Você está na página 1de 8

ALI BIN ABI THALIB

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama
Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga
khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut
pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah
pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal
13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum
dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah
Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti
memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.

PROSES ALI MENJADI KHALIFAH


Proses pengangkatan beliau sebagai Khalifah yang mula-mula di tolak oleh beliau sebab
situasi yang kurang tepat yang banyak terjadi kerusuhan disana sini. Dan sebab waktu itu
masyarakat butuh pemimpin akhirnya sebab desakan masyarakat untuk menjadikan Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib menjadi pemimpin pun akhirnya diterima. Pada tanggal 23 juni 656
Masehi, beliau resmi menjadi Khalifah
Haidarah adalah nama Imam Ali yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya
menamakannya dengan Ali, sehingga ia terkenal dengan dua nama itu, walaupun nama Ali
lalu lebih terkenal. Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari
Fathimah binti Muhammad saw., seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan buruk oleh
Ali r.a. selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya setelah kematiannya. Dia
juga mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang dia kawini setelah
wafatnya Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan wanita merdeka atau hamba sahaya. Yaitu:
Muhsin, Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far,
Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al Awsath,
Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab ash Shugra, Ummu Kaltsum ash
Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far,
Jumanah, dan Taqiyyah.

Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib r.a.

Setelah Utsman ra. syahid, Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau ra.
menolak, namun akhirnya beliau ra. menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan
sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak
datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka:
"Beliau (Utsman ra.) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak
mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali ra.)". Ali ra. berkata kepada

mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, sebab saya lebih senang menjadi wazir
(pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah,
kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali
ra. menjawab: "Jika kalian tidak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka
baiat itu hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang
bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah Ali ra. ke masjid dan orangorang berbaiat kepadanya. Dalam Tarikh Al-Yaqubi dikatakan: Ali bin Abi Thalib (ra.)
menggantikan Utsman sebagai khalifah... dan ia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.),
Kaum Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu anhum). Sedangkan orang yang pertama kali
membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin Ubaidillah (ra.).
Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari Safinah ra.,
dia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda: Kekhilafahan berlangsung selama 30
tahun dan setelah itu adalah kerajaan. Safinah ra. berkata: Mari kita hitung, Khilafah Abu
Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah Umar ra. 10 tahun, Khilafah Utsman ra. 12 tahun,
dan Khilafah Ali ra. 6 tahun. Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna
mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat setelah sebelumnya Ibnu Sabadan Sabaiyahnya
melancarkan konspirasi dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam.
Pada masa kekepemimpinan Ali ra. ini, Ibnu Saba dan Sabaiyah nya pun kembali
melancarkan konspirasi dan makar mereka, sehingga membuat keadaan menjadi semakin
rumit. Diriwayatkan bahwa pada akhirnya Ali ra. membakar banyak dari pengikut Sabaiyah
ini dan juga mengasingkan Ibnu Saba ke Al-Madain. Sahabat yang lahir dalam keprihatinan
dan meninggal dalam Kesunyian. Dialah, khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Ali kecil adalah anak
yang malang. Namun, kedatangan Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi
baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega dia bercurah
hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tidak mampu
mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tidak pernah bisa
merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta
sekalian alam. Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak
dari sinilah, dia kemudian bertekad kuat untuk tidak mengulang kejadian ini buat kedua kali.
Dia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tidak lagi menangisi ayahnya seperti
tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak hanya dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun
turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tidak
mampu dia lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya. Betulbetul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat
ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, dia
telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya
(Rasulullah), sebab ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".
Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat
rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang
hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata,
jika lalu ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah
ditemani Abu Bakar seorang. Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang
pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para
sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali
menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya.
Dalam perang itu dia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang
terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana

badai gurun. Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan
pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya pada apa yang disebut dengan iman.
Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat.
Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah
doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tidak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah,
disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika Engkau tidak menurunkan bantuanmu, Islam
takkan lagi tegak di muka bumi ini..." Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh lalu
melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah
lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan
bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi
bintang lapangannya hari itu.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang
disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat sebab
dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat
bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga
gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali
menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah
dalam kondisi kritis. Perang Uhud walaupun pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud,
Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya,
Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tidak terperi, sebab Hamzah-lah yang
selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa
penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di
Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya,
mempersembahkan kontribusi besar pada kemenangan dan perkembangan Islam. Bagi Ali
sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti
Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka
ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah. Juga di perang
Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali
kembali menjadi pahlawan, setelah hanya ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju
meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, Amr bin Abdi Wud.
Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu.
Rasulullah SAW bahkan bersabda: Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan
manifestasi seluruh kekufuran. Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali
menyudahinya dengan kemenangan.
Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan
kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW
pada sebuah kesempatan : Peperangan Ali dengan Amr lebih utama dari amalan umatku
hingga hari kiamat kelak. Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di
Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah.
Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan
Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di
Mekkah, walaupun seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu.
Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka. Perubahan drastis
ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Dia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu,
mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang
lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok
yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini
adalahkota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari pakar pedang menjadi pakar kalam

(pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga lalu ia 'terbangun' kembali ke gelanggang
untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di
mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.

Strategi Ali Bin Abi Thalib dalam kepemimpinan

Diantara strategi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah
memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga
menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang
Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan mengenai strategi
itu;
1. Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut
membaiat Ali ra., dan Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat
kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang
berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat
mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera
mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan
fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu
waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan
persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada
akhirnya menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan
Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka
berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim
seraya mengumandangkan slogan: Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak
boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah
telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan
Allah.Ungkapan mereka: Tiada ada hukum kecuali hukum Allah, dikomatahari
oleh Ali: Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada akhirnya Ali ra.
memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di
mana nyaris seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang
terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang saja.

2. Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan


Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada
masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka
mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan
perluasan wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam
masih sangat sederhana sebab belum banyak terpengaruh oleh kemewahan
duniawi, kekayaan dan kedudukan. Namun pada masa pemerintahan Khalifah
Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai
terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh sebab itu, beban yang harus
dipikul oleh penguasa selanjutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu

Abi Thalib dalam mengatasi persoalan itu tetap dilakukannya, walaupun ia


memperoleh tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu memiliki tujuan agar
masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya
diantaranya :
a. Mengganti Para Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan
Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan terpaksa
diganti, sebab banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut pengamatan
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang menyebabkan
timbulnya berbagai gerakan pemberontakan pada pemerintahan Khalifah
Usman Ibnu Affan. Mereka melakukan itu sebab Khalifah Usman pada paruh
kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan kontrol pada para
penguasa yang berada dibawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan sebab
usianya yang sudah lanjut usia, selain para gubernur sudah tidak lagi banyak
yang mempunyai idealisme untuk memperjuangkan dan mengembangkan
Islam. Pemberontakan ini pada akhirnya membuat sengsara banyak rakyat,
sehingga rakyatpun tidak suka pada mereka. Berdasarkan pengamatan inilah
lalu Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mencopot mereka. Adapun para gubernur
yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti gubernur lama
yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria, Sahl Ibnu Hanif sebagai
gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai gubernur Basrah, Umrah Ibnu
Syihab sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad sebagai gubernur Mesir,
Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.
b. Menarik kembali tanah milik negara
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang
diberikan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang lalu
merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara. Oleh
sebab itu, saat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi Khalifah, dia memiliki tanggung jawab
yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau berusaha menarik kembali semua tanah
pemberian Usman Ibnu Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik negara.

Usaha itu bukan tidak memperoleh tantangan. saat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib banyak
memperoleh perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan Khalifah Usman Ibnu Affan.
Salah seorang yang tegas menentang saat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah Muawiyah
Ibnu Abi Sufyan. Karena Muawiyah sendiri telah terancam kedudukannya sebagai gubernur
Syria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, Muawiyah menghasut
kepada para sahabat lain supaya menentang rencana Khalifah, selain menghasut para sahabat
Muawiyah juga mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot oleh
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang Shiffin dan sebagainya.
Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semata memiliki tujuan untuk membersihkan
praktek Kolusi, korupsi dan Nepotisme didalam pemerintahannya. Tapi menurut sebagian
masyarakat kalo situasi pada saat itu kurang tepat untuk melakukan hal itu, yang akhirnya
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal ditangan orang-orang yang tidak menyukainya.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib bekerja keras sebagai Khalifah sampai akhir hayatnya, dan

