Você está na página 1de 21

Laboratorium Ilmu Bedah

Program Pendidikan Profesi Dokter


Universitas Mulawarman
KEGAWATDARURATAN BEDAH THORAK DAN KARDIOVASKULAR

Disusun oleh :
Raydista Bafri
Ria Afriyanti

Pembimbing
dr. Ivan, Sp.BTKV

SMF/Laboratorium Bedah
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa junjungkan ke hadirat
Nabi Muhammad SAW, semoga rahmat dan hidayahnya selalu tercurah kepada kita selaku
umatnya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengajar di SMF Bedah khususnya
kepada dr. Ivan, Sp.BTKV atas bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Sebagai manusia saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya yang sedang menempuh pendidikan
dan bagi kelompok-kelompok selanjutnya.

Samarinda, 18 Juli 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
2

KATA PENGANTAR......................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.4
Trauma Thorak.
4
Fraktur iga...............................................................................................................................7
Flail chest................................................................................................................................8
kontusio paru ..........................................................................................................................9
Pneumothorak sederhana.......................................................................................................10
pneumothorak terbuka...........................................................................................................11
Pneumothoraks tension..........................................................................................................12
Hematothoraks...14
Hemathoraks masif15
Tamponade Jantung...16
Ruptur Aorta.......17
Ruptur Trakeobronkial...19
Ruptur esofagus..20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................21

Tinjauan Pustaka
Pengertian Trauma Thorak
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada
yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik
oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.Trauma
thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thorax
kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul
dinding thorax. Dapat juga disebabkanoleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum,
12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2
pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago
ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah
sternum.Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena
hipovolemia (kehilangan darah), pulmonaryventilation/perfusion mismatch dan perubahan dalam
tekanan intratthorax. Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosismetabolik disebabkan
oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).1,8,9
B.Etiologi
1.Trauma Tembus
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang
berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya, akan menyebabkan
kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas
luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang
berlaku tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
4

Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara faktor lain,
adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi.
Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size
dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya
menyebabkan cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah.
Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka
disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah
jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.Peluru termasuk
proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa mencapai kecepatan lebih dari 18002000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat
menyebabkan berat cidera yang sama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau,
cidera yang disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan
laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan
menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru
mempunya diameter 20-30 kali dari diameter peluru.8,9
2.Trauma Tumpul
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kira lebih dari 90%
trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: (1) transfer energi secara direk
pada dinding dada dan organ thoraks dan (2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ
thoraks ketika terjadinya impak. Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat
menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera
thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga
menyebabkan ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas. Contoh penyebab trauma
tumpul adalah1,9
a.Kecelakaan kendaraan bermotor
b.Jatuh
c.Pukulan pada dada
5

C.Mekanisme Trauma
1.Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II
(Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak
dari trauma tersebut).Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec)
pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas
dibandingkan besar lubang masuk peluru.1,8,9
2.Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh
yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat
trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb)
masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga
tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.1,8,9
3.Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ
dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta,
bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ
tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.1,8,9
4.Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab
trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran
gelombang energi.1,8,9
6

Faktor lain yang mempengaruhi


1.Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat
menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi
menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa.
Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang
kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria8.
2.Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama
pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.8
3.Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan
kerusakan organ atau jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek ricochet atau pantulan
dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat
pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga
kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.8

KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX


A. Trauma dinding thorax dan paru
1. Fraktur Iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan pada
iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax
secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
7

bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Fraktur sternum dan skapula secara
umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan
bila ada fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian tengah ( iga ke
4 sampai ke 9 ). 1
Kompresi anteroposterior dari rongga thorax akan menyebabkan lengkung iga akan lebih
melengkung lagi kea rah lateral dengan akibat timbulnya fraktur pada titik tengah (bagian lateral)
iga. Cedera langsung pada iga akan cenderung menyebabkan fraktur

dengan pendorongan

ujung-ujung fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan cedera
intratorakal seperti pneumothorax. Patah tulang iga terbawah (10 sampai 12) harus dicurigai
adanya cedera hepar atau lien. Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri tekan
pada palpasi dan krepitasi. Jika teraba atau terlihat adanyadeformitas harus curiga fraktur iga.
Foto Thoraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan cedera intratorakal dan bukan
untuk mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal merupakan
kontra indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas
dengan baik. Blok interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapat dipertimbangkan
untuk mengatasi nyeri.1
2. Flail Chest
Flail chest merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi
mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena
fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya
segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding
dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang
maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu
trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan
dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi,
defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada
penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan
dan trauma jaringan parunya.Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
(terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara
8

asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga
atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan
terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi
adekuat, oksigen dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan
kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila
ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan
ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar
pemberian cairan benar-benar optimal. 1,9
Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup
serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita
membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada
penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai
diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap.
Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja
pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan
ventilasi.1,2
3. Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal
chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah
berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi
penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6
kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan
ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma.
Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal
ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa
9

penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau
ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah,
monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang
optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi
dan ventilasi terlebih dahulu.1,9
4. Pneumothoraks Sederhana
Pneumotoraks disebabkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam
keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding
dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi
terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. 2,4,5
Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi
hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada
pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari
garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan
mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau
tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paruparu. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita
dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya
pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube.
Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika
awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan. Toraks penderita harus
dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.6,8
5. Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )

10

Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi
( sucking chest wound )Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka
menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama
dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka
udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih
kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan
hipoksia dan hiperkapnia.Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type
Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari
dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh
sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup
sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga
penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.2,4,5

11

6. Tension Pneumothorax
Tension Pneumothoraks adalah pneumothoraks yang disertai peningkaan tekanan intra thoraks
yang semakin lama, semakin bertambah (progresif). Pada tension pneumothoraks ditemukan
mekanisme ventil yaitu udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar. Ciri-cirinya
yaitu terjadi peningkatan intra thoraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps paru total,
mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakea. Tension
pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara
yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak
dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak
dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps,
mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung
(venous return), serta akan menekan paru kontralateral.2,4,6

12

Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
(ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura
viseral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana
akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau
setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala
defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika
salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang
13

kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax juga dapat terjadi
pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine
fractures).6
Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh
terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumothorax ditandai dengan
gejala Trias

: Sesak progresif,Hipotensi,JVP meningkat dimana Manifestasi awalnya berupa

Nyeri dada ,Ansietas,Takipnea,Takikardia,Perkusi hipersonor pada sisi yang terkena,Penurunan


suara napas pada sisi yang terkena6
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat
berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks
yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi
pneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat
tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan
pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior
dan midaxilaris.2,4,6
7. Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya
perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber
besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.

14

Tampak gambaran hemothoraks pada sisi kiri foto thoraks


Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada
penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada merupakan
faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam,
atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
8. Hemothorax Masif
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga
pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah
menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi
kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi
efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga
menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan
adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang
mengalami trauma.
Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara
cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.
Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
15

autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French
dipasang setinggi puting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura
selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan
autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut
membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar
kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi.
Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200
cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan.
Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan
resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan
darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar
dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu
dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus
dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli
bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
B. Trauma Jantung dan Aorta
1. Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah kompresi jantung yang terjadi ketika darah atau cairan menumpuk di
ruang antara miokardium (otot jantung) dan perikardium (kantung menutupi luar dari
jantung).Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma
tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah
besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat
yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat
aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard,
sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki
hemodinamik. 8
16

Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah adanya Trias Beck yang
terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh.
Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan
berisik, distensi vena leher tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovolemia dan hipotensi
sering disebabkan oleh hipovolemia. 8
Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik
selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan
tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan,
lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension
pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung.
Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal
tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade jantung. PEA pada
keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya temponade
jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat
ditemukan pda berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode
non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang
melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma tumpul
dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus
dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat resusitasi.
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik
tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan
ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan
diagnostik tambahan.
Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis.
Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indiksi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis
melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad
atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik
dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar
17

besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan
tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan
untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plasticsheated needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam
keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring
Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari
gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.8
2. Ruptur Aorta (Traumatic Aortic Disruption)
Trauma tumpul pada pembuluh darah toraks biasanya melibatkan robeknya aorta atau
arteri innominate,Ruptur aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setelah
kecelakaan mobil tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yang selamat,
sesampainya di rumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila ruptur aorta dapat
diidentifikasi dan secepatnya dilakukan operasi. Penderita dengan ruptur aorta (yang
kemungkinan bisa ditolong), baisanya laserasi yang terjadi tidak total dan dekat dengan
ligamentum arteriosum. Kontinuitas dari aorta dipertahankan oleh lapisan adventitia yang masih
utuh atau adanya hematom mediastinum yang mencegah terjadinya kematian segera. Walaupun
ada darah yang lolos ke dalam mediastinum, tetapi pada hakekatnya ini adalah suatu hematoma
yang belum pecah. Hipotensi menetap atau berulang akan ditemukan sedangkan perdarahan di
tempat lain tidak ada. Bila rupture aorta berupa transeksi aorta, maka perdarahann yang terjadi
masuk ke dalam rongga pleura dan menyebabkan hipotensi biasanya berakibat fatal dan
penderita harus dilakukan operasi dalam hitungan menit.7
Mekanisme yang menyebabkan ruptur adalah: (1) shear forces dalam hubungannya
dengan segmen mobile arkus aorta dan aorta torakalis desendens (mis titik fiksasi pada
ligamentum arteriosum); (2) kompresi aorta dan pembuluh darah besar lainnya pada kolumna
vertebralis;

dan

(3)

hiperekstensi

intraluminal

yang

cukup

besar

selama

momen

tubrukan.Seringkali gejala ataupun tanda spesifik ruptur aorta tidak ada, namun adanya
kecurigaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya deselerasi dan temuan radiologis yang
khas diikuti arteriografi merupakan dasar dalam penetapan diagnosis.Gejala klinis meliputi nyeri
dada substernal,kontusio dinding dada anterior, Sesak, disfagia, stridor, serak (akibat perluasan
18

hematoma) Angiografi harus dilakukan secara agresif karena penemuan foto thorax, terutama
pada posisi berbaring, hasilnya tidak dapat dipercaya. Apabila ditemukan pelebaran mediastinum
pada foto thorax dan diberlakukan kriteria indikasi agresif untuk pemeriksaan angiografi maka
hasil positif untuk rupture aorta adalah sekitar 3%. Angiografi merupakan pemeriksaan gold
standard tetapi Transesofageal Echokardiografi (TEE) merupakan pemeriksaan minimal invasive
yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. CT helical dengan kontras saat
ini merupakan cara terbaik untuk skrining cedera aorta.7
Kerusakan Pada Mediastinum
1.Ruptur Trakeobronkial
Ruptur trakea dan bronkus utama (rupture trakeobronkial) dapat disebabkan oleh trauma tajam
maupun trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma
tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari
tekanan saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini.
Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang
disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan
percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis,
sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari ruptur ini.1,9
2.Ruptur Esofagus
Ruptur esofagus lebih sering terjadi pada trauma tajam dibanding trauma tumpul thoraks dan
lokasi ruptur oleh karena trauma tumpul paling sering pada 1/3 bagian bawah esofagus. Akibat
ruptur esofagus akan terjadi kontaminasi rongga mediastinum oleh cairan saluran pencernaan
bagian atas sehingga terjadi mediastinitis yang akan memperburuk keadaan penderitanya.
Keluhan pasien berupa nyeri tajam yang mendadak di epigastrium dan dada yang menjalar ke
punggung. Sesak nafas, sianosis dan syok muncul pada fase yang sudah terlambat.1,9

19

DAFTAR PUSTAKA
1.F. Charles Brunicardi, dkk. In : Schwartz's Principles of Surgery. Edisi ke-9. New York: The
McGraw Hill Companies; 2016. hal 214.
2.Harcke HT, Pearse LA, Levy AD, Getz JM, Robinson SR. Chest wall thickness in military
personnel: implications for needle thoracentesis in tension pneumothorax. Mil
3.Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

20

4.M Henry, T Arnold. 2003. BTS guidelines for the management of pneumothorax. Thorax.
Diunduh dari www.thorax.bmj.com
5.McPherson JJ, Feigin DS, Bellamy RF. tension pneumothorax in fatally wounded combat
casualties. J Trauma. Mar 2006;60(3):573-8
6.Noppen M, De Keukeleire T. Pneumothorax. Respiration. 2008;76(2):121-7.
7.Philips BJ. Traumatic Rupture of The Thoracic Aorta: An Endoluminal Approach. [Online].
[2001]Availablefrom:http://www.ispub.com/ostia/index.php?
xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijc/vol1n1/tar.xml
8. . Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Jakarta : Komisi
Trauma IKABI. 2008
9.Warko Karnadihardja. Dinding Toraks dan Pleura. Dalam : Sjamsuhidajat R, dkk, (editor).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II, Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2005. hal : 404 410.

21

Você também pode gostar