Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Anestesi Umum
Anestesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara
yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat
anestesi. Rees dan Gray membagi anestesi umum menjadi tiga komponen yaitu
hipnotika, anelgesia dan relaksasi. Ketiga komponen anestesia ini sering disebut
dengan trias anestesia. Untuk mencapai ketiga kondisi trias anestesi dapat
dilakukan dengan menggunakan obat anestesi tunggal seperti eter, atau dengan
mengkombinasikan beberapa jenis obat anestesi.
dipakai juga dapat bervariasi dari obat-obat anestesi inhalasi sampai penggunaan
obat-obat anestesi intravena.
2.1.1.Anestesi umum intra vena
Anestesi umum intra vena adalah satu tehnik anestesi umum yang
dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena. Obat-obatan
intravena
terdiri
dari:
obat-obat
induksi,
obat-obat
penghambat
neuromuskular, dan obat-obat golongan opioid. Saat ini propofol dipakai secara
luas untuk induksi dan pemeliharaan anestesi, karena onsetnya cepat, durasinya
pendek, kejadian eksitasi minimal dan memiliki kerja sebagai anti emetik,
sehingga dianggap sebagai obat anestesi yang ideal.
maupun Ce.
Konsentrasi yang diinginkan, diatur sejak awal oleh ahli anestesi dengan harapan
dapat mencapai kondisi klinis yang diinginkan. Perubahan target konsentrasi
yang diatur oleh ahli anestesi akan terlihat pada Ce kompartemen setelah waktu
tertentu karena terdapat jarak waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang
dituju atau sampai obat berefek. (Naidoo, 2011)
Pengembangan
TCI
seiring
dengan
berkembangnya
konsep
yang diinginkan. Ini merupakan hal yang paling diinginkan dalam mengelola
anestesi terutama saat induksi dan prediksi pemulihan. Tehnik ini memungkinkan
titrasi obat yang lebih tepat berdasarkan peningkatan konsentrasi secara bertahap
dimana variasi antar individu dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik
diperkirakan sekitar 30%.
Setelah ahli anestesi memasukkan data dasar pasien dan menentukan
target konsentrasi, maka mesin akan memberikan bolus obat dalam dosis tertentu
untuk mengisi kompartemen sentral. Setelah itu komputer akan mengkalkulasi
metabolisme dan eliminasi obat serta menentukan obat yang diinfuskan untuk
mengisi kompartemen kedua dan ketiga. Pada saat tindakan berlangsung target
konsentrasi dapat diubah-ubah sesuai respon pasien dan stimulus bedah.
Secara umum TCI dapat dibagi menjadi dua yaitu open loop pattern dan
closed loop pattern. Open loop pattern digunakan oleh ahli anestesi untuk
menyesuaikan konsentrasi target sesuai dengan keperluan klinis yang bervariasi
dan mempertahankan kedalaman anestesi. The closed loop pattern digunakan
untuk menentukan kontrol anestesi dengan cara menyesuaikan konsentrasi target
melalui umpan balik otomatis.
Untuk sistem TCI propofol pada orang dewasa, model farmakokinetik
yang banyak digunakan adalah Marsh dan Schnider, sedangkan pada pasien anakanak model Paedfusor dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat
dioperasikan menggunakan sistem TCI adalah sufentanil (model Bovil dan
Gepts), alfentanil (model Maitre), remifentanil (model Minto).
model
pasaran sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi . Propofol semakin populer
dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun 1986. Propofol
disubsitusi dari Isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol), merupakan derivate
alkylphenol dengan formula larutan 1% dalam larutan aqua, yang terdiri dari: 10
% soybean oil, 2,25% glycerol, 1,2% purified egg phosphatide (lecithin), dan
0,005% disodium edenate (sebagai penghambat pertumbuhan bakteri). Walaupun
mengandung lecithin, adanya riwayat alergi
pemakaian propofol, oleh karena alergi telur biasanya disebabkan reaksi terhadap
putih telur (misal: albumin telur), sementara lecithin diekstraksi dari kuning telur.
