Você está na página 1de 28

LAPORAN KASUS

SEORANG PRIA 49 TAHUN DENGAN PHLEGMON DASAR MULUT


E.C. GANGREN PULPA GIGI MOLAR 1 KIRI BAWAH

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Pembimbing
drg. Devi Farida Utami, Sp. BM

Disusun Oleh:
1. Husein Alaydrus

22010115210068

2. Victoria Natasha S

22010115210030

3. Vania Essianda

22010115210132

ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah
lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Perbandingan antara bakteri aerob dengan anaerob adalah
10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang
terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucous membrane, dorsum lidah, saliva,
dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perikontinuitatum, hematogen
dan limfogen, seperti periodontitis apikalis yang berasal dari gigi yang nekrosis. Infeksi gigi
dapat terjadi melalui berbagai jalan yaitu lewat penghantaran yang endogenous dan melalui
masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril.
Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen dapat dibagi menjadi :
1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir : Abses periodontal akut, periimplantitis
2. Infeksi odontogen luas / menyebar : Early cellulitis, deep space infection
3. Life threatening : Facilitis dan Ludwig's angina
Salah satu infeksi odontogenik yang sering terjadi adalah phlegmon. Phlegmon atau
Ludwig's angina adalah suatu penyakit kegawatdaruratan, yaitu terjadinya penyebaran infeksi
secara difus progresif dengan cepat yang menyebabkan timbulnya infeksi dan tumpukan
nanah pada daerah rahang bawah kanan dan kiri (submandibula) dan dagu (submental) serta
bawah lidah (sublingual), yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas dengan
gejala berupa perasaan tercekik dan sulit untuk bernafas secara cepat (mirip dengan pada saat
terjadinya serangan jantung yang biasa dikenal dengan angina pectoris). Sedangkan Ludwig's
angina sendiri berasal dari nama seorang ahli bedah Jerman yaitu Wilhem Von Ludwig yang
pertama melaporkan kasus tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Phlegmon Dasar Mulut


Phlegmon dasar mulut atau Ludwig`s angina adalah suatu kondisi inflamasi akut yang
bersifat difus infiltrat jaringan lunak di bawah kulit/ mukosa (submandibular, submental/
sublingual space).1 Ludwig`s angina dikemukakan pertama kali oleh Von Ludwig pada 1836
sebagai selulitis dan infeksi jaringan lunak di sekeliling kelenjar mandibula. Kata angina pada
Ludwig`s angina dihubungkan dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara
mendadak.2
Ludwig`s angina merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat penjalaran pus dari
abses periapikal tergantung jenis gigi (seperti pada fascial spaces). Kriteria yang mendasari
suatu keadaan disebut dengan Ludwig`s angina yaitu:
1. Proses selulitis pada submandibula space (bukan merupakan abses)
2. Keterlibatan dari submandibula space baik unilateral atau bilateral
3. Adanya gangren dengan keluarnya cairan serosanguinous yang meragukan ketika
dilakukan insisi dan tidak jelas apakah itu adalah pus
4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan kelenjar
5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara limfatik2

2.1.1 Definisi Angina Ludwig


Definisi Angina Ludwig atau phlegmon dasar mulut adalah infeksi ruang
submandibula berupa selulitis atau flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa
pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada
limfadenopati, sehingga keras pada perabaan submandibula. Ruang suprahioid berada antara
otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang

ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah
ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara
potensial. 3

Gambar 1. Angina Ludwig atau Phlegmon Dasar Mulut

2.1.2 Epidemiologi
Kebanyakan kasus Angina Ludwig dapat terjadi pada orang sehat secara dini. Dengan
terdapat faktor predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik,
glomerulonefritis, dermatomyositis, dan sistemik lupus eritematosus. Penderita terbanyak
berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada anak berumur 12
hari atau orang tua berumur 84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai
4:1). Pemeriksaan gigi ke dokter secara teratur dan rutin penanganan infeksi gigi dan mulut
yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya Angina Ludwig..3

2.1.3 Anatomi Leher dan Rongga Mulut

Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fasia penting


untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh berbagai
fasia pada leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi
dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan
termasuk melalui saluran limfe. Ruang submandibula merupakan ruang di atas tulang hyoid
(suprahyoid) dan otot mylohyoid. Di bagian anterior otot mylohyoid memisahkan ruang ini
menjadi dua yaitu di bagian superior adalah ruang sublingualis dan di bagian inferior yaitu
otot submaksilaris. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang
sublingualis, ruang submentalis dan submaksillaris. 4

Gambar 2. Ruang Sublingual di superior dari Otot Mylohyoid.


