Você está na página 1de 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN BRONKIOLITIS


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Bronchiolitis adalah suatu peradangan pada bronchiolus yang disebabkan
olehVirus. (Suriadi & Rita, 2006).
Bronchiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada
saluran nafas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun
dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan. (Mansjoer, 2000).
Bronkiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernafasan bawah yang
ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil ditandai edema
membran mukosa yang melapisi dinding bronkioli, ditambah infiltrasi sel dan
produksi mukus meningkat, yang menimbulkan obtruksi jalan nafas
(Keperawatan Pediatri, 2002)
Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obtruksi bronkiolus yang sering
diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6
bulan (Ngastiyah, 1997).
Bronchiolitis merupakan infeksi virus yang terjadi pada saluran udara
kecil pada paru-paru yang disebut bronkiolus. Bronchiolitis paling sering
menyerang bayi dan anak-anak kecil dan biasanya terjadi selama 2-3 tahun
pertama kehidupan mereka, dengan puncak gejala sekitar umur 3-6 bulan.
Bronchiolitis juga lebih sering diderita oleh laki-laki, anak-anak yang tidak
minum ASI, dan orang-orang yang tinggal di lingkungan padat penduduk.
2. Etiologi/Penyebab
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV),
6090% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2,
dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350
nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang
merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G
(attachment protein ) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang
menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua
protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua
macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala

yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi
RSV 2 - 5 hari.
Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata
diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan
teknik molekular tambahan.
RSV tetap menjadi penyebab 50 % 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus
parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan

human

metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % 19 % kasus


bronkiolitis. Kebanyakan anak-anak terinfeksi selama epidemik luas musim
dingin tahunan.
Faktor resikonya lebih meningkat pada bayi dengan yang merokok, dan
pada lingkungan anak yang kurang bersih ( Astuti, Harwina W, 2010 ).
Terdapat pembuktian bahwa kompleks imunologis yang memainkan
peranan penting dari patogenesis dari bronkiolitis dengan RSV. Reaksi alergi
tipe 1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal ini dapat dihitung untuk signifikansi dari
bronkiolitis. Bayi yang meminum ASI dengan colustrum tinggi yang
didalamnya terdapat Ig A tampaknya lebih relaktif terproteksi dari bronkiolitis.
3. Patofisiologi
Virus masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan sehingga terjadi infeksi
virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut,
ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan
debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi
limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara
berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka
sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang
besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang
kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan
ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama
ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan hiperinflasi. Ateletaksis
dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak
diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi

perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan


kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak
selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan
oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung
volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru
terjadi bila respirasi 60x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan
diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh
makrofag.
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir
edema saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa
jarang terjadi bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.

Pathway

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

Sesak

Ketidakefektifan
pola napas

Ketidakefektifan pola napas

4. Klasifikasi
Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

Keparahan
Ringan

Sedang

Tanda
Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik

Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui

dengan alat sederhana di kantor dokter atau RS


Salah satu di antara:

Kesulitan makan

Lemah

Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu


pernapasan

Berat

Adanya kelainan jantung atau saluran napas

Saturasi oksigen < 90%

Usia kurang dari enam bulan


Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun:

mungkin tidak membaik dengan pemberian


oksigen

menunjukkan episode terhentinya napas

menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau


terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida
dalam tubuh.

5. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya kelihatan pada empat hingga
enam hari setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa
dan anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan
terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan dan gejala yang mirip dengan
gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas. Tanda-tanda ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hidung mampet atau berlendir


Batuk kering
Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
Sakit leher
Sakit kepala ringan
Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)

Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat


menyebabkan timbulnya penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah
seperti radang paru atau bronchiolitis-peradangan pada saluran udara yang
kecil-kecil pada paru-paru. Gejala dan tanda-tandanya adalah :
1. Demam dengan suhu tinggi
2. Batuk yang parah
3. Tersengal-sengal ada suara ngik yang biasanya terdengar saat
menghembuskan napas
4. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan
menyebabkan anak lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
5. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen
Akibat paling parah akibat infeksi RSV akan diderita oleh bayi dan balita.
Pada bayi dan balita yang menderita infeksi RSV, tanda-tandanya akan terlihat
jelasa saat mereka menarik otot dada dan kulit di sekitar tulang iga, yang
menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas, dan napas mereka
mungkin pendek, dangkal dan cepat. Atau mereka mungkin tidak
menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tapi mereka tidak mau makan dan
biasanya lemas dan rewel.
Kebanyakan anak-anak dan orang dewasa akan membaik dalam delapan
hingga 15 hari. Tapi pada bayi-bayi yang usianya masih sangat muda, bayi
yang terlahir premature, atau bayi atau orang dewasa yang memiliki masalah
pada jantung dan paru-paru , virus ini akan menyebabkan infeksi lebih berat
seringkali mengancam keselamatan jiwa yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit.
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer
dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai
demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang
ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan
menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya
terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita
infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau
tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 1,3,6

Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,

kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat.


Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan
retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru).


Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar

dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.


Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh

paru yang hiperinflasi.


Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar.
Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis

ringan, otitis media serta faringitis.


Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena
adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur
dioxide). Karakteristiknya:
o gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa
minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan
wheezing yang berulang.
o Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis.
o Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke
peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis
dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi.
Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis
biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh >40 oC, frekuensi nfas
meningkat dari frekuensi nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya
tidak ada masalah dengan tekanan darah.
B1 (Breathing)

Inspeksi: Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi

pernafasan , biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.


Palpasi: Taktil prenitus biasanya normal.
Perkusi: Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi

resonan pada seluruh lapang paru.


Auskultasi: Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase
yang buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan
drainasenya baik di tambah dengan adanay konsulidasi di sekitar
abses , maka akan terdengar suara nafas bronchial dan ronkhi basah.

B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
di dapatkan berarti tidak mengalami pergeseran.
B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari hari.
7. Pemeriksaan Diagnostic/Penunjang

Darah lengkap
Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel
darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung
jenis mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri

Urin
Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai
balance cairan dan kemungkinan dehidrasi.

Serum darah
Kimia

serum darah

tidaklah

terpengaruh

secara

langsung

oleh

infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat


dehidrasi.

Analisa gas darah


Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat,
terutama yang menuntut ventilasi mekanik atau buatan.

Radiologi
Foto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan
lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit)
o

Hiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah


nonspesifik dan mungkin juga dapat pada gambaran pasien dengan
sakit asma, pneumonia yang tidak lazim atau karena virus, dan aspirasi
cairan.

Ateletaksis fokal

Gambaran udara yang terperangkap

Gambaran sekat diafragma yang rata

Peningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior

Peribronchial Cuffing

Foto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk


diagnosa banding, seperti pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif,
atau aspirasi benda asing.

Pemeriksaan lainnya:
o

Antigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat


( pada umumnya di dalam 30 min) dan akurat ( kepekaan 87-91%,
ketegasan 96-100%) dalam pendeteksian RSV.

Kultur positif

dengan

direct fluorescent antibody, test hasil

percobaan dapat mengkonfirmasikan infeksi karena RSV .

Nasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan


opname dan anak-anak yang berhadapan dengan resiko berat.

Kultur RSV lebih sedikit sensitip ( 60%) tetapi spesifitas mencapai


100%.

Panel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur


untuk RSV atau lain virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent
antibody atau dengan polymerase chain reaction mungkin bermanfaat
untuk pertimbangan yang berikut:

Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya

Untuk mencari agen lain infeksius yang lain

Karena tujuan epidemiologik.

8. Kriteria Diagnosis/Diagnosa Banding


a. Asma bronchial
Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama,
mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat
memanjang, eosinofilia dan respons perbaikan segera pada pemberian
b.
c.
d.
e.
f.

satu dosis albuterol aerosol.