Propofol tidak larut dalam air, warna putih susu agak kental dengan pH 7.
Di Eropa tersedia propofol dalam formula 2% dengan emulsi yang mengandung
gabungan antara trigliserida rantai panjang dan trigliserida rantai sedang. Stabil
pada suhu kamar, dan tidak sensitif terhadap cahaya. Bila hendak diencerkan
dapat dengan menggunakan cairan dekstrose 5%. Secara teori pengenceran ini
Dari penelitian
yang
propofol untuk sedasi pada pasien dengan Space Occupying Lesion (SOL)
intrakranial tidak menyebabkan peningkatan TIK. Pemberian propofol dengan
dosis besar, dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat menurunkan aliran
darah ke otak. Propofol menurunkan TIK, baik pada pasien yang TIK nya normal,
maupun yang TIK nya meningkat. Penurunan tekanan intra kranial ini (30%-50%)
sebanding dengan penurunan cerebral perfusion pressure (CPP). Efek
vasodilatasi propofol pada pembuluh darah cerebral lebih kecil bila dibandingkan
dengan agen anestesi inhalasi, sehingga hal ini memberikan keuntungan pada saat
10
hipnotik
propofol
sebagian
besar
oleh
karena
kerjanya
meningkatkan GABA, memicu ion klorida melalui ikatannya ke reseptor subunit GABAA. Propofol melalui kerjanya di reseptor GABAA, menghambat
pelepasan acethylcoline di hipokampus dan cortex prefrontal. Sistem 2adrenoreceptor juga berperan secara tidak langsung pada efek sedasi propofol.
Propofol juga menyebabkan penghambatan yang luas terhadap NMDA subtype
receptor glutamate dengan memodulasi saluran Natrium dan bekerja pada sistem
saraf pusat. Hasil penelitian menunjukan bahwa propofol memiliki efek depresi
langsung pada neuron-neuron di spinal cord. Efek hipnotik propofol bersifat
reversibel, dan propofol tidak memiliki efek analgesi.
Sama dengan obat-obat anetesi intravena yang lain, propofol tidak
mempengaruhi brainstem auditory evoked potensial. Pernah dilaporkan adanya
kejadian kejang setelah pemberian propofol, terutama pada saat induksi atau pada
saat akan sadar, namun jarang terjadi pada saat pemeliharaan. Propofol juga
dikatakan memiliki efek antikonvulsan, beberapa laporan mengatakan propofol
dapat digunakan sebagai anti kejang pada kasus epilepsi.
Efek neuroprotektif propofol masih kontroversial. Efek proteksi neuronal
mungkin disebabkan oleh karena propofol menurunkan perubahan pada adenosine
triphospate, Kalsium, Natrium dan Kalium yang disebabkan oleh hypoxic injury,
dan bekerja sebagai antioksidan dengan menghambat peroksidasi lemak. Namun
akhir-akhir ini ditemukan bahwa, propofol dapat melindungi neuron dari cidera
11
iskemia ringan saja, dan tidak terjadi efek neuroprotektif bila periode perbaikan
berlangsung lama.
Efek propofol pada elektroensefalogram (EEG)
2,5g/mL,
sebanyak 50% tidak mampu menanggapi perintah lisan. (Stoelting, dkk., 2006)
2.3.2.3 Efek propofol pada sistem respirasi
Pemberian dosis induksi propofol dapat menyebabkan apnea. Kejadian
apnea ini dipengaruhi oleh dosis, kecepatan injeksi, dan premedikasi yang
diberikan sebelumnya. Sekitar 20% sampai 30% pasien mengalami apnea selama
induksi propofol. Durasi apnea yang terjadi akibat propofol dapat lebih dari 30
detik. Kejadian apnea yang berkepanjangan (>30 detik) semakin sering terjadi bila
mengunakan tambahan opiat, baik sebagai premedikasi atau sebelum induksi
anestesi.
