Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Penyakit Gigi dan
Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Dosen Pembimbing
drg. Devi Farida Utami, Sp.BM
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Afrizal Eka Ramadhani
22010115210042
R. Ernandy Aryo H.
22010115210155
Faramita Nur Izzaty
22010115210032
Arina Ulfah
22010115210106
Talita Zata Isma
22010115210157
Periode 22 Maret-15 April 2016
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul Seorang Perempuan 32 Tahun dengan
Sialolithiasis dan Hipotiroid telah dilaporkan di depan pembimbing mahasiswa
pada tanggal April 2016 guna melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
mengalami proses kalsifikasi hingga terbentuk batu, sialolit ini umumnya berasal
dari adanya deposit kalsium dan memberikan rasa tidak nyaman pada penderita.
Rasa sakit biasanya timbul ketika ada makanan yang sangat merangsang sekresi
saliva.
Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam
metabolisme tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon
tiroid
tersebut
dibutuhkan
persediaan
unsur
iodium
yang
cukup
dan
disebabkan oleh kegagalan tiroid primer dan dapat juga disebabkan oleh
penurunan sekresi TSH karena insufisiensi hipofisis atau kegagalan hipotalamus
dalam melepaskan TRH.
Manifestasi klinis yang sering muncul akibat adanya gangguan
metabolisme dari tiroid ini antara lain dapat menyebabkan kelelahan serta
terjadinya penurunan fungsi pernapasan, juga berdampak padasistem sirkulasi
seperti bradikardia, disritrmia dan hipotensi. Selain itu menyebabkan gangguan
pada fungsi gastrointestinal seperti konstipasi dan juga turunnya suhu tubuh
karena produksi kalor yang menurun sehingga terjadi intoleransi suhu dingin.
Terapi pembedahan pada pasien sialolithiasis dengan hipotiroid hampir
semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada
pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sialolithiasis
Definisi
Sialolithiasis merupakan salah satu penyebab terjadinya pembengkakan
pada kelenjar submandibula atau parotis, karena dapat menimbulkan obstruksi
pada duktus kelenjar saliva. Pembentukan batu (calculi) pada sialolithiasis diduga
karena penumpukan bahan degeneratif yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan
mengalami proses kalsifikasi hingga terbentuk batu. Sebagian besar (80% - 90%)
sialolithiasis terjadi di duktus submandibula (warthons duct) karena struktur
anatomi duktus dan karakteristik kimiawi dari sekresi kelenjar saliva. Kedua
faktor ini mendukung terjadinya proses kalsifikasi pada duktus submandibula
sehingga muncul sialolithiasis.
Pemeriksaan Penunjang
Teknik imaging yang ada untuk menilai kelenjar dan duktus kelenjar saliva
antara lain Plain-film Radiography, Computed Tomography Scan (CTScan),
Sialography, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Diagnostic Ultrasound, dan
Nuclear Scintigraphy.
a. Plain - Film Radiography
dapat digunakan untuk menentukan kelainan pada kelenjar saliva. Teknik
ini banyak memberikan informasi selain data dari pemeriksaan klinis. Pada
evaluasi sialolithiasis submandibula, masih efektif untuk melihat batu pada
duktus, tapi sulit untuk mengevaluasi batu di glandula atau batu yang
kecil. Hanya 20% sialolith yang radiotransparent sehingga metode ini
hanya digunakan untuk skreening bila metode lainnya tidak tersedia.