Pneumonia
Aspirasi benda asing
Refluks gastroesophageal
Sistik fibrosis
Miokarditis

9. Terapi/Tindakan Penanganan
Obat-obatan umumnya

tidak

menolong

bayi

yang

mengalami

bronchiolitis, tetapi yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan


pemberian makan (ASI, formula, atau makanan tambahan sesuai usia bayi)
dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. ASI diberikan
lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap kalinya. Dengan
demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi.
Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan
diberikan sirup yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi
rasa gelisah. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi.
Namun apabila penyakit menunjukkan keparahan atau infeksi serius yang

dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa ke rumah sakit untuk
memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan jantung dan laju pernafasan.
Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka
belum ada obat kausal. Antibiotuik tidaki berguna, obat yang biasanyan
diberikan adalan obat penurun demam, banyak minum terutama sari buahbuahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banayk lender
lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ad dan dalam 2 minggun
tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan
antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang serasi untuk M.
pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya
amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid. (Ngastiyah, 1997)
a. Penatalaksanaan medis
1) Terapi farmakologis
a) Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas
dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan mengurangi
sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan nebulasi, contoh obat ini
adalah proventil, ventolin.
b) Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu
mengurangi

sesak

napas

dan

mengontrol

demam,

namun

pemberiannya tidak dianjurkan. Deksametason 0,5 mg/kgBB inisial,


dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
c) Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk
nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit
jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi akademik pediatric
amerikaka (AAP)
d) Antibiotik
Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV karena
RSV disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik
tetap diberikan karena bronchiolitis sukar dibedakan dengan
pneumonia interstisialis, dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri,
seperti infeksi di telinga bagian tengah, atau radang paru-paru karena
bakteri. Bila tidak ada komplikasi, maka dokter mungkin akan
merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas seperti
asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang

dapat mengurangi demam tetapi tetap tidak dapat mengobati infeksi


tersebut untuk sembuh lebih cepat.
i. Untuk kasus bronkiolitis community base:
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
ii. Untuk kasus bronkiolitis hospital base:
- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
e) Epinephrine. Dokter mungkin merekomendasikan suntikan
epinephrine atau bentuk lain dari epinephrine yang dapat diinhalasi
dengan alat nebulasi (racenic epinephrine) untuk mengurangi gejala
yang timbul dari infeksi RSV.
f) Paracetamol, diberikan jika anak merasa tidak nyaman dan mengalami
demam (10 mg/kgBB/hari).
g) Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki
transpor mukosilier.
2) Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.
3) Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui
selang udara ke hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah,
melalui ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis ringan, oksigen diberikan
sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai kebutuhan.
4) Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan
ventilasi mekanik, sebuah alat bantu pernapasan. Anak akan merasa lega
setelah lebih mudah bernapas dan selera makannya juga akan mulai
kembali membaik.
5) Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila
anak sulit makan dan minum.
a) Neonatus: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, + KCl 1-2
mEq/kgBB/hari
b) Bayi > 1 bulan: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10
mEq/500 ml cairan
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar


tidak terjadi dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan baik.
Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi dan
beri makan dengan porsi yang lebih kecil namun dengan frekuensi lebih
sering.
2) Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30-40
(semifowler) atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan
sehingga leher berada pada posisi ekstensi untuk mempermudah
pernapasan. Atau duduk dengan posisi tegak.
3) Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk
membantu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang
mengental.
4) Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup
lembab untuk dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan
atau kamar dalam keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila
udaranya kering, gunakan pelembab ruangan (humidifier) atau
vaporizer yang dapat melembabkan udara dan membantu melegakan
napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara dalam keadaan
kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman.
5) Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat
memperburuk gejala yang ada.
6) Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama.
Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala

Ringan
Tidak memerlukan

Bronkiolitis
Sedang
Perawatan di rumah sakit

penilaian lebih lanjut

Berikan oksigen

Perawatan dirumah,

> 93 %
-

dijelaskan keadaannya
-

Berobat ulang ke
dokter setelah 2 3 hari
kemudian

Pemberian oksigen sampai

sehingga saturasi oksigen

jika orang tua pasien


mampu dan sudah

Berat
Perawatan di rumah sakit

saturasi oksigen > 95 %


-

Pengamatan seksama untuk

Pertimbangkan

antisipasi kemungkinan

pemberian cairan

memerlukan intubasi dan

intravena

pemakaian ventilator

Pengamatan seksama

Berikan cairan intravena

terhadap perburukan

Monitor system

kondisi

cardiorespiratori

Foto thorak

Foto thorak

Aspirasi nasopharyngeal

Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

untuk virus

imunoflurorecency

imunoflurorecency

dan kultur

dan kultur
- Pertimbangkan pengawasan
gas pembuluh darah arteri
-

Pertimbangkan untuk
konsultasi perawatan ICU
anak.