Pemeliharaan anestesi dengan propofol (100 g/kg/menit), menyebabkan
penurunan volume tidal sebesar 40% dan peningkatan frekuensi nafas sebesar
20%, dimana perubahan ventilasi semenit tidak dapat diprediksi. Peningkatan
dosis dari 100 menjadi 200 g/kg/menit, menyebabkan penurunan volume tidal
12
lebih moderat (455 menjadi 380 mL), namun frekuensi nafas tidak mengalami
perubahan.
Pemberian propofol 1,5 sampai 2,5 mg/kgbb pada fase akut menyebabkan
peningkatan PaCO2 (13%- 22%) dan penurunan pH, sementara itu PaO2 tidak
berubah secara bermakna. Pemeliharaan dengan infus propofol (54 g/kg/menit)
akan menyebabkan peningkatan PaCO2 yang moderat dari 39 menjadi 52 mm Hg.
Bila dosis ini ditingkatkan menjadi dua kali lebih besar, perubahan PaCO2 tidak
terlalu bermakna. Propofol (50 sampai 120 g/kg/menit) biasanya juga menekan
respon ventilasi terhadap hipoksia, hal ini kemungkinan berkaitan dengan kerja
langsung pada kemoreseptor di karotis.
Propofol memiliki efek bronkodilatasi pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif
vagal
maupun
kemampuan
methacholine-induced
bronchoconstriction.
Propofol mempengaruhi patofisiologi pulmonal pada adult respiratory
distress syndrome. Pada hewan percobaan dengan septic endotoxemia, propofol
(10 mg/kg/jam) secara bermakna menurunkan radikal bebas dan cyclooxygenase
13
menurunkan
pasien tanpa
20%, dan
adanya
penyakit
masa perawatan
14
pascaoperasi lebih panjang dan angka kematian lebih besar bila dibandingkan
dengan yang tidak mengalami hipotensi setelah diinduksi.
Pemeliharaan anestesi dengan
penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20% sampai 30%. Pada pemberian dosis
pemeliharaan propofol 100 g/ kgbb/menit terjadi penurunan SVR yang
signifikan (30%), tetapi cardiac index dan stroke index tidak berubah. Efek
vasodilatasi, konsumsi oksigen dan penekanan pada otot jantung jauh lebih jelas
terjadi pada saat induksi dibandingkan pada pemeliharaan anestesi. Efek
vasodilatasi propofol berhubungan dengan: 1) penurunan aktivitas simpatis 2)
efek langsung dari mobilisasi kalsium di intraseluler otot polos 3) penghambatan
sintetis prostacyclin pada sel endothel 4) penurunan angiotensin II. Pada
pasien
dengan penyakit katup jantung, juga terjadi penurunan pulmonary artery wedge
dan pulmonary capillary wedge, hal ini akibat tidak langsung dari penurunan
preload dan afterload. Penurunan cardiac output setelah pemberian propofol bisa
oleh karena sympathetic drive, terhadap jantung.
Propofol dengan konsentrasi tinggi (10 g/mL) dapat menghilangkan efek
ionotropik
bradikardi dan asystole setelah induksi pada pasien dewasa sehat walaupun sudah
diberi propilaksis antikolinergik. Propofol
15
dibandingkan dengan yang tidak diberi propofol maka akan mengalami kenaikan
denyut jantung lebih dari 20 kali/menit adalah sebesar 100%.