Ruang Submandibularis di inferior dari Otot Mylohyoid
Ruang submandibularis dipisahkan dengan ruang sublingualis di bagian superiornya
oleh otot mylohyoid dan otot hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di
bagian lateralnya oleh korpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fasia superfisial, otot
platysma lapisan superfisial pada fasia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk
5

oleh otot digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan
ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. Ruang
submandibula ini mengandung kelenjar submaxillaris, duktus Wharton, nervus lingualis dan
hypoglassal, arteri fasialis, dan sebagian nodus limfe dan lemak. 4
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis
tengah di bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi bagian anterior dari
otot digastrikus. Dasar pada ruangan ini adalah otot mylohyoid sedangkan atapnya adalah
kulit, fasia superficial, dan otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus
limfe dan jaringan lemak fibrous. Ruang submaxillaris berada di bawah otot mylohyoid, dan
ruang sublingual berada di atasnya tetapi masih di bawah lidah. Ruang-ruang yang sering
terkontaminasi adalah leher bagian depan, ruang faringomaksilaris (parafaringeal), retrofaring
dan mediastinum superior. 4

2.1.4 Etiologi
Dilaporkan sekitar 50%-90%

Angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik,

khususnya dari molar dua atau tiga bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada
tingkat otot myohyloid, dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula. Ada juga
penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar,
fraktur mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat
intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral,
luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar atau lantai
mulut.5
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Angina Ludwig melalui
isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Banteri anaerob seringkali
juga diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif

yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, dan
Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang
diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus
influenza dan spesies Klebsiella.5

2.1.5 Patogenesis
Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi, nekrosis pulpa karena karies dalam
yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi
akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. 5
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa,
abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi
pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibula,
abses submaseter, dan Angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di
aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk
abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang
parafaringeal. 5
Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan
sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang. Infeksi

premolar dan molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar ke ruang-ruang yang


dibatasi oleh m. Mylohyoideus.5

Gambar 3. Linea mylohyoidea, Tempat Perlekatan M. Mylohyoideus.


Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari
fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat
terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas didalam ruang itu
sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti
struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher. 5

Gambar 4. Ruang Suprahyoid


Ruang submandibula terletak antara m. mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang
submandibula terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga. Pada infeksi ruang
sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga
menghambat jalan nafas. Ruang sublingual, terletak antara mukosa mulut dan m. mylohyoid.
Ruang ini dapat terinfeksi yang berasal dari premolar dan molar pertama. Penyebaran
pembengkakan akibat abses di ruang sublingual dan submandibula. Tulang hyoid membatasi
terjadinya proses ini di bagian inferior, dan pembengkakan menyebar di daerah depan leher
yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran Bull neck. 5

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tenggorokan dan leher disertai
pembengkakan di daerah submandibula yang tampak hiperemis, drooling, dan trismus. Nyeri
tekan dan keras pada perabaan (seperti kayu). Dasar mulut membengkak, dapat mendorong
lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan sesak nafas. Meskipun banyak pasien sembuh
tanpa komplikasi, Angina Ludwig dapat berakibat fatal. Pada kasus yang berat dapat terjadi
stridor dan obstruksi jalan nafas. Pembengkakan submental, mulut tidak dapat membuka
9

Pembengkakan yang menegang, pasien tidak dapat membuka mulutnya Bengkak meluas ke
arah lateral dan pasien mengalami abrasi pada hidung. 6

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang
mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan
penyempitan jalan napas.
Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya
gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan
dibutuhkannya pernapasan bantuan. Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk
menentukan tempat fokal infeksinya.
Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotik dalam
terapi. Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan lunak
dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas. Foto
panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang yang terlibat
infeksi. 6

2.1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis

10

Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher, kesulitan makan dan
menelan. Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut
gigi atau adanya riwayat higien gigi yang buruk.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam,
takipnea, dan takikardi. Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan dan
perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling, disfonia, dan pada pemeriksaan
mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang
mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan
penyempitan jalan napas. Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan
jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan. Selain itu foto panoramik rahang
dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya. 7

2.1.9 Diagnosis Banding


Diagnosa banding dari Angina Ludwig adalah : karsinoma lingual, sublingual
hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses. Untuk dapat
menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang dikemukakan oleh Grodinsky
yaitu: 6
1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga.
2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus.
3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar
4. Penyebaran perkontinuitatum dan bukan secara limfatik.