Untuk memaksimalkan hasil, dianjurkan pengambilan film dari berbagai
sudut yang berbeda, termasuk dari sudut dasar mulut. Hal ini penting
untuk mendapatkan gambaran yang jelas, dimana batu kadang-kadang
tertutup oleh tulang mandibular
b. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Kehadiran CT Scan merevolusi diagnostic imaging sejak ditemukannya
pada tahun 1970-an, terutama untuk kasus head and neck imaging. Dia
sering digunakan, karena cukup adekuat untuk mendiagnosis sialolithiasis
Diagnosa Klinis
Pada obstruksi parsial kadang-kadang sialolithiasis tidak menunjukkan
gejala apapun (asimptomatis). Nyeri dan pembengkakkan kelenjar yang bersifat
intermitten merupakan keluhan paling sering dijumpai dimana gejala ini muncul
berhubungan dengan selera makan (mealtime syndrome). Pada saat selera makan
Terapi
1. Tanpa Pembedahan
Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan
antibiotik dan anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui
caruncula secara spontan. pengobatan yang diberikan adalah simptomatik,
nyeri diobati dengan NSAID (e.g ibuprofen, 600 mg setiap 8 jam selama 7
hari) dan infeksi bacteria diobati dengan antibiotik golongan penicillin dan
Cephalosporins, (875mg amoxicillin dan asam klavulanat 125 mg setiap 8
jam untuk jangka waktu satu minggu ) atau augmentin, cefzil, ceftin,
nafcillin, diet kaya protein dan cairan asam termasuk makanan dan
minuman juga dianjurkan untuk menghindari pembentukan batu lebih
ostium
duktus
maka
bisa
dilakukan
tindakan
simple
posisi
(pinpointing)
calculi
bisa
dipandu
dengan
4. Sialendoskopi
Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus
kelenjar saliva. Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat
digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal
pathologies seperti obstruksi, striktur, dan sialolith. Prosedur yang dapat
dilakukan dengan Sialendoskopi merupakan complete exploration ductal
system yang meliputi duktus utama, cabang sekunder dan tersier. Indikasi
diagnostik
dan
intervensi
dengan
Sialendoskopi
adalah
semua
3)
4)
5)
6)
saja, baik pada anak-anak, dewasa maupun usia lanjut. Teknik Intervensi
Sialendoskopi. Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila
untuk mencapai kelenjar diinjeksi dengan bahan anestesi (xylocaine 1%
dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan bertahap dengan probe
yang bertambah besar sampai sesuai dengan diameter sialendoskop.
Kemudian sialendoskop dimasukkan ke dalam duktus kelenjar saliva
diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini
dimaksudkan untuk dilatasi duktus dan irigasi debris. Duktus kelenjar
saliva ini diobservasi mulai dari duktus utama sampai cabang tersier
hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan menghindari trauma
dan perforasi dinding duktus. Bila didapatkan obstruksi, kita bisa
menggunakan beberapa teknik untuk mengatasinya. Untuk pengambilan
batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar submandibula atau < 3 mm
pada kelenjar parotis, kita dekatkan sialendoskop ke sialolith kemudian
kita masukkan ke dalam working channel sebuah forsep penghisap yang
fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone extractor (wire basket forcep).
Berikutnya batu dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep
penghisapnya.
Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser
helium ke dalam working channel dan batu dipecah menjadi beberapa
bagian kecil-kecil. Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed)
dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang
lengket dimobilisasi dengan pembilasan dan penghisapan.
(Decision
Tree
untuk
Evaluasi
dan
Managemen
Sislolithiasis)
Bila didapatkan batu ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm
parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket Extraxion. Pada batu
dengan ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus
dipecah menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy
kemudian dikeluarkan dengan Wire Basket Extraxion. Sedangkan stenosis
pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic dilator
(main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang
duktus.
Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka
maupun minimally invasive dapat menimbulkan komplikasi antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
therapy, dan
residual lithiasis terjadi pada sekitar 40%-50% pasien.
B. Hipotiroid
Definisi
Menurut Corwin (2009) yang disebut hipotiroidisme adalah suatu penyakit
yang tejadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme adalah suatu kelainan yang relative sering ditemukan degan
ditandai oleh ketidakcukupan produksi hormone tiroid. Kekurangan produksi
hormone tiroid paling sering disebakan oleh kegagalan tiroid primer tetapi juga
dapat disebakan oleh penurunan sekresi TSH karena insufisiensi hipofisis
(hipotiroidisme sekunder) atau kegagalan hipotalamus dalam melepaskan TRH
(hipotiroidisme tersier).
Hipotiroidisme merupakan keaadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat yang diikuti oleh gejala-gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai
optimal (Brunner & Suddarth, 2002).Sedangkan menurut Price (2006) Hipotiroid
adalah defisiensi produksi hormon dari kelenjar tiroid.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa hipotiroidisme
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh penurunan hormon tiroid yang
Penyakit Hipotiroidisme
1
maupun
pembedahan
cenderung
menyebabkan
hipotiroidisme.