10. Komplikasi
a. Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi
dapat menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian.
b. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di
belakang gendang telinga.
c. Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang
yang terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran
napas terhadap allergen, sehingga dapat memicu terjadinya astma.
d. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul
berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang
cenderung membaik sebelum usia sekolah.
e. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom
Swyer-James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus.
f. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi
yang lahir prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada
jantung dan paru-parunya, infeksi RSV dapat berakibat serius sampai
menimbulkan kematian
g. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna
ataukolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks
batuk hilang.
h. Hipoksia yaitu kondisi sindrom kekurangan oksigen pada jaringantubuh.
i. Gangguan Asam Basa (asidosis metabolic, alkalosis respiratorik,
danasidosis respiratorik). (Suriadi & Rita. 2006)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas diri pasien.
b. Keluhan utama : keluhan utama pada klien bronkiolitis meliputi batuk
kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh
dapat mencapai > 40o C dans esak nafas.
c. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkiolitis bervariasi tingkat
keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga
penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda
terjadinya toksemia klien dengan bronkiolitis sering mengeluh malaise,
demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardia, takipnea.
Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang di dapatkan terdiri atas batuk,
ekspektorasi atau peningkatan produksi secret dan rasa sakit di bawah
sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah
atau biasa yang di minum klien untuk mengurangi keluhannya dan
mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan untuk dipakai
kembali.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali mengeluh pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi
pada pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatat baikbaik.
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkiolitis di dapatkan klien
sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stressor
penting yang membuat klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan
moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi untuk pemenuhan informasi
mengenai prognosis penyakit dari klien. Kaji keluhan klien dan keluarga
tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek
samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur
serta mencegah kontak dengan allergen atau iritan (jika diketahui penyebab

alergi), system pendukung (support system), kemauan dan tingkat


pengetahuan keluarga.
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis
biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh >40 oC, frekuensi nfas
meningkat dari frekuensi nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya
tidak ada masalah dengan tekanan darah.
B1 (Breathing)

Inspeksi: Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi

pernafasan , biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.


Palpasi: Taktil prenitus biasanya normal.
Perkusi: Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi

resonan pada seluruh lapang paru.


Auskultasi: Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase
yang buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan
drainasenya baik di tambah dengan adanay konsulidasi di sekitar
abses , maka akan terdengar suara nafas bronchial dan ronkhi basah.

B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
di dapatkan berarti tidak mengalami pergeseran.
B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.

B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari hari.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Resiko Infeksi
c. Risiko jatuh
d. Hipertermi
e. Ketidakefektifan pola napas

3. Rencana Asuhan Keperawatan


N

Diagnosa

O Keperawatan
1 Ketidakefekti

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Rasional

Hasil
Setelah
dilakukan 1.Monitor frekuensi napas 1.Frekuensi

fan bersihan asuhan keperawaan

pasien/status

jalan napas

pasien

selama

...x...

diharapkan

jam
pasien

mampu

oksigen

2.Posisikan pasien untuk


memaksimalkan

meningkatkan

dan

ventilasi

mempertahankan
keefektifan
nafas,

3.Latih teknik batuk efektif

1. Tidak mengeluh

teratur
Dewasa: 1420x/mnt

apakah

terjadi gangguan pada


sistem pernapasan
2.Posisi semifowler dan
fowler akan
memaksimalkan
dalam tubuh
3.Batuk

dengan

sesak
2. Pernafasan

menunjukan

masuknya oksigen ke

jalan

kriteria hasil:

pernapasan

4.Lakukan chest fisioterapi


bila perlu
5.Auskultasi suara nafas
setiap 2-4 jam dan

efektif

membantu
pengeluaran dahak
4.Chest fisioterapi
membantu
pengeluaran dahak
5.Mengetahui bunyi nafas