11

2.1.10 Penatalaksanaan
Ada 4 Prinsip utama dalam penatalaksanaan Angina Lugwig :
1. Proteksi dan kontrol jalan napas
2. Pemberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisi adekuat

2.1.10.1 Penatalaksanaan Akut


Penanganan medis pada masalah pernafasan akut antara lain pemberian antibiotik.
Diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk organisme
gram-positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob. Antibiotik yang diberikan
sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus.
Pengobatan Angina Ludwig pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan
antibiotik intravena, selain itu dapat juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik yang
digunakan adalah Penicilin G dosis tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan obat
antistaphylococcus atau metronidazole. Jika pasien alergi pinicillin, maka clindamycin
hydrochloride adalah pilihan yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan secara
intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edema dan perlindungan jalan nafas.8

2.1.10.2 Penatalaksanaan Elektif


Penanganan elektif yang digunakan dalam mengatasi masalah pernafasan adalah
trakeostomi. Setelah diagnosis Angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama
adalah menjamin jalan nafas yang stabil melalui intubasi atau trakeostomi yang dilakukan
dengan anesthesia lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea

12

atau sianosis karena tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi
sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat. Selain itu dilakukan
eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi
pus, pada Angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam
dapat dilakukan memakai cunam tumpul. 8
Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah
secara horizontal setinggi os. hyoid (34 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah
dan paralel dengan korpus mandibula melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar
submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os. Hyoid sampai batas bawah
dagu. Perlu juga dilakukan pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan
serta pemberian antibiotik kombinasi untuk bakteri aerob dan anaerob.1 Pasien dirawat inap
sampai infeksi reda.8

Gambar 5. Insisi dan Drainase

2.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada Angina Ludwig yang tidak diterapi secara tepat
adalah sebagai berikut :
a. Infeksi carotid sheath
13

b. Tromboplebitis supuratif pada vena jugular interna


c. Obstruksi jalan napas
d. Empiema
e. Efusi pleura
f. Osteomielitis mandibula
g. Pneumonia aspirasi
h. Mediastenitis

2.1.12 Prognosis
Pada penderita usia muda yang berbahaya terutama ruptur abses spontan dengan
aspirasi dan/atau spasme laring. Ada kemungkinan meskipun jarang, jika tidak diobati dapat
menyusup ke dalam ruang faring dengan atau tanpa tandatanda luar, menjalar ke bawah dari
belakang esofagus menuju ke mediastinum posterior, septikemia, perdarahan, edema, ruptur,
dan aspirasi.
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Namun dengan
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik
intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa
mengakibatkan komplikasi. Dengan begitu angka mortalitas juga menurun hingga kurang
dari 5%.7

2.1.12 Evaluasi
Hasil yang diharapkan atau evaluasi pasien dilihat tanda-tanda vital pasien dalam
batas normal, nadi perifer teraba, warna dan suhu ekstremitas pasien normal, daerah insisi
kering dan penyembuhan mulai terjadi. Drainase kuning jernih dan tidak berbau. Setelah 72
jam, jika rasa sakit berkurang, bengkak telah mulai untuk menyelesaikan dan suhu normal,

14

aplikasi pad pemanas ke sisi wajah dapat membantu untuk meningkatkan drainase dan
mempercepat penyembuhan. Selain menggunakan CT Scan, pemeriksaan klinis terbaik untuk
menentukan dilakukannya ektubasi adalah tes kebocoran udara dengan menutup rapat tabung
endotrakeal menggunakan jari, untuk menentukan apakah pasien bisa bernafas tanpa tabung
endotrakeal. 7

2.1.13 Rehabilitasi
Sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap sesudah pembedahan. Penyembuhan
biasanya sangat cepat. Setelah tabung drain diambil keluar, antibiotik dapat dilanjutkan untuk
beberapa hari. Pembuatan protesa untuk mengganti gigi yang telah diektraksi karena
merupakan fokus infeksi dapat dilakukan jika pasien dapat memilihari kebersihan mulutnya
dengan baik dan memiliki penyakit sistemik yang terkontrol.