3
obatpenekan
TSH,
atau
terapi
iodium
radioaktif
untuk
Klasifikasi
Lebih dari 95% penderita hipotiroid mengalami hipotiroid primer atau tiroidal
yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri.Apabila disfungsi tiroid
disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya disebut
hipotiroid sentral (hipotiroid sekunder) atau pituitaria.Jika sepenuhnya disebabkan
oleh hipofisis disebut hipotiroid tersier.
a. Primer
1) Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis,
defisiensi yodium
2) Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium
radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
b. Sekunder :
kegagalan hipotalamus ( TRH, TSH yang berubah-ubah, T4 bebas) atau
kegagalan pituitari ( TSH, T4 bebas)
Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Pada dasarnya sistem
kerja hormon tiroid dimulai dari Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior kemudian Hipofisis anterior
mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) yang merangsang
kelenjar tiroid lalu kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan
yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
pada sistem neurologis yaitu terjadinya gangguan kesadaran karena suplai oksigen
yang menurun ke otak.Selain itu gangguan metabolisme juga menyebabkan
gangguan pada fungsi gastrointestinal dan pada akhirnya dapat menyebabkan
menurunnya
fungsi
peristaltik
usus
sehingga
menimbulkan
Manifestasi Klinis
1
Penurunan
kecepatan
metabolisme,
penurunan
kebutuhan
kalori,
Konstipasi
Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan
rapuh
Diagnosis
1 Pemeriksaan Laboratorium
a
hipotiroid.
Pemeriksaan TSH
TSH Diproduksi kelenjar hipofise merangsang kelenjar tiroid untuk
Pemeriksaan Radiologis
Ambilan iodium radioaktif dan scan tiroid biasanya tidak banyak
manfaatnya pada hipotiroidisme. Tetapi Scan harus dilakukan jika terdapat
keraguan mengenai nodularitas tiroid. Scan tiroid bermanfaat untuk
mendeteksi kelainan anatomi, jaringan ektopik (tiroid lingual, tiroid
mediastinum,
trauma
ovarii),
tumor
metastatik.
Pemeriksaan
ini
gigi.
Tes-tes
laboratorium
yang
digunakan
untuk
Pemeriksaan Fisik
Bila terdapat kecurigaan adanya hipotiroidisme, penemuan diferensial
yang paling penting pada pemeriksaan fisik adalah ada tidaknya
goiter.Riwayat operasi tiroid yang sebelumnya harus ditanyakan disamping
pemeriksaan yang cermat terhadap tanda-tanda hipotiroidisme termasuk
IdentitasPasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat
Agama
Suku
Tgl. Pemeriksaan
No CM
: Ny. SR
: Perempuan
: 32 tahun
: Buruh bangunan
: Jepara
: Islam
: Jawa
: 23 Maret 2016
: C314475
Data Dasar
A. Subyektif
Autoanamnesis pada 23 Maret 2016 pukul 09.30WIB di Poli rawat jalan
Gigi dan Mulut RSDK Semarang
Keluhan Utama
:
terdapat benjolan pada bawah lidah
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 bulan sebelum ke poli gigi, muncul benjolan di bawah lidah. Benjolan
terasa tidak nyeri, tidak panas, tidak mudah berdarah, tidak nyeri tekan,
tidak mengeluarkan cairan. Benjolan berwarna transparan dengan tepi
merah muda dan konsistensi keras. Kemudian pasien datang ke RSDK
untuk memeriksakan keluhannya.