< 1 th: 30-40

kalau diperlukan
6.Lakukan
pengisapan 6.Suction

x/mnt
1-2 th: 25-35

(suction)

x/mnt
2-5 th: 25-35
3. Mampu

secara

berkala.
7.Kaji suara nafas sebelum
dan sesudah melakukan

sputum/batuk

pengisapan

paru

bersih, vesikuler,

secret

terjadi
pada

perubahan
suara

nafas

sebelum dan sesudah

8.Pertahankan

suhu

humidifier tetap hangat

(>37oC)
tidak ada suara
9.Kolaborasi
nafas abnormal
pemberian

mengsisap

dengan cepat
7.Mengetahui
apakah

mengeluarkan
efektif
4. Suara

membatu

suction
8.Agar perbedaan dengan
suhu

dalam
mukolitik,

bronkodilator bila perlu

tubuh

tidak

terlalu jauh
9.Mukolitik
membantu
menghancurkan
dahak, bronkodilator
membuka
nafas

saluran
yang

menyempit
2

Resiko

Setelah

infeksi

asuhan keperawatan
selama

dilakukan 1.Pantau tanda dan gejala 1.Tanda gejala infeksi


infeksi

...x...jam

diharapkan
hilang,

jika muncul tanda

faktor

risiko infeksi akan


dengan

kriteria hasil:

gejala infeksi dapat


2.Kaji faktor yang

ditangani dengan baik


meningkatkan serangan 2.dengan mengetahui
infeksi

3.Pantau hasil laboratorium


(WBC, protein serum,

pribadi yang baik


albumin)
- Mengindikasikan
4.Batasi pengunjung
status
gasrointestinal,
pernafasan,
genitourinaria dan

faktor yang
meningkatkan infeksi,

- Terbebas dari gejala


atau tanda infeksi
- Menunjukan hygiene

harus dipantau agar

faktor tersebut dapat


dikurangi
3.hasil WBC yang
meningkat
menunjukan adanya
infeksi bakteri
4.pengunjung
kemungkinan

imun dalam batas 5.Lakukan teknik isolasi


normal
- Melaporkan

tanda

infeksi

serta

bakteri yang dapat


menginfeksi pasien
5.isolasi memungkinkan

mengikuti prosedur
pencegahan

membawa virus

dan

pemantauan

pasien untuk terpapar


infeksi dari

6.Intruksikan untuk

lingkungan
6.menjaga hygiene

menjaga hygiene
pribadi dan melindungi
tubuh dri infeksi
7.Ajarkan pasien cara

pribadi dapat
mencegah infeksi

mencuci tangan yang


7.mencuci tangan dapat

benar
8.Kolaborasi dalam

mencegah penularan

pemberian antibiotika

infeksi
8.pemberian antibiotika
akan menekan
penyebab infeksi

Resiko Jatuh

Setelah

dilakukan 1.Lakukan

asuhan keperawatan
selama ... x ... jam
diharapkan

pasien

tidak jatuh, dengan


kriteria hasil:

pengkajian 1.Mengetahui

risiko pasien jatuh


2.Komunikasikan

dengan

keluarga faktor faktor


yang

dapat

menyebabkan

- Dapat

pasien

pasien

jatuh
pada

tempat waktu dan


orang
- Tidak jatuh ketika
berdiri
- Tidak jatuh ketika
berjalan
- Tidak jatuh
tempat tidur

dari

3.Monitor

jatuh

tinggi

atau rendah
2.Keluarga juga

harus

memahami
apa

saja

tentang
yang

mungkin
menyebabkan pasien

mempertahankan
orientasi,

risiko

terjatuh
kekuatan 3.Mengetahui

keseimbangan

dan

kelemahan saat pasien

pasien

kesiapan
untuk

melakukan mobilisasi

berdiri, berjalan, atu


berpindah
4.Pastikan
roda
terkunci

4.Bed
bed

yang

mengurangi
pasie jatuh
5.Mengurangi

terkunci
rsiko

- Tidak

jatuh

saat 5.Intruksikan agar pasien

berpindah dari satu

meminta

bantuan

tempat ke tempat

ketika

lainnya.