15

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. S
Umur
: 49 tahun
Alamat
: Paninggaran, Pekalongan, Jawa Tengah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Suku
: Jawa
No. CM
: C599541
Masuk Rumah Sakit
: 25 Agustus 2016
Dirawat di
: Rajawali 1B
3.2 DATA DASAR
A. SUBYEKTIF
Anamnesis
Autoanamnesa dengan pasien dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 14.00
WIB di IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
Keluhan utama: Sulit membuka mulut
Riwayat Penyakit Sekarang
1 bulan SMRS, pasien mengaku kelelahan setelah bekerja lalu gusi sebelah
kiri bawah terasa bengkak. Bengkak seukuran kelereng, disertai rasa nyeri (+) cekotcekot terus menerus, dan terasa panas. Pasien berobat ke puskesmas, diberi obat
antinyeri sehingga keluhan nyeri berkurang namun setelah itu kembali terasa nyeri.
Karena setelah beberapa hari kondisi tidak membaik, pasien dirujuk ke RS Siti
Kodijah Pekalongan. Benjolan pada pipi kiri pasien semakin lama semakin
membesar hingga sebesar bola tenis. Benjolan terasa panas (+), nyeri (+) cekot-cekot
terus menerus, tampak kemerahan.
10 hari SMRS pasien mengaku tidak dapat membuka mulut sehingga tidak
bisa makan dan hanya bisa minum. Demam (+), batuk (-), pilek (-), gangguan
pendengaran (-), gangguan jalan nafas (-). Karena kondisi pasien tidak membaik,
pasien kemudian dirujuk ke RSUP Dr.Kariadi Semarang untuk tatalaksana lebih
lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat gigi kiri bawah berlubang (+) 2 tahun yang lalu sudah ditambal akan
tetapi tambalan lepas 1 tahun yang lalu kemudian pasien kontrol ke dokter gigi
untuk ditambal ulang. Pasien mengaku terkadang gigi masih terasa ngilu tetapi
dapat hilang dengan minum obat warung. 3 bulan yang lalu pasien merasa gigi
sudah tidak ngilu sehingga pasien tidak minum obat lagi.
16

Riwayat tekanan darah tinggi (+) sejak 10 tahun yang lalu, tidak rutin minum

obat
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, mempunyai 2 orang anak yang belum mandiri.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS non PBI.
Kesan: Sosial ekonomi kurang.

B. OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 14.30 WIB di IGD
RSUP Dr.Kariadi Semarang
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Compos mentis (GCS: E4M6V5=15)

Status Gizi

: BB= 78 kg, TB= 172 cm


BMI= 26,36 (Overweight)

Tanda Vital

: T : 140/80 mmHg
N

: 112 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.

RR : 26 x/ menit
t

: 37,8 C

Pemeriksaan Gigi dan Mulut


a

Pemeriksaan Ekstra Oral


1

Wajah
Inspeksi :Asimetris (+), edema (+) pada regio mandibula kiri hingga leher kiri
dan depan, trismus (+) hanya dapat membuka mulut selebar 1 jari
17

Palpasi
Mata
Hidung
Telinga
Sensoris
2

: nyeri tekan (+)


: tidak dilakukan pemeriksaan
: Deviasi (-), discharge (-)
: Discharge (-)
: Hipestesia (-)

Leher
Inspeksi : asimetris, pembesaran tiroid (-)
Palpasi : pembesaran nnll (-)

b Pemeriksaan Intra Oral


Mukosa pipi
: sulit dinilai
Mukosa palatum
: sulit dinilai
Mukosa dasar mulut : sulit dinilai
Mukosa faring
: sulit dinilai
Kelainan periodontal : sulit dinilai
Gingiva atas
: edem (-) hiperemis (-)
Gingiva bawah
: edem (-) hiperemis (-)
Karang gigi
: RA dan RB (+)

Odontogram

Keterangan : 2.5 Karies


3.6 Gangren pulpa
3.7, 4.7 Missing teeth

Status Lokalis (Regio Mandibula)


Inspeksi : tampak edema pada regio mandibula kiri hingga leher kiri dan depan,
hiperemis (+)
Palpasi : teraba sebuah benjolan berukuran 15x15x5 cm, perabaan kenyal-keras
seperti papan, fluktuasi (-), nyeri tekan (+)

18

Gambar 1. Gambaran ekstra oral tampak asimetri wajah, edema (+) regio mandibula
kiri hingga leher kiri dan depan, tak teraba pembesaran KGB

Gambar 2. Gambaran trismus hanya bisa membuka mulut selebar satu jari.