beliau menjadi orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad Saw.
3. Perkembangan di Bidang Politik Militer
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mempunyai kelebihan, seperti kecerdasan,
ketelitian, ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya saat ia terpilih
sebagai Khalifah, jiwa dan semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak
usaha yang dilakukan, termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk
kepentingan negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang.
Selain itu, ia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang
bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan sifat keberaniannya, baik
dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau amat tahu medan dan tipu daya
musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang Shiffin. Dalam perang itu Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibuat Muawiyah Ibnu
Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
menolak ajakan damai, sebab dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah
orang yang sangat licik. Namun para sahabatnya mendesak agar menerima
tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini lalu dikenal dengan istilah "Tahkim" di
Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya adalah bukti
kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu
Abi Thalib. Usaha Khalifah terus memperoleh tantangan dan selalu dikalahkan
oleh kelompok orang yang tidak senang pada kepemimpinannya.
Karena peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu
Kelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah (pengikut Ali). Ketiga
kelompok itu yang pada masa selanjutnya adalah golongan yang sangat kuat dan yang
mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.
4. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai
Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah
kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak
ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum
Islam. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama
bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa
Arab
. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali
untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ). Dengan adanya Ilmu
Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka
orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam
membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
4. Perkembangan di Bidang Pembangunan

Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang
dilaksanakannya, terutama dalam masalah tatakota . Salah satukota yang dibangun
adalahkota Kuffah. Semula pembangunankota Kuffah ini bertujuao politis untuk
dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari
berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan.
Akan tetapi, lama kelamaankota itu berkembang menjadi sebuahkota yang
sangat ramai dikunjungi bahkan lalu menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan
sebagainya. Pembangunankota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak
semula tidak mau tunduk pada perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu
jauh dengan pusat pergerakan Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh
dibilangkota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah.

AKHIR RIWAYAT HIDUP ALI BIN ABI THALIB


Masa kekhalifahan Ali penuh dengan pergolakan, cita-cita Ali ingin mengadakan
konsolidasi interen dalam pemerintahannya tidak tercapai. Kemungkinan hal ini terjadi
karena Ali menjalankan pemerintahan dengan pendekatan revolusioner atau hanya menerima
sisa-sisa kekecewaan akibat sistem pemerintahan yang dijalankan Usman bin Affan.
Pada waktu Ali bersiap-siap hendak mengirim pasukan sekali lagi untuk memerangi
Mu'awiyah, terbentuklah suatu komplotan untuk mengakhiri hidupnya. Kelompok itu terdiri
dari tiga orang Khawarij yang bersepakat hendak membunuh Ali, Mu'awiyah serta Amr bin
Ash yang dilakukan pada malam yang sama. Barak ibnu Abdullah al-Tamimi menuju Syam
untuk membunuh Amr bin Ash dan Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali yang sedang
memanggil orang untuk shalat[24].
Diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa Ibn Muljam adalah satu dari tiga orang yang
bersumpah didepan kabah bahwa pada hari yang sama mereka akan membersihkan
komonitas Islam dari tiga tokoh pengacau: Ali, Muawiyah, dan Amr ibn Ash. Tempat
terpencil di dekat Kufah yang menjadi makam Ali, kini masyhad Ali di Najaf berkembang
menjadi salah satu pusat ziarah terbesar dalam agama Islam.[25]
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berangkat dari pembahasan terdahulu maka pada poin penutup ini penulis dapat
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1.

Kekhalifaan Ali bin Abi Thalib adalah kekhalifaan yang bermaksud mengejawantahkan
pesan-pesan Rasulullah yang dia peroleh selama bersamanya.

2. Konprontasi dari berbagai pihak (Khawarij, Thalha CS dan Muawiyah) adalah bukti sejarah
Islam yang memilukan karena lebih banyak tergerakkan oleh motif-motif material ketimbang
kemanusiaan dan agama.

Você também pode gostar