o Leher
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan Intraoral
Mukosa rahang bawah
: dalam batas normal
Mukosa pipi kanan dan kiri : dalam batas normal
Mukosa palatum
: dalam batas normal
Mukosa dasar mulut/ lidah: terdapat benjolan warna transparan dengan tepi
Mukosa pharynx
Kelainan periodontal
Ginggiva RA
Ginggiva RB
Karang gigi
Oklusi
Palatum
Supernumerary teeth
Diastema
Gigi anomali
Status Lokalis
Pemeriksaan Ekstraoral
Inspeksi
: dalam batas normal
Palpasi
: dalam batas normal
Pemeriksaan Intraoral
Inspeksi
: tampak benjolan di bawah lidah dengan diameter 5 mm
Palpasi
Status Dental
Gigi 1.1 1.2 1.3 1.4 2.1 2.2 2.3 2.4 2.8
Inspeksi
: terpasang prostesis
Sondasi
: tidak dapat dinilai
Perkusi
: (-)
Vitalitas
: (-)
Mobilitas : (-)
Gigi 3.5 3.6 3.7 4.5 4.6 4.7
Inspeksi
: tidak ada gigi
Sondasi
: tidak dapat dinilai
Perkusi
Vitalitas
Mobilitas
Gigi 1.5
Inspeksi
Sondasi
Perkusi
Vitalitas
Mobilitas
: (-)
: (-)
: tidak dapat dinilai
:
:
:
:
:
Gigi 2.5
Inspeksi
:
Sondasi
:
Perkusi
:
Vitalitas
:
Mobilitas :
Gigi 2.6
Inspeksi
:
Sondasi
:
Perkusi
:
Vitalitas
:
Mobilitas :
Gigi 2.7
Inspeksi
:
Sondasi
:
Perkusi
:
Vitalitas
:
Mobilitas :
Odontogram
4
5
Diagnosis Banding:
Ranula, Abses sublingual
Diagnosis Penyakit Lain:
Mis teeth 1.1 1.2 1.3 1.4
2.1 2.2 2.3 2.4 2.8
3.5 3.6 3.7
4.5 4.6 4.7
Tambalan composite sisi mesial gigi 1.5 2.5 2.6
Tambalan composite sisi oklusal gigi 2.7
Initial Plan
Dx
: S : O : X Foto mandibular oklusal dan
Panoramik,
Sialografi,
anesthesia.
Pro eksisi sialolithiasis dengan mempertimbangkan kondisi hipotiroid
pasien
: Keadaan umum, tanda vital, tanda infeksi
:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai sialolithiasis yang
Mx
Ex
yang dapat terjadi saat maupun post operasi kepada pasien serta keluarga.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis kerja pasien pada kasus ini adalah suspek sialolithiasis. Dari
hasil anamnesis, pasien mengeluh 1 bulan sebelum ke poli gigi muncul benjolan
di bawah lidah. Benjolan terasa tidak nyeri, tidak panas, tidak mudah berdarah,
tidak nyeri tekan, dan tidak mengeluarkan cairan. Benjolan berwarna transparan
dengan tepi merah muda dan konsistensi keras. Kemudian pasien datang ke
RSDK untuk memeriksakan keluhannya. Pasien memiliki riwayat penyakit tiroid
(hipotiroid) dan saat ini sedang mengkonsumsi Eutirax. Riwayat alergi obat,
riwayat trauma daerah wajah dan mulut, riwayat konsumsi obat anti hipertensi dan
anti psikotik disangkal. Riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit keganasan disangkal. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan
dan suami bekerja sebagai buruh pabrik dengan biaya pengobatan ditanggung
pribadi.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak didapatkan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan intraoral didapatkan benjolan berkonsistensi keras dan berwarna
transparan dengan tepi merah muda pada bawah lidah, palpasi: fluktuasi (-),
permukaan
licin,
tidak
berbenjol-benjol,
nyeri
tekan
(-). Selain itu juga didapatkan karang gigi pada rahang atas dan rahang bawah.
Pada
pemeriksaan
gigi
geligi
didapatkan
prostesis
pada
gigi
Banyak
teori
yang
menjelaskan
tentang
patofisiologi
terjadinya
BAB V
KESIMPULAN
Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke Poli Gigi dan Mulut RS dr.
Kariadi, berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan subyektif maupun obyektif dari
ekstra oral dan intra oral, serta pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa
pasien memiliki suspek sialolithiasis. Selain itu terdapat diagnosis penyakit lain
berupa kalkulus rahang atas dan rahang bawah. Rencana akan dilakukan
penatalaksanaan sesuai dengan diagnosisnya berupa eksisi sialolithiasis dengan
memperhatikan kondisi hipotiroid pasien.
Lampiran
Foto klinis
DAFTAR PUSTAKA
Otolangology Head and Neck Surgery. 3rd ed. Mosby; 1999. p.1220.
Escudier MP, McGurk M. Symptomatic Sialoadenitis and Sialolithiasis in the
English Population, an Estimate of the Cost of Hospital Traetment. Br Dent J
25:145-9
Rosen FS, Byron BJ. Anatomy and Physiology of Salivary Glands Source.
Publishers; 2001
10 Dalkiz M, Dogan N, Beydemir B. Sialolithiasis (Salivary Stone). Turk J Med
Sci 2001;31: 177-9