19

Gambar 3. Gambaran intra oral tampak gusi bengkak (-), hiperemis (-), kalkulus
rahang atas (+) dan rahang bawah (+), lidah terangkat (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin (25 Agustus 2016) Pukul 15:31 WIB
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu
SGOT
SGPT

Hasil
14,0
42,6
4,9
28,6
87,1
32,9
13,7 (H)
451,0 (H)
12,2
8,9

Satuan
g/dl
%
10^6/ul
Pg
fL
g/dl
10^3/ul
10^3/ul
%
fL

Rujukan
12-15
35-47
4,4-5,9
27-32
76-96
29-36
3,6-11
150-400
11,6-14,8
4-11

108
24
38

mg/dl
U/L
U/L

80-160
15-34
15-60

20

Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Chlorida
Koagulasi
PPT
Waktu
Prothrombin
PPT Kontrol
PTTK
Waktu
Thromboplastin
APTT Kontrol

87 (H)
1,60 (H)
129 (L)
4,4
94 (L)

mg/dl
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l

11,1

detik

15-39
0,6-1,3
136-145
3,5-5,1
98-107

9,4-11,3
10,8

detik

29,5

detik
27,7-40,2

33,8

detik

PEMERIKSAAN X FOTO PANORAMIK

Kesan : Struktur tulang baik


Tampak missing teeth 3.7, 4.7
Tampak gangren pulpa gigi 3.6
Tampak karies gigi 2.5
Tak tampak impaksi
Tampak sisa akar gigi 1.8
Tak tampak periapikal lusensi
Kanalis alveolaris kanan dan kiri baik
21

DIAGNOSIS KELUHAN UTAMA


Phlegmon Dasar Mulut e.c. Gangren Pulpa Gigi 3.6

DIAGNOSIS LAIN
- Selulitis
- Tumor buccal

RENCANA TERAPI
A. Tatalaksana sebagai Dokter Umum

Atasi kegawatdaruratan (bila ada). Amankan airway, breathing, circulation,


disabilitas dan exposure.

Paracetamol 500mg bila demam.

Antibiotik spektrum luas :


Amoxicillin 500mg/8 jam PO
Metronidazole 500mg/8 jam PO

Rujuk dokter gigi spesialis bedah mulut untuk insisi dan drainase phlegmon
dasar mulut

B. Tatalaksana Definitif
Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin PPT/APTT, GDS
Inj. Ceftriaxon 2 gr/12 jam
Inj. Gentamycin 80 gr/12 jam
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
Inj. Methylprednisolone 125 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Pro insisi drainase phlegmon dasar mulut
Pro ekstraksi gigi 3.6
22

23

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis terhadap pasien, diketahui bahwa pasien mengalami bengkak pada gusi
rahang bawah sebelah kiri setelah kelelahan bekerja 1 bulan yang lalu. Bengkak pada
awalnya seukuran kelereng, disertai rasa nyeri (+) cekot-cekot terus menerus, dan terasa
panas. Pasien berobat ke puskesmas, diberi obat antinyeri sehingga keluhan nyeri berkurang
namun setelah itu kembali terasa nyeri. Karena setelah beberapa hari kondisi tidak membaik,
pasien dirujuk ke RS Siti Kodijah Pekalongan. Benjolan pada pipi kiri pasien semakin lama
semakin membesar hingga sebesar bola tenis. Benjolan terasa panas (+), nyeri (+) cekotcekot terus menerus, tampak kemerahan. 10 hari SMRS pasien mengaku tidak dapat
membuka mulut sehingga tidak bisa makan dan hanya bisa minum. Demam (+), batuk (-),
pilek (-), gangguan pendengaran (-), gangguan jalan nafas (-).
2 tahun yang lalu gigi kiri bawah pasien lubang lalu pasien berobat ke dokter gigi dan
ditambal. 1 tahun yang lalu pasien merasa tambalan lepas sehingga gigi terasa nyeri bila
digunakan untuk mengunyah makanan. Pasien berobat ke dokter gigi untuk dilakukan
penambalan gigi ulang tetapi terkadang gigi masih terasa ngilu yang hilang dengan minum
obat warung. 3 bulan yang lalu pasien merasa gigi sudah tidak ngilu sehingga pasien tidak
minum obat lagi.
Dari pemeriksaan fisik secara umum didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, laju jantung 112 x/menit, laju nafas 26 x/menit,
suhu 37, 8 C, dan BMI 26,36 (Overweight). Dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut ekstra
oral didapatkan asimetris wajah karena adanya edema pada pada regio submandibula kiri
hingga leher kiri dan depan dengan perabaan kenyal keras seperti papan, tampak kemerahan,
berukuran 15x15x5 cm, nyeri tekan (+), fluktuasi (-), pembesaran KGB (-). Pemeriksaan