Pasien yang diberi menghirup udara kamar selama pemeliharaan anestesi
dengan propofol kontinu, dijumpai adanya penurunan SVR sebesar 30%, namun
tidak terjadi perubahan pada cardiac index dan stroke index. Berbeda dengan
pasien yang mendapat premedikasi narkotik, dan menghirup nitrous okside
(N2O), pemberian infus propofol (54 g/kg/menit dan 108 g/kg/menit) untuk
pemeliharaan anestesi selama pembedahan, tidak menurunkan SVR secara
bermakna dari nilai dasar, namun cardiac output (CO) dan stroke volume (SV)
menurun. Kondisi ini
16
digunakan, walaupun hal ini pun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
2.3.3 Efek lain propofol
Propofol tidak terlalu mempengaruhi fungsi hati dan fungsi ginjal, hal ini
dibuktikan dengan tidak terjadi perubahan yang bermakna baik pada enzim
transaminase maupun pada konsentrasi kreatinin. Pemberian propofol yang lama
pada pasien dengan trauma hepatoseluler dapat menyebabkan asidosis laktat,
bradi-disritmia dan rabdomiolisis. Pemberian propofol yang lama dapat
menyebabkan urine berwarna kehijauan karena terdapatnya fenol di urine namun
ini bukan pertanda terjadinya perubahan fungsi ginjal. Propofol dapat
menyebabkan peningkatan ekresi asam urat di urine dan penurunan pH urine
sehingga urine menjadi lebih keruh, namun ini bukan karena terjadi gangguan
fungsi ginjal.
Propofol dapat menurunkan tekanan intraokuler secara bermakna bahkan
pada saat laringoskop intubasi. Propofol tidak meningkatkan blok neuromuskular
17
tidak
18
19
20
cara bolus intermiten perlu diberikan propofol dengan sering, maka lebih
menyenangkan bila diberikan dengan cara infus kontinu.
Beberapa skema digunakan untuk menjaga agar konsentrasi propofol
dalam plasma tetap adequate. Setelah induksi masih tetap diperlukan pemberian
propofol infus dengan kecepatan 100 sampai 200 g/Kg/menit. Kecepatan infus
dititrasi sesuai kebutuhan tiap-tiap individu dan stimulus pembedahan.
Konsentrasi opiat, midazolam, klonidin atau ketamin dapat diturunkan bila
dikombinasikan dengan propofol. Karena opioid mengubah konsentrasi propofol
yang diperlukan untuk anestesi, dosis keduanya baik propofol maupun opioid
mempengaruhi waktu terminasi obat-obatan dari waktu bangun dan pulih.
Kecepatan infus yang diperlukan untuk kombinasi dalam waktu pulih yang
pendek adalah propofol 1 sampai 1,5 mg/kgbb, dilanjutkan dengan infus kontinu
140 g/kg/menit selama 10 menit, dilanjutkan dengan 100 g/kg/menit dan
alfentanil 30g/kg dan diikuti dengan infus kontinu 0,25 g/kg/menit, atau
fentanyl 3 g/kg dilanjutkan dengan infus kontinu 0,02 g/kgbb/menit.
Peningkatan usia akan menurunkan kebutuhan infus propofol, karena itu
kebutuhan propofol akan relatif lebih besar pada anak-anak dan infant. Level
konsentrasi propofol dalam darah untuk membuat hilang kesadaran adalah 2,5
sampai 4,5 g/mL (bila dikombinasikan dengan N2O) dan yang dibutuhkan untuk
pembedahan adalah 2,5 sampai 8 g/mL. Pengetahuan tentang farmakokinetik
propofol memungkinkan penggunaan sistem infus yang dikendalikan oleh model
farmakokinetik
propofol
pemeliharaan anestesi.
yang digunakan
sebagai
infus
kontinu
untuk
21
anestesia pada pasien sehat adalah setengah atau lebih kecil dari dosis yang
diperlukan untuk anetesia umum. (misal 30 sampai 60 g/kg/menit). Pada pasien
geriatri ( > 65 tahun) dan pasien dengan kondisi sakit, kecepatan infus sebaiknya
diturunkan. Sebaiknya dilakukan titrasi pada masing-masing individu untuk
mendapatkan efek yang diinginkan. Pada tahun 1992 dilaporkan penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik,
mengakibatkan
Sindrome yang jarang (propofol infusion syndrome), juga dapat terjadi pada orang
dewasa.
22
tingkat sedasi yang diinginkan dan dengan memberikan sedation holiday harus
dipertimbangkan
pada
penggunaan
propofol
sebagai
sedasi.
FDA
23
diperlukan sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan.