berjalan/berpindah

ingin

tempat
6.Pasang pengaman tempat
tidur di kedua sisi bed
4

Hipertermi

Setelah dilakukan
asuhan keperawatan

1.Monitor temperatur
tubuh setiap 6 jam

kemungkinan pasien
jatuh
6.Pemasangan pengaman
tempat tidur penting
untuk mencegah agar
pasien tidak erjatuh
dari tempat tidur
1.Pemantaukan yang
teratur akan

selama ...x.... jam

menunjukan

diharapkan

perkebangan kondisi

peningkatan suhu
tubuh dapat teratasi. 2.Perhatikan pola nafas,
Dengan kriteria

nadi, adanya menggigil

pola nafas
3.Penggunaan selimut

Suhu : 36 37.5
o

C
3.Batasi penggunaan
Nadi:
selimut
Dewasa: 80 100
x/mnt
< 1 th: 110-160
x/mnt
1-2 th: 100-150
x/mnt
2-5 th: 95-140

20x/mnt
< 1 th: 30-40

tebal akan
menghambat
pertukaran panas
dengan lingkungan
4.Pemberian kompres

4.Berikan kompres air


biasa

dapat menurunkan
suhu tubuh karena
akan terjadi

x/mnt
5-12 th: 80-120
x/mnt
Respirasi
Dewasa: 14-

kadang disertai
peningkatan nadi dan

hasil:
-

pasien
2.Peningkatan suhu tubuh

pertukaran panas
5.Penggunaan pakaian
5.Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
yang tipis dan

x/mnt
1-2 th: 25-35

menyerap keringat
6.Anjurkan pasien minum

x/mnt
2-5 th: 25-35

air putih/susu/ASI
sesuai kebutuhan tubuh

yang tebal akan


menghambat
pertukaran panas
6.Mencegah terjadinya
dehidrasi
7.Pemberian antipiretik

x/mnt
5-12 th: 20-25
5

Ketidakefekti
fan
napas

7.Kolaborasi dalam

akan membantu

pemberian antipiretik

x/mnt
Tidak menggigil
Kulit hangat,

tidak kemeraha
Setelah dilakukan

pola asuhan keperawatan


selama ...x.... jam
diharapkan
ketidakefektifan pola
napas pasien dapat
teratasi.
Dengan kriteria
hasil:
- Mendemonstrasikan

menurunkan suhu
tubuh

1.Posisikan pasien untuk 1.Memungkinkan

ekpansi

paru dan memudahkan

memaksimalkan

pernafasan
ventilasi
2.Auskultasi suara napas 2.Mengetahui adanya suara

dan

catat

adanya

penggunaan otot bantu

napas abnormal pada


pasien

pernapasan
3.Monitor tanda-tanda vital 3.Mengetahui
keadaan
4.Kolaborasi
dalam
umum
pasien
dan
pemberian oksigenasi
perkembangan kondisi
pasien

batuk efektif dan

4.Memperbaiki pola nafas

suara napas yang

dan irama nafas menjadi

bersih, tidak ada

teratur

sianosis dan
dyspnea (mampu
mengeluarkan
sputum dan
mampu bernapas
dengan mudah)
- Menunjukkan jalan
napas yang paten
(pasien tidak
merasa tercekik,
irama napas,
frekuensi
pernapasan, dalam
rentang normal,
tidak ada suara

napas abnormal,
dan penggunaan
otot napas
tambahan)
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal:
Suhu : 36 37.5 oC
Nadi:
Dewasa: 80
100 x/mnt
< 1 th: 110-160
x/mnt
1-2 th: 100-150
x/mnt
2-5 th: 95-140
x/mnt
5-12 th: 80-120
x/mnt
Respirasi
Dewasa: 1420x/mnt
< 1 th: 30-40
x/mnt
1-2 th: 25-35
x/mnt
2-5 th: 25-35
x/mnt
5-12 th: 20-25
x/mnt

C. Daftar Pustaka
Astuti, H Widya, Rahmat A Saeful.2010.Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.Trans Infi Media:Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.

Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.

Você também pode gostar