24

intraoral pada pasien ini sulit dilakukan karena pasien hanya dapat membuka mulut selebar 1
jari saja. Tampak kalkulus pada rahang atas dan rahang bawah pasien serta lidah terangkat.
Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan peningkatan leukosit sebesar
13.700/uL dan trombosit yaitu sebesar 451.000/uL. Selain itu juga didapatkan peningkatan
ureum (87 mg/dL) dan kreatinin (1,6 mg/dL) serta penurunan natrium (129 mmol/L) dan
klorida (94 mmol/L)
Dari hasil pemeriksaan X Foto Panoramik pasen didapatkan missing teeth gigi 3.7 dan
4.7, gangren pulpa gigi 3.6, karies gigi 2.5, dan sisa akar gigi 1.8. Struktur tulang baik, tidak
terdapat impaksi maupun periapikal lusensi serta kanalis alveolaris kanan dan kiri baik.
Pasien didiagnosa dengan phlegmon dasar mulut e.c. gangren pulpa gigi 3.6 karena dari
anamnesis didapatkan pembengkakan pada regio submandibula kiri hingga leher kiri dan
depan yang progresif, dengan perabaan kenyal keras, disertai rasa nyeri cekot-cekot terus
menerus, kemerahan dan kesulitan membuka mulut. Terdapat pula riwayat gigi berlubang
pada gigi 3.6 yang ditambal lalu tambalannya lepas dan ditambal ulang tetapi gigi masih
terasa ngilu hingga 3 bulan sebelum keluhan pasien muncul. Kemungkinan penambalan ulang
gigi 3.6 kurang maksimal sehingga masih terjadi proses peradangan pada rongga pulpa yang
berlanjut menjadi pulpitis kronis dan akhirnya menjadi gangren pulpa.
Gangren pulpa ini dapat menjadi fokus infeksi odontogenik dimana bakteri dari pulpa
gigi pasien dapat mencapai jaringan periapikal. Bila jumlah bakteri cukup banyak dan daya
tahan tubuh seseorang menurun maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa
sampai tulang kortikal, dimana apabila tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan
masuk ke jaringan lunak. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang
paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di

25

antara jaringan seperti ruang sublingual, submental, dan submandibula yang berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus.
Segera setelah pasien didiagnosa dengan phlegmon dasar mulut, pasien perlu dirawat
inap di rumah sakit agar dapat segera ditangani dan dilakukan insisi drainase. Selain itu
pasien juga memerlukaan antibiotik dosis tinggi yaitu Ceftriaxon 2 gr/12 jam, Gentamycin 80
gr/12 jam, dan Metronidazole 500 mg/8 jam. Pasien juga diberi kortikosteroid yaitu
Methylprednisolone 125 mg/8 jam untuk mengurangi inflamasi serta antinyeri Ketorolac 30
mg/8 jam untuk mengurangi rasa nyeri dan Ranitidin 50 mg/8 jam untuk mengatasi keluhan
gastrointestinal pada pasien.
Pasien juga perlu diobservasi untuk mengetahui adanya tanda-tanda obstruksi jalan
nafas agar dapat segera ditangani karena perkembangan phlegmon yang progresif dapat
menganggu jalan nafas pasien sehingga pasien memerlukan tindakan seperti trakeostomi.
Selain itu karena pasien tidak dapat membuka mulut, pasien kesulitan makan sehingga
asupan nutrisinya berkurang. Karena itu perlu diberikan infus Ringer Laktat 20 tpm untuk
memperbaiki status hidrasi pasien dan diet cair susu 6 x 200 cc/hari untuk memperbaiki
asupan nutrisi pasien. Gigi 3.6 pasien yang mengalami gangren pulpa juga perlu diekstraksi
agar tidak menjadi fokus infeksi odontogenik lainnya lagi.

26

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil serangkaian pemeriksaan yang telah dilaksanakan didapatkan seorang pria
berumur 49 tahun dengan diagnosis phlegmon dasar mulut e.c gangren pulpa gigi 3.6 dengan
diagnosis kemungkinan penyakit lain selulitis dan tumor buccal. Penegakkan diagnosis pada
penderita ini didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan ekstra dan intra oral, serta
pemeriksaan penunjang berupa X-foto panoramik dan pemeriksaan laboraorium.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Greece: University of Athens 234-8.


2. Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)
Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p21426)
3. Milloro, M., 2004, Petersons of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd
edition, Canada: BC Decker Inc.
4. Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia
5. Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)
6. Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis Topazian, R.G
& Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia
7. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine.August 9 1996.
8. Clinical Instructor, Oral and Maxillofacial Surgery, 2007

28

Você também pode gostar