, bahkan diantara
keduanya sering terjadi bersamaan
6. Erkinjutti (2005) melaporkan
hasil penelitian patologi melalui
proses otopsi, pada 50% penderita
demensia Alzheimer terlihat adanya
CVD dan pada 80% penderita
demensia vaskuler didapatkan
kelainan sesuai dengan Alzheimer.

Jellinger,dkk (2002) mengutarakan


bahwa angka kejadian demensia
vaskuler sekitar 47% dari populasi
demensia secara keseluruhan
(demensia Alzheimer 48% dan
demensia oleh sebab lain 5%).

Gejala klinis demensia vaskuler


bervariasi, tergantung pada lokasi
lesi kelainan vaskuler pada otak.
Gangguan memori tidak selalu
menonjol dan terjadi secara bertahap
dan relatip dalam masa yang lebih
singkat dibandingkan dengan proses
terjadinya demensia Alzheimer.
Onset gejala demensia vaskuler
dapat bersifat gradual ataupun
dramatik yang secara garis besar
dapat berupa gangguan kognitip
(gangguan konsentrasi, memori,
disorientasi), gangguan komunikasi
(afasia, apraksia, agnosia), gangguan
kemampuan eksekusi atau
pengambilan keputusan, dan
gangguan fisik (paresis, gangguan
kontrol kandung kencing) dan lainlain.

Erkinjutti (2004) melaporkan


kejadian demensia vaskuler pada
populasi usia lebih dari 65 tahun
sekitar 1,2 4,2% dan pada
kelompok usia diatas 65 tahun
menunjukkan peningkatan angka
kejadian dari 0,7% dalam kelompok
usia 65 69 tahun hingga mencapai
8,1% pada kelompok usia diatas 90
tahun. Angka kejadian demensia

Diagnosa demensia vaskuler


ditegakkan dengan sarana yang tidak
berbeda dengan sarana diagnosa
demensia Alzheimer 1,2,7,8. Sebagai
test penyaring (setelah pemeriksaan
fisik umum, pemeriksaan
neurologis) dilakukan pemeriksaan
MMSE (sensitivity 71% to 92% dan
specificity 56% to 96%7), CDT (Clock
Drawing Test), Activity Daily Living

Demensia vaskuler merupakan jenis


demensia terbanyak ke 2 setelah
demensia Alzheimer, dengan angka
kejadian demensia vaskuler tidak
berbeda jauh dengan angka kejadian
demensia Alzheimer.

(ADL) dan

Instrumental

Activity Daily Living (IADL),


Disability Assessment fo Dementia
(DAD), Ischemic Hachinski Score
(IHS) yang dapat membedakan
demensia vaskuler dengan demensia
Alzheimer, dan jika diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan
neuropsikiatri. Adanya riwayat CVD
(stroke) dan adanya kelainan
neurologis yang diperkuat adanya
kelainan pada pencitraan otak (Brain
CT-scan / MRI) memastikan adanya
demensia vaskuler.
Secara klinis demensia vaskuler
dibedakan dalam demensia vaskuler
pasca stroke (infark / perdarahan),
demensia vaskuler subkortikal, dan
demensia vaskuler tipe campuran
(Alzheimer dan vaskuler), yang
dikaitkan dengan penurunan
neurotransmitter kolinergik
(Acethylcoline). Dengan dasar hal
tersebut maka beberapa preparat
Acethylcoline Esterase Inhibitor
(Donepezil, Rivastigmin,
Galantamine) dapat digunakan
dalam penatalaksanaan penderita
demensia vaskuler dan memberikan
hasil yang cukup memuaskan.
Meskipun demikian, hingga kini
belum ada preparat yang diakui
Badan Pengawasan Obat AS ( FDA )
sebagai bahan untuk pengobatan
demensia vaskuler.

Guna memaksimalkan fungsi kognisi


yang masih ada, terapi nonfarmakologik harus diprogramkan,
baik program yang ditujukan kepada
penderita, maupun pengasuh
(caregiver), keluarga maupun
lingkungannya.
Peran keluarga dan caregiver sangat
menentukan keberhasilan program
penanganan penderita demensia,
baik demensia Alzheimer, demensia
vaskuler ataupun demensia tipe lain.
Terhadap penderita dapat dibuat
program agar penderita menjalani
perilaku hidup sehat, terapi
rehabilitasi termasuk stimulasi
kognitip, olah raga, edukasi,
konseling, terapi musik serta terapi
wicara dan okupasi, disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada.
Terhadap lingkungan antara lain
dengan menyediakan fasilitas bagi
penderita untuk melakukan
akitivitas yang dibutuhkan, tata
ruang yang memadai, penyediaan
fasilitas perawatan dan lain-lain.
Pengarahan kepada pengasuh
(caregiver) adalah suatu hal yang
tidak dapat diabaikan, oleh karena
pengasuhlah yang sangat berperan
dalam keberhasilan pelaksanaan
program-program yang
direncanakan baik terhadap
penderita maupun lingkungan.

Você também pode gostar