Tidak seperti konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung
dari cara pemberian obat, konsep context sensitivity half time memperkenalkan
pengaruh lamanya infus diberikan. Semakin banyak obat yang terakumulasi akan
menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka
semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time
24
spontan dan
yang
dihubungkan oleh rantai hidrokarbon. Bagian hidrofilik disusun oleh amine tersier
seperti; diethylamine, dimana bagian yang lipofilik disusun oleh cicin aromatik
25
yang tidak jenuh seperti paraaminobenzoic acid. Bagian lipofilik ini sangat
esensial untuk aktifitas anestesia.
Obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan.
1. Golongan Ester (-COOC-)
Kokain, benzokain, ametocaine, prokain, tetrakain, kloroprokain.
2. Golongan Amide (-NHCO-)
Lidokain, mepivakain , prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain,
ropivakain, levobupivakain.
Pembagian menjadi golongan ester dan amide ini erat kaitannya dengan
metabolisme dan reaksi alergi yang ditimbulkannya. Reaksi alergi lebih sering
disebabkan oleh golongan ester. Efek pada berbagai sistem organ yang timbul
setelah pemberian lidokain pada prisipnya adalah sama dengan efek yang
ditimbulkan oleh anestesi lokal golongan amide lainnya. Timbulnya efek samping
pada sistem organ ini berhubungan dengan dosis dan besarnya konsentrasi obat
dalam plasma. Efek samping lainnya mungkin disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terutama terhadap zat pengawet, antiseptik dan pH obat. Di
Indonesia obat anestesi lokal yang paling sering dan banyak dipergunakan adalah
lidokain dan bupivakain
2.4.2 Anestesi lokal lidokain
Lidokain adalah obat anestesi lokal yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Larutan lidokain 0,5 % digunakan untuk anestesi
infiltrasi, sedangkan larutan 12 % untuk anestesi blok dan topikal. Obat anestesi
lokal ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi
26
dan toksisitasnya akan bertambah, dan masa kerjanya lebih pendek. Efek samping
lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya pada sistem saraf pusat, misalnya
mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan kejang. Metabolit
lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid yang ikut berperan
dalam timbulnya efek ini. Pemberian lidokain dengan dosis berlebihan dapat
menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau karena henti jantung.
2.4.2.1 Farmakokinetik lidokain
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati
sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60 % kadar
dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim
mixed-function oxydase membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin
xilidid,
yang
kemudian
dapat
dimetabolisme
lebih
lanjut
menjadi
27
pemberian melalui mukosa akan memberikan efek yang lebih cepat. Absorbsi
secara sistemik tergantung dari proporsi vaskular dari jaringan (intravena >
trakheal > interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brachialis >
skiatik > subkutan).
Proses hilangnya efek lidokain adalah sebagai berikut: Obat yang berada
di luar saraf akan diabsorpsi oleh sistem pembuluh darah kapiler. Sel saraf akan
melepaskan ikatannya dengan obat anestesi lokal. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi obat di dalam dengan di luar sel. Setelah obat
diabsorpsi oleh sistem sirkulasi, didistribusikan ke organ-organ lain. Kemudian
terjadi proses detoksifikasi dan eliminasi.
Distribusi lidokain tergantung ambilan dari masing-masing organ, dimana
ambilan organ ditentukan oleh perfusi jaringan dan koefisien parsial dari jaringan
dan darah. Pada organ yang perfusinya tinggi (otak, paru, hati, ginjal dan jantung )
obat ini akan cepat didistribusikan. Paru-paru mengektraksi sebagian besar dari
lidokain. Kondisi ini menyebabkan ambang toksisitas lidokain lebih rendah bila
disuntikkan intra-arterial dari pada intra-vena. Kekuatan ikatan protein plasma
akan mempertahan lidokain didalam darah, sedangkan kelarutannya dalam lemak
akan memudahkan pengambilan oleh organ.
2.4.2.1.1 Metabolisme dan ekskresi lidokain
Metabolisme dan ekskresi lidokain oleh enzyme P-450 mikrosomal di
hepar
hepar) atau gangguan aliran darah portal (gagal jantung kongestif, vasopresor,
28
29
30
menekan
hipoxic
drive.
Kejadian
apneu
dikarenakan
kelumpuhan dari nervus frenikus dan interkostalis, atau terjadi penekanan pusat
31
relaksasi otot polos bronkus, sehingga pemberian lidokain 2% dengan dosis 1,5
mg/kgbb dapat mencegah reflek kontraksi bronkus pada saat melakukan
laringoskopi-intubasi.
2.4.2.2.3.3 Efek lidokain pada sistem kardiovaskular
Pada umumnya, semua obat anestesi lokal secara otomatis menyebabkan
depres dari otot jantung dan menurunkan durasi periode refrakter. Semua obat
anestesi lokal kecuali kokain menghasilkan relaksasi otot polos. Gejala toksik
mayor terhadap kardiovaskular timbul bila konsentrasi lidokain dalam darah
mencapai tiga kali konsentrasi yang menyebabkan kejang.
Konsentrasi lidokain yang rendah berguna untuk menangani beberapa tipe
dari aritmia ventrikular. Anestesi lokal tidak mempengaruhi kontraktilitas otot
jantung dan tekanan darah arteri bila diberikan dengan dosis yang tepat
(intravena). Pemberian lidokain intravena dosis 1,5 mg/kgbb 1-3 menit sebelum
laringoskopi-intubasi, dapat mencegah timbulnya hipertensi yang disebabkan oleh
laringoskopi intubasi.
2.4.2.2.3.4 Efek lidokain pada sistem muskuloskletal
Pada saat penyuntikkan langsung ke dalam otot rangka (contohnya trigger
point injection), obat anestesi lokal bersifat miotoksik (bupivakain > lidocaine>
procaine). Secara histologi, hiperkonsentrasi dari miofibril mengakibatkan
degenerasi dan lisis, odema, serta nekrosis. Proses regenerasi biasanya terjadi
dalam waktu 3-4 minggu.
32
33
memiliki gangguan fungsi hati, penyakit paru dimana ditemukan masalah retensi
CO2 dan pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif. Gejala yang
ditimbulkan akibat efek samping lidokain adalah:
-
Ringan : (tingkat serum 3-8 g/mL) mati rasa dan keram di jari-jari tangan
dan jari-jari kaki, mati rasa dan sensasi yang tidak seperti biasa di sekitar
mulut, terasi ngilu di mulut, telinga mendenging atau pusing.
Sedang: (tingkat serum 8-12 g/mL) mual dan muntah, pusing yang berat,
tuli, tremor, perubahan tekanan darah dan nadi.
Berat : (tingkat serum > 12 g/mL) mengantuk, kedutan pada otot, kejang,
penurunan kesadaran, aritmia dan henti jantung.
34
35
menghasilkan satu atau lebih gambaran numerik yang dikenal sebagai parameter
EEG yang telah diproses. (Struys M M, dkk., 2002)
Gambar 2.1. Pola umum dari perubahan EEG yang diobservasi selama
peningkatan dosis dari anestesi dengan peningkatan efek anestesi, frekuensi
EEG menunjukkan penurunan menghasilkan pola transisi frekuensi bergantung
kelas : Beta Alfa Theta Delta.
Gambar 2.2. Tampilan power spectrum dan analisis dari segmen EEG yang
tampak - Pita frekuensi klasik didefinisikan oleh batasan frekuensi, dan berbayang
dalam warna berbeda untuk ilustrasi.
36
hubungan
antara
komponen-komponen
sinyal
dan
menangkap
sinkronisasi dalam sinyal seperti EEG. Dengan mengukur korelasi antara semua
frekuensi dalam sinyal, analisis Bispektral (bersama-sama dengan power spectral
dan analisis EEG kortikal) menghasilkan keterangan tambahan EEG mengenai
aktivitas otak selama hipnosis. (Renna M, 2000)
Selama pengembangan BIS indek, fitur ini diidentifikasi dengan
menganalisis database EEG dari lebih 5.000 subjek yang menerima satu atau
lebih dari agen hipnotis paling sering digunakan dan yang telah dievaluasi dengan
penilaian sedasi simultan. (Glass P S, dkk., 1997)
BIS indek adalah skala angka antara 0 dan 100 berkorelasi dengan titik
akhir klinis yang penting selama pemberian obat anestesi. Nilai BIS mendekati
37
81%
untuk
memprediksi
respon
terhadap
perintah
verbal,
38
Setelah bolus dosis tunggal propofol atau thiopental, interval penilaian kesadaran
pasien dengan meminta mereka untuk menekan jari-jari penyidik dan BIS Indek
dipantau terus menerus. Meskipun intensitas dan durasi efek hipnotis bervariasi
antara pasien, pemulihan kesadaran terjadi secara konsisten pada nilai BIS Indek
di atas 60. Nilai BIS Indek <65 mengindikasikan probabilitas <5% kesadaran
yang akan kembali dalam 50 detik. Nilai BIS indek kurang dari 60 merupakan
indikator yang sangat baik menandakan pasien tidak sadarkan diri dan akan
memiliki nilai probabilitas yang rendah dalam mengingat kembali memori.
2.5.1 Sistem BIS
Komponen sistem BIS (Gambar 2.3)
Sistem BIS terdiri dari 5 komponen :
-
Sensor BIS
Mesin BIS
Monitor display
Sensor BIS
Sensor BIS adalah sistem elektroda canggih yang secara khusus didesain
berkerja dengan sistem BIS. Terdapat berbagai ukuran sesuai dengan ukuran
pasien dan aplikasi klinis yang berbeda (Gambar 2.4).
39
Setelah persiapan pada kulit kepala pasien, sensor sekali pakai ini diletakan di
dahi pasien dengan orientasi spesifik dari hemisfer kiri maupun kanan. Teknologi
canggih elektroda ini menghasilkan nilai impedasi rendah, memungkinkan
penangkapan sinyal EEG mentah dan meningkatkan ketepatan sinyal EEG. Sistem
BIS rutin menguji sensor impedansi untuk memastikan kinerja sensor yang dapat
diterima selama pemantauan klinis.
40
41
Mesin BIS
Mesin BIS adalah jantung dari sistem BIS, berisi mikroprosesor yang
bertanggung jawab untuk pemerosesan sinyal yang cepat dan perhitungan BIS
Indek. Beberapa langkah yang terlibat dalam analisis EEG mencakup beberapa
metode deteksi dan pengolahan artefak. Segmen EEG yang terganggu oleh adanya
artefak tidak termasuk dalam perhitungan BIS Indek.
Semua nilai BIS diperbarui setiap detik tetapi mencerminkan seperangkat
fungsi smoothing baik di 15 atau 30 detik untuk meminimalkan fluktuasi yang
berlebihan.
Monitor BIS
Semua sistem BIS berhubungan dengan monitor, baik monitor BIS sendiri
atau monitor multiparameter terintegrasi. Umum untuk semua sistem layar, yaitu
kemampuan untuk menampilkan nilai BIS, tren BIS dan data tambahan yang
penting termasuk:
Signal Quality Index (SQI)
42
Electromyogram (EMG)
Suppression Ratio (SR)
Bentuk gelombang EEG
SQI dan aktivitas EMG dapat ditampilkan dalam modus grafis atau digital.
Bentuk gelombang EEG dapat ditampilkan pada monitor secara real-time. Layar
monitor juga melakukan koordinasi berbagai tanda komunikasi dan alarm.
Keuntungan penggunaan alat pengukur kedalaman anestesi adalah dapat
mengurangi kejadian terbangun saat operasi dilakukan terutama pada pasien
beresiko tinggi, mengurangi kejadian kelebihan dosis obat atau kekurangan dosis
obat yang menyebabkan terbangunnya pasien selama operasi, mengurangi
kejadian mual muntah, memperpendek waktu pemulihan, mengurangi biaya
penggunaan obat anestesi dan menurunkan morbiditas-mortalitas